Waktu dan Tempat Penelitian

Beberapa bulan kemudian, SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara No.2067 Tahun 1961 tanggal 18 Desember 1961 tentang Perubahan Status Distrik di Sulawesi Selatan termasuk di Daerah Tingkat II Luwu menjadi kecamatan diterbitkan. Dengan berpedoman pada SK tersebut, maka status distrik di Daerah Tingkat II Luwu berubah menjadi kecamatan dan nama- nama kecamatannya tetap berpedoman pada SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara No. 1100 Tahun 1961 tertanggal 16 Agustus 1961, dengan luas wilayah 25.149 km2. Pada tahun 1999, awal bergulirnya Reformasi di seluruh wilayah Republik Indonesia, dimana telah dikeluarkannya Undang-undang No.22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan di Daerah, dan mengubah mekanisme pemerintahan yang mengarah pada Otonomi Daerah, tepatnya pada tanggal 10 Februari 1999, oleh DPRD Kabupaten Luwu mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 03KptsDPRDII1999, tentang Usul dan Persetujuan Pemekaran Wilayah Kabupaten Dati II Luwu yang dibagi menjadi dua Wilayah Kabupaten dan selanjutnya Gubernur KDH Tk.I Sul-Sel menindaklanjuti dengan Surat Keputusan No.136776OTODA tanggal 12 Februari 1999. Akhirnya pada tanggal 20 April 1999, terbentuklah Kabupaten Luwu Utara ditetapkan dengan Undang-undang Republik Indonesia No.13 Tahun1999 http:www.luwukab.go.id. Pemekaran Wilayah Kabupaten Dati II Luwu terbagi atas Kabupaten Dati II Luwu dengan batas Saluampak Kecamatan Lamasi dengan batas Kabupaten Wajo dan Kabupaten Tator, dari 16 kecamatan, yaitu Kecamatan Lamasi, Walenrang, Pembantu Telluwanua, Warautara, Wara, Pembantu Waraselatan, Bua, Pembantu Ponrang, Bupon, Bastem, Pembantu Latimojong, Bajo, Belopa, Suli, Larompong, Pembantu Larompong Selatan. Kabupaten Luwu Utara dengan batas Saluampak Kecamatan Sabbang sampai dengan batas Propinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara, terdiri dari 19 Kecamatan, yaitu Kecamatan Sabbang, Pembantu Baebunta, Limbong, Pembantu Seko, Malangke, Malangke Barat, Masamba, Pembantu Mappedeceng, Pembantu Rampi, Sukamaju, Bone- bone, Pembantu Burau, Wotu, Pembantu Tomoni, Mangkutana, Pembantu Angkona, Malili, Nuha, Pembantu Towuti BPS Luwu Utara, 2002.

4.5. Potensi Sumberdaya Pesisir Kabupaten Luwu

Sebagai wilayah yang memiliki garis pantai yang cukup panjang, Kabupaten Luwu merupakan bagian yang sangat strategis bagi pengelolaan kawasan Teluk Bone. Di sepanjang garis pantai terdapat hutan mangrove yang terbentang luas, padang lamun dan beberapa pulau-pulau kecil yang dikelilingi terumbuh karang. Konversi lahan mangrove menjadi pertambakan intensif mendorong degradasi lingkungan pesisir yang cukup cepat. Selain itu pertambahan penduduk dan pemukiman disekitar wilayah pesisir juga menjadi potret yang dapat dilihat saat ini di kawasan pesisir Kabupaten Luwu. Sumberdaya perikanan kabupaten Luwu terdiri atas perikanan laut dan perrikanan darat. Total potensi lahan untuk kegiatan budidaya perikanan seluas 28.315 ha, terdiri atas lahan tambak seluas 10.525 ha, lahan mina padi 2.711 ha, lahan kolam 79 ha, dan perairan pantai 15.000 ha. Tingkat pemanfaatan lahan mencapai 12.743 ha, atau sekitar 45 persen dari total potensi budidaya perikanan yang tersedia. Sumberdaya kelautan yang dimiliki Kabupaten Luwu sangat potensial, meliputi wilayah laut seluas 800.000 ha dengan panjang garis pantai 116,16 km. berdasarkan data yang ada luas tutupan terumbu karang diperkirakan sekitar 17.310 ha, dengan estimasi persentase tutupan karang 10 persen dalam kondisi baik, 25 persen dalam kondisi sedang dan 65 persen dalam kondisi rusak. Wilayah perairan di Kabupaten Luwu selain dimanfaatkan untuk perikanan tangkap, juga dimanfaatkan untuk usaha budidaya rumput laut dan bagan ikan. Total jumlah produksi kegiatan budidaya perikanan pada tahun 2009 sebesar 340.039 ton atau meningkat sebesar 83.548 ton 32 persen dibandingkan tahun 2008 yang hanya mencapai 256.491 ton. Peningkatan produksi perikanan budidaya disebabkan oleh besarnya pertambahan luasan pemanfaatan lahan budidaya, terutama untuk budidaya rumput laut jenis gracillaria sp dan Eucheuma cottoni serta ikan mas. Pemanfaatan lahan tambak yang lain adalah budidaya udang windu dan ikan bandeng. Secara keseluruhan luas areal tambak yang dikelola oleh masyarakat sampai dengan tahun 2009 adalah 7.423 ha yang tersebar disepuluh wilayah kecamatan. Masing-masing menurut komoditas yang dibudidayakan, areal budidaya udang windu seluas 180 ha, ikan bandeng seluas 2.760 ha, dan rumput laut 4.483 ha.