Simpulan Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Cagar Biosfer Giam Siak Kecil – Bukit Batu Di Provinsi Riau

31 3 SITUASI PEMANFAATAN LAHAN CAGAR BIOSFER GIAM SIAK KECIL – BUKIT BATU

3.1 Pendahuluan

Hingga tahun 2016, Indonesia telah memiliki 11 cagar biosfer yang dideklarasikan oleh UNESCO sebagai wujud komitmen bangsa dalam melaksanakan berbagai konvensi internasional terkait dengan Agenda 21, keanekaragaman hayati, dan perubahan iklim. Cagar Biosfer Giam Siak Kecil - Bukit Batu GSKBB merupakan cagar biosfer ke-7 seluas ±705.271 ha, terletak di Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Siak, dan Kota Dumai di Provinsi Riau Komite Nasional MAB Indonesia 2008. Penetapan dan penataan cagar biosfer ini diharapkan dapat mengintegrasikan pengelolaan lahan berkelanjutan dan konservasi keanekaragaman hayati di tingkat lansekap Bridgewater 2002; Kusova et al. 2008. Sesuai arahan Strategi Seville, kawasan Cagar GSKBB telah ditata menurut zonasi, meliputi area inti, zona penyangga, dan area transisi. Menurut Unit KSDA Riau 2001 dan BBKSDA Riau 2011, area inti Cagar Biosfer GSKBB merupakan hutan rawa gambut dan habitat harimau Sumatera Panthera tigris sumatrae Lyon yang sangat penting untuk dilestarikan. Wilayah ini merupakan salah satu dari 8 blok hutan rawa gambut di Riau, dengan kedalaman 6 m Azra’ie et al. 2011, sangat penting untuk menjaga sistem hidrologi, sehingga termasuk High Conservation Value Forest Jarvie et al. 2003. Bagian barat zona penyangga dan area transisi cagar biosfer yang merupakan lahan mineral merupakan daerah jelajah home range gajah Sumatera Elephas maximus sumatranus Temminck yang perlu dikelola secara berkelanjutan LIPI 2008a. Oleh karena itu, Cagar Biosfer GSKBB dapat menjadi situs untuk konservasi keanekaragaman hayati di hutan rawa gambut dan hutan dataran rendah, dengan spesies kunci berupa harimau sumatera dan gajah sumatera. Secara formal, pengaturan area inti dan sebagian besar zona penyangga Cagar Biosfer GSKBB berada di bawah rejim kepemilikan negara state property. Area inti yang merupakan suaka margasatwa diberikan kuasa kepada BBKSDA Riau untuk mengelolanya, sedangkan sebagian besar hutan produksi di zona penyangga diberikan ijin pemanfaatan kepada SMF dan mitranya. Namun, faktanya banyak masyarakat dan pihak lainnya yang hidup dan memanfaatkan lahan di dalam wilayah tersebut sehingga terjadi benturan kepentingan antar pihak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis situasi pemanfaatan lahan, karakteristik sumber daya lahan dan relasi kekuasaan antar aktor dalam memanfaatkan lahan Cagar Biosfer GSKBB, sebagai bagian dari tujuan penelitian disertasi yang ke dua. 32

3.2 Metode

Penelitian dilakukan pada September 2014 - Desember 2015 di kawasan Cagar Biosfer GSKBB. Data dikumpulkan dan divalidasi melalui tiga teknik, yaitu: pengamatan terlibat, wawancara mendalam, dan studi dokumen. Pengamatan terlibat dilakukan dalam pemanfaatan lahan, baik di area inti, zona penyangga, maupun area transisi. Wawancara mendalam dilakukan dengan 68 orang petani, 19 orang tokoh masyarakat, 3 orang staf BBKSDA Riau, dan 8 orang staf perusahaan pemegang ijin konsesi kehutanan, dan 5 orang dari LSM Lampiran 1. Wawancara mendalam dengan masyarakat dilakukan di beberapa desa sampel, yaitu: Desa Tasik Betung, Bencah Umbai, dan Muara Kelantan di Kecamatan Sungai Mandau Kabupaten Siak; Desa Tasik Serai, Tasik Serai Barat, Tasik Serai Timur, dan Tasik Tebing Serai di Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis; serta Desa Temiang, Tanjung Leban, dan Bukit Kerikil di Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis. Studi dokumen dilakukan dengan menelusuri laporan hasil penelitian sebelumnya dan dokumen lain yang relevan. Data dan informasi dianalisis secara deskriptif kualitatif yang dilakukan secara simultan dan siklikal dengan kegiatan pengumpulan dan pengolahan data Sitorus 1998. Untuk mendeskripsikan dinamika pemanfaatan lahan telah dilakukan analisis spasial berdasarkan Peta Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia tahun 1990, 2000, 2009, dan 2014 yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK. Analisis spasial juga dilakukan untuk mengidentifikasi kondisi fisik lahan berdasarkan Peta Lahan Gambut Pulau Sumatera Wahyunto et al. 2003 dan indikasi kejadian kebakaran lahan dan hutan berdasarkan data pemantauan hot spots titik api dari Satelit Terra-Aqua Modis. Dua informasi tersebut mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh praktik pemanfaatan lahan. Analisis sejarah dilakukan untuk mengetahui beberapa faktor eksternal yang diduga mendorong perubahan pemanfaatan lahan, antara lain: kependudukan dan pengusahaan hutan. Relasi kekuasaan antar aktor dalam menggunakan sumber daya lahan dijelaskan secara deskriptif dengan mengkaji akses mereka, yaitu kemampuan aktor dalam memperoleh keuntungan dari sesuatu Ribot dan Peluso 2003. Untuk memahami peristiwa, fenomena, dan masalah lingkungan yang kompleks yang disebabkan oleh tindakan manusia tersebut, digunakan pendekatan kontekstualisasi progresif progressive contextualization dengan melakukan analisis sebab-akibat pada dimensi ruang dan waktu yang luas Vayda 1983 untuk mengungkap siapa yang melakukan apa, mengapa mereka melakukannya, dan apa dampaknya bagi lingkungannya. 33 3.3 Hasil dan Pembahasan 3.3.1 Kondisi Biofisik Kawasan Cagar Biosfer GSKBB Area inti Cagar Biosfer GSKBB meliputi ekosistem hutan rawa, hutan rawa gambut, dan ekosistem perairan Komite Nasional MAB Indonesia 2008. Selain itu, di zona penyangga dan area transisi terdapat ekosistem hutan mangrove dan hutan dataran rendah Basuni et al. 2014, serta ekosistem buatan meliputi permukiman dan ekosistem pertanian, termasuk di dalamnya perkebunan dan hutan tanaman. Ini menunjukkan bahwa keanekaragaman ekosistem di Cagar Biosfer GSKBB cukup tinggi, meliputi tujuh dari sembilan tipe ekosistem di Pulau Sumatera yang diidentifikasi oleh Anwar et al 1984. Tipe ekosistem yang tidak ditemukan di wilayah ini adalah gunung dan gua. Hutan rawa gambut merupakan salah satu ekosistem lahan basah yang tumbuh di atas timbunan bahan organik yang berasal dari reruntuhan vegetasi yang tumbuh sebelumnya dalam kurun waktu yang sangat lama. Berdasarkan hasil overlay dengan Peta Sebaran Gambut Pulau Sumatera Wahyunto et al. 2003, jenis tanah yang dominan di Cagar Biosfer GSKBB adalah organosol atau gambut, 50,58 di antaranya merupakan lahan gambut dalam dengan kedalaman 4 m yang tersebar di area inti dan di zona penyangga bagian utara dan timur laut. Wilayah yang berada di antara Sungai Siak Kecil dan Sungai Bukit Batu merupakan kubah gambut yang mempunyai kedalaman 10 m. Gambaran jenis tanah dan kedalaman gambut di Cagar Biosfer GSKBB dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan Gambar 3.1. Tabel 3.1 Jenis tanah dan kedalaman gambut di Cagar Biosfer GSKBB No. Tingkat kedalaman m Kematangan gambut Luas ha Proporsi 1 – 0,5 dan tanah mineral - 247.570 35,28 2 0, 5 - - 1 HemistSaprist H1a 22.819 3,25 3 0, 5 - - 1 SapristHemist S1a 2.273 0,32 4 1 - - 2 HemistSaprist H2a 40.952 5,84 5 1 - - 2 SapristHemist S2a 8.602 1,23 6 1 - - 2 SapristMineral S2c 6.245 0,89 7 2 - - 4 HemistSaprist H3a 16.448 2,34 8 4 HemistSaprist H4a 35.4865 50,58 9 Tubuh air 1.862.6 0,27 Total 701.637 100 Sumber: overlay dengan Peta Sebaran Gambut Pulau Sumatera Wahyunto et al. 2003