sebelum dianalisis dengan HPLC terlebih dahulu disentrifus untuk menghilangkan pengotor-pengotor yang dapat mempengaruhi pembacaan alat HPLC.
Identifikasi dan fraksinasi dengan HPLC menggunakan kolom karbohidrat waters sebagai fase diam, dan pelarut asetonitril 60 dalam air sebagai fase
gerak. Deteksi dilakukan berdasarkan waktu retensi, dengan detektor UV model 440 dual lamdha, menggunakan volume injeksi sampel sebanyak 20 l dan laju
alir 1 mlmenit. Sebagai standar digunakan senyawa oligomer campuran dari seikagaku Japan, dengan unit monomer sampai heksamer pada konsentrasi 20
mgml, dan kitosan sebagai standarnya Jeon dan Kim 2000; Wahyuni 2006.
4. Uji Toksisitas Meyer, et al, 1982
Telur
;
sa lin
a dimasukkan dalam air laut yang telah diaerasi. Setelah 48 jam telur akan menetas dan siap digunakan untuk uji toksisitas. Kemudian
dikelompokkan dalam 6 sumur dan masing-masing diberi ekstrak sampel oligomer kitin 1 sebanyak 0 ppm, 100 ppm, 125 ppm, 150 ppm, 200 ppm, dan
250 ppm. Masing-masing sumur dimasukkan 10 larva udang. Gejala toksisitas diamati dalam 24 jam kemudian dari data kematian dilakukan perhitungan LC
50
, dengan menggunakan analisis probit.
5. Pengujian Aktivitas Senyawa Oligomer terhadap Proliferasi Sel Limfosit a. Persiapan Media Kultur Sel dan Sampel Oligomer Hidrolisat Kitin
Media untuk kultur dan pemeliharaan sel menggunakan RPMI-1640 bubuk sebanyak 10,4 gram dan dilarutkan dalam air deionisasi sampai volume 1satu
liter. Kemudian ditambahkan NaHCO
3
2 gram, Glutamin 2 mM sebanyak 10 ml dan antibiotik penisilin-streptomisin 0,2, kemudian dilakukan sterilisasi dingin
dengan membran steril berukuran 0,22 m. Jika digunakan sebagai media
pertumbuhan, komposisi medium ditambahkan 10 FBS steril Zakaria 1997. Persiapan sampel dilakukan untuk menguji aktivitas proliferasi sel limfosit
oleh senyawa-senyawa oligomer kitin, yaitu terlebih dahulu ditetapkan besarnya konsentrasi senyawa oligomer kitin hasil fraksinasi hidrolisat enzimatik yang akan
digunakan.
b. Isolasi sel Limfosit
Tikus diterminasi dengan cara d islo
ka si cervica
lis dan dibedah untuk
diambil limpanya. Organ limpa secara steril dicuci dalam RPMI-1640 steril. Kemudian limpa dipindahkan ke dalam cawan Petri lain yang berisi 3 ml RPMI-
1640 steril dan digerus untuk mendapatkan limfosit. Setelah itu dimasukkan ke dalam tabung sentrifus steril 15 ml dan disentrifus dengan kecepatan 2500 rpm
selama 10 menit. Supernatan dibuang, pelet sel diberi 2 ml NH
4
Cl 0,85 steril atau larutan ficoll hypaque untuk melisis sel-sel darah merah selama 2 menit dan
segera ditambahkan 3 ml RPMI-1640. Suspensi sel kembali disentrifus 300 x g selama 10 menit. Endapan mengandung sel limfosit sedangkan supernatan yang
berisi sel darah merah yang lisis dibuang. Endapan sel limfosit dicuci kembali dengan RPMI-1640, kemudian diencerkan dengan 2 ml media RPMI-1640 dan
dihitung jumlah sel yang hidup dengan bantuan pewarna tripan biru dan menggunakan hemositometer.
Perhitungan jumlah sel dengan menggunakan pewarna tripan biru dimaksudkan untuk menentukan viabilitas sel yang akan di
uji, yaitu sebelum dilakukan pengujian sel harus dalam kondisi hidup sebesar 95. Jika 95 sel limfositnya hidup, maka suspensi sel limfosit dapat diencerkan
dengan RPMI-1640 agar diperoleh jumlah sel per ml yang sesuai dengan yang diperlukan. Suspensi sel dalam media standar dihitung dengan bantuan
hemositometer. Suspensi sel dicampur dengan tripan biru dengan perbandingan 1:1. Sebanyak 50 l campuran ditempatkan dalam hemositometer. Penghitungan
dilakukan pada perbesaran mikroskop 45 kali, sel yang hidup akan tidak berwarna sedangkan sel yang mati terlihat biru seluruhnya. Jumlah sel yang hidup dihitung
pada area 2 kotak besar 16 kotak kecil lalu dihitung per ml suspensi. Jumlah sel yang akan digunakan tiap perlakuan minimum berjumlah 1 x 10
6
selmL. Berdasarkan hasil perhitungan jumlah sel menggunakan hemositometer, maka
dapat ditetapkan jumlah sel dalam setiap ml suspensi sebagai berikut : N = Jumlah selml V2 x F x 10
4
selmL V2 atau V4 = rata-rata jumlah sel terhitung dari dua atau empat bidang pandang
F = Faktor pengenceran 10
4
= 1 mL perkapasitas hemositometer, yaitu 10
4
selmL.