Relasi Kekuasaan Antar Aktor

53 No. 4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Secara Illegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah Republik Indonesia. Perambahan kawasan hutan di SM Giam Siak Kecil dan wilayah di sekitarnya juga dilakukan oleh masyarakat pendatang dan melibatkan kepala desa setempat. Berdasarkan wawancara mendalam dengan aparatur pemerintahan desa dan warga masyarakat, Kepala Desa Bukit Kerikil 89 dan Kepala Desa Tasik Serai 10 telah ditahan karena didakwa memperjualbelikan lahan dan mengeluarkan surat keterangan tanah di kawasan hutan di dalam Cagar Biosfer GSKBB. Akibat kegiatan perambahan kawasan untuk perkebunan kelapa sawit tersebut, telah memicu kebakaran lahan dan hutan seluas ±1.800 ha di SM Giam Siak Kecil dan ±1.200 ha di daerah penyangganya di sekitar Desa Bukit Kerikil, Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis pada bulan Februari - Maret 2014 Gambar 3.12b 11 . a b Gambar 3.12 Jalur penebangan liar dan perambahan kawasan di areal eks HPH PT Multi Eka Jaya di zona penyangga Cagar Biosfer GSKBB: a Kanal Go Tek untuk transportasi kayu hasil tebangan liar, b kebun kelapa sawit yang terbakar Salah satu bukti keterlibatan oknum aparat polisi terungkap dalam persidangan di Pengadilan Negeri Siak terhadap pelaku perambahan kawasan hutan di zona penyangga dan area inti Cagar Biosfer GSKBB yang dilakukan oleh Kompol S, mantan Kapolsek Siak. PT Balai Kayang Mandiri yang mempunyai IUPHHK-HT di kawasan Hutan Produksi di zona penyangga Cagar Biosfer GSKBB melaporkan kasus penguasaan lahan perusahaan secara illegal tersebut ke 8 “ Disampaikan oleh Kapolres Bengkalis AKBP AW kepada Tribun kemarin, Kamis 1411. Bahwa Kades Bukit Kerikil S ditetapkan sebagai tersangka setelah terbukti terkait dengan penandatanganan kepemilikan lahan di atas GSK” Pekanbaru.tribunnews.com. 2013. 9 “ Kepolisian Daerah Riau menangkap Kepala Desa Bukit Kerikil, Kecamatan Bukit Batu, Bengkalis, berinisial SI. Tersangka diduga menjual dan merambah lahan di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil, Kabupaten Bengkalis”m.tempo.co 2014. 10 “Usai sudah perjalanan aksi jual beli lahan yang masuk dalam Cagar Biosfer oleh Kepala Desa Kades Tasik Serai, U setelah Satuan Tugas Satgas Penanggulangan Bencana Kabut Asap menangkapnya pada Jumat 21314” riauterkini.com 2014. 11 “Data lebih konkret dipaparkan Kepala Bidang 2 BBKSDA Riau, Supartono. Dia menyebut, seluas 1.800 hektare zona inti Cagar Biosfer GSKBB telah terbakar dalam dua bulan ini. Jika termasuk zona penyangga dan transisi, maka totalnya mencapai 3.000 hektare” m.riaupos.co 2014. 54 penegak hukum. Kasus yang sebenarnya sudah berlangsung lama tersebut baru dilaporkan oleh pihak swasta setelah melihat keseriusan Presiden RI dalam menanggulangi kebakaran lahan dan hutan hingga ke akar penyebabnya. Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Siak yang mengadili perkara tersebut menilai, bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan perambahan kawasan hutan seluas 433,35 ha meliputi 141,44 ha di SM Giam Siak Kecil, 52,60 ha di Hutan Produksi Terbatas HPT, dan 191,31 ha di Hutan Produksi HP yang bukan di peruntukan bagi perkebunan kelapa sawit 12 . Dalam sidang putusan 28 Mei 2015, Majelis Hakim menjerat terdakwa dengan Pasal 17 Ayat 2 huruf b jo Pasal 92 Ayat 1 huruf a UU Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan menjatuhkan vonis 3 tahun kurungan penjara dan denda Rp 1,5 miliar subsider 6 bulan kurungan penjara 13 . Di dalam persidangan perkara ini, ada beberapa nama anggota polisi lainnya yang disebut ikut membeli lahan di dalam kawasan cagar biosfer tersebut dari mantan Kepala Desa Buantan Besar, Kecamatan Bunga Raya, Kabupaten Siak 14 . Selain diperoleh dari media massa, informasi keterlibatan oknum polisi tersebut juga dikumpulkan dari pewarta, saksi dari perusahaan pelapor, dan penasehat hukum terdakwa. Data dan informasi di atas menunjukkan bahwa keterlibatan oknum tentara dan polisi dalam perambahan kawasan hutan Cagar Biosfer GSKBB tidak hanya sebagai aktor di belakang layar underlying actor, sebagaimana yang disebutkan oleh Nurrochmat et al. 2012 pada kasus penebangan liar, tetapi sekaligus sebagai pelaku langsung direct actor di lapangan. Benturan kepentingan dalam pemanfaatan lahan antara masyarakat dengan pihak pemegang ijin konsesi juga terjadi, meskipun dengan latar belakang yang berbeda. Di dalam areal konsesi hutan tanaman PT Arara Abadi, terdapat permukiman dan lahan usaha masyarakat, yang tersebar di beberapa desa, yaitu: Bukit Kerikil, Tasik Serai, Tasik Serai Barat, Tasik Serai Timur. Tasik Tebing Serai, Melibur, Beringin, Lubuk Umbut, Tasik Betung, dan Bencah Umbai. Untuk mengurangi konflik di wilayah ini, Menteri Kehutanan telah mengeluarkan SK No. 703Menhut-II2013 tanggal 21 Oktober 2013 tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan No. 743kpts-II1996 mengenai addendum luas konsesi IUPHHK-HT PT Arara Abadi, sehingga mengeluarkan sebagian wilayah desa- desa tersebut dari areal kerja PT Arara Abadi. Namun, perubahan SK Menteri Kehutanan tersebut belum mengakomodir semua lahan-lahan yang telah diusahakan oleh masyarakat sehingga potensi konflik antara masyarakat dengan perusahaan masih cukup tinggi. Konflik lahan antara masyarakat dengan PT Arara Abadi sudah terjadi sejak awal pembukaan lahan untuk HTI pada tahun 1994. Pada awalnya, konflik masih 12 “Dari fakta persidangan yang diuraikan majelis, polisi mafia perkebunan itu menguasai lahan seluar 433,35 Ha yang berada pada hutan suaka marga satwa Giam Siak Kecil seluas 141,44 Ha, di Hutan Produksi Terbatas HPT sebesar 52,60 Ha dan di Hutan Produksi sebesar 191,31 Ha” kabarriau.com 2015. 13 “Majelis hakim menilai, terdakwa Kompol S terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan perambahan hutan yang bukan diperuntukkan perkebunan sawit. Karenanya, majelis hakim menjatuhkan vonis 3 tahun terhadap anggota Polri dan denda Rp 1,5 miliar subsider 6 bulan kurungan penjara ” oktimes.com 2015. 14 “Selain itu, mantan Kepala Desa Buantan Besar yang dalam hal ini AR juga harus diselidiki karena telah menjual lahan dan membuat Surat Keterangan Tanah yang tidak sesuai dengan prosedur ” rct.or.id 2015. 55 tertutup laten karena masyarakat takut terhadap tindakan represif perusahaan yang didukung oleh aparat negara. Konflik mulai mencuat emerging pasca reformasi pemerintahan Indonesia tahun 1998, masyarakat mulai berani mengambil kembali lahan-lahan yang diyakini sebagai bekas perladangan orang tua mereka. Konflik terbuka manifest antara masyarakat dengan PT Arara Abadi pernah terjadi pada tahun 2007 – 2008 STR 2008. Pada kondisi konflik terbuka tersebut para pihak aktif dalam berkonflik Malik et al. 2003. Masyarakat setempat dan pendatang didampingi oleh Serikat Tani Riau STR melakukan penebangan dan perambahan areal hutan tanaman seluas ±1.000 ha di Desa Melibur, Beringin, dan Tasik Serai, Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis. STR merupakan LSM yang bergerak pada isu reforma agraria untuk mengembalikan tanah-tanah masyarakat yang dikuasai oleh perusahaan kehutanan, perkebunan, pertambangan, dll. Untuk menghentikan perusakan aset tanaman dan pendudukan kawasan hutan tersebut, SMF meminta bantuan Kepolisian Daerah Riau untuk melakukan penindakan dengan menurunkan personel lengkap pada 18-19 Desember 2008, sehingga akhirnya areal tersebut dapat kembali ditanami dengan hutan tanaman Eucalyptus pellita. Relasi SMF dengan aparat keamanan terus dipertahankan untuk mengatasi konflik lahan dengan masyarakat. Pada tahun 2012 - 2013, masyarakat Desa Tasik Betung, Kecamatan Sungai Mandau, Kabupaten Siak secara berkelompok mengusahakan lahan seluas ±150 ha di lokasi yang mereka sebut sebagai Dusun Empahan Gambar 3.13a. Masyarakat Desa Tasik Betung meyakini lokasi tersebut sebagai salah satu dusun yang sudah lama ditinggalkan oleh leluhurnya. Bukti berupa kuburan tua masih dapat ditemukan di sini Gambar 3.13b, dan PT Arara Abadi pun tidak melakukan penanaman hutan tanaman di wilayah ini. Namun, pemegang ijin konsesi ini tidak rela terhadap kegiatan perkebunan karet dan kelapa sawit masyarakat tersebut karena dianggap illegal. Pada Februari 2014, bersama-sama dengan Satgas Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan yang beranggotakan tentara, PT Arara Abadi melakukan tindakan pembasmian tanaman perkebunan masyarakat tersebut karena dianggap sebagai pemicu terjadinya kebakaran lahan dan hutan di lokasi tersebut Gambar 3.14. a b Gambar 3.13 Konflik pemanfaatan lahan di Dusun Empahan, Desa Tasik Betung, Kab. Siak di zona penyangga Cagar Biosfer GSKBB: a Kebun kelapa sawit dan b kuburan tua, di Dusun Empahan, Desa Tasik Betung, Kab. Siak di zona penyangga Cagar Biosfer GSKBB 56 a b Gambar 3.14 Pembasmian tanaman perkebunan masyarakat di areal konflik: a Satgas Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan melakukan persiapan di camp PT Arara Abadi Distrik Melibur Duri 1, b lahan konsesi PT Arara Abadi yang berbatasan dengan SM Giam Siak Kecil di Desa Tasik Betung dibakar oleh perambah foto: BBKSDA Riau Gambaran di atas menunjukkan bahwa BBKSDA Riau dan pemegang ijin konsesi mempunyai kekuasaan yang besar untuk mempertahankan, dan mengendalikan akses terhadap penggunaan sumber daya lahan sebagian Cagar Biosfer GSKBB. Keduanya menjalankan mekanisme akses berbasis hak dan mekanisme akses struktural dan relasional berdasarkan seperangkat kekuasaan yang dimiliki, meliputi: teknologi, modal, tenaga kerja dan peluang tenaga kerja, pengetahuan, kewenangan, dan relasi sosial. Dengan relasi sosial yang dimiliki, mereka juga menggunakan sumber kekuatan dari luar untuk memperkuat legalitas penggunaan kekuatan hukum legal juridical power mereka, diantaranya dengan Satgas Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan. Sementara itu, masyarakat petani hanya menjalankan mekanisme akses struktural dan relasional berdasarkan beberapa perangkat kekuasaan yang dimiliki, meliputi: modal, tenaga kerja, pengetahuan, dan identitas sosial. Dalam kondisi seperti ini, masyarakat petani tidak kuasa untuk mempertahankan lahan yang sudah diusahakannya, jika BBKSDA Riau dan pemegang ijin konsesi mengambilnya kembali berdasarkan hak yang mereka miliki.

3.4 Simpulan

Aktor yang dominan menguasai dan memanfaatkan lahan di area inti Cagar Biosfer GSKBB adalah BBKSDA Riau, perusahaan pemegang ijin kehutanan mendominasi di zona penyangga, dan pemegang ijin perkebunan serta masyarakat petani mendominasi di area transisi. Sumber daya lahan Cagar Biosfer GSKBB, khususnya di area inti dan sebagian besar zona penyangga merupakan CPRs sehingga sulit mengatasi hadirnya penunggang bebas free riders, yakni para petani pendatang dan pemilik modal. Akibatnya, luas tutupan hutan di area inti dan zona penyangga terus menurun dan sebaliknya lahan perkebunan rakyat semakin luas. Pada awalnya, pemanfaatan lahan untuk berkebun kelapa sawit 57 dilakukan di lahan mineral di area transisi dan zona penyangga cagar biosfer, kemudian merambah ke lahan gambut di zona penyangga dan area inti. Kondisi ini menyebabkan konflik antara masyarakat petani dengan perusahaan pemegang ijin konsesi hutan dan BBKSDA Riau terus meningkat. Dengan kekuatan penggunaan kekuatan legalitas hukum legal juridical power yang dimilikinya, BBKSDA Riau dan para pemegang ijin konsesi hutan berusaha mempertahankan kekuasaannya atas lahan dengan menjalankan mekanisme akses berbasis hak rights-based access dan mekanisme akses struktural dan relasional berdasarkan seperangkat kekuasaan yang dimilikinya. Namun, upaya ini tidak mampu menghadapi masyarakat dalam jumlah besar atau kelompok individu yang mempunyai identitas sosial kuat, seperti oknum tentara dan polisi. Untuk menambah kekuatan dalam mempertahankan akses terhadap sumber daya, BBKSDA Riau dan pemegang ijin konsesi hutan memanfaatkan relasi sosial dengan pihak yang lebih berkuasa. 58