Kebijakan Sektor Pesisir GAMBARAN UMUM LOKASI
terhadap variasi kondisi sosial dan lingkungan lokal, 6 Mampu menumbuhkan stabilitas dan komitmen, serta 7 Masyarakat lokal termotivasi untuk mengelola
secara berkelanjutan. Namun apakah konsep ini sudah menjiwai peraturan daerah Nomor 02 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut yang
Berbasis Masyarakat selanjutnya dilakukan analisis substansi peraturan tersebut.
Peranan pemerintah, swasta dan masyarakat dalam hal ini menjadi bagian terpenting yang tidak terpisahkan dalam upaya mengelola lingkungan pesisir.
Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut yang Berbasis Masyarakat diharapkan dapat memberikan peluang
pengelolaan yang cukup efektif dalam rangka menyeimbangkan antara pelestarian lingkungan dan pemanfaatan ekonomi. Pada pasal 14 empat belas tentang
Pengembangan Ekonomi Masyarakat dalam peraturan daerah ini terdiri dari 3 tiga ayat yang hanya menekankan pada peran dan tanggungjawab pihak swasta,
pengembangan kapasitas pengetahuan dan keterampilan masyarakat serta peran pemerintah daerah dalam mendorong kerjasama dengan lembaga keuangan untuk
memudahkan masyarakat memperoleh atau mengakses bantuan permodalan atau penguatan modal operasional.
Secara substantif peraturan daerah ini belum memberikan tekanan pada upaya mendorong timbulnya pemerataan dalam pengelolaan sumberdaya alam
dan lingkungan, merefleksikan kebutuhan-kebutuhan masyarakat lokal yang lebih spesifik, usaha meningkatkan manfaat lokal bagi seluruh anggota masyarakat
yang ada serta belum menggambarkan secara eksplisit aturan yang mendukung efisiensi secara ekonomis. Selain itu peraturan daerah ini belum memberikan
motivasi terhadap masyarakat untuk mengelola sumberdaya pesisir secara berkelanjutan.
Salah satu bentuk pengelolaan yang cukup berpeluang memberikan jaminan pemerataan dan efektifitas dalam pengimplementasiannya adalah
pengelolaan berbasis masyarakat community based management yang menjadi tema utama dalam peraturan daerah ini. Tetapi setelah melakukan pengkajian
secara subtantif peraturan ini belum memenuhi semangat yang memberikan pada jaminan terhadap komunitas atau masyarakat yang memiliki adat istiadat, nilai-
nilai sosial dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat hal ini terbukti dengan belum
adanya pasal dalam isi peraturan daerah yang menunjukkan keberpihakan terhadap beberapa wilayah pesisir yang telah dimanfaatkan masyarakat secara
alami sebagai daerah wisata contohnya di Kecamatan Larompong Selatan yang saat ini di dimanfaatkan sebagai pelubahan angkutan laut dan Buntu Mata’bing
yang sebelumnya menjadi pusat aktivitas nelayan dalam melakukan penangkapan ikan secara tradisional saat ini menjadi kawasan wisata pesisir Buntu Mata’bing.
Temuan ini sesuai dengan pendapat Satria 2009b, mengatakan bahwa kebijakan pengembangan taman wisata telah banyak mengubah hak-hak
kepemilikan nelayan tradisional. Misalnya sebelumnya masyarakat memiliki hak- hak atas sumberdaya itu dari hak akses hingga hak eksklusi, setelah keberdaan
taman wisata hak tersebut menjadi hilang. Selanjutnya dikatakan bahwa nelayan merupakan kelompok sosial yang selama ini terpinggirkan, baik secara sosial,
ekonomi maupun politik. Hal ini merupakan kecenderungan di berbagai Negara bukan hanya di Indonesia.
5.2.2. Analisis Isi Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut terkait Dukungan terhadap
Partispasi Masyrakat dan Perlindungan Lingkungan Pesisir
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam lebih dikenal dengan istilah Pengelolaan Berbasis Masyarakat PBM atau community based
management CBM. Menurut Carter 1996, Community-Based Resource Management CBRM didefinisikan sebagai suatu strategi untuk mencapai
pembangunan yang berpusat pada manusia, dimana pusat pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumberdaya dan lingkungan secara berkelanjutan di suatu
daerah berada ditangan organisasi-organisasi dalam masyarakat di daerah tersebut. Dalam sistem pengelolaan ini, masyarakat diberikan kesempatan dan tanggung
jawab dalam melakukan pengelolaan terhadap sumberdaya dan lingkungan yang dimilikinya, dimana masyarakat sendiri yang mendefinisikan kebutuhan, tujuan
dan aspirasinya serta masyarakat itu pula yang membuat keputusan demi kesejahteraannya.
Dari hasil analisis keterlibatan masyarakat dalam perumusan Peraturan Daerah ini menunjukkan tingkat keterlibatan masyarakat yang sangat kecil hanya
mencapai 4.5 persen. Hal ini bertentangan dengan semangat pengelolaan