Analisis dan Interpretasi Data

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PRODUKSI SENYAWA OLIGOMER SECARA ENZIMATIK Senyawa-senyawa oligomer merupakan hasil hidrolisis substrat koloidal kitin menggunakan enzim kitinase yang dihasilkan dari fermentasi kultur ABC illu s cereu s SW41 pada media D B E a i yang mengandung koloidal kitin 1 Wahyuni 2010. Berdasarkan pengujian kemampuan hidrolisis beberapa preparat enzim kitinase terhadap koloidal kitin 1, diperoleh beberapa preparat enzim yang potensial untuk digunakan dalam memproduksi senyawa-senyawa oligomer. Aktivitas beberapa preparat enzim disajikan dalam Tabel 3. Berdasarkan aktivitas tersebut, dibuat konsentrasi enzim yang digunakan untuk memproduksi senyawa- senyawa oligomer sebesar 0,005; 0,0085; dan 0,10 Unit per milligram kitin. Pemilihan besarnya konsentrasi enzim berdasarkan perkiraan kemampuan enzim dalam menghasilkan produk reaksi senyawa-senyawa oligomer dalam besaran unit tertentu yang telah dilaporkan sebelumnya oleh Jeon dan Kim 2000. Tabel 3. Aktivitas beberapa preparat enzim Jenis Preparat Enzim Aktivitas UmL Protein mgml Aktivitas Spesifik Umg Rendemen Filtrat bebas sel FBS 0,056 0,203 0,279 1,011 Filtrat bebas sel panas 60 o C, 20 menit FBSp 0,050 0,175 0,286 0,893 Enzim Dengan liofilisasian amonium sulfat AS 0,068 0,108 0,629 1,213 Enzim hasil pemurnian EM Metode UV 0,096 0,043 2,215 1,713 Enzim hasil pemurnian EM Metode A F B GH o rd 0,096 0,022 4,363 1,714 Berdasarkan hasil pada Tabel 3, menunjukkan Preparat enzim murni nampak memiliki persentasi rendemen dan aktivitas spesifik yang baik, yaitu rendemen yang rendah tetapi aktivitas spesifik yang lebih tinggi dari preparat enzim lainnya termasuk preparat AS, karena besarnya aktivitas spesifik merupakan suatu ukuran kemurnian enzim. Hal ini dapat diasumsikan bahwa proses pemurnian yang dilakukan telah optimal, sehingga diperoleh aktivitas spesifik yang paling besar pada preparat enzim murni dibandingkan dengan preparat enzim lainnya termasuk hasil pemekatan dengan garam amonium sulfat AS. Berdasarkan identifikasi dengan senyawa-senyawa oligomer standar, hasil reaksi berbagai preparat enzim dalam Tabel 3 dengan substrat koloidal kitin 1, menghasilkan senyawa-senyawa oligomer yang berukuran mono sampai pentamer. Untuk memantau produk reaksi berbagai preparat enzim tersebut pada berbagai parameter nilai konsentrasi enzim, konsentrasi substrat dan berbagai waktu inkubasi enzim dan substrat, sebagai tahap awal dilakukan pengukuran konsentrasi N-asetilglukosamin yang dapat memprediksi laju terbentuknya senyawa-senyawa oligomer dari berbagai reaksi yang dilakukan. Berbagai pola produksi N-asetilglukosamin tersebut disajikan pada beberapa grafik berikut : Gambar 9. Hasil hidrolisis kitin tanpa enzim Gambar 9 di atas memperlihatkan grafik pengaruh kondisi reaksi suhu 60 o C terhadap substrat koloidal kitin tanpa pemberian enzim. Koloidal kitin dapat terhidrolisis pada suhu 60 o C setelah 1 satu jam inkubasi, dengan konsentrasi N-asetilglukosamin hasil hidrolisis mencapai sekitar 60 gml. Gambar 10 sampai 13 memperlihatkan substrat koloidal kitin yang diberi enzim kitinase dari IJ K ereu s SW41, ternyata memperlihatkan pola peningkatan produksi N-asetilglukosamin 10 kali lebih tinggi daripada hasil hidrolisis tanpa adanya enzim pada Gambar 9. 10 20 30 40 50 60 70 5 10 15 20 25 30 u g m l N -a se ti l g lu k o sa m in Waktu inkubasi Jam Koloidal kitin Gambar 10. Hasil hidrolisis oleh preparat enzim FBS dan EM koloidal kitin 1 Grafik pada Gambar 10 memperlihatkan N-asetilglukosamin diproduksi lebih banyak pada preparat enzim murni yang menggunakan unit enzim per milligram kitin konsentrasi enzim yang sama daripada preparat enzim FBS dalam waktu inkubasi yang sama, namun hal ini diikuti pula dengan tingkat penurunan konsentrasi N-asetilglukosamin pada enzim murni dengan waktu produksi selama 12 jam, hal ini kemungkinan disebabkan konsentrasi N- asetilglukosamin yang mencapai hampir 70 gml sudah bersifat represi katabolit Widhyastuti, 2007, hal ini dapat dilihat kembali pada inkubasi selama 24 jam konsentrasi meningkat kembali pada konsentrasi kurang dari 5 gml dari konsentrasi jenuh pada inkubasi selama 12 jam. Menurut Widhyastuti, 2007 bahwa N-asetilglukosamin pada konsentrasi rendah akan berfungsi sebagai induktor untuk sintesis kitinase induktif, tetapi pada konsentrasi yang tinggi justru akan bersifat sebagai inhibitor sintesa kitinase bersifat represi katabolit, dalam hal ini inhibitor reversibel non kompetitif dan inhibitor alosterik. Inhibitor reversibel non kompetitif, merupakan inhibitor yang dapat menempel pada enzim dan pada sisi regulasi enzim, sehingga dapat mengubah konformasi molekul enzim, dan menyebabkan inaktifasi enzim. Terikatnya substrat pada sisi aktif enzim akan menginduksi perubahan konformasi protein pada enzim tersebut yang memungkinkan sisi aktif lainnya memiliki afinitas untuk berikatan dengan molekul substrat. Dalam sistem biologis, kecepatan kerja enzim dapat dipengaruhi oleh kehadiran suatu molekul lain yang dapat berperan sebagai pemicu aktivator atau penghambat inhibitor, keduanya biasanya disebut secara 58 60 62 64 66 68 70 5 10 15 20 25 30 u g m l N -a ce ty l g lu k o sa m in Waktu Inkubasi jam FBS 0,0085 1 EM 0,0085 1 bersama-sama sebagai efektor. Enzim alosterik dikontrol oleh molekul efektor aktivator dan inhibitor yang berikatan dengan enzim pada bagian tertentu dari enzim tersebut di luar sisi aktif enzim, dan selanjutnya dapat menyebabkan perubahan konformasi sisi aktif enzim yang dapat mempengaruhi kecepatan enzim tersebut. Molekul aktivator alosterik dapat meningkatkan laju kerja enzim, sedangkan molekul inhibitor alosterik dapat menurunkan kerja enzim. http:file.upi.eduDirektoriFPMIPA. Jadi dapat di simpulkan bahwa EM 0,0085 memiliki konsentrasi yang stabil pada waktu inkubasi selama 1,3, 6, dan 24 jam. Perbandingan antara FBS dan EM, Nampak terlihat pada waktu terjadi peningkatan konsentrasi N-asetilglukosamin, dimana sampel EM, pada waktu inkubasi selama 9 jam sudah terjadi kenaikan yang cukup besar, sedangkan pada sampel FBS kenaikan konsentrasi terlihat terjadi pada suhu 12 jam. Hal ini dapat diasumsikan bahwa semakin cepat dan besar konsentrasi N-asetilglukosamin meningkat, maka semakin cepat pula terjadi penurunan konsentrasi. Grafik pada Gambar 11 juga memperlihatkan N asetil diproduksi lebih banyak pada preparat enzim hasil pemekatan amonium sulfat yang disajikan pada Gambar 11 dibawah ini : Gambar 11.Hasil hidrolisis oleh preparat enzim FBSp dan AS koloidal kitin 0,5 Grafik pada Gambar 11 juga memperlihatkan N asetil diproduksi lebih banyak pada preparat enzim hasil pemekatan amonium sulfat AS yang menggunakan unit enzim per milligram kitin konsentrasi enzim yang sama daripada preparat enzim FBS dalam waktu inkubasi yang sama, dan dengan konsentrasi substrat yang sama pula, perbandingan ini diperlihatkan hampir sama 60 62 64 66 68 70 72 74 1 2 3 4 5 u g m l N -a se ti l g lu k o sa m in Waktu inkubasi Jam AS 0.0085 0.5 FBSp 0.0085 0.5 pada Gambar 11, yang memperlihatkan bahwa enzim hasil pemurnian lebih besar memproduksi N-asetilglukosamin dibanding dengan enzim ekstrak kasar FBS, hal serupa terjadi pada Gambar 11 tersebut, yang membuktikan bahwa enzim hasil pemekatan amonium sulfat lebih mudah berinteraksi dengan substrat koloidal kitin dengan konsentrasi yang lebih besar, dibandingkan dengan enzim ekstrak kasar, sehingga dapat menghasilkan N-asetilglukosamin yang lebih besar. Gambar 12 memperlihatkan reaksi enzimatik dengan konsentrasi enzim dalam unit permiligram kitin yang sama, tetapi menggunakan konsentrasi substrat yang berbeda 0,5 dan 1, seperti yang disajikan pada Gambar 12 : Gambar 12. Hasil hidrolisis koloidal kitin 0,5 dan 1 oleh preparat enzim FBS dan FBSp 0,005 umg Gambar 12 tersebut memperlihatkan reaksi enzimatik dengan konsentrasi enzim dalam unit permiligram kitin yang sama, tetapi menggunakan konsentrasi substrat yang berbeda 0,5 dan 1,menghasilkan pola produksi N- asetilglukosamin. Reaksi dengan substrat kitin berkonsentrasi 1 menghasilkan jumlah N-asetilglukosamin yang lebih tinggi daripada reaksi dengan konsentrasi substrat lebih rendah 0,5. Pada preparat enzim FBSp 0,5 dan 1, dan enzim FBS 0,5 menunjukkan bentuk grafik yang hampir sama pada waktu inkubasi 1 sampai 3 jam mengalami penurunan, setelah 4 jam terlihat konsentrasi N-asetilglukosamin kembali meningkat, sedangkan pada preparat enzim FBS 1 pada waktu inkubasi 1 sampai 2 jam terlihat sudah mengalami penurunan tetapi kembali meningkat setelah 3 jam. Hal ini membuktikan bahwa, adanya pengaruh konsentrasi substrat yang mempengaruhi besar kecilnya jumlah N- 64 65 66 67 68 69 1 2 3 4 5 u g m l N -a se ti l g lu k o sa m in Waktu inkubasi Jam FBSp 0.005 umg 0.5 FBSp 0.005 umg 1 FBS 0.005 umg 0.5 FBS 0.005 umg 1 asetilglukosamin yang dihasilkan, oleh karena itu, makin banyak konsentrasi substrat koloidal kitin yang diberikan, maka tingkat produksi N-asetilglukosamin yang dihasilkan juga semakin besar. Terjadinya penurunan konsentrasi pada FBS 0,005 Umg, dengan inkubasi selama 2 jam disebabkan karena pada awal inkubasi 1 jam konsentrasi N-asetilglukosamin langsung sudah berada pada kondisi represi katabolik, sehingga untuk menstabilkan kondisinya, N-asetilglukosamin mengalami penurunan konsentrasi terlebih dahulu, baru kemudian menyiapkan diri untuk meningkatkan kembali konsentrasinya sesuai dengan masa inkubasinya Widhyastuti, 2007, hal ini dapat di asumsikan bahwa konsentrasi N- asetilglukosamin pada FBS 0,005 Umg dengan konsentrasi substrat 1, stabil pada masa inkubasi selama 1, 3, dan 4 jam, demikian pula yang terjadi pada sampel FBS dan FBSp 0,005 Umg dengan konsentrasi 0,5 dan FBSp 0,005 Umg dengan konsentrasi 1. Grafik pada Gambar 13 juga memperlihatkan reaksi enzimatik dengan konsentrasi enzim dalam unit permiligram kitin yang sama, tetapi menggunakan konsentrasi substrat yang berbeda 0,5 dan 1, seperti yang disajikan pada Gambar 13: Gambar 13. Hasil hidrolisis koloidal kitin 0,5 dan 1 oleh preparat enzim AS dan EM 0,005umg Grafik pada Gambar 13 tersebut memperlihatkan reaksi enzimatik dengan konsentrasi enzim dalam unit permiligram kitin yang sama, tetapi menggunakan konsentrasi substrat yang berbeda 0,5 dan 1,menghasilkan pola produksi N asetilglukosamin. Reaksi dengan substrat kitin berkonsentrasi 1 menghasilkan 62 64 66 68 70 72 74 1 2 3 4 5 u g m l N -a se ti l g lu k o sa m in Waktu inkubasi jam AS 0.005 umg 0.5 AS 0.005 umg 1 EM 0.005 umg 0.5 EM 0.005 umg 1 jumlah N-asetil glukosamin yang lebih tinggi daripada reaksi dengan konsentrasi substrat lebih rendah 0,5. Pada preparat enzim murni 0,5 dan 1, dan enzim AS 1 menunjukkan bentuk grafik yang hampir sama, yaitu mengalami kenaikan dan penurunan N-asetilglukosamin pada waktu 1 jam sampai 4 jam, sedangkan pada preparat enzim AS 0,5 mengalami penurunan produksi N- asetilglukosamin mulai dari awal inkubasi 1 jam sampai 4 jam. Perbandingan ini diperlihatkan hampir sama pada Gambar 12, bahwa makin banyak konsentrasi substrat koloidal kitin yang diberikan, maka tingkat produksi N-asetilglukosamin yang dihasilkan juga semakin besar. Dari gambar 13 tersebut terlihat jelas bahwa, pada saat konsentrasi N-asetilglukosamin meningkat tinggi, maka sejalan dengan masa inkubasinya, konsentrasi N-asetilglukosamin tiba-tiba langsung menurun, hal ini terlihat pada sampel AS, EM 0,005 1 dan EM 0,005 0,5, jadi dapat disimpulkan bahwa N-asetilglukosamin yang dihasilkan dengan konsentrasi yang melaju cepat melampaui 70 gml, secara langsung menurun drastis, hal ini disebabkan karena konsentrasi N-asetilglukosamin sudah mengalami fase yang dinamakan represi katabolik, sehingga dapat disimpulkan, bahwa N- asetilglukosamin stabil pada suhu 1 dan 3 jam, sedangkan pada sampel AS 0,005 0,5 konsentrasi N-asetilglukosaminnya stabil hanya pada suhu 1 jam. Oleh karena itu konsentrasi enzim 0,005 Unit per milligram kitin tidak digunakan untuk memproduksi senyawa-senyawa oligomer, karena melihat kemampuan memproduksi N-asetilglukosamin dengan masa inkubasinya yang sangat cepat. Gambar 14 dibawah ini, memberikan gambaran perbedaan jumlah produksi N-asetilglukosamin dari berbagai preparat enzim dengan konsentrasi enzim yang sama 0,0085 unit permiligram kitin dan konsentrasi substrat yang sama 1. Dari histogram tersebut Nampak produksi N-asetilglukosamin tertinggi selama 1 satu, 3 tiga, 6 enam, 9 Sembilan, 12 dua belas dan 24 dua puluh empat jam terdapat pada preparat enzim AS dan FBSp. Tetapi dari keempat preparat enzim tersebut memiliki pola kenaikan dan penurunan produksi N-asetilglukosamin yang hampir sama. Gambar 14. Konsentrasi N-asetilglukosamin berbagai hidrolisat enzimatik. Fbs= filtrat bebas sel, Fbsp = filtrat bebas sel panas, AS = enzim hasil pemekatan garam amonium sulfat, EM= enzim murni, 1,3,6,9,12,24 = Lama inkubasi Jam enzim dan substrat pada produksi oligomer Monomer kitin N-asetilglukosamin akan diproduksi lebih banyak pada preparat enzim yang menggunakan unit enzim per miligram kitin konsentrasi enzim yang lebih besar daripada preparat enzim dengan unit per miligram kitin yang lebih kecil dalam waktu inkubasi yang sama. Produksi oligomer kitin melalui optimasi produksi ukuranjenis oligomer kitin tertentu berdasarkan kajian kinetika reaksi enzim-substrat. Kajian ini meliputi kajian konsentrasi enzim sebesar 0,0085Umg kitin dan konsentrasi substrat 1 untuk produksi oligomer- oligomer kitin secara optimal. Dari grafik-grafik produksi N-asetilglukosamin di atas di peroleh informasi bahwa enzim kitinase dapat menghidrolisis substrat kitin dengan kecepatan yang berbeda-beda, tergantung pada konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat yang digunakan, yaitu bahwa penggunaan konsentrasi enzim unitmg kitin yang lebih tinggi pada batas konsentrasi tertentu akan cenderung menghasilkan jumlah N-asetilglukosamin yang lebih tinggi dengan waktu inkubasi yang dibutuhkan lebih cepat daripada menggunakan konsentrasi enzim yang lebih rendah, hal ini sesuai dengan prinsip pola kinetika reaksi dari Michaelis Menten, yaitu penggunaan konsentrasi enzim atau substrat akan meningkat pada batas tertentu sebelum mencapai taraf jenuh, setelah taraf tersebut produk reaksi menurun jumlahnya. Penggunaan konsentrasi substrat yang lebih tinggi dalam batas tertentu akan menghasilkan jumlah N-asetilglukosamin lebih Konsentrasi monomer Kitin 10 20 30 40 50 60 70 80 Fbs Fbsp As EM Preparat hasil reaksi enzimatik K on se ntr as i N A se til G lu ko sa m in u g m L 1 3 6 9 12 24 tinggi dengan waktu inkubasi yang lebih cepat dibanding menggunakan substrat dengan konsentrasi lebih kecil. Berdasarkan hasil analisis produksi N-asetilglukosamin yang telah dijelaskan, maka untuk keperluan pengujian aktivitas proliferasi sel limfosit dan sel kanker digunakan senyawa-senyawa oligomer yang diproduksi selama 6 enam jam untuk preparat FBS dan 12 dua belas jam untuk preparat Enzim murni. Semua pengujian sampel menggunakan jumlah konsentrasi yang sama, jadi yang akan dilihat pengaruhnya adalah komposisi dari senyawa-senyawa oligomer dalam hidrolisat reaksi enzimatik terhadap proliferasi sel limfosit dan proliferasi sel kanker. Untuk keperluan produksi oligomer yang berasal dari enzim hasil pemurnian, dilakukan pemurnian enzim kitinase menggunakan filtrat bebas sel yang sebelumnya telah diberi garam ammonium sulfat 30 jenuh, metode purifikasi enzim dilakukan dengan kromatografi kolom jenis HIC L id ro p h o b ic M n tera ctio n N h ro m a to g ra p h y dengan menggunakan matriks butyl separose sebagai fase diam dan buffer ammonium sulfat sebagai fase gerak Gambar 15. Pemilihan metode purifikasi enzim pada jenis kromatografi kolom HIC dengan menggunakan matriks butyl separose tersebut berdasarkan hasil penelitian Wahyuni 2010, yang memperoleh hasil pemurnian terbaik untuk enzim kitinase dari kultur OP cillu s cereu s SW41 dengan menggunakan metode purifikasi tersebut. Pemilihan metode HIC berdasarkan pada prinsip kondisi enzim termostabil yang memiliki komposisi asam amino hidrofobik pada permukaan strukturnya,sehingga membentuk hidrofobisitas permukaan Vielle dan Zeikus 2001. Metode HIC berdasarkan pada interaksi hidrofobik di antara gugus non ionik yang berikatan dengan matriks yang inert dan gugus non ionik protein yang dipisahkan Roe, 1993. Pengkondisian enzim terlebih dahulu dengan garam ammonium sulfat dimaksudkan untuk menguatkan interaksi hidrofobik antara enzim dangan matriks butyl separose dengan cara mengeluarkan air dari gugus hidrofobik enzim. Pengikatan protein yang kuat pada matriks dan kehilangan minimal protein enzim diperoleh pada kosentrasi 30 garam amonium sulfat Wahyuni, 2010. Gugus non ionik hidrofobik protein enzim dapat dilepaskan dari matriks dengan penambahan garam ammonium sulfat,untuk elusi protein target digunakan gradien 10 - 0 garam amonium sulfat jenuh dalam buffer fosfat gambar 15. Gambar 15. Hasil uji aktivitas fraksi-fraksi pemurnian enzim kitinase menggunakan kromatografi kolom interaksi hidrofobik HIC Fraksi protein enzim yang diperoleh dari hasil pemurnian dengan kolom interaksi hidrofobik selanjutnya dilakukan elektroforesis SDS PAGE dengan pewarnaan silver staining untuk mendeteksi fraksi-fraksi hasil kolom yang memiliki tingkat kemurnian paling tinggi. Hasil elektroforesis dengan pewarnaan silver staining gambar 16, menunjukkan ada satu pita tunggal yang terdeteksi, yaitu pita dari fraksi 29 yang memiliki berat molekul 130,2 kilo Dalton, berat molekul enzim tersebut sesuai dengan hasil identifikasi berat molekul enzim kitinase murni yang diperoleh oleh Wahyuni 2010. Fraksi-fraksi tersebut memiliki aktifitas terhadap substrat 1 kitin masing-masing sebesar 0,056; 0,050; 0,068 dan 0,096 IUml. Berdasarkan deteksi kemurnian enzim, maka fraksi 29 tersebut diambil, kemudian diukur aktivitas fraksi tersebut sebagai dasar untuk digunakan dalam reaksi produksi senyawa-senyawa oligomer dengan konsentrasi enzim yang dituju sebesar 0,0085unit permiligram kitin. BUTYL SEPHAROS ISOLAT SSA2B4.1 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12 0,14 0,16 1 11 21 31 41 51 61 71 81 91 101 111 121 NOMOR FRAKSI A K T IV IT A S U n it m L 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 AktivitasUnitmL Absorban 280 Gambar 16. Hasil SDS PAGE dengan Pewarnaan silver dari kitinase SSA2B4.1: M = Marker, F29BS = Fraksi 29 pada matriks butil sepharos, F21S= Fraksi 21 sepadex G100 dengan BM 130,2 kD

B. FRAKSINASI HIDROLISAT SENYAWA-SENYAWA OLIGOMER

Senyawa-senyawa oligomer yang dihasilkan dari berbagai reaksi preparat enzim dan substrat dipantau dengan menganalisis komposisi dan konsentrasi senyawa-senyawa oligomer dalam hidrolisat yang berukuran mono sampai heksamer dengan menggunakan teknik kromatografi dengan alat HPLC. Berdasarkan hasil pengujian beberapa hidrolisat yang memiliki hasil uji proliferasi sel limfosit dan anti ploriferasi sel kanker cukup baik, dilakukan analisis komposisi dan fraksinasi tersebut. Perhitungan konsentrasi senyawa- senyawa oligomer pada masing-masing hidrolisat setelah dianalisis dengan HPLC disajikan pada Gambar 17. 130,2 kD M F29S 97.0 66.0 45.0 30.0 14.4 20.1 Gambar 17. Komposisi dan konsentrasi senyawa-senyawa oligomer dalam berbagai hidrolisat. FBS 0,00856j = Hasil reaksi enzim filtrat bebas sel dengan konsentrasi 0.0085, AS 0,008512j = Hasil reaksi enzim hasil dengan pemekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.0085, EM 0,008512j = Hasil reaksi enzim murni dengan konsentrasi 0.0085 Hasil analisis komposisi senyawa-senyawa oligomer dari beberapa hidrolisat pada Gambar 17 menunjukkan bahwa hanya hidrolisat enzim murni 12 jam yang memiliki komposisi monomer sampai pentamer, sedangkan FBS 6 jam hanya memiliki komposisi monomer sampai tetramer, tetapi dengan tingkat tetramer yang tertinggi, sehingga disimpulkan hidrolisat reaksi enzimatik yang digunakan adalah yang banyak mengandung tetramer FBS 6 Jam dan pentamer EM 12 Jam yang selanjutnya akan dibuktikan dengan uji lanjut bioaktivitas. Komposisi dan konsentrasi senyawa-senyawa oligomer yang berbeda-beda dapat menjawab terjadinya perbedaan respon uji hayati berbagai hidrolisat pada pengujian proliferasi terhadap kultur sel limfosit dan sel kanker.

C. UJI TOKSISITAS DENGAN METODE BSLT

Senyawa yang diduga memiliki aktifitas anti kanker, harus di ujikan terlebih dahulu pada hewan percobaan. Metode n e m p Lethality Test BSLT dengan menggunakan larva udang Artemia salina Leach sebagai hewan uji merupakan salah satu metode yang banyak digunakan untuk pencarian 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 Monomer Dimer K o n se n tr a si m g m l Gambar 17. Komposisi dan konsentrasi senyawa-senyawa oligomer dalam berbagai hidrolisat. FBS 0,00856j = Hasil reaksi enzim filtrat bebas sel dengan konsentrasi 0.0085, AS 0,008512j = Hasil reaksi enzim hasil dengan pemekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.0085, EM 0,008512j = Hasil reaksi enzim murni dengan konsentrasi 0.0085 Hasil analisis komposisi senyawa-senyawa oligomer dari beberapa hidrolisat pada Gambar 17 menunjukkan bahwa hanya hidrolisat enzim murni 12 jam yang memiliki komposisi monomer sampai pentamer, sedangkan FBS 6 jam hanya memiliki komposisi monomer sampai tetramer, tetapi dengan tingkat tetramer yang tertinggi, sehingga disimpulkan hidrolisat reaksi enzimatik yang digunakan adalah yang banyak mengandung tetramer FBS 6 Jam dan pentamer EM 12 Jam yang selanjutnya akan dibuktikan dengan uji lanjut bioaktivitas. Komposisi dan konsentrasi senyawa-senyawa oligomer yang berbeda-beda dapat menjawab terjadinya perbedaan respon uji hayati berbagai hidrolisat pada pengujian proliferasi terhadap kultur sel limfosit dan sel kanker.

C. UJI TOKSISITAS DENGAN METODE BSLT

Senyawa yang diduga memiliki aktifitas anti kanker, harus di ujikan terlebih dahulu pada hewan percobaan. Metode Brine Shrimp Lethality Test BSLT dengan menggunakan larva udang Artemia salina Leach sebagai hewan uji merupakan salah satu metode yang banyak digunakan untuk pencarian Dimer Trimer tetramer Pentamer Unit senyawa oligomer AS 0.0085 FBS 0.0085 EM 0.0085 Gambar 17. Komposisi dan konsentrasi senyawa-senyawa oligomer dalam berbagai hidrolisat. FBS 0,00856j = Hasil reaksi enzim filtrat bebas sel dengan konsentrasi 0.0085, AS 0,008512j = Hasil reaksi enzim hasil dengan pemekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.0085, EM 0,008512j = Hasil reaksi enzim murni dengan konsentrasi 0.0085 Hasil analisis komposisi senyawa-senyawa oligomer dari beberapa hidrolisat pada Gambar 17 menunjukkan bahwa hanya hidrolisat enzim murni 12 jam yang memiliki komposisi monomer sampai pentamer, sedangkan FBS 6 jam hanya memiliki komposisi monomer sampai tetramer, tetapi dengan tingkat tetramer yang tertinggi, sehingga disimpulkan hidrolisat reaksi enzimatik yang digunakan adalah yang banyak mengandung tetramer FBS 6 Jam dan pentamer EM 12 Jam yang selanjutnya akan dibuktikan dengan uji lanjut bioaktivitas. Komposisi dan konsentrasi senyawa-senyawa oligomer yang berbeda-beda dapat menjawab terjadinya perbedaan respon uji hayati berbagai hidrolisat pada pengujian proliferasi terhadap kultur sel limfosit dan sel kanker.

C. UJI TOKSISITAS DENGAN METODE BSLT

Senyawa yang diduga memiliki aktifitas anti kanker, harus di ujikan terlebih dahulu pada hewan percobaan. Metode Brine Shrimp Lethality Test BSLT dengan menggunakan larva udang Artemia salina Leach sebagai hewan uji merupakan salah satu metode yang banyak digunakan untuk pencarian AS 0.0085 FBS 0.0085 EM 0.0085