Interaksi Antar Stakeholders Cagar Biosfer GSKBB

91 Indonesia dengan SMF masih bertahan pada tahap implementasi ini karena ada perwakilan SMF yang menjadi pengurus harian Komite Nasional MAB Indonesia. Komite MAB Indonesia dan LIPI telah mendorong SMF mengembangkan model Biovillage di beberapa desa di area transisi, di antaranya melalui program pemanfaatan biogas dari kotoran sapi dan program pembangunan Alat Pengolah Air Gambut APAG 60 dengan kapasitas 2,6 m 3 jam atas pendanaan dari Asian Pulp and Paper APP. Komite Nasional MAB Indonesia dan SMF juga berkolaborasi dalam melakukan publikasi Cagar Biosfer GSKBB. Interaksi antara Komite Nasional MAB Indonesia dengan pemerintah daerah diwakili oleh Bappeda Provinsi Riau dan Bappeda Kabupaten Bengkalis dan Siak berada pada tingkat koordinasi, artinya mereka sering berkomunikasi, berbagi informasi dan sumber daya, tetapi hanya sebagian keputusan yang dibuat secara bersama Frey et al. 2006. Koordinasi dilakukan untuk mendorong Bappeda Provinsi Riau agar meningkatkan perannya sebagai sekretariat Badan Koordinasi Pengelolaan Cagar Biosfer GSKBB dan mendorong sinergi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di zona penyangga dan area transisi. Koordinasi juga dilakukan dalam rangka keikutsertaan Pemerintah Provinsi Riau pada kegiatan yang diselenggarakan oleh MAB UNESCO di luar negeri, misalnya di Kongo tahun 2010 dan di Paris tahun 2010 dan 2012. Kerja sama intensif antara Komite Nasional MAB Indonesia dengan Bappeda Provinsi Riau terjadi pada saat penyelenggaraan The 2 nd International Workshop on South-South Cooperation for Sustainable Development in the Three Major Tropical Humid Regions in the World di Pekanbaru, 4-8 Oktober 2011. Interaksi antara Komite Nasional MAB Indonesia dengan BBKSDA Riau saat ini masih berada pada tingkat komunikasi, artinya mereka menyadari keberadaannya, peran tidak pasti, sedikit komunikasi, semua keputusan dibuat secara sendiri-sendiri Frey et al. 2006. Komunikasi terbatas dilakukan pada saat bertemu dalam rapat-rapat yang diselenggarakan oleh Badan Koordinasi Pengelolaan Cagar Biosfer GSKBB atau pada acara-acara seminar atau lokakarya tentang Cagar Biosfer GSKBB yang diselenggarakan di Pekanbaru. Hal ini karena tugas pokok dan fungsi BBKSDA Riau dalam mengelola kawasan suaka margasatwa yang menjadi area inti Cagar Biosfer GSKBB tidak bersentuhan langsung dengan peran Komite Nasional MAB Indonesia. Kerja sama antara BBKSDA Riau dengan SMF sudah mencapai tingkat koalisi dalam bentuk melakukan program dan kegiatan di area inti dan zona penyangga. Artinya, mereka berbagi gagasan dan sumber daya, sering berkomunikasi dan diprioritaskan, dan saling mengeluarkan pendapat dalam pengambilan keputusan Frey et al. 2006. PT Arara Abadi sebagai salah satu unit manajemen IUPHHK-HT mewakili SMF telah menyepakati Perjanjian Kerja Sama dengan BBKSDA Riau untuk mengoptimalkan fungsi SM Giam Siak Kecil dan SM Bukit Batu, serta sebagian Hutan Produksi seluas ±72.255 ha di areal kerja mitra usaha SMF. SMF juga ikut membantu dalam monitoring area inti, baik di hutan produksi maupun hutan konservasi. Dalam pelaksanaan penanggulangan perambahan kawasan SM Giam Siak Kecil, SMF juga membantu dalam menyediakan peralatan, bahan bakar, dan konsumsi di lapangan. Pada bulan September 2015, SMF juga membantu pemadaman kebakaran hutan di kawasan SM Giam Siak Kecil dengan mengerahkan personel dan peralatan, termasuk alat berat untuk pembuatan embung air. 92 Untuk menjalankan program pemberdayaan masyarakat di sekitar HTI, SMF telah menjalin kerja sama dengan beberapa LSM dan perguruan tinggi. SMF bekerja sama dengan Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat FKKM Riau, Universitas Riau, dan Universitas Islam Riau untuk melakukan studi diagnostik desa-desa di sekitar Hutan Tanaman Industri HTI. SMF juga bekerja sama dengan Universitas Islam Riau untuk mengembangkan budidaya keramba ikan selais Ompok hypophthalmus Bleeker, baung Mystus nemurus Cuv. Val., dan dan lele dumbo Clarias gariepinus Burchell di desa Temiang dan Tasik Betung. SMF bekerja sama dengan Yayasan Siak Cerdas untuk melaksanakan kegiatan ternak itik dan dan uji coba domestikasi labi-labi Amyda cartilaginea dan kerja sama dengan Perkumpulan YAPEKA untuk kegiatan pengolahan biogas dari kotoran sapi di desa Tanjung Leban dan Temiang. SMF dan APP juga bekerja sama dengan Yayasan PILI untuk merestorasi hutan rawa gambut di SM Bukit Batu bersama masyarakat lokal, dengan dana charity dari pembeli kertas produk APP di Jepang. LSM yang telah bekerja sama dengan SMF tersebut dapat dikategorikan mempunyai diskursus pembangunan ekonomi developmentalist, yakni melakukan pendampingan program peningkatan kesejahteraan masyarakat untuk mengurangi ancaman deforestasi, menurunnya keanekaragaman hayati, dan kerusakan lingkungan lainnya. Interaksi antara SMF dengan masyarakat justru kurang harmonis. Konflik lahan antara masyarakat dengan SMF sudah terjadi sejak awal pembukaan lahan untuk HTI pada tahun 1994 oleh PT Arara Abadi. Benturan antara dua pihak tersebut sering terjadi karena adanya perbedaan nilai, status, kekuasaan, dan kelangkaan sumber daya Suporaharjo 2000. Di dalam areal konsesi hutan tanaman, yang merupakan daerah penyangga Cagar Biosfer GSKBB, terdapat permukiman dan lahan usaha masyarakat, yang tersebar di beberapa desa, yaitu: Bukit Kerikil, Tasik Serai, Tasik Serai Barat, Tasik Serai Timur. Tasik Tebing Serai, Melibur, Beringin, Lubuk Umbut, Tasik Betung, dan Bencah Umbai. Pada awalnya, konflik masih tertutup laten karena masyarakat takut terhadap tindakan represif perusahaan yang didukung oleh aparat negara. Konflik mulai mencuat emerging pasca terjadi krisis moneter dan krisis kewibawaan pemerintah pada tahun 1998. Masyarakat mulai berani mengambil kembali lahan-lahan yang diyakini sebagai bekas perladangan orang tua mereka. Pada kondisi konflik mencuat tersebut para pihak yang berkonflik sudah dapat teridentifikasi, masing- masing mengakui adanya konflik, dan masalah yang menjadi obyek konflik mulai dapat dikenali Malik et al. 2003. Gambaran konflik pemanfaatan lahan antara perusahaan kehutanan dengan masyarakat dapat dilihat pada Bab 3. Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 703Menhut-II2013 tanggal 21 Oktober 2013 tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan No. 743kpts- II1996 mengenai addendum luas konsesi IUPHHK-HT PT Arara Abadi telah mengeluarkan sebagian wilayah desa-desa tersebut dari areal kerja PT Arara Abadi. Namun, perubahan SK Menteri Kehutanan tersebut belum mengakomodir semua lahan-lahan yang telah diusahakan oleh masyarakat desa-desa tersebut di atas. Selain itu, perubahan wilayah konsesi ini belum tersosialisasi secara luas kepada masyarakat sehingga potensi konflik antara masyarakat dengan perusahaan masih cukup tinggi. Wilayah yang mempunyai potensi konflik tinggi antara masyarakat dengan PT Arara Abadi terdapat di Simpang Ilal, daerah 93 perbatasan Desa Tasik Tebing Serai dan Desa Tasik Betung. Sampai saat ini, konflik lahan secara terbuka masih terjadi secara sporadis, misalnya di Simpang Ilal, daerah perbatasan Desa Tasik Tebing Serai dan Desa Tasik Betung, dan di Dusun Air Raja Desa Tanjung Leban. Migrasi penduduk yang masuk telah meningkatkan perambahan kawasan pada lahan yang masih berhutan alam di kawasan lindung HTI. Mereka menganggap bahwa lahan tersebut bukan termasuk dalam area konsesi HTI karena masih berupa hutan alam. Perambahan kawasan pun terus meluas hingga ke dalam SM Giam Siak Kecil sehingga masyarakat juga berkonflik dengan BBKSDA Riau, misalnya di Dusun Sidodadi Desa Tasik Serai dan Dusun Suka Damai Desa Bukit Kerikil. Sebagian besar masyarakat mengaku tidak mengetahui keberadaan batas kawasan dan pengelolaan suaka margasatwa yang dilakukan oleh BBKSDA Riau. Situasi perambahan kawasan hutan di areal konsesi SMF dan mitranya serta di dalam kawasan suaka margasatwa talah dijelaskan pada Bab 3. 5.3.4 Strategi Manajemen Stakeholders Cagar Biosfer GSKBB Kepentingan dari key players memiliki prioritas tertinggi untuk diperhitungkan dalam menyusun strategi Manullang 2015 sehingga perlu pengaturan yang seksama dan dilibatkan secara penuh dalam implementasi konsep Cagar Biosfer GSKBB. Peran key players juga sangat penting di dalam tahap pemantauan dan evaluasi pengelolaan sumber daya Cagar Biosfer GSKBB. Hubungan baik di key players mereka harus dibina melalui peningkatan koordinasi, komunikasi dan kerja sama. Di sini, Komite Nasional MAB Indonesia perlu berperan aktif dalam menfasilitasi sekretariat Badan Koordinasi Pengelolaan Cagar Biosfer GSKBB untuk menggerakkan koordinasi dan komunikasi antar stakeholders. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Riau perlu berkolaborasi untuk mendorong kajian-kajian yang mendukung upaya pembangunan berkelanjutan di cagar biosfer. Key players yang lain juga perlu menjalin kerja sama dengan subjects yang mempunyai kepentingaan tinggi dan context setters yang mempunyai pengaruh besar untuk mendukung pengelolaan sumber daya Cagar Biosfer GSKBB secara berkelanjutan. Subjects adalah stakeholders yang marjinal sehingga perlu diberdayakan dan diberi aliran informasi untuk meningkatkan kapasitas sumber daya yang dimilikinya agar dapat berpartisipasi dalam implementasi konsep Cagar Biosfer GSKBB. Jika tidak dikelola dengan baik, mereka cenderung menentang dan dapat menjadi penyebab konflik Bawole 2012. Subjects dapat berpengaruh dalam perubahan jika membentuk aliansi dengan stakeholders lainnya. Di sini, Badan Koordinasi Penyuluhan Provinsi Riau perlu diberi informasi yang cukup mengenai konsep cagar biosfer agar dapat mengintegrasikan muatan konservasi dan pembangunan berkelanjutan ke dalam materi penyuluhan. BBKSDA Riau dan SMF juga perlu ikut memberdayakan masyarakat petani dan nelayan di sekitarnya, di bawah koordinasi Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Desa Provinsi Riau, yang terintegrasi dengan upaya resolusi konflik. 94 Hubungan dengan context setters juga harus dijaga agar mereka tetap senang dan puas dengan keberadaan Cagar Biosfer GSKBB. Context setters perlu dimintai saran pendapat sebelum dilaksanakannya suatu programkegiatan. BAPPEDA Provinsi Riau dan BAPPEDA Kabupaten perlu meningkatkan koordinasi dengan satuan kerja di pemerintah daerah masing-masing yang termasuk context setters untuk mengarus utamakan pembangunan berkelanjutan di zona penyangga dan area transisi.

5.4 Simpulan

Stakeholders Cagar Biosfer GSKBB teridentifikasi sebanyak 37 yang diklasifikasikan ke dalam 11 key players, 9 subjects, 7 context setters, dan 10 crowds. Stakeholders yang termasuk dalam kategori key player adalah BBKSDA Riau, SMF, BAPPEDA Provinsi Riau, BAPPEDA Kabupaten Bengkalis, Siak, Dumai, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Desa Provinsi Riau, Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Riau, Badan Lingkungan Hidup Provinsi Riau, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten, Komite Nasional MAB Indonesia, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Komite Nasional MAB Indonesia telah aktif menjalin kolaborasi dengan SMF, BBKSDA Riau, dan pemerintah daerah pada tahap pengusulan Cagar Biosfer GSKBB ke UNESCO, namun tingkat kerja sama menurun pada tahap implementasi. Koalisi antara BBKSDA Riau dan SMF masih bertahan dalam melakukan beberapa program dan kegiatan di area inti dan zona penyangga. Namun, konflik terbuka masih terjadi dalam memperebutkan dan mempertahankan lahan antara masyarakat dengan BBKSDA Riau dan SMF. 95 6 PARTISIPASI STAKEHOLDERS DALAM IMPLEMENTASI KONSEP CAGAR BIOSFER GIAM SIAK KECIL – BUKIT BATU

6.1 Pendahuluan

Partisipasi merupakan komponen utama keberhasilan pengelolaan kolaboratif. Partisipasi adalah kesediaan memberikan kontribusi dalam pengelolaan dan kesediaan turut bertanggung jawab Slamet 2003. Menurut Cohen dan Uphoff 1977, partisipasi adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, dalam pelaksanaan program melalui sumbangan sumber daya atau bekerja sama dalam organisasi, dalam menikmati manfaat dari program, dan dalam evaluasi pelaksanaan program. Partisipasi masyarakat penting untuk menjamin efisiensi dan keberlanjutan program karena membantu mengidentifikasi strategi dan teknik yang lebih tepat-guna, serta meringankan beban pemerintah, baik dari sisi dana, tenaga, maupun material Chozin et al. 2010. Partisipasi aktif masyarakat penting untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya alam yang efektif dalam jangka panjang Nurrochmat et al. 2016. Implementasi konsep cagar biosfer memerlukan partisipasi masyarakat terutama mereka yang memanfaatkan sumber daya alam dan bermukim di dalamnya. Menurut Stoll-Kleemann et al. 2010, partisipasi masyarakat lokal sangat diperlukan untuk mengimplementasikan konsep cagar biosfer. Survei evaluasi diri yang melibatkan 146 Biosphere Reserves dari 55 negara oleh Schultz et al. 2011 menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat lokal telah meningkatkan efektivitas cagar biosfer dalam mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan dari cagar biosfer. Partisipasi masyarakat dapat membantu dalam pengawasan terhadap pemanfaatan sumber daya alam, tapi ketiadaan partisipasi masyarakat akan menurunkan kualitas ekosistem dan meningkatkan konflik di antara pengguna Dutton 1996. Implementasi konsep cagar biosfer dengan pendekatan ekosistem tidak hanya memerlukan partisipasi masyarakat lokal tetapi juga stakeholders lainnya. Partisipasi stakeholders menyiratkan pergeseran dari organisasi struktural dan fungsional ke perhatian yang lebih eksplisit pada prosedur dan lokasi pengelolaan sumber daya Berghofer et al. 2008. Dukungan stakeholders kunci merupakan faktor paling penting dalam menentukan keberhasilan pengelolaan ekosistem Yaffee et al. 1996. Untuk mencapai Tujuan 2.1 dari Strategi Seville yaitu meningkatkan dukungan dan keterlibatan masyarakat lokal, MAB UNESCO juga telah merekomendasikan agar pengelola cagar biosfer melibatkan stakeholders secara penuh dalam perencanaan dan pengambilan keputusan mengenai pengelolaan dan pemanfaatan kawasan UNESCO 1996. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk dan tingkat partisipasi stakeholders dalam implementasi konsep Cagar Biosfer Giam Siak Kecil - Bukit Batu GSKBB di Provinsi Riau, Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab tujuan ke empat dari disertasi ini. 96

6.2 Metode

Penelitian dilakukan pada September 2014 - Desember 2015 di Cagar Biosfer GSKBB yang terletak di Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Siak, dan Kota Dumai, Provinsi Riau, Indonesia. Data dikumpulkan melalui studi pustaka, pengamatanobservasi lapangan, dan wawancara mendalam dengan informan kunci yang dipilih melalui snowball sampling. Studi dokumen dilakukan dengan menelusuri laporan hasil penelitian yang telah dilakukan di Cagar Biosfer GSKBB dan dokumen lain yang relevan. Pengamatan dilakukan untuk melihat kegiatan stakeholders secara langsung atau bukti-bukti partisipasi mereka di lapangan. Wawancara mendalam dilakukan dengan stakeholders yang bersangkutan dan masyarakat penerima manfaat. Informan awal yang dianggap relevan dipilih secara sengaja purposive sampling berdasarkan pertimbangan: a keterkaitan dengan fokus penelitian; b kewenangan mereka terhadap pengelolaan Cagar Biosfer GSKBB; dan c keterlibatan dalam kegiatan pengelolaan Cagar Biosfer GSKBB. Informan terdiri atas 19 orang tokoh masyarakat, 68 petani, 17 nelayan, 15 orang wakil pemerintah, 8 orang staf SMF, dan 5 orang dari LSM Lampiran 1. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Partisipasi stakeholders dijabarkan berdasarkan bentuk dan tingkat partisipasi yang dijalankan oleh pengelola cagar biosfer dalam pelibatan stakeholders. Tingkat partisipasi yang menggambarkan gradasi kekuasaan dalam proses pengambilan keputusan dan implementasi konsep Cagar Biosfer GSKBB mengacu pada 8 tingkat atau anak tangga dari Arnstein 1969. 6.3 Hasil dan Pembahasan 6.3.1 Bentuk Partisipasi Stakeholders dalam Implementasi Konsep Cagar Biosfer GSKBB Bentuk partisipasi stakeholders merupakan wujud keterlibatan, keikutsertaan, dan kontribusi stakeholders dalam pengelolaan cagar biosfer sesuai dengan peran dan fungsinya. Menurut Ndraha 1990, partisipasi dapat diwujudkan dalam beberapa kategori: 1 partisipasi melalui kontak dengan pihak lain, 2 partisipasi dalam menyerap atau memberi tanggapan, 3 partisipasi dalam perencanaan dan pengambilan keputusan, 4 partisipasi dalam melaksanakan operasional pembangunan, 5 partisipasi dalam menerima, memelihara dan mengembangkan hasil pembangunan, dan 6 partisipasi dalam menilai pembangunan sesuai rencana dan hasilnya sesuai kebutuhan masyarakat. Beberapa bentuk partisipasi stakeholders Cagar Biosfer GSKBB disajikan dalam Tabel 6.1.