111 kinerja pengelolaan sumber daya cagar biosfer perlu kebijakan tertentu dengan
mempertimbangkan kondisi faktor internal dan eksternal Cagar Biosfer GSKBB. Bagian ini akan memaparkan hasil sintesis faktor-faktor internal dan eksternal
dalam implementasi konsep Cagar Biosfer GSKBB berdasarkan fakta-fakta yang disampaikan pada bab-bab sebelumnya dan merumuskan kebijakan pengelolaan
sumber daya Cagar Biosfer GSKBB ke depan.
7.2 Faktor Internal Pengelolaan Sumber Daya Cagar Biosfer GSKBB
Berdasarkan situasi pengelolaan sumber daya Cagar Biosfer GSKBB dan dengan memperhatikan rekomendasi Strategi Seville, terdapat 12 faktor internal
yang perlu diperhatikan dalam perbaikan pengelolaan sumber daya Cagar Biosfer GSKBB, meliputi aspek sumber daya alam, sumber daya manusia, dan
kelembagaan. Penjelasan singkat syarat yang diperlukan dari masing-masing faktor internal tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.1.
Tabel 7.1 Faktor internal pengelolaan sumber daya Cagar Biosfer GSKBB
Faktor Internal Syarat yang Diperlukan
Luas area inti cagar biosfer Semakin luas area inti akan semakin banyak spesies yang
terlindungi MacArthur dan Wilson 1967. Keanekaragaman
ekosistem Cagar biosfer meliputi lansekap yang luas dengan
beranekaragam ekosistem, baik ekosistem daratan maupun perairan, baik ekosistem alami maupun buatan.
Objek dan daya tarik wisata
Terdapat objek dan daya tarik wisata di cagar biosfer yang dapat dikembangkan untuk pemanfaatan berkelanjutan
Eksistensi lembaga yang mengkoordinasikan
program dan kegiatan di cagar biosfer
Badan koordinasi multi-stakeholders diperlukan untuk mendorong pengelolaan kolaborasi sehingga terwujud
interaksi positif antar zona di cagar biosfer
Ketersediaan SDM SDM yang mencukupi dan profesional.
Ketersediaan dana Sumber dana yang cukup, baik dari internal maupun
eksternal. Ketersediaan sarana dan
prasarana Sarana dan prasarana yang cukup sangat dibutuhkan untuk
pengelolaan area inti maupun zona lainnya Partisipasi stakeholders
Partisipasi pihak swasta dalam melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan pelestarian lingkungan dan kondisi
sosial sangat penting untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di cagar biosfer UNESCO 1996b.
Partisipasi masyarakat
lokal untuk
meningkatkan efektivitas cagar biosfer dalam mewujudkan tujuan
pembangunan berkelanjutan Schultz et al. 2011. Dukungan stakeholders
kunci Dukungan stakeholders kunci menentukan keberhasilan
pengelolaan ekosistem Yaffee et al. 1996. Aturan pengelolaan
Terdapat aturan pengelolaan, baik pada level konstitusi, pilihan kolektif, maupun operasional Ostrom et al. 1994.
Rejim penguasaan sumber daya alam
Terdiri atas: negara, swasta, dan masyarakat. Kelembagaan lokal yang
berkelanjutan Terdapat kelembagaan aturan lokal yang berkelanjutan
dan dapat diintegrasikan dengan kelembagaan formal.
112
Berdasarkan uraian bab-bab terdahulu, kondisi aktual faktor internal pengelolaan sumber daya Cagar Biosfer GSKBB dapat diringkas dalam Tabel 7.2.
Tabel 7.2 Kondisi aktual faktor internal pengelolaan sumber daya Cagar Biosfer GSKBB
Faktor Internal Kondisi Aktual
Luas area inti cagar biosfer
Luas area inti Cagar Biosfer GSKBB 178.722 ha atau 25,3 dari luas cagar biosfer. Dibandingkan dengan 11 cagar biosfer lainnya di
Indonesia, luas area inti Cagar Biosfer GSKBB termasuk urutan ke 7 terluas.
Keanekaragaman ekosistem
Ekosistem di Cagar Biosfer GSKBB meliputi: rawa banjiran ±16.620 ha atau 2,4, hutan rawa gambut 170.002 ha atau 24,2, hutan
mangrove 448,3 ha atau 0,1, hutan tanaman 115.899 ha atau 16,5, perkebunan 140.702 ha atau 20,1, sawah 17.562 ha atau 2,5 dan
ekosistem budi daya lainnya.
Sementara itu, hutan dataran rendah di lahan mineral hanya 279,3 ha atau 0,04 yang tersisa sebagai kawasan lindung di dalam areal konsesi
hutan tanaman. Objek dan daya tarik
wisata Komplek tasik di sekitar Sungai Siak Kecil dan Sungai Bukit Batu
merupakan ekosistem unik yang potensial sebagai objek dan daya tarik wisata alam karena ukurannya luas, kedalamannya berfluktuasi
mengikuti tinggi muka air, mudah dijangkau dengan perahu bermotor, dan cocok untuk wisata memancing dan berperahu.
Peninggalan rumah Datuk Laksmana Raja Dilaut dan komplek makam keluarganya di Desa Sukajadi, Kab. Bengkalis dan Istana Kerajaan Siak
serta kearifan lokal masyarakat Desa Tasik Betung, Kab. Siak dalam mempertahankan hutan simpanan dan pohon Sialang juga berpotensi
untuk dikembangkan sebagai objek dan daya tarik wisata sejarah dan budaya.
Eksistensi lembaga yang
mengkoordinasikan program dan kegiatan
di cagar biosfer Badan Koordinasi Pengelolaan Cagar Biosfer GSKBB yang dibentuk
berdasarkan Keputusan Gubernur Riau No. Kpts. 920V2010 untuk mengakomodasikan kepentingan para pihak guna mewujudkan 3 fungsi
Cagar Biosfer GSKBB belum bekerja optimal karena kewenangan dan anggarannya tidak jelas.
Koordinasi masih terbatas pada kegiatan perlindungan area inti dan pengendalian kebakaran antara Balai Besar KSDA Riau dengan pihak
SMF, sementara koordinasi untuk pembangunan berkelanjutan di zona penyangga dan area transisi belum dilakukan.
Ketersediaan SDM SDM untuk mengelola SM Giam Siak Kecil seluas 84.967 ha dan SM
Bukit Batu seluas 21.500 ha tidak mencukupi, Balai Besar KSDA Riau sudah membentuk 3 Resort, masing-masing hanya memiliki 2 personel
Polisi Hutan, ditambah beberapa personelstaf di kantor Seksi dan Bidang Wilayah.
Ketersediaan dana Anggaran yang dialokasikan untuk implementasi konsep cagar biosfer
masih terbatas, tidak rutin, berbasis proyek atau kegiatan. Dana bersumber dari anggaran masing-masing anggota Badan Koordinasi
Pengelolaan, termasuk anggaran kesekretariatan yang dibebankan kepada BAPPEDA Provinsi Riau.
Ketersediaan sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana untuk mengelola area inti masih terbatas; kantor resort SM belum ada, pos jaga hanya ada 1 unit di SM Bukit Batu,
sudah tersedia gedung Pusat Penelitian yang dibangun di dalam area inti yang dialokasikan oleh mitra SMF.
113 Tabel 7.2 Lanjutan
Faktor Internal Kondisi Aktual
Dukungan stakeholders kunci
Komite Nasional MAB Indonesia, BBKSDA Riau, SMF, Bappeda Riau, dan Pemerintah Kabupaten Bengkalis telah mendukung
operasional implementasi konsep Cagar Biosfer GSKBB, melalui berbagai program dan kegiatan di lapangan, meskipun sebagian besar
masih bersifat bussiness as usual.
Partisipasi stakeholders
Stakeholders yang berpartisipasi aktif masih terbatas pada BBKSDA Riau, SMF, dan beberapa Organisasi Perangkat Daerah sesuai tugas
pokok dan fungsinya masing-masing, sementara stakeholders lainnya seperti akademisi, LSM, dan masyarakat berpartisipasi jika diajak kerja
sama oleh pengelola kawasan dan pemerintah daerah.
Tingkat partisipasi stakeholders dalam perencanaan dan implementasi konsep Cagar Biosfer GSKBB masih pada tingkat tokenism, mulai dari
memberi informasi, konsultasi, dan plakasi. Aturan pengelolaan
Pada level kontitusi, UU No. 5 tahun 1990 menyebutkan bahwa KSA dan kawasan tertentu lainnya dapat ditetapkan sebagai cagar biosfer
dalam rangka kerja sama konservasi internasional. Pada level collective-choice, PP No. 28 tahun 2011 hanya menegaskan
bahwa pemerintah dapat mengusulkan suatu KSA cagar alam dan suaka margasatwa atau KPA taman nasional, taman hutan raya, dan
taman wisata alam kepada lembaga internasional yang berwenang untuk ditetapkan sebagai cagar biosfer, tetapi tidak mengatur
bagaimana cara mengelola atau mengimplementasikan cagar biosfer.
Ini berarti, secara operasional belum ada peraturan perundangan yang dibuat secara khusus terkait cagar biosfer. Akibatnya, pengelolaan cagar
biosfer masih fokus pada penyelenggaraan KSA sebagai area inti cagar biosfer dengan menggunakan aturan yang berlaku.
Buku Pedoman Pengelolaan Cagar Biosfer di Indonesia yang diterbitkan oleh Komite Nasional MAB Indonesia Soedjito 2004
belum menjadi inspirasi dan dasar kebijakan pemerintah yang mengikat untuk diimplementasikan di lapangan.
Rejim penguasaan sumber daya alam
Area inti dan sebagian besar zona penyangga merupakan state property sebagai kawasan hutan, sedangkan sebagian besar area transisi
merupakan private property. Area inti yang merupakan kawasan suaka margasatwa dikelola oleh
BBKSDA Riau, sedangkan sebagian area inti yang merupakan kawasan HP bersama-sama dengan zona penyangga yang merupakan areal
konsesi hutan tanaman dikelola oleh SMF dan mitranya.
Terdapat area inti dan sebagian zona penyangga yang merupakan kawasan HP bekas areal konsesi IUPHHK-HA yang belum ada unit
pengelolanya KPH sehingga terjadi open acces. Kelembagaan lokal
yang berkelanjutan Masyarakat lokal sudah mengembangkan kelembagaan lokal dalam
memanfaatkan sumber daya perairan di area inti, namun kelembagaan ini belum selaras dengan aturan pengelolaan kawasan suaka
margasatwa.
Berdasarkan penjelasan syarat yang diperlukan dan kondisi aktual masing- masing faktor internal tersebut di atas, dapat disusun Matriks Faktor Internal
pengelolaan sumber daya Cagar Biosfer GSKBB Tabel 7.3. Bobot menunjukkan pengaruhsignifikansi relatif faktor tersebut bagi keberhasilan pencapaian fungsi
Cagar Biosfer GSKBB. Bobot masing-masing faktor dinilai berdasarkan hasil Focus Group Discussion yang melibatkan pakar. Pada tahap awal, masing-masing