Analisis dan Interpretasi Data
HASIL DAN PEMBAHASAN A. PRODUKSI SENYAWA OLIGOMER SECARA ENZIMATIK
Senyawa-senyawa oligomer merupakan hasil hidrolisis substrat koloidal kitin menggunakan enzim kitinase yang dihasilkan dari fermentasi kultur
ABC
illu s
cereu s
SW41 pada media
D B
E
a i yang mengandung koloidal kitin 1 Wahyuni
2010. Berdasarkan pengujian kemampuan hidrolisis beberapa preparat enzim kitinase terhadap koloidal kitin 1, diperoleh beberapa preparat enzim yang
potensial untuk digunakan dalam memproduksi senyawa-senyawa oligomer. Aktivitas beberapa preparat enzim disajikan dalam Tabel 3. Berdasarkan aktivitas
tersebut, dibuat konsentrasi enzim yang digunakan untuk memproduksi senyawa- senyawa oligomer sebesar 0,005; 0,0085; dan 0,10 Unit per milligram kitin.
Pemilihan besarnya konsentrasi enzim berdasarkan perkiraan kemampuan enzim dalam menghasilkan produk reaksi senyawa-senyawa oligomer dalam besaran
unit tertentu yang telah dilaporkan sebelumnya oleh Jeon dan Kim 2000. Tabel 3. Aktivitas beberapa preparat enzim
Jenis Preparat Enzim Aktivitas
UmL Protein
mgml Aktivitas
Spesifik Umg
Rendemen Filtrat bebas sel FBS
0,056 0,203
0,279 1,011
Filtrat bebas sel panas 60
o
C, 20 menit FBSp
0,050 0,175
0,286 0,893
Enzim Dengan liofilisasian amonium sulfat AS
0,068 0,108
0,629 1,213
Enzim hasil pemurnian EM Metode UV
0,096 0,043
2,215 1,713
Enzim hasil pemurnian EM Metode
A F
B GH
o rd
0,096 0,022
4,363 1,714
Berdasarkan hasil pada Tabel 3, menunjukkan Preparat enzim murni nampak memiliki persentasi rendemen dan aktivitas spesifik yang baik, yaitu
rendemen yang rendah tetapi aktivitas spesifik yang lebih tinggi dari preparat enzim lainnya termasuk preparat AS, karena besarnya aktivitas spesifik
merupakan suatu ukuran kemurnian enzim. Hal ini dapat diasumsikan bahwa proses pemurnian yang dilakukan telah optimal, sehingga diperoleh aktivitas
spesifik yang paling besar pada preparat enzim murni dibandingkan dengan
preparat enzim lainnya termasuk hasil pemekatan dengan garam amonium sulfat AS.
Berdasarkan identifikasi dengan senyawa-senyawa oligomer standar, hasil reaksi berbagai preparat enzim dalam Tabel 3 dengan substrat koloidal kitin 1,
menghasilkan senyawa-senyawa oligomer yang berukuran mono sampai pentamer. Untuk memantau produk reaksi berbagai preparat enzim tersebut pada
berbagai parameter nilai konsentrasi enzim, konsentrasi substrat dan berbagai waktu inkubasi enzim dan substrat, sebagai tahap awal dilakukan pengukuran
konsentrasi N-asetilglukosamin yang dapat memprediksi laju terbentuknya senyawa-senyawa oligomer dari berbagai reaksi yang dilakukan. Berbagai pola
produksi N-asetilglukosamin tersebut disajikan pada beberapa grafik berikut :
Gambar 9. Hasil hidrolisis kitin tanpa enzim Gambar 9 di atas memperlihatkan grafik pengaruh kondisi reaksi suhu
60
o
C terhadap substrat koloidal kitin tanpa pemberian enzim. Koloidal kitin dapat terhidrolisis pada suhu 60
o
C setelah 1 satu jam inkubasi, dengan konsentrasi N-asetilglukosamin hasil hidrolisis mencapai sekitar 60
gml. Gambar 10 sampai 13 memperlihatkan substrat koloidal kitin yang diberi enzim
kitinase dari
IJ K
ereu s
SW41, ternyata memperlihatkan pola peningkatan produksi N-asetilglukosamin 10 kali lebih tinggi daripada hasil hidrolisis tanpa
adanya enzim pada Gambar 9.
10 20
30 40
50 60
70
5 10
15 20
25 30
u g
m l N
-a se
ti l
g lu
k o
sa m
in
Waktu inkubasi Jam
Koloidal kitin
Gambar 10. Hasil hidrolisis oleh preparat enzim FBS dan EM koloidal kitin 1 Grafik pada Gambar 10 memperlihatkan N-asetilglukosamin diproduksi
lebih banyak pada preparat enzim murni yang menggunakan unit enzim per milligram kitin konsentrasi enzim yang sama daripada preparat enzim FBS
dalam waktu inkubasi yang sama, namun hal ini diikuti pula dengan tingkat penurunan konsentrasi N-asetilglukosamin pada enzim murni dengan waktu
produksi selama 12 jam, hal ini kemungkinan disebabkan konsentrasi N- asetilglukosamin yang mencapai hampir 70 gml sudah bersifat represi katabolit
Widhyastuti, 2007, hal ini dapat dilihat kembali pada inkubasi selama 24 jam konsentrasi meningkat kembali pada konsentrasi kurang dari 5
gml dari konsentrasi jenuh pada inkubasi selama 12 jam. Menurut Widhyastuti, 2007
bahwa N-asetilglukosamin pada konsentrasi rendah akan berfungsi sebagai induktor untuk sintesis kitinase induktif, tetapi pada konsentrasi yang tinggi justru
akan bersifat sebagai inhibitor sintesa kitinase bersifat represi katabolit, dalam hal ini inhibitor reversibel non kompetitif dan inhibitor alosterik. Inhibitor
reversibel non kompetitif, merupakan inhibitor yang dapat menempel pada enzim dan pada sisi regulasi enzim, sehingga dapat mengubah konformasi molekul
enzim, dan menyebabkan inaktifasi enzim. Terikatnya substrat pada sisi aktif enzim akan menginduksi perubahan konformasi protein pada enzim tersebut yang
memungkinkan sisi aktif lainnya memiliki afinitas untuk berikatan dengan molekul substrat. Dalam sistem biologis, kecepatan kerja enzim dapat
dipengaruhi oleh kehadiran suatu molekul lain yang dapat berperan sebagai pemicu aktivator atau penghambat inhibitor, keduanya biasanya disebut secara
58 60
62 64
66 68
70
5 10
15 20
25 30
u g
m l
N -a
ce ty
l g
lu k
o sa
m in
Waktu Inkubasi jam
FBS 0,0085 1 EM 0,0085 1
bersama-sama sebagai efektor. Enzim alosterik dikontrol oleh molekul efektor aktivator dan inhibitor yang berikatan dengan enzim pada bagian tertentu dari
enzim tersebut di luar sisi aktif enzim, dan selanjutnya dapat menyebabkan perubahan konformasi sisi aktif enzim yang dapat mempengaruhi kecepatan
enzim tersebut. Molekul aktivator alosterik dapat meningkatkan laju kerja enzim, sedangkan
molekul inhibitor alosterik dapat menurunkan kerja enzim. http:file.upi.eduDirektoriFPMIPA. Jadi dapat di simpulkan bahwa EM 0,0085
memiliki konsentrasi yang stabil pada waktu inkubasi selama 1,3, 6, dan 24 jam. Perbandingan antara FBS dan EM, Nampak terlihat pada waktu terjadi
peningkatan konsentrasi N-asetilglukosamin, dimana sampel EM, pada waktu inkubasi selama 9 jam sudah terjadi kenaikan yang cukup besar, sedangkan pada
sampel FBS kenaikan konsentrasi terlihat terjadi pada suhu 12 jam. Hal ini dapat diasumsikan bahwa semakin cepat dan besar konsentrasi N-asetilglukosamin
meningkat, maka semakin cepat pula terjadi penurunan konsentrasi. Grafik pada Gambar 11 juga memperlihatkan N asetil diproduksi lebih
banyak pada preparat enzim hasil pemekatan amonium sulfat yang disajikan pada Gambar 11 dibawah ini :
Gambar 11.Hasil hidrolisis oleh preparat enzim FBSp dan AS koloidal kitin 0,5 Grafik pada Gambar 11 juga memperlihatkan N asetil diproduksi lebih
banyak pada preparat enzim hasil pemekatan amonium sulfat AS yang menggunakan unit enzim per milligram kitin konsentrasi enzim yang sama
daripada preparat enzim FBS dalam waktu inkubasi yang sama, dan dengan konsentrasi substrat yang sama pula, perbandingan ini diperlihatkan hampir sama
60 62
64 66
68 70
72 74
1 2
3 4
5 u
g m
l N -a
se ti
l g
lu k
o sa
m in
Waktu inkubasi Jam
AS 0.0085 0.5 FBSp 0.0085 0.5
pada Gambar 11, yang memperlihatkan bahwa enzim hasil pemurnian lebih besar memproduksi N-asetilglukosamin dibanding dengan enzim ekstrak kasar FBS,
hal serupa terjadi pada Gambar 11 tersebut, yang membuktikan bahwa enzim hasil pemekatan amonium sulfat lebih mudah berinteraksi dengan substrat koloidal
kitin dengan konsentrasi yang lebih besar, dibandingkan dengan enzim ekstrak kasar, sehingga dapat menghasilkan N-asetilglukosamin yang lebih besar.
Gambar 12 memperlihatkan reaksi enzimatik dengan konsentrasi enzim dalam unit permiligram kitin yang sama, tetapi menggunakan konsentrasi substrat
yang berbeda 0,5 dan 1, seperti yang disajikan pada Gambar 12 :
Gambar 12. Hasil hidrolisis koloidal kitin 0,5 dan 1 oleh preparat enzim FBS dan FBSp 0,005 umg
Gambar 12 tersebut memperlihatkan reaksi enzimatik dengan konsentrasi enzim dalam unit permiligram kitin yang sama, tetapi menggunakan konsentrasi
substrat yang berbeda 0,5 dan 1,menghasilkan pola produksi N- asetilglukosamin. Reaksi dengan substrat kitin berkonsentrasi 1 menghasilkan
jumlah N-asetilglukosamin yang lebih tinggi daripada reaksi dengan konsentrasi substrat lebih rendah 0,5. Pada preparat enzim FBSp 0,5 dan 1, dan
enzim FBS 0,5 menunjukkan bentuk grafik yang hampir sama pada waktu inkubasi 1 sampai 3 jam mengalami penurunan, setelah 4 jam terlihat konsentrasi
N-asetilglukosamin kembali meningkat, sedangkan pada preparat enzim FBS 1 pada waktu inkubasi 1 sampai 2 jam terlihat sudah mengalami penurunan
tetapi kembali meningkat setelah 3 jam. Hal ini membuktikan bahwa, adanya pengaruh konsentrasi substrat yang mempengaruhi besar kecilnya jumlah N-
64 65
66 67
68 69
1 2
3 4
5
u g
m l N
-a se
ti l
g lu
k o
sa m
in
Waktu inkubasi Jam
FBSp 0.005 umg 0.5 FBSp 0.005 umg 1
FBS 0.005 umg 0.5 FBS 0.005 umg 1
asetilglukosamin yang dihasilkan, oleh karena itu, makin banyak konsentrasi substrat koloidal kitin yang diberikan, maka tingkat produksi N-asetilglukosamin
yang dihasilkan juga semakin besar. Terjadinya penurunan konsentrasi pada FBS 0,005 Umg, dengan inkubasi selama 2 jam disebabkan karena pada awal inkubasi
1 jam konsentrasi N-asetilglukosamin langsung sudah berada pada kondisi represi katabolik, sehingga untuk menstabilkan kondisinya, N-asetilglukosamin
mengalami penurunan konsentrasi terlebih dahulu, baru kemudian menyiapkan diri untuk meningkatkan kembali konsentrasinya sesuai dengan masa inkubasinya
Widhyastuti, 2007, hal ini dapat di asumsikan bahwa konsentrasi N- asetilglukosamin pada FBS 0,005 Umg dengan konsentrasi substrat 1, stabil
pada masa inkubasi selama 1, 3, dan 4 jam, demikian pula yang terjadi pada sampel FBS dan FBSp 0,005 Umg dengan konsentrasi 0,5 dan FBSp 0,005
Umg dengan konsentrasi 1. Grafik pada Gambar 13 juga memperlihatkan reaksi enzimatik dengan
konsentrasi enzim dalam unit permiligram kitin yang sama, tetapi menggunakan konsentrasi substrat yang berbeda 0,5 dan 1, seperti yang disajikan pada
Gambar 13:
Gambar 13. Hasil hidrolisis koloidal kitin 0,5 dan 1 oleh preparat enzim AS dan EM 0,005umg
Grafik pada Gambar 13 tersebut memperlihatkan reaksi enzimatik dengan konsentrasi enzim dalam unit permiligram kitin yang sama, tetapi menggunakan
konsentrasi substrat yang berbeda 0,5 dan 1,menghasilkan pola produksi N asetilglukosamin. Reaksi dengan substrat kitin berkonsentrasi 1 menghasilkan
62 64
66 68
70 72
74
1 2
3 4
5
u g
m l N
-a se
ti l
g lu
k o
sa m
in
Waktu inkubasi jam
AS 0.005 umg 0.5 AS 0.005 umg 1
EM 0.005 umg 0.5 EM 0.005 umg 1
jumlah N-asetil glukosamin yang lebih tinggi daripada reaksi dengan konsentrasi substrat lebih rendah 0,5. Pada preparat enzim murni 0,5 dan 1, dan
enzim AS 1 menunjukkan bentuk grafik yang hampir sama, yaitu mengalami kenaikan dan penurunan N-asetilglukosamin pada waktu 1 jam sampai 4 jam,
sedangkan pada preparat enzim AS 0,5 mengalami penurunan produksi N- asetilglukosamin mulai dari awal inkubasi 1 jam sampai 4 jam. Perbandingan ini
diperlihatkan hampir sama pada Gambar 12, bahwa makin banyak konsentrasi substrat koloidal kitin yang diberikan, maka tingkat produksi N-asetilglukosamin
yang dihasilkan juga semakin besar. Dari gambar 13 tersebut terlihat jelas bahwa, pada saat konsentrasi N-asetilglukosamin meningkat tinggi, maka sejalan dengan
masa inkubasinya, konsentrasi N-asetilglukosamin tiba-tiba langsung menurun, hal ini terlihat pada sampel AS, EM 0,005 1 dan EM 0,005 0,5, jadi dapat
disimpulkan bahwa N-asetilglukosamin yang dihasilkan dengan konsentrasi yang melaju cepat melampaui 70 gml, secara langsung menurun drastis, hal ini
disebabkan karena konsentrasi N-asetilglukosamin sudah mengalami fase yang dinamakan represi katabolik, sehingga dapat disimpulkan, bahwa N-
asetilglukosamin stabil pada suhu 1 dan 3 jam, sedangkan pada sampel AS 0,005 0,5 konsentrasi N-asetilglukosaminnya stabil hanya pada suhu 1 jam. Oleh
karena itu konsentrasi enzim 0,005 Unit per milligram kitin tidak digunakan untuk memproduksi
senyawa-senyawa oligomer,
karena melihat
kemampuan memproduksi N-asetilglukosamin dengan masa inkubasinya yang sangat cepat.
Gambar 14 dibawah ini, memberikan gambaran perbedaan jumlah produksi N-asetilglukosamin dari berbagai preparat enzim dengan konsentrasi
enzim yang sama 0,0085 unit permiligram kitin dan konsentrasi substrat yang sama 1. Dari histogram tersebut Nampak produksi N-asetilglukosamin
tertinggi selama 1 satu, 3 tiga, 6 enam, 9 Sembilan, 12 dua belas dan 24 dua puluh empat jam terdapat pada preparat enzim AS dan FBSp. Tetapi dari
keempat preparat enzim tersebut memiliki pola kenaikan dan penurunan produksi N-asetilglukosamin yang hampir sama.
Gambar 14. Konsentrasi N-asetilglukosamin berbagai hidrolisat enzimatik. Fbs= filtrat bebas sel, Fbsp = filtrat bebas sel panas, AS = enzim hasil
pemekatan garam amonium sulfat, EM= enzim murni, 1,3,6,9,12,24 = Lama inkubasi Jam enzim dan substrat pada produksi oligomer
Monomer kitin N-asetilglukosamin akan diproduksi lebih banyak pada preparat enzim yang menggunakan unit enzim per miligram kitin konsentrasi
enzim yang lebih besar daripada preparat enzim dengan unit per miligram kitin yang lebih kecil dalam waktu inkubasi yang sama. Produksi oligomer kitin
melalui optimasi produksi ukuranjenis oligomer kitin tertentu berdasarkan kajian kinetika reaksi enzim-substrat. Kajian ini meliputi kajian konsentrasi enzim
sebesar 0,0085Umg kitin dan konsentrasi substrat 1 untuk produksi oligomer- oligomer kitin secara optimal.
Dari grafik-grafik produksi N-asetilglukosamin di atas di peroleh informasi bahwa enzim kitinase dapat menghidrolisis substrat kitin dengan
kecepatan yang berbeda-beda, tergantung pada konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat yang digunakan, yaitu bahwa penggunaan konsentrasi enzim unitmg
kitin yang lebih tinggi pada batas konsentrasi tertentu akan cenderung menghasilkan jumlah N-asetilglukosamin yang lebih tinggi dengan waktu
inkubasi yang dibutuhkan lebih cepat daripada menggunakan konsentrasi enzim yang lebih rendah, hal ini sesuai dengan prinsip pola kinetika reaksi dari
Michaelis Menten, yaitu penggunaan konsentrasi enzim atau substrat akan meningkat pada batas tertentu sebelum mencapai taraf jenuh, setelah taraf tersebut
produk reaksi menurun jumlahnya. Penggunaan konsentrasi substrat yang lebih tinggi dalam batas tertentu akan menghasilkan jumlah N-asetilglukosamin lebih
Konsentrasi monomer Kitin
10 20
30 40
50 60
70 80
Fbs Fbsp
As EM
Preparat hasil reaksi enzimatik
K on
se ntr
as i N
A se
til
G lu
ko sa
m in
u g
m L
1 3
6 9
12 24
tinggi dengan waktu inkubasi yang lebih cepat dibanding menggunakan substrat dengan konsentrasi lebih kecil.
Berdasarkan hasil analisis produksi N-asetilglukosamin yang telah dijelaskan, maka untuk keperluan pengujian aktivitas proliferasi sel limfosit dan
sel kanker digunakan senyawa-senyawa oligomer yang diproduksi selama 6 enam jam untuk preparat FBS dan 12 dua belas jam untuk preparat Enzim
murni. Semua pengujian sampel menggunakan jumlah konsentrasi yang sama, jadi yang akan dilihat pengaruhnya adalah komposisi dari senyawa-senyawa
oligomer dalam hidrolisat reaksi enzimatik terhadap proliferasi sel limfosit dan proliferasi sel kanker.
Untuk keperluan produksi oligomer yang berasal dari enzim hasil pemurnian, dilakukan pemurnian enzim kitinase menggunakan filtrat bebas sel
yang sebelumnya telah diberi garam ammonium sulfat 30 jenuh, metode purifikasi enzim dilakukan dengan kromatografi kolom jenis HIC
L
id ro
p h
o b
ic
M
n tera
ctio n
N
h ro
m a
to g
ra p
h y
dengan menggunakan matriks butyl separose sebagai fase diam dan buffer ammonium sulfat sebagai fase gerak Gambar 15.
Pemilihan metode purifikasi enzim pada jenis kromatografi kolom HIC dengan menggunakan matriks butyl separose tersebut berdasarkan hasil penelitian
Wahyuni 2010, yang memperoleh hasil pemurnian terbaik untuk enzim kitinase dari kultur
OP
cillu s cereu
s SW41 dengan menggunakan metode purifikasi
tersebut. Pemilihan metode HIC berdasarkan pada prinsip kondisi enzim termostabil yang memiliki komposisi asam amino hidrofobik pada permukaan
strukturnya,sehingga membentuk hidrofobisitas permukaan Vielle dan Zeikus 2001. Metode HIC berdasarkan pada interaksi hidrofobik di antara gugus non
ionik yang berikatan dengan matriks yang inert dan gugus non ionik protein yang dipisahkan Roe, 1993. Pengkondisian enzim terlebih dahulu dengan garam
ammonium sulfat dimaksudkan untuk menguatkan interaksi hidrofobik antara enzim dangan matriks butyl separose dengan cara mengeluarkan air dari gugus
hidrofobik enzim. Pengikatan protein yang kuat pada matriks dan kehilangan minimal protein enzim diperoleh pada kosentrasi 30 garam amonium sulfat
Wahyuni, 2010. Gugus non ionik hidrofobik protein enzim dapat dilepaskan
dari matriks dengan penambahan garam ammonium sulfat,untuk elusi protein target digunakan gradien 10 - 0 garam amonium sulfat jenuh dalam buffer
fosfat gambar 15.
Gambar 15. Hasil uji aktivitas fraksi-fraksi pemurnian enzim kitinase menggunakan kromatografi kolom interaksi hidrofobik HIC
Fraksi protein enzim yang diperoleh dari hasil pemurnian dengan kolom interaksi hidrofobik selanjutnya dilakukan elektroforesis SDS PAGE dengan
pewarnaan silver staining untuk mendeteksi fraksi-fraksi hasil kolom yang memiliki tingkat kemurnian paling tinggi. Hasil elektroforesis dengan pewarnaan
silver staining gambar 16, menunjukkan ada satu pita tunggal yang terdeteksi, yaitu pita dari fraksi 29 yang memiliki berat molekul 130,2 kilo Dalton, berat
molekul enzim tersebut sesuai dengan hasil identifikasi berat molekul enzim kitinase murni yang diperoleh oleh Wahyuni 2010. Fraksi-fraksi tersebut
memiliki aktifitas terhadap substrat 1 kitin masing-masing sebesar 0,056; 0,050; 0,068 dan 0,096 IUml. Berdasarkan deteksi kemurnian enzim, maka fraksi 29
tersebut diambil, kemudian diukur aktivitas fraksi tersebut sebagai dasar untuk digunakan dalam reaksi produksi senyawa-senyawa oligomer dengan konsentrasi
enzim yang dituju sebesar 0,0085unit permiligram kitin.
BUTYL SEPHAROS ISOLAT SSA2B4.1
0,02 0,04
0,06 0,08
0,1 0,12
0,14 0,16
1 11
21 31
41 51
61 71
81 91
101 111
121
NOMOR FRAKSI A
K T
IV IT
A S
U n
it m
L
0,1 0,2
0,3 0,4
0,5 0,6
0,7 0,8
0,9 1
AktivitasUnitmL Absorban 280
Gambar 16. Hasil SDS PAGE dengan Pewarnaan silver dari kitinase SSA2B4.1: M = Marker, F29BS = Fraksi 29 pada matriks butil sepharos, F21S=
Fraksi 21 sepadex G100 dengan BM 130,2 kD