118
7.5 Kebijakan Prioritas untuk Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Cagar
Biosfer GSKBB
Berdasarkan analisis SWOT, diperoleh 13 pilihan kebijakan untuk perbaikan pengelolaan sumber daya Cagar Biosfer GSKBB.
1. Perombakan dan penguatan Badan Koordinasi Pengelolaan Cagar Biosfer GSKBB untuk meningkatkan koordinasi dan komunikasi antar stakeholders.
2. Melakukan penggalangan dana untuk mendukung program konservasi keanekaragaman hayati dan pembangunan berkelanjutan.
3. Memperkuat kapasitas BBKSDA Riau untuk meningkatkan intensitas pengelolaan area inti cagar biosfer.
4. Membentuk KPH untuk meningkatkan intensitas pengelolaan di tingkat tapak.
5. Memperjelas hak pengelolaan pada kawasan Hutan Produksi yang tidak dibebani ijin pemanfaatan hasil hutan melalui skema IUPHHK-Restorasi
Ekosistem di area inti dan IUPHHK-Hutan Tanaman Rakyat di zona penyangga.
6. Meningkatkan promosi dan kerja sama pengembangan pariwisata di Cagar Biosfer GSKBB.
7. Mengembangkan Cagar Biosfer GSKBB sebagai wahana pendidikan lingkungan, penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan berbasis
ekosistem hutan rawa gambut dan rawa banjiran. 8. Pemberian hak kepada masyarakat lokal untuk memanfaatkan sumber daya
rawa banjiran secara berkelanjutan, berbasis wisata alam terbatas dan pemanfaatan ikan.
9. Meningkatkan peran zona penyangga untuk melindungi area inti dari perambahan kawasan melalui Model Desa Konservasi dan Biovillage.
10. Pemulihan ekosistem di kawasan yang rusak akibat perambahan dan kebakaran.
11. Mengintegrasikan Cagar Biosfer GSKBB ke dalam RTRW dan perencanaan pembangunan wilayah.
12. Meningkatkan penegakan hukum terhadap pelaku kegiatan illegal penebangan liar dan perambahan kawasan dengan pendekatan multidoors.
13. Meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan.
Sesuai hasil analisis faktor internal dan eksternal di atas Tabel 7.3 dan Tabel 7.5, posisi implementasi konsep Cagar Biosfer GSKBB masih berada
dalam kondisi lingkungan internal yang lemah, sementara itu kondisi lingkungan eksternal cukup kuat sehingga pembahasan berikutnya akan difokuskan pada
kebijakan 1-5 yang termasuk dalam Strategi W-O. Untuk menentukan prioritas dari lima pilihan kebijakan tersebut digunakan pendekatan Quantitative Strategic
Planning Matrix QSPM, yaitu alat untuk menilai berbagai pilihan kebijakan yang secara obyektif berdasarkan faktor-faktor keberhasilan penting internal dan
eksternal yang telah diidentifikasi sebelumnya David 2009. Secara konseptual tujuan dari QSPM adalah menetapkan kemenarikan relatif relative attractiveness
dari pilihan kebijakan yang beragam, untuk menentukan kebijakan mana yang dianggap paling baik untuk diterapkan Umar 2008. QSPM menggunakan
119 masukan berupa pilihan kebijakan dari hasil analisis Matriks SWOT Tabel 7.6
dan bobot masing-masing faktor internal Tabel 7.3 dan faktor eksternal Tabel 7.5. Kebijakan prioritas ditentukan berdasarkan nilai Total Attractiveness Score
TAS yang diperoleh dari perkalian bobot masing-masing faktor dengan Skor Daya Tarik Attractiveness Score masing-masing pilihan kebijakan. Kisaran Skor
Daya Tarik adalah: 1 = tidak memiliki daya tarik, 2 = daya tariknya rendah, 3= daya tariknya sedang, 4 = daya tariknya tinggi, dan 5 = daya tariknya sangat
tinggi. Dalam memberikan Skor Daya Tarik suatu kebijakan juga mempertimbangkan dua alasan, yaitu memaksimalkan sinergi dan meminimalkan
resitensi, artinya suatu kebijakan yang mempunyai daya tarik sangat tinggi adalah yang memiliki peluang sinergi paling tinggi dan resistensi paling rendah.
Berdasarkan Matriks QSPM Tabel 7.7, kebijakan yang memperoleh nilai Total Attractiveness Score TAS tertinggi sehingga menjadi pilihan utama adalah
Kebijakan 3 nilai TAS 5,929, yakni Memperkuat kapasitas BBKSDA Riau untuk meningkatkan intensitas pengelolaan area inti cagar biosfer, diikuti
Kebijakan 2 nilai TAS 5,516, yakni Melakukan penggalangan dana untuk mendukung program konservasi keanekaragaman hayati dan pembangunan
berkelanjutan, dan Kebijakan 1 nilai TAS 5,256, yakni Perombakan dan penguatan Badan Koordinasi Pengelolaan Cagar Biosfer GSKBB, dan berikutnya
Kebijakan 4 dan Kebijakan 5. Lima kebijakan prioritas yang perlu diterapkan untuk pengelolaan sumber daya Cagar Biosfer GSKBB dijelaskan di bawah ini.
1. Memperkuat kapasitas BBKSDA Riau untuk meningkatkan intensitas pengelolaan area inti cagar biosfer.
Keberhasilan implementasi konsep cagar biosfer ditentukan oleh sejauh mana mampu mempertahankan bahkan meningkatkan kualitas area inti. Area inti
Cagar Biosfer GSKBB, khususnya pada kawasan SM Giam Siak Kecil, terus mengalami tekanan berupa penebangan liar dan perambahan kawasan sehingga
kualitas ekosistemnya menurun. Untuk mengelola kawasan SM Giam Siak Kecil dan SM Bukit Batu, BBKSDA Riau telah membentuk tiga Resort, namun belum
aktif bekerja di lapangan karena keterbatasan anggaran, SDM, sarana, dan prasarana. Kondisi ini mengakibatkan rendahnya intensitas pengelolaan dan
lemahnya pengamanan kawasan sehingga penebangan liar dan perambahan kawasan masih terus berlangsung. Oleh karena itu, kapasitas BBKSDA Riau
dalam mengelola dua kawasan tersebut perlu dikuatkan, baik kapasitas Sumber Daya Manusia, sumber dana, dan infrastruktur.
Penguatan kapasitas BBKSDA Riau ini penting untuk memperbaiki tata kelola suaka margasatwa yang merupakan area inti Cagar Biosfer GSKBB,
sehingga terjadi perbaikan dalam penguasaan kawasan, pengurusan kawasan, pengelolaan kawasan, dan pemanfaatan kawasan. Untuk ini, BBKSDA Riau perlu
membentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi KPHK dan atau mengembangkan Resort Based Management RBM untuk meningkatkan
intensitas pengelolaan dua suaka margasatwa tersebut sebagai satu kesatuan pengelolaan. Pengembangan KPHK dan atau RBM ini dapat menjadi program
prioritas yang diusulkan untuk didanai dari hibah internasional, sebagaimana pengembangan RBM di SM Bukit Rimbang
– Bukit Baling yang didanai dari program Tropical Forest Conservation Action TFCA yang dikelola oleh
konsorsium WWF Indonesia dengan beberapa LSM lokal di Provinsi Riau.
120 Tabel 7.7 Matriks QSPM untuk penentuan kebijakan prioritas dalam rangka
perbaikan pengelolaan sumber daya Cagar Biosfer GSKBB
Faktor-faktor Utama Bobot
a
Kebijakan
b
1 2
3 4
5 TAS
TAS TAS
TAS TAS
Faktor Internal
Luas area inti cagar biosfer 0.082
0.164 0.328
0.410 0.082 0.246
Keragaman ekosistem 0.071
0.142 0.213
0.284 0.071 0.355
Objek dan Daya Tarik Wisata 0.055
0.109 0.164
0.273 0.219 0.055
Lembaga yang mengkoordinasikan dan mengintegrasikan program dan kegiatan
0.093 0.464
0.372 0.279 0.186
0.093 Ketersediaan SDM
0.087 0.262
0.175 0.437 0.350
0.087 Ketersediaan dana
0.137 0.546
0.683 0.410 0.273
0.137 Ketersediaan sarana dan prasarana
0.066 0.131
0.262 0.328 0.197
0.066 Partisipasi stakeholders
0.093 0.464
0.279 0.372 0.186
0.093 Dukungan stakeholders kunci
0.082 0.410
0.328 0.246 0.164
0.082 Ketersediaan aturan pengelolaan
0.098 0.000
0.000 0.000 0.000
0.000 Rejim penguasaan sumber daya alam
0.060 0.000
0.000 0.000 0.000
0.000 Kelembagaan lokal yang berkelanjutan
0.077 0.000
0.000 0.000 0.000
0.000
Faktor Eksternal
Akses sumber dana internasional 0.137
0.548 0.685
0.411 0.274 0.137
Dukungan Program MAB UNESCO dan Komite Nasional MAB Indonesia
0.151 0.603
0.753 0.452 0.301
0.151 Program pengembangan pariwisata di
Sumatera oleh Pemerintah 0.110
0.329 0.548
0.438 0.219 0.110
Rencana pembangunan KPH oleh KLHK
0.123 0.370
0.123 0.493 0.616
0.247 Skema IUPHHK-Restorasi Ekosistem di
lahan gambut 0.123
0.247 0.370
0.123 0.493 0.616
Kebijakan Perhutanan Sosial 0.096
0.192 0.096
0.288 0.384 0.479
Pengembangan ekonomi regional berbasis kelapa sawit
0.123 0.000
0.000 0.000 0.000
0.000 Pembangunan jalan di sekitar area inti
Cagar Biosfer GSKBB 0.137
0.274 0.137
0.685 0.548 0.411
Jumlah 5.256
5.516 5.929 4.562
3.364
a
Bobot menunjukkan pengaruhsignifikansi relatif masing-masing faktor internal dan eksternal bagi keberhasilan pencapaian fungsi cagar biosfer
yang dicopy dari Tabel 7.3 dan Tabel 7.5
b
Lima pilihan kebijakan prioritas: 1. Perombakan dan penguatan Badan Koordinasi Pengelolaan Cagar Biosfer GSKBB untuk
meningkatkan koordinasi dan komunikasi antar stakeholders. 2. Melakukan pengalangan dana untuk mendukung program konservasi keanekaragaman
hayati dan pembangunan berkelanjutan. 3. Memperkuat kapasitas BBKSDA Riau untuk meningkatkan intensitas pengelolaan area inti
cagar biosfer. 4. Membentuk KPH untuk meningkatkan intensitas pengelolaan di tingkat tapak.
5. Memperjelas hak pengelolaan pada kawasan Hutan Produksi yang tidak dibebani ijin pemanfaatan hasil hutan melalui skema IUPHHK-Restorasi Ekosistem di area inti dan
IUPHHK-Hutan Tanaman Rakyat di zona penyangga.