Rekomendasi atau Arahan Kebijakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Pesisir Teluk Bone Kabupaten Luwu

Kajian kebijakan dan kelembagaan tidak dapat dipisahkan dengan kajian desentralisasi dalam pengelolaan sumberdaya alam. Aspek kelembagaan dalam pengelolaan sumberdaya alam, tidak dapat dilepaskan dari instansi atau departemen yang mengelola dan membawahi masing-masing sektor sumberdaya alam. Berbagai ketentuan peraturan di bidang otonomi daerah maupun di bidang konservasi sumberdaya alam dan ekosistem selama ini belum memberi ketegasan dan kejelasan arah pelaksanaan kebijakan dan peran yang harus dilakukan oleh berbagai pihak, baik tingkat pusat maupun daerah. Dalam berbagai kasus pengelolaan sumberdaya alam persoalan yang sering muncul adalah kegagalan pemerintah pusat membentuk mekanisme pengelolaan sumberdaya alam yang efektif, hal ini dikarenakan adanya disharmonisasi sistem hukum dalam hal kewenangan pengelolaan dan adanya tumpang tindih kewenangan pengelolaan. Tumpang tindih yang terjadi umumnya terjadi pada peraturan pusat dengan peraturan daerah dan berbagai kesalahan persepsi dalam perumusan peraturan baik di tingkat pusat maupun di tingkat lokal. Kebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir pada tahun 2007 mendapat dukungan dari Undang-Undang No.27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Namun, tidak serta merta undang-undang tersebut dapat dioperasionalkan, karena dari sisi perundang-undangan, undang-undang ini masih mengamanatkan dibentuknya Peraturan Pemerintah PP, dan Peraturan Daerah Perda sebagai aturan pelaksanaannya. Hal ini memunculkan banyak ketidakpastian aturan pengelolaan wilayah pesisir di tingkat daerah baik di tingkat propinsi maupun di tingkatan kabupatenkota. Desentralisasi pengelolaan sumberdaya pesisir yang juga merupakan penterjemahan terhadap semangat desentralisasi politik kenegaraan dengan lahirnya Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 yang selanjutnya mengalami amandemen menjadi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, akhirnya menuntut praktek pengelolaan yang tepat di tingkat daerah. Pengaturan pengelolaan sumberaya pesisir yang diharapkan mampu memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat dengan tetap mengedepankan keberlanjutan sumberdaya pesisir yang tersedia, menjadi tantangan sekaligus tanggung jawab bagi stakeholder di daerah. Menurut Kartodihardjo dan Jhamtani 2006, bahwa pada saat pemerintahan sentralistik nampak tidak mampu menjalankan kebijakan untuk pemanfaatan sumberdaya alam SDA secara berkelanjutan dan berkeadilan, banyak pihak berharap bahwa pelaksanaan otonomi daerah akan membawa perubahan-perubahan mendasar, sehingga kebijakan dan kinerja pengelolaan sumberdaya alam dapat diperbaiki. Hal ini terlihat dari aspek-aspek perbaikan yang dijanjikan proses otonomi daerah yang dapat kita lihat pada Tabel 3. Tabel 3. Janji-janji Otonomi Daerah Kesetaraan equity Desentralisasi diyakini dapat membantu pengembangan kesetaraan melalui efisiensi penggunaan sumberdaya yang lebih besar dan adil serta distribusi manfaat dari aktivitas lokal secara demokratis Efisiensi Efisiensi ekonomi dan managerial diyakini dapat ditingkat dengan : 1. Dalam setiap pengambilan keputusan dampak terhadap masyarakat lokal senantiasa dapat diperhitungkan 2. Meningkatkan akuntabilitas dalam pelaksanaan pengambilan keputusan 3. Mengurangi biaya transaksi 4. Memberikan pelayanan yang berorientasi kebutuhan 5. Memobilisasi pengetahuan lokal 6. Mengembangkan koordinasi 7. Menyediakan sumberdaya Sumber : Ribot 2002 dalam Kartodihardjo dan Jhamtani 2006 Dalam upaya desentralisasi pengelolaan sumberaya pesisir pemerintah Kabupaten Luwu merumuskan Peraturan Daerah Perda Nomor 02 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut yang Berbasis Masyarakat. Kabupaten Luwu yang memiliki wilayah pesisir yang potensial dan strategis untuk dikelola secara profesional guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat dan mendukung kelestarian lingkungan, perlindungan dan pengawasan wilayah pesisir dan laut secara terpadu, terencana dan berkelanjutan yang melibatkan masyarakat dengan asas manfaat dan keadilan, merupakan tujuan utama peraturan daerah ini di rumuskan.