20 Faktor yang menentukan dalam pengemasan botol adalah adanya ruang
udara. Ruang kosong head space harus disediakan pada setiap kemasan gelas yang diisikan dengan suatu bahan. Ruang ini diberikan untuk mengantisipasi
terjadinya pemuaian bahan akibat peningkatan suhu karena proses sterilisasi. Ukuran dari head space ini diusahakan tidak terlalu besar atau kecil. Bila terlalu
besar maka dapat mengakibatkan akumulasi udara pada atas kemasan gelas dan apabila terlalu kecil proses penutupan kemasan tidak akan sempurna. Besarnya
head space yang digunakan tergantung dari bahan yang dikemas. Pada umumnya berkisar antara 3-5. Namun, untuk produk-produk yang menghasilkan gas
seperti peroksida dan hipoklorit digunakan head space sebesar 10 Muchtadi,1995.
Proses penutupan merupakan bagian yang cukup penting dalam penggunaan kemasan gelas jar. Penutupan yang rapat dapat dihasilkan karena
kontruksi leher botol memiliki ulir dan pengunci yang dapat menahan tutup secara kuat. Tutup yang digunakan untuk menutup kemasan jar dapat terbuat dari logam
maupun plastik Muchtadi,1995. Kemasan gelas dapat digunakan untuk jenis bahan berasam rendah ataupun berasam tinggi, sehingga cocok digunakan untuk
mengemas produk confectionery. Perbedaan suhu di dalam dan di luar kemasan tidak boleh lebih dari 27
o
C. Oleh karena itu, proses pengemasan terhadap kemasan ini harus dilakukan secara perlahan-lahan untuk menghindari keretakan
Syarief,2002. Menurut Muchtadi 1995, keuntungan menggunakan kemasan gelas meliputi i gelas bersifat inert sehingga tidak akan bereaksi dengan bahan
yang dikemas; ii gelas bersifat kedap dan tidak berpori; iii tidak berbau dan bersih; iv bersifat transparan sehingga memungkinkan dapat diperiksa baik oleh
konsumen maupun produsen; v mudah dibuka dan ditutup kembali; vi dapat dibuat dalam berbagai bentuk, ukuran, dan warna.
2.7 Umur Simpan
Umur simpan adalah selang waktu sejak barang diproduksi hingga produk tersebut tidak layak diterima atau telah kehilangan sifat khususnya. Umur simpan
dapat didefinisikan juga sebagai waktu yang dibutuhkan oleh suatu produk pangan menjadi tidak layak dikonsumsi jika ditinjau dari segi keamanan, nutrisi, sifat
21 fisik, dan organoleptik, setelah disimpan dalam kondisi yang direkomendasikan
Arpah dan Syarief, 2000. Floros dan Gnanasekharan 1993 menyatakan bahwa umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan dalam kondisi
penyimpanan tertentu untuk dapat mencapai tingkatan degradasi mutu tertentu. Menurut Labuza dan Schmild 1985, faktor-faktor yang mempengaruhi umur
simpan meliputi: i jenis dan karakteristik produk pangan. Produk yang mengalami pengolahan akan lebih tahan lama dibanding produk segar. Produk
yang mengandung lemak berpotensi mengalami rancidity, sedangkan produk yang mengandung protein dan gula berpotensi mengalami reaksi maillard warna
coklat; ii jenis dan karakteristik bahan kemasan. Permeabilitas bahan kemas terhadap kondisi lingkungan uap air, cahaya, aroma, oksigen; iii kondisi
lingkungan. Intensitas sinar UV menyebabkan terjadinya ketengikan dan degradasi warna. Oksigen menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi.
Menurut Syarief et al. 1989, faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan makanan yang dikemas adalah sebagai berikut: i keadaan alamiah atau
sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen, dan kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal
dan fisik; ii ukuran kemasan dalam hubungan dengan volumenya; iii kondisi atmosfir terutama suhu dan kelembaban dimana kemasan dapat bertahan selama
transit dan sebelum digunakan; iv ketahanan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas, dan bau, termasuk perekatan, penutupan, dan bagian-
bagian yang terlipat. Proses perkiraan umur simpan sangat tergantung pada tersedianya data
mengenai: i mekanisme penurunan mutu produk yang dikemas; ii unsur-unsur yang terdapat di dalam produk yang langsung mempengaruhi laju penurunan mutu
produk; iii mutu produk dalam kemasan; iv bentuk dan ukuran kemasan yang diinginkan; v mutu produk pada saat dikemas; vi mutu minuman dari produk
yang masih dapat diterima; vii variasi iklim selama distribusi dan penyimpanan; viii resiko perlakuan mekanis selama distribusi dan penyimpanan yang
mempengaruhi kebutuhan kemasan; ix sifat barrier pada bahan kemasan untuk mencegah pengaruh unsur-unsur luar yang dapat menyebabkan terjadinya
penurunan mutu produk Hine, 1987.
22 Penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakukan dengan dua
metode yaitu metode Extended Storage Studies ESS dan Accelerated Storage Studies ASS. ESS atau sering disebut metode konvensional adalah penentuan
tanggal kadaluarsa dengan jalan menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya
hingga mencapai tingkat mutu kadaluarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun memerlukan waktu yang lama dan analisa parameter yang relatif banyak. Metode
ASS menggunakan suatu kondisi lingkungan yang dapat mempercepat reaksi penurunan mutu produk pangan. Pada metode ini, kondisi penyimpanan diatur
diluar kondisi normal sehingga produk dapat lebih cepat rusak dan dapat ditentukan umur simpan produk. Kelebihan metode ini adalah waktu pengujian
yang relatif singkat 1-4 bulan, namun tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi Herawati, 2008.
Metode akselerasi pada dasarnya adalah metode kinetik yang disesuaikan untuk produk-produk pangan tertentu. Model-model yang diterapkan pada
penelitian akselerasi ini menggunakan dua cara pendekatan yaitu : i pendekatan kadar air kritis dengan bantuan teori difusi, yaitu suatu cara pendekatan yang
diterapkan untuk produk kering dengan menggunakan kadar air atau aktifitas air sebagai kriteria kadaluarsa; ii pendekatan semi empiris dengan bantuan
persamaan Arrhenius, yaitu suatu cara pendekatan yang menggunakan teori kinetika yang pada umumnya mempunyai ordo reaksi nol atau satu untuk produk
pangan Herawati, 2008. Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan makanan.
Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat. Untuk menentukan kecepatan reaksi kimia bahan pangan dalam
kaitannya dengan perubahan suhu, Labuza 1982 menggunakan pendekatan Arrhenius. Semakin sederhana model yang digunakan untuk menduga umur
simpan, maka biasanya semakin banyak asumsi yang dipakai. Asumsi untuk penggunaan model Arrhenius ini misalnya:
i Perubahan faktor mutu hanya ditentukan oleh satu macam reaksi saja
ii Tidak terjadi faktor lain yang mengakibatkan perubahan mutu
23 iii
Proses perubahan mutu dianggap bukan merupakan akibat dari proses-proses yang terjadi sebelumnya
iv Suhu selama penyimpanan tetap atau dianggap tetap
Dalam kinetika
perubahan mutu
pangan, umumnya
dilakukan penyederhanaan reaksi-reaksi yang kompleks menjadi reaksi sederhana dengan
orde reaksi kenol atau kesatu. Model perubahan mutu pangan dan orde reaksi perubahannya dapat dianalisis dengan berbagai metode, diantaranya dengan
integrasi yang dilanjutkan dengan analisis model atau fungsi dugaannya. Pengujian atas ketepatan model atau fungsi dugaan dapat dilihat dari koefisien
determinasi R
2
. Persamaan Arrhenius dapat dilihat pada persamaan 1 dan ln atas persamaan 1 menjadi persamaan 2, dengan:
………………………………………………………………1
Dimana : K
= konstanta kecepatan reaksi Ko
= konstanta pre-eksponensial Ea
= Energi aktivasi KJmol R
= konstanta gas = 1.986 kalmol T
= suhu mutlak K
………………………………………………2
Gambar 2. Grafik antara nilai ln K dan 1T dalam persamaan Arrhenius Ln K
-EaR
1T
24 Nilai umur simpan dapat dihitung dengan memasukkan nilai perhitungan
ke dalam persamaan reaksi ordo nol atau satu. Menurut Labuza 1982, reaksi kehilangan mutu pada makanan banyak dijelaskan oleh reaksi ordo nol dan satu,
sedikit yang dijelaskan oleh ordo reaksi lain.
a. Reaksi Orde Nol