6 dehidroaskorbat yang masih memiliki aktivitas vitamin C. Apabila terjadi
dekomposisi hidrolitik dari asam dehidroaskorbat, maka akan terbentuk asam 2,3- diketoglutanat yang sudah tidak mempunyai aktivitas vitamin C. Reaksi lebih
lanjut dari asam 2,3- diketoglutanat tidak memberikan dampak lagi terhadap nilai gizi bahan pangan, tetapi akan menimbulkan perubahan flavor dan warna yang
dikaitkan dengan reaksi pencoklatan. Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, stabilitas vitamin C juga dipengaruhi oleh adanya enzim, konsentrasi gula
dan garam, konsentrasi awal asam askorbat, dan rasio antara asam askorbat dengan asam dehidroaskorbat Winarno dan Aman, 1981.
Karoten merupakan prekusor vitamin A yang banyak terdapat di dalam pepaya. Biasanya perubahan warna pada kulit buah menunjukkan kematangan
buah, begitu pula halnya dengan pepaya. Perubahan warna buah pepaya dari hijau menjadi kemerahan disebabkan penurunan klorofil, sehingga warna karotenoid
mulai terlihat. Perbedaan warna pada pepaya merah dan kuning adalah adanya likopen, dimana buah pepaya kuning tidak terdapat likopen. Total karoten yang
dikandung dalam pepaya mengkal adalah 3,7 mg per 100 gram, sedangkan pada pepaya berwarna matang total karotennya adalah 4,2 mg per 100 gram Winarno
dan Aman, 1981. Tingkat kemasakan buah pepaya biasanya dinyatakan dalam bentuk buah
muda, buah tua, buah mengkal, dan buah terlalu masak. Buah pepaya dipanen pada stadium mendekati matang pohon, yakni setelah buah menunjukkan garis-
garis menguning. Untuk pemasaran setempat biasanya buah dipetik pada tingkat kemasakan mengkal, sedangkan untuk pemasaran jarak jauh buah dipetik pada
tingkat kemasakan tua. Buah masak mengkal bila kulit buah di bagian ujung tampak mulai menguning, sedangkan daging buah masih tetap keras. Buah pepaya
yang masak ditandai dengan kulit dan dagingnya berwarna cerah, rasanya manis, dan aromanya sudah tercium.
2.2 Pemanis
Pemanis merupakan bahan yang umum terdapat pada makanan. Berdasarkan kemampuan metabolismenya, bahan pemanis digolongkan menjadi
dua, yaitu nutritive sweetener dan non-nutritive sweetener. Nutritive sweetener
7 adalah pemanis yang dapat dimetabolis tubuh seperti sukrosa dan glukosa,
sedangkan non-nutritive sweetener adalah pemanis yang tidak dapat dimetabolisme oleh tubuh seperti sakarin, siklamat, acesulfame-K, dan sorbitol
Nicole,1979. Sukrosa merupakan senyawa kimia yang memiliki rasa manis, berwarna putih, bersifat anhidrous, dan larut dalam air. Sukrosa memiliki peranan
penting dalam teknologi pangan karena fungsinya yang beraneka ragam yaitu sebagai pemanis, pembentuk tekstur, pembentuk cita rasa, bahan pengisi, dan
pengawet Nicole,1979, Fungsi utama sukrosa sebagai pemanis memegang peranan penting, karena
dapat meningkatkan penerimaan dari suatu makanan, yaitu dapat menutupi cita rasa yang tidak menyenangkan. Rasa manis sukrosa bersifat murni dan tidak
memiliki after taste yang meninggalkan rasa pait di lidah. Sukrosa dikatakan mampu membentuk citarasa yang baik, karena kemampuannya menyeimbangkan
rasa asam, pahit, dan asin, atau melebihi pembentukan karamelisasi Nicole,1979. Sukrosa dapat digunakan sebagai pengawet dikarenakan
kemampuannya untuk menurunkan nilai keseimbangan kelembaban relatif dan meningkatkan tekanan osmotik dengan cara mengikat air bebas sehingga tidak
dapat digunakan mikroba. Sukrosa dapat menghambat daya kerja enzim, yaitu pada konsentrasi 30 akan menghambat aktivitas enzim asam askorbat oksidase
dan pada konsentrasi 50 akan menghambat enzim katalase Nicole,1979.
2.3 Karagenan
Karagenan adalah polisakarida linear yang tersusun atas unit-unit galaktosa dan 3,6-
anhidrogalaktosa dengan ikatan glikosidik α-1,3 dan β-1,4 secara bergantian. Pada beberapa atom hidroksil, terikat gugus sulfat dengan
ikatan ester Angka dan Suhartono, 2000. Karagenan diberi nama berdasarkan persentase kandungan ester sulfatnya, kappa: 25-30, iota: 28-35, dan lambda:
32-39. Larut dalam air panas 70
o
C, air dingin, susu, dan larutan gula, sehingga sering digunakan sebagai bahan pengentalpenstabil pada minuman atau makanan.
Karagenan dapat membentuk gel dengan baik, sehingga banyak digunakan sebagai gelling agent dan pengental Suptijah, 2002.
8 Sifat-sifat yang dimiliki karagenan antara lain: kelarutan, pH, stabilitas,
viskositas, pembentukan gel, dan reaktivitas dengan protein. Sifat-sifat tersebut sangat dipengaruhi oleh adanya unit bermuatan ester sulfat dan penyusun dalam
polimer karagenan. Karagenan biasanya mengandung unsur yang berupa garam yodium dan potasium yang juga berfungsi untuk menentukan sifat-sifat
karagenan. Tulisan di bawah ini menjelaskan sifat-sifat umum karagenan yaitu: i
Kelarutan Semua karagenan larut di dalam air pada suhu di atas 70
o
C. dalam air dingin, hanya α-karagenan dan garam natrium dari - dan - karagenan yang larut
Glicksman, 1983. Kelarutan karagenan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tipe karagenan, pengaruh ion, pH, dan komponen organik larutan.
Dikaitkan molekulnya, kelarutan karagenan terutama dikendalikan oleh derajat hidrofiliknya, yaitu gugus ester sulfat dan unit galaktosa-piranosa yang
berlawanan dengan unit 3,6-anhidro-galaktosa yang bersifat hidrofobik Towle, 1973. Di samping kelarutan dalam air, karagenan juga memiliki sifat kelarutan
dalam media cair lainnya, misalnya dalam susu panas, sedangkan dalam susu dingin hanya α-karagenan yang mempunyai kelarutan tinggi. Dalam kelarutan
sukrosa panas dengan konsentrasi 65 - dan α-karagenan larut, sedangakan -
karagenan sedikit larut dalam kondisi ini Glicksman, 1983. ii
Pembentukan Gel Karagen
an jenis - dan - mempunyai kemampuan untuk membentuk gel pada saat larutan yang panas dibiarkan menjadi dingin. Proses ini bersifat
reversibel, artinya gel mencair pada pemanasan dan cairan akan menbentk gel kembali pada saat pendinginan Glicksman, 1983. Terbentuknya gel ini sebagai
akibat pembentuk struktur double helix oleh polimer karagenan. Konsistensi gel karagenan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis dan tipe karagenan,
konsentrasi, adanya ion-ion serta pelarut yang menghambat terbentuknya hidrokoloid Towle,1973.
Pada proses pembentukan gel dari - dan -karagenan dibutuhkan kation tertentu. Dalam aplikasi pangan ada tiga kation yang paling umum digunakan,
yaitu natrium, kalium, dan kalsium serta beberapa ion lainnya seperti amonium, barium, rubidium, dan cecium,
Moirano,19ιι. Adanya ion kalium pada gel -
9 karagenan dapat menaikkan kekerasan dan suhu pembentukan gel. Ion kalsium
dan barium menaikan kekakuan gel karagenan. Ion rubidium dan cesium juga dapat menyebabkan gelasi -karagenan. Ion kalium menyebabkan gel -
karagenan elastis dan transparan, sedangkan ion kalsium menyebabkan gel - karagenan rapuh. Penambahan ion natrium pada gel -karagenan membuat gel
menjadi pendek dan rapuh. Letak gugus sulfat pada struktur molekul karagenan sangat berpengaruh
terhadap kemampuan karagenan untuk membentuk gel. Demikian pula derajat keteraturan rantai polimer menentukan kemampuan membentuk gel. Suatu
modifikasi struktural dapat dilakukan dengan mengubah unit yang mengandung sulfat pada C
6
di ikatan 1 → 4 menjadi unit 3,5-anhidro galaktosa akan meningkatkan kemampuan membentuk gel dan kekuatan gel Towle,1973.
iii Stabilitas
Karagenan akan stabil pada pH 7 atau lebih tinggi, sedangkan pH yang lebih rendah dari 7, stabilitas karagenan menurun khususnya dengan peningkatan suhu
Moirano,1977; Glicksman,1983. Pada pH rendah dari 7, polimer karagenan terhidrolisis sehingga kemampuan untuk membentuk gel menjadi hilang. Namun,
pada penerapannya, suatu gel terbentuk pada pH di bawah 7 dan hidrolisis terjadi tidak lama sehingga gel dapat stabil Glicksman,1983. Hal ini disebabkan
beberapa karagenan mengandung ikatan 3,6-anhidro-D-galaktosa yang tinggi, sehingga tidak mudah terhidrolisis dan dapat digunakan dalam aplikasi pangan
pada pH rendah sebagai pengental, misalnya pH 3,0-4,0. Misalnya, kappa karagenan dan iota karagenan dapat digunakan sebagai gelling agent pada pH
rendah Moraino,1977.
2.4 Permen Jelly