Analisis dan Interpretasi Data
                                                                                HASIL DAN PEMBAHASAN A. PRODUKSI SENYAWA OLIGOMER SECARA ENZIMATIK
Senyawa-senyawa  oligomer  merupakan  hasil  hidrolisis  substrat  koloidal kitin menggunakan enzim kitinase yang dihasilkan dari fermentasi kultur
ABC
illu s
cereu s
SW41  pada  media
D B
E
a i yang  mengandung  koloidal  kitin  1  Wahyuni
2010.  Berdasarkan  pengujian  kemampuan  hidrolisis  beberapa  preparat  enzim kitinase  terhadap  koloidal  kitin  1,  diperoleh  beberapa  preparat  enzim  yang
potensial  untuk  digunakan  dalam  memproduksi  senyawa-senyawa  oligomer. Aktivitas beberapa preparat enzim disajikan dalam Tabel 3. Berdasarkan aktivitas
tersebut, dibuat konsentrasi enzim yang digunakan untuk memproduksi senyawa- senyawa  oligomer  sebesar 0,005;  0,0085;  dan  0,10  Unit  per  milligram  kitin.
Pemilihan  besarnya  konsentrasi  enzim  berdasarkan  perkiraan  kemampuan  enzim dalam  menghasilkan produk  reaksi  senyawa-senyawa  oligomer  dalam  besaran
unit tertentu yang telah dilaporkan sebelumnya oleh Jeon dan Kim 2000. Tabel 3. Aktivitas beberapa preparat enzim
Jenis Preparat Enzim Aktivitas
UmL Protein
mgml Aktivitas
Spesifik Umg
Rendemen Filtrat bebas sel FBS
0,056 0,203
0,279 1,011
Filtrat bebas sel panas 60
o
C, 20 menit FBSp
0,050 0,175
0,286 0,893
Enzim Dengan liofilisasian amonium sulfat AS
0,068 0,108
0,629 1,213
Enzim hasil pemurnian EM Metode UV
0,096 0,043
2,215 1,713
Enzim hasil pemurnian EM Metode
A F
B GH
o rd
0,096 0,022
4,363 1,714
Berdasarkan  hasil  pada  Tabel 3, menunjukkan Preparat  enzim  murni nampak  memiliki persentasi rendemen dan  aktivitas  spesifik  yang  baik,  yaitu
rendemen yang  rendah  tetapi  aktivitas spesifik  yang  lebih  tinggi  dari  preparat enzim  lainnya  termasuk  preparat  AS, karena besarnya  aktivitas  spesifik
merupakan  suatu  ukuran  kemurnian  enzim. Hal  ini dapat  diasumsikan  bahwa proses  pemurnian  yang  dilakukan telah  optimal,  sehingga  diperoleh  aktivitas
spesifik  yang  paling  besar  pada  preparat  enzim  murni  dibandingkan  dengan
preparat  enzim  lainnya  termasuk  hasil  pemekatan  dengan  garam  amonium  sulfat AS.
Berdasarkan identifikasi dengan senyawa-senyawa oligomer standar, hasil reaksi berbagai preparat enzim dalam Tabel 3 dengan substrat koloidal kitin 1,
menghasilkan  senyawa-senyawa  oligomer  yang  berukuran  mono  sampai pentamer. Untuk memantau produk reaksi berbagai preparat enzim tersebut pada
berbagai  parameter nilai  konsentrasi  enzim,  konsentrasi  substrat  dan  berbagai waktu  inkubasi  enzim  dan  substrat, sebagai  tahap  awal  dilakukan  pengukuran
konsentrasi N-asetilglukosamin yang  dapat  memprediksi  laju  terbentuknya senyawa-senyawa  oligomer  dari  berbagai  reaksi  yang  dilakukan.  Berbagai  pola
produksi N-asetilglukosamin tersebut disajikan pada beberapa grafik berikut :
Gambar 9. Hasil hidrolisis kitin tanpa enzim Gambar  9 di  atas  memperlihatkan  grafik  pengaruh  kondisi  reaksi  suhu
60
o
C  terhadap  substrat  koloidal  kitin  tanpa  pemberian  enzim. Koloidal  kitin dapat  terhidrolisis  pada  suhu  60
o
C setelah  1  satu  jam  inkubasi,  dengan konsentrasi N-asetilglukosamin hasil  hidrolisis  mencapai  sekitar  60
gml. Gambar 10 sampai  13 memperlihatkan  substrat  koloidal  kitin  yang  diberi  enzim
kitinase  dari
IJ K
ereu s
SW41,  ternyata  memperlihatkan  pola peningkatan produksi N-asetilglukosamin 10  kali  lebih  tinggi  daripada  hasil  hidrolisis  tanpa
adanya enzim pada Gambar 9.
10 20
30 40
50 60
70
5 10
15 20
25 30
u g
m l N
-a se
ti l
g lu
k o
sa m
in
Waktu inkubasi Jam
Koloidal kitin
Gambar 10. Hasil hidrolisis oleh preparat enzim FBS dan EM koloidal kitin 1 Grafik pada  Gambar 10 memperlihatkan  N-asetilglukosamin  diproduksi
lebih  banyak  pada  preparat  enzim  murni  yang  menggunakan  unit  enzim  per milligram  kitin  konsentrasi  enzim  yang  sama  daripada  preparat  enzim  FBS
dalam  waktu  inkubasi  yang  sama,  namun  hal  ini diikuti  pula  dengan  tingkat penurunan  konsentrasi  N-asetilglukosamin  pada  enzim  murni  dengan  waktu
produksi  selama  12  jam,  hal  ini  kemungkinan  disebabkan  konsentrasi  N- asetilglukosamin yang mencapai hampir 70  gml sudah bersifat represi katabolit
Widhyastuti,  2007,  hal  ini  dapat  dilihat  kembali  pada  inkubasi  selama  24  jam konsentrasi  meningkat  kembali  pada  konsentrasi  kurang  dari  5
gml  dari konsentrasi  jenuh  pada  inkubasi  selama  12  jam.  Menurut  Widhyastuti,  2007
bahwa  N-asetilglukosamin  pada  konsentrasi  rendah  akan  berfungsi  sebagai induktor untuk sintesis kitinase induktif, tetapi pada konsentrasi yang tinggi justru
akan  bersifat  sebagai  inhibitor  sintesa  kitinase  bersifat  represi  katabolit,  dalam hal  ini  inhibitor  reversibel  non  kompetitif  dan  inhibitor  alosterik.  Inhibitor
reversibel non kompetitif, merupakan inhibitor  yang dapat menempel pada enzim dan  pada  sisi  regulasi  enzim,  sehingga  dapat  mengubah  konformasi  molekul
enzim,  dan  menyebabkan  inaktifasi  enzim.  Terikatnya  substrat  pada  sisi  aktif enzim akan menginduksi perubahan konformasi protein pada enzim tersebut yang
memungkinkan  sisi  aktif  lainnya  memiliki  afinitas  untuk  berikatan  dengan molekul  substrat.    Dalam  sistem  biologis,  kecepatan  kerja  enzim  dapat
dipengaruhi  oleh  kehadiran  suatu  molekul  lain  yang  dapat  berperan  sebagai pemicu aktivator atau penghambat inhibitor, keduanya biasanya disebut secara
58 60
62 64
66 68
70
5 10
15 20
25 30
u g
m l
N -a
ce ty
l g
lu k
o sa
m in
Waktu Inkubasi jam
FBS 0,0085 1 EM 0,0085 1
bersama-sama  sebagai efektor.  Enzim  alosterik  dikontrol  oleh  molekul  efektor aktivator  dan  inhibitor  yang  berikatan dengan enzim  pada  bagian  tertentu  dari
enzim  tersebut  di  luar  sisi  aktif  enzim,  dan  selanjutnya  dapat  menyebabkan perubahan  konformasi  sisi  aktif  enzim  yang  dapat  mempengaruhi  kecepatan
enzim tersebut. Molekul aktivator alosterik dapat meningkatkan laju kerja enzim, sedangkan
molekul  inhibitor  alosterik  dapat  menurunkan  kerja  enzim. http:file.upi.eduDirektoriFPMIPA. Jadi dapat di simpulkan bahwa EM 0,0085
memiliki konsentrasi yang stabil pada waktu inkubasi selama 1,3, 6, dan 24 jam. Perbandingan  antara  FBS  dan  EM,  Nampak  terlihat  pada  waktu  terjadi
peningkatan  konsentrasi  N-asetilglukosamin,  dimana  sampel  EM,  pada  waktu inkubasi selama 9 jam sudah terjadi kenaikan yang cukup besar, sedangkan pada
sampel FBS kenaikan konsentrasi terlihat terjadi pada suhu 12 jam. Hal ini dapat diasumsikan  bahwa  semakin  cepat    dan  besar  konsentrasi  N-asetilglukosamin
meningkat, maka semakin cepat pula terjadi penurunan konsentrasi. Grafik pada  Gambar 11 juga  memperlihatkan  N  asetil  diproduksi  lebih
banyak pada preparat enzim hasil pemekatan amonium sulfat yang disajikan pada Gambar 11 dibawah ini :
Gambar 11.Hasil hidrolisis oleh preparat enzim FBSp dan AS koloidal kitin 0,5 Grafik pada  Gambar 11  juga  memperlihatkan  N  asetil  diproduksi  lebih
banyak  pada  preparat  enzim  hasil  pemekatan  amonium  sulfat  AS  yang menggunakan  unit  enzim  per  milligram  kitin  konsentrasi  enzim  yang  sama
daripada  preparat  enzim  FBS  dalam  waktu  inkubasi  yang  sama,  dan  dengan konsentrasi substrat yang sama pula, perbandingan ini diperlihatkan hampir sama
60 62
64 66
68 70
72 74
1 2
3 4
5 u
g m
l N -a
se ti
l g
lu k
o sa
m in
Waktu inkubasi Jam
AS 0.0085 0.5 FBSp 0.0085 0.5
pada Gambar 11, yang memperlihatkan bahwa enzim hasil pemurnian lebih besar memproduksi  N-asetilglukosamin  dibanding  dengan  enzim  ekstrak  kasar  FBS,
hal serupa terjadi pada Gambar 11 tersebut, yang membuktikan bahwa enzim hasil pemekatan  amonium  sulfat  lebih  mudah  berinteraksi  dengan  substrat  koloidal
kitin dengan  konsentrasi  yang  lebih  besar, dibandingkan  dengan  enzim  ekstrak kasar, sehingga dapat menghasilkan N-asetilglukosamin yang lebih besar.
Gambar 12 memperlihatkan reaksi  enzimatik  dengan  konsentrasi  enzim dalam unit permiligram kitin yang sama, tetapi menggunakan konsentrasi substrat
yang berbeda 0,5 dan 1, seperti yang disajikan pada Gambar 12 :
Gambar 12. Hasil hidrolisis koloidal kitin 0,5 dan 1 oleh preparat enzim FBS dan FBSp 0,005 umg
Gambar 12  tersebut  memperlihatkan  reaksi  enzimatik  dengan  konsentrasi enzim  dalam  unit  permiligram  kitin  yang  sama,  tetapi  menggunakan  konsentrasi
substrat  yang  berbeda  0,5  dan  1,menghasilkan  pola  produksi  N- asetilglukosamin.  Reaksi  dengan  substrat  kitin  berkonsentrasi  1  menghasilkan
jumlah  N-asetilglukosamin  yang  lebih  tinggi  daripada  reaksi  dengan  konsentrasi substrat  lebih  rendah  0,5.  Pada  preparat  enzim  FBSp  0,5  dan  1,  dan
enzim  FBS  0,5  menunjukkan  bentuk  grafik  yang  hampir  sama  pada  waktu inkubasi 1 sampai 3 jam mengalami penurunan, setelah 4 jam terlihat konsentrasi
N-asetilglukosamin  kembali  meningkat,  sedangkan  pada  preparat  enzim  FBS 1  pada waktu  inkubasi  1  sampai  2  jam  terlihat  sudah  mengalami  penurunan
tetapi  kembali  meningkat  setelah  3  jam. Hal  ini  membuktikan  bahwa,  adanya pengaruh konsentrasi substrat  yang  mempengaruhi  besar  kecilnya  jumlah  N-
64 65
66 67
68 69
1 2
3 4
5
u g
m l N
-a se
ti l
g lu
k o
sa m
in
Waktu inkubasi Jam
FBSp 0.005 umg 0.5 FBSp 0.005 umg 1
FBS 0.005 umg 0.5 FBS 0.005 umg 1
asetilglukosamin  yang  dihasilkan,  oleh  karena  itu,  makin  banyak konsentrasi substrat koloidal kitin yang diberikan, maka tingkat produksi N-asetilglukosamin
yang dihasilkan juga semakin besar. Terjadinya penurunan konsentrasi pada  FBS 0,005 Umg, dengan inkubasi selama 2 jam disebabkan karena pada awal inkubasi
1  jam  konsentrasi  N-asetilglukosamin  langsung  sudah  berada  pada  kondisi represi  katabolik,  sehingga  untuk  menstabilkan  kondisinya,  N-asetilglukosamin
mengalami  penurunan  konsentrasi  terlebih  dahulu,  baru  kemudian  menyiapkan diri untuk meningkatkan kembali konsentrasinya sesuai dengan masa inkubasinya
Widhyastuti,  2007,  hal  ini  dapat  di  asumsikan  bahwa  konsentrasi  N- asetilglukosamin  pada  FBS  0,005  Umg  dengan  konsentrasi  substrat  1,  stabil
pada  masa  inkubasi  selama  1,  3,  dan  4  jam,  demikian  pula  yang  terjadi  pada sampel  FBS  dan  FBSp  0,005  Umg  dengan  konsentrasi  0,5  dan  FBSp  0,005
Umg dengan konsentrasi 1. Grafik pada  Gambar 13 juga  memperlihatkan  reaksi  enzimatik  dengan
konsentrasi  enzim dalam  unit  permiligram  kitin  yang  sama,  tetapi  menggunakan konsentrasi  substrat  yang  berbeda  0,5  dan  1, seperti  yang  disajikan  pada
Gambar 13:
Gambar 13. Hasil hidrolisis koloidal kitin 0,5 dan 1 oleh preparat enzim AS dan EM 0,005umg
Grafik pada Gambar 13 tersebut memperlihatkan reaksi enzimatik dengan konsentrasi  enzim  dalam  unit  permiligram  kitin  yang  sama,  tetapi  menggunakan
konsentrasi substrat  yang berbeda 0,5 dan 1,menghasilkan pola produksi N asetilglukosamin.  Reaksi  dengan  substrat  kitin  berkonsentrasi  1  menghasilkan
62 64
66 68
70 72
74
1 2
3 4
5
u g
m l N
-a se
ti l
g lu
k o
sa m
in
Waktu inkubasi jam
AS 0.005 umg 0.5 AS 0.005 umg 1
EM 0.005 umg 0.5 EM 0.005 umg 1
jumlah N-asetil glukosamin yang lebih tinggi daripada reaksi dengan konsentrasi substrat  lebih  rendah  0,5.  Pada  preparat  enzim  murni  0,5  dan  1,  dan
enzim AS 1 menunjukkan bentuk grafik  yang hampir sama, yaitu mengalami kenaikan  dan  penurunan  N-asetilglukosamin  pada  waktu  1  jam  sampai  4  jam,
sedangkan  pada  preparat  enzim  AS  0,5  mengalami  penurunan  produksi  N- asetilglukosamin mulai dari awal inkubasi 1 jam sampai 4 jam. Perbandingan ini
diperlihatkan  hampir  sama  pada  Gambar  12, bahwa  makin  banyak konsentrasi substrat koloidal kitin yang diberikan, maka tingkat produksi N-asetilglukosamin
yang dihasilkan juga semakin besar. Dari gambar 13 tersebut terlihat jelas bahwa, pada saat konsentrasi N-asetilglukosamin meningkat tinggi, maka sejalan dengan
masa  inkubasinya,  konsentrasi  N-asetilglukosamin  tiba-tiba  langsung  menurun, hal  ini  terlihat  pada  sampel  AS,  EM  0,005  1  dan  EM  0,005  0,5,  jadi  dapat
disimpulkan bahwa N-asetilglukosamin yang dihasilkan dengan konsentrasi yang melaju  cepat  melampaui  70  gml,  secara  langsung  menurun  drastis,  hal  ini
disebabkan    karena  konsentrasi  N-asetilglukosamin  sudah  mengalami  fase  yang dinamakan  represi  katabolik,  sehingga  dapat  disimpulkan,  bahwa  N-
asetilglukosamin stabil pada suhu 1 dan 3 jam, sedangkan pada sampel AS 0,005 0,5  konsentrasi  N-asetilglukosaminnya  stabil  hanya  pada  suhu  1  jam.  Oleh
karena itu konsentrasi enzim 0,005 Unit per milligram kitin tidak digunakan untuk memproduksi
senyawa-senyawa oligomer,
karena melihat
kemampuan memproduksi N-asetilglukosamin dengan masa inkubasinya yang sangat cepat.
Gambar  14 dibawah  ini, memberikan  gambaran  perbedaan  jumlah produksi N-asetilglukosamin dari  berbagai  preparat  enzim  dengan konsentrasi
enzim  yang  sama  0,0085  unit  permiligram  kitin  dan  konsentrasi  substrat  yang sama  1.  Dari  histogram  tersebut  Nampak  produksi N-asetilglukosamin
tertinggi selama 1 satu, 3 tiga, 6 enam, 9 Sembilan, 12 dua belas dan 24 dua  puluh  empat  jam  terdapat  pada  preparat enzim  AS  dan  FBSp.  Tetapi  dari
keempat preparat enzim tersebut memiliki pola kenaikan dan penurunan produksi N-asetilglukosamin yang hampir sama.
Gambar 14. Konsentrasi N-asetilglukosamin berbagai hidrolisat enzimatik. Fbs= filtrat  bebas  sel,  Fbsp  =  filtrat  bebas  sel  panas, AS = enzim  hasil
pemekatan garam amonium sulfat, EM= enzim murni, 1,3,6,9,12,24 = Lama inkubasi Jam enzim dan substrat pada produksi oligomer
Monomer  kitin N-asetilglukosamin akan  diproduksi  lebih  banyak  pada preparat  enzim  yang  menggunakan  unit  enzim  per  miligram  kitin  konsentrasi
enzim  yang  lebih  besar  daripada  preparat  enzim  dengan  unit  per  miligram  kitin yang  lebih  kecil  dalam  waktu  inkubasi  yang  sama. Produksi  oligomer kitin
melalui optimasi produksi ukuranjenis oligomer kitin tertentu berdasarkan kajian kinetika  reaksi  enzim-substrat.  Kajian  ini  meliputi  kajian  konsentrasi  enzim
sebesar 0,0085Umg  kitin  dan  konsentrasi  substrat  1  untuk  produksi  oligomer- oligomer kitin secara optimal.
Dari  grafik-grafik  produksi N-asetilglukosamin di  atas  di  peroleh informasi  bahwa  enzim  kitinase  dapat  menghidrolisis  substrat  kitin  dengan
kecepatan yang berbeda-beda, tergantung pada konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat  yang  digunakan,  yaitu  bahwa  penggunaan  konsentrasi  enzim  unitmg
kitin  yang  lebih  tinggi  pada  batas  konsentrasi  tertentu  akan  cenderung menghasilkan  jumlah N-asetilglukosamin yang  lebih  tinggi  dengan  waktu
inkubasi  yang  dibutuhkan lebih  cepat  daripada  menggunakan konsentrasi  enzim yang  lebih  rendah,  hal  ini  sesuai  dengan  prinsip  pola  kinetika  reaksi  dari
Michaelis  Menten,  yaitu  penggunaan  konsentrasi  enzim  atau  substrat  akan meningkat pada batas tertentu sebelum mencapai taraf jenuh, setelah taraf tersebut
produk  reaksi  menurun  jumlahnya.  Penggunaan  konsentrasi  substrat  yang  lebih tinggi dalam batas tertentu akan menghasilkan jumlah N-asetilglukosamin lebih
Konsentrasi monomer Kitin
10 20
30 40
50 60
70 80
Fbs Fbsp
As EM
Preparat hasil reaksi enzimatik
K on
se ntr
as i N
A se
til
G lu
ko sa
m in
u g
m L
1 3
6 9
12 24
tinggi  dengan  waktu  inkubasi  yang  lebih  cepat  dibanding  menggunakan  substrat dengan konsentrasi lebih kecil.
Berdasarkan  hasil  analisis  produksi N-asetilglukosamin yang  telah dijelaskan,  maka  untuk  keperluan  pengujian  aktivitas  proliferasi  sel  limfosit  dan
sel  kanker  digunakan  senyawa-senyawa  oligomer  yang  diproduksi  selama  6 enam  jam  untuk  preparat  FBS  dan  12  dua  belas  jam  untuk  preparat  Enzim
murni.  Semua  pengujian  sampel  menggunakan  jumlah  konsentrasi  yang  sama, jadi  yang  akan  dilihat  pengaruhnya  adalah  komposisi  dari  senyawa-senyawa
oligomer  dalam  hidrolisat  reaksi  enzimatik  terhadap  proliferasi  sel  limfosit  dan proliferasi sel kanker.
Untuk  keperluan  produksi  oligomer  yang  berasal  dari  enzim  hasil pemurnian,  dilakukan  pemurnian  enzim  kitinase  menggunakan  filtrat bebas  sel
yang  sebelumnya  telah  diberi  garam  ammonium  sulfat  30  jenuh,  metode purifikasi  enzim  dilakukan  dengan  kromatografi  kolom  jenis  HIC
L
id ro
p h
o b
ic
M
n tera
ctio n
N
h ro
m a
to g
ra p
h y
dengan  menggunakan  matriks  butyl  separose sebagai fase diam dan buffer ammonium sulfat sebagai fase gerak Gambar 15.
Pemilihan  metode  purifikasi  enzim  pada  jenis  kromatografi  kolom  HIC dengan menggunakan matriks butyl separose tersebut berdasarkan hasil penelitian
Wahyuni 2010, yang memperoleh hasil pemurnian terbaik untuk enzim kitinase dari  kultur
OP
cillu s  cereu
s SW41  dengan  menggunakan  metode  purifikasi
tersebut.  Pemilihan  metode  HIC  berdasarkan  pada  prinsip  kondisi  enzim termostabil  yang  memiliki  komposisi  asam  amino hidrofobik  pada  permukaan
strukturnya,sehingga  membentuk  hidrofobisitas  permukaan  Vielle  dan  Zeikus 2001.  Metode  HIC  berdasarkan  pada  interaksi  hidrofobik  di  antara  gugus  non
ionik yang berikatan dengan matriks yang inert dan gugus non ionik protein yang dipisahkan  Roe, 1993. Pengkondisian  enzim  terlebih  dahulu  dengan  garam
ammonium  sulfat  dimaksudkan  untuk  menguatkan  interaksi  hidrofobik  antara enzim  dangan  matriks  butyl  separose  dengan  cara  mengeluarkan  air  dari  gugus
hidrofobik  enzim. Pengikatan  protein  yang  kuat  pada  matriks dan  kehilangan minimal  protein  enzim  diperoleh  pada  kosentrasi  30  garam amonium  sulfat
Wahyuni,  2010.  Gugus  non  ionik  hidrofobik  protein  enzim  dapat  dilepaskan
dari  matriks  dengan  penambahan  garam  ammonium  sulfat,untuk  elusi  protein target  digunakan gradien  10 - 0  garam  amonium  sulfat  jenuh  dalam  buffer
fosfat gambar 15.
Gambar  15.  Hasil uji  aktivitas  fraksi-fraksi pemurnian  enzim  kitinase menggunakan kromatografi kolom interaksi hidrofobik HIC
Fraksi  protein  enzim  yang diperoleh  dari  hasil  pemurnian  dengan  kolom interaksi  hidrofobik  selanjutnya  dilakukan  elektroforesis  SDS  PAGE  dengan
pewarnaan  silver  staining  untuk  mendeteksi  fraksi-fraksi  hasil  kolom  yang memiliki tingkat kemurnian paling tinggi. Hasil elektroforesis dengan pewarnaan
silver  staining  gambar  16,  menunjukkan  ada satu pita  tunggal  yang  terdeteksi, yaitu  pita  dari  fraksi 29 yang  memiliki  berat  molekul 130,2 kilo  Dalton,  berat
molekul  enzim  tersebut  sesuai  dengan  hasil  identifikasi  berat  molekul  enzim kitinase  murni  yang  diperoleh  oleh Wahyuni  2010. Fraksi-fraksi  tersebut
memiliki aktifitas terhadap substrat 1 kitin masing-masing sebesar 0,056; 0,050; 0,068  dan  0,096 IUml. Berdasarkan  deteksi  kemurnian  enzim,  maka  fraksi 29
tersebut  diambil, kemudian diukur  aktivitas  fraksi  tersebut  sebagai  dasar  untuk digunakan dalam  reaksi produksi senyawa-senyawa oligomer dengan konsentrasi
enzim yang dituju sebesar 0,0085unit permiligram kitin.
BUTYL SEPHAROS ISOLAT SSA2B4.1
0,02 0,04
0,06 0,08
0,1 0,12
0,14 0,16
1 11
21 31
41 51
61 71
81 91
101 111
121
NOMOR FRAKSI A
K T
IV IT
A S
U n
it m
L
0,1 0,2
0,3 0,4
0,5 0,6
0,7 0,8
0,9 1
AktivitasUnitmL Absorban 280
Gambar 16. Hasil SDS PAGE dengan Pewarnaan silver dari kitinase SSA2B4.1: M = Marker, F29BS = Fraksi 29 pada matriks butil sepharos, F21S=
Fraksi 21 sepadex G100  dengan BM 130,2 kD
                