Pendahuluan Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Cagar Biosfer Giam Siak Kecil – Bukit Batu Di Provinsi Riau
13 dan aksi Cagar Biosfer GSKBB, c koordinasi dan komunikasi, d penguatan
kapasitas pengelola dan ilmu pengetahuan, dan d kemitraan.
2.3 Hasil dan Pembahasan 2.3.1 Kebijakan Pengelolaan Cagar Biosfer di Indonesia
Undang Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2011 tentang
Pengelolaan Kawasan Suaka Alam KSA dan Kawasan Pelestarian Alam KPA merupakan landasan kebijakan pengelolaan Cagar Biosfer di Indonesia. Namun,
kedua landasan yuridis tersebut hanya memuat definisi cagar biosfer dan mekanisme penetapan cagar biosfer. Ketiadaan aturan resmi yang memadai ini
merupakan kendala pengelolaan cagar biosfer di Indonesia Indrawan et al. 2007. Akibatnya, pengelolaan cagar biosfer masih fokus pada penyelenggaraan KSA
dan KPA yang merupakan area inti cagar biosfer dengan menggunakan aturan yang sesuai dengan status hutan konservasi terkait.
UU No. 5 tahun 1990 Pasal 18 Ayat 1 menyebutkan bahwa KSA dan kawasan tertentu lainnya dapat ditetapkan sebagai cagar biosfer dalam rangka
kerja sama konservasi internasional, khususnya untuk kegiatan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, wisata terbatas, dan kegiatan
lainnya yang menunjang budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17. UU No. 5 tahun 1990 tidak memberikan penjelasan tentang kawasan tertentu lainnya
yang dapat ditetapkan sebagai cagar biosfer demikian pula halnya dengan PP No. 28 tahun 2011. PP No. 28 tahun 2011 Pasal 51 hanya menegaskan bahwa
pemerintah dapat mengusulkan suatu KSA cagar alam dan suaka margasatwa atau KPA taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam kepada
lembaga internasional yang berwenang untuk ditetapkan sebagai cagar biosfer sesuai dengan kriteria yang ditentukan oleh lembaga internasional tersebut. Narasi
dalam Peraturan Pemerintah ini untuk mengakomodir adanya cagar biosfer di Indonesia yang mempunyai area inti berupa taman nasional Tabel 1.1.
UU No. 51990 Pasal 1 Ayat 12 mendefinisikan cagar biosfer sebagai suatu kawasan yang terdiri dari ekosistem asli, unik danatau ekosistem yang telah
mengalami degradasi yang keseluruhan unsur alamnya dilindungi dan dilestarikan bagi kepentingan penelitian dan pendidikan. Penjelasan Pasal 5 Ayat 2 UU No.
26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang juga mengkategorikan cagar biosfer sebagai kawasan lindung lainnya. Definisi dan kategori cagar biosfer tersebut
masih mengacu pada konsep cagar biosfer generasi kedua sesuai Rencana Aksi Cagar Biosfer 1984 yang dihasilkan pada Kongres Internasional Cagar Biosfer
Pertama di Minsk, Belarus 1983 UNESCO 1984. Sementara itu, UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan tidak mengenal narasi cagar biosfer sehingga tidak
perlu penetapan fungsi kawasan cagar biosfer seperti yang diberlakukan terhadap hutan konservasi di Indonesia. Oleh karena itu, k
ata “ditetapkan” pada narasi cagar biosfer dalam UU No. 51990 dan PP No. 282011 dimaknai oleh
Pemerintah sebagai pengakuan recognition oleh UNESCO terhadap KSA atau KPA ditambah daerah di sekitarnya, sebagaimana berlaku di negara-negara
anggota Jaringan Dunia Cagar Biosfer.
14 Konsep cagar biosfer generasi kedua menekankan visinya sebagai kawasan
dilindungi dari perwakilan lingkungan daratan dan pesisir yang telah diakui secara internasional untuk nilai yang dimilikinya dalam konservasi dan dalam
menyediakan pengetahuan ilmiah, keterampilan dan nilai-nilai kemanusiaan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan UNESCO 1984, Ishwaran et al. 2008.
Kerangka Hukum Jaringan Dunia Cagar Biosfer UNESCO 1996b, sebagai penanda dimulainya konsep cagar biosfer generasi ketiga, sudah memperbarui
definisi cagar biosfer sebagai ekosistem daratan dan pesisirlaut atau kombinasi dari padanya yang secara internasional diakui berada di dalam kerangka MAB
Programme UNESCO. Oleh karena itu, perubahan definisi cagar biosfer tersebut perlu mendapat perhatian di dalam revisi UU No. 5 tahun 1990 yang sudah masuk
dalam Program Legislasi Nasional tahun 2016. Dalam hal ini, penulis mengajukan sebuah perbaikan definisi cagar biosfer sebagai
“suatu kawasan yang terdiri dari ekosistem daratan dan pesisirlaut atau kombinasi dari padanya, meliputi kawasan
yang dilindungi dan wilayah di sekitarnya yang diakui secara internasional untuk kepentingan konservasi, pengembangan ilmu pengetahuan, dan pembangunan
berkelanjutan ”.
Meskipun dideklarasikan oleh UNESCO, setiap cagar biosfer tetap berada di bawah yurisdiksi negara di mana cagar biosfer tersebut berada UNESCO 2008.
Menurut Kerangka Hukum Jaringan Dunia Cagar Biosfer Pasal 2 Ayat 3 UNESCO 1996b, setiap negara anggotanya diberikan kewenangan untuk
mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu menurut peraturan hukum nasionalnya, sehingga aturan formal pengelolaan masing-masing zona di cagar
biosfer bersifat fleksibel, mengikuti aturan yang ada di negara bersangkutan. Penjelasan Pasal 18 Ayat 1 UU No. 5 tahun 1990 menegaskan bahwa, meskipun
cagar biosfer yang telah ditetapkan menjadi bagian daripada jaringan konservasi internasional, kewenangan penentuan kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan dan
pendidikan, serta mengamati dan mengevaluasi perubahan-perubahan di dalam cagar biosfer sepenuhnya berada di tangan Pemerintah. Aturan pengelolaan
masing-masing zona dalam cagar biosfer mengikuti status dan fungsi kawasan hutan yang menjadi bagian dari cagar biosfer tersebut berdasarkan peraturan yang
terkait, karena pada dasarnya penetapan cagar biosfer tidak mengubah status dan fungsi kawasan hutan.
Pengelolaan area inti yang merupakan hutan konservasi mengikuti PP No. 28 tahun 2011, dimana Pasal 13 menyebutkan bahwa penyelenggaraan KSA,
meliputi kegiatan: a perencanaan, b perlindungan, c pengawetan, d pemanfaatan,
dan e
evaluasi kesesuaian
fungsi. Untuk
melakukan penyelenggaraan KSA di Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau, Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah membentuk unit pengelola, yaitu Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam KSDA Riau, termasuk bertugas
mengelola Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil dan Suaka Margasatwa Bukit Batu, yang menjadi area inti cagar Biosfer GSKBB.
PP No. 28 tahun 2011 Pasal 19 Ayat 1 merinci blok pengelolaan pada KSA dan KPA khusus pada Taman Wisata Alam dan Taman Hutan Raya
meliputi: 1 blok perlindungan, 2 blok pemanfaatan, dan 3 blok lainnya. Di dalam penjelasan peraturan pemerintah ini disebutkan b
ahwa “blok lainnya” adalah blok yang ditetapkan karena adanya kepentingan khusus guna menjamin
efektivitas pengelolaan KSA atau KPA, antara lain: blok perlindungan bahari,