Metode Pengumpulan Data METODA PENELITIAN

4.5. Potensi Sumberdaya Pesisir Kabupaten Luwu

Sebagai wilayah yang memiliki garis pantai yang cukup panjang, Kabupaten Luwu merupakan bagian yang sangat strategis bagi pengelolaan kawasan Teluk Bone. Di sepanjang garis pantai terdapat hutan mangrove yang terbentang luas, padang lamun dan beberapa pulau-pulau kecil yang dikelilingi terumbuh karang. Konversi lahan mangrove menjadi pertambakan intensif mendorong degradasi lingkungan pesisir yang cukup cepat. Selain itu pertambahan penduduk dan pemukiman disekitar wilayah pesisir juga menjadi potret yang dapat dilihat saat ini di kawasan pesisir Kabupaten Luwu. Sumberdaya perikanan kabupaten Luwu terdiri atas perikanan laut dan perrikanan darat. Total potensi lahan untuk kegiatan budidaya perikanan seluas 28.315 ha, terdiri atas lahan tambak seluas 10.525 ha, lahan mina padi 2.711 ha, lahan kolam 79 ha, dan perairan pantai 15.000 ha. Tingkat pemanfaatan lahan mencapai 12.743 ha, atau sekitar 45 persen dari total potensi budidaya perikanan yang tersedia. Sumberdaya kelautan yang dimiliki Kabupaten Luwu sangat potensial, meliputi wilayah laut seluas 800.000 ha dengan panjang garis pantai 116,16 km. berdasarkan data yang ada luas tutupan terumbu karang diperkirakan sekitar 17.310 ha, dengan estimasi persentase tutupan karang 10 persen dalam kondisi baik, 25 persen dalam kondisi sedang dan 65 persen dalam kondisi rusak. Wilayah perairan di Kabupaten Luwu selain dimanfaatkan untuk perikanan tangkap, juga dimanfaatkan untuk usaha budidaya rumput laut dan bagan ikan. Total jumlah produksi kegiatan budidaya perikanan pada tahun 2009 sebesar 340.039 ton atau meningkat sebesar 83.548 ton 32 persen dibandingkan tahun 2008 yang hanya mencapai 256.491 ton. Peningkatan produksi perikanan budidaya disebabkan oleh besarnya pertambahan luasan pemanfaatan lahan budidaya, terutama untuk budidaya rumput laut jenis gracillaria sp dan Eucheuma cottoni serta ikan mas. Pemanfaatan lahan tambak yang lain adalah budidaya udang windu dan ikan bandeng. Secara keseluruhan luas areal tambak yang dikelola oleh masyarakat sampai dengan tahun 2009 adalah 7.423 ha yang tersebar disepuluh wilayah kecamatan. Masing-masing menurut komoditas yang dibudidayakan, areal budidaya udang windu seluas 180 ha, ikan bandeng seluas 2.760 ha, dan rumput laut 4.483 ha. Pada tahun 2008 produksi lahan tambak untuk 3 jenis komoditas utama yakni ikan bandeng Chanos chanos sebesar 3.220 ton, udang windu Penaeus monodon sebesar 13 ton, dan rumpu laut Gracillaria sp sebesar 196.020 ton. Apabila dibandingkan dengan produksi budidaya perikanan pada tahun 2009 mengalami peningkatan 3.864 ton 16,7 persen untuk budidaya ikan bandeng, 90 ton 85,6 persen ton udang windu dan rumput laut meningkat menjadi 134.248 ton atau berkisar 31 persen. Kegiatan pengembangan budidaya air tawar untuk jenis ikan mas Cipirus carpio dahulunya banyak dilakukan oleh masyarakat yang memiliki lahan persawahan. Namun dalam perkembangannya dan meningkatnya permintaan pasar masyarakat melakukan pengembangan budidaya ikan mas dengan membuka lahan kolam baru dan keramba yang banyak ditemukan pada saluran pengairan sawah. Luas areal budidaya ikan mas yang dikelola oleh masyarakat berkisar 1.520 ha, terdiri dari lahan mina padi dan kolam. Lahan budidaya ikan mas tersebar di 15 kecamatan. Produksi ikan mas pada tahun 2009 mencapai 380 ton. Di beberapa kecamatan masyarakat melakukan usaha-usaha unit pembenihan rakyat UPR yang tersebar di kecamatan Lamasi Timur, Walenrang Timur, Walenrang, Walenrang Barat, Walenrang Utara, Bajo, Suli, dan Kecamatan Larompong. Selain itu terdapat empat unit sarana Balai Benih Ikan BBI di Kecamatan Lamasi Timur, Walenrang Timur, Walenrang dan Bajo. Dalam kegiatan budidaya laut yang berkembang pesat di empat kecamatan yakni Kecamatan Bua, Ponrang, Suli dan Kecamatan Larompong komoditas utamanya adalah budidaya rumput laut jenis Euchema cottoni. Total luas pemanfaatan tahun 2009 seluas 6.725 ha yang juga menyebabkan total produksi yang dihasilkan meningkat dua kali lipat dari 57.000 ton pada tahun 2008 menjadi 201.372 ton pada tahun 2009. Perairan laut di perairan tropis dicirikan dengan tingginya tingkat keanekaragaman hayati, sehingga jenis peralatan yang digunakan untuk menangkap ikan pun sangat bervariasi, baik untuk jenis demersal maupun pelagis. Jumlah alat tangkap pada tahun 2009 sebanyak 2.276 unit yang tersebar di tujuh kecamatan. Jenis alat tangkap tersebut terdri atas jala, jala insang gili net dan pancing. Disain khusus dari ketiga jenis alat tangkap ini disesuaikan dengan lokasi penangkapan ikan dan cara pergerakan ruaya dari jenis ikan yang ditangkap. Nelayan menggunakan alat tangkap yang bersifat statis, misalnya Sero dan Bagang tancap. Alat tangkap jenis ini bersifat massif dan di gunakan hanya pada musim tertentu. Disamping Bagan Tancap juga terdapat Bagan Perahu yang mampu mendekati fishing ground. Jauhnya operasi nelayan ditentukan oleh kemampuan perahu atau kapal tangkap dan jenis alat tangkap yang dimiliki. Sebagian besar kegiatan nelayan masih terkonsentrasi pada perairan pantai hingga empat mil laut dari tempat asalnya fishing base, sesuai dengan kemampuan jelajah perahu motor temple. Fishing ground bagi nelayan dengan kapal motor dan alat tangkap poleline tidak terbatas pada teluk bone saja, tetapi mencapai wilayah perairan Provinsi Sulawesi Tenggara. Produksi perikanan tangkap pada tahun 2009 sebesar 15.047 ton, terdiri atas ikan-ikan pelagis 12.930 ton dan ikan demersal 2.117 ton. Jika dibandingkan dengan tahun 2008 14.206 ton, jumlah produksi mengalami peningkatan sebesar 5,59 persen. Jumlah hasil tangkapan ini diperkirakan masih dibawah potensi lestari sumberdaya ikan maximum sustainable yield karena sebagian besar armada penangkap ikan hanya mampu beroperasi diperairan pantai dan dengan frekuensi melaut nelayan yang terbatas. Berikut ini data mengenai jumlah produksi dan armada perikanan tangkap dalam kurun tahun 2005-2009. Panjang dan luas garis pantai dari Kabupaten Luwu yakni berkisar 116,16 km dan 860,52 km². Sepanjang garis pantai Kabupaten Luwu merupakan wilayah yang dapat dikembangkan pada berbagai bidang utamanya perikanan. Pengembangan usaha perikanan disepanjang garis pantai semestinya juga tetap melindungi kawasan mangrove, yang merupakan ekosistem yang dapat menunjang pelestarian sumberdaya alam utamanya sumberdaya alam perikanan laut. Sebagai wilayah pesisir yang potensial, wisata alam pesisir, pantai dan pelabuhan banyak dikembangkan oleh pemerintah Kabupaten Luwu. Dalam pengelolaan sumberdaya pesisir posisi masyarakat atas akses yang adil terhadap sumberdaya alam pesisir saat ini belum menjadi pertimbangan utama bagi pengelolaan sumberdaya pesisir. Penelitian ini akan melihat keinginan