Hipotesis Biological Activity of Oligomer Chitin Hydrolyzate Produced Using Chitinase Enzymes from SSA2B4.1 (Bacillus cereus SW41) Isolate on Lymphocytes and Cancer Cells Lines.

TINJAUAN PUSTAKA A. Kitin Kitin berasal dari bahasa Yunani yaitu chiton yang berarti lapisan kulit dan ditemukan pertama kali oleh Bradconnot pada tahun 1811. Pada tahun 1823, Odier menyebut kitin sebagai suatu zat yang sama seperti komponen di dalam in sect . Kitin mempunyai struktur kimia yang mirip dengan selulosa, yaitu suatu polisakarida yang disusun oleh molekul-molekul gula sederhana yang identik. Kitin merupakan biopolimer rantai lurus yang disusun oleh monomer-monomer N-asetil glukosamin yang dihubungkan oleh ikatan 1 4, seperti pada gambar 1. Gambar 1. Struktur molekul kitin Li et a l . 1997 Kitin merupakan biopolimer alami yang berlimpah di alam, merupakan biopolimer kedua terbanyak setelah selulosa dengan 1 4 berikatan dengan glycan, tetapi disusun oleh 2-acetamido-2-deoxy- -D-glukosa N- asetilglukosamin, dan merupakan salah satu polisakarida yang paling berlimpah diberi nama Poly 1 4-2-acetamido-2-deoxy-D-glukosa. Kitosan adalah nama yang digunakan untuk bentuk asetil yang tersubtitusi rendah pada kitin yang penyusun utamanya adalah glukosamin, 2-amino-2-deoxy- -D-glukosa, yang dikenal sebagai 1 4-2-amino-2-deoxy-D-glukosa. Pada saat ini aplikasi kitin dan turunannya mendapat banyak perhatian pada bidang pangan dan farmasi. Kitosan mempunyai tiga jenis kelompok fungsional reaktif. Modifikasi kimia pada kelompok ini jika dimanfaatkan mempunyai banyak kegunaan material dalam mengaplikasikannya. Kitin adalah komponen lapisan kulit dari avertebrata berkulit keras cru sta c ea e , serangga, kerang, dan dinding sel beberapa mikroorganisme. Kitin paling banyak terdapat pada kulit golongan cru sta cea e , dengan kandungan kitin mencapai 40-60 Goosen, 1997. Kitin terdistribusi diberbagai organisme dalam bentuk beragam. Kitin selalu ditemukan terikat dengan komponen struktur lain seperti protein dan mineral. Kitin yang dihasilkan dari berbagai sumber, mempunyai struktur yang sama tetapi beragam dan berikatan dengan protein dan kalsium karbonat. Isolasi kitin melalui tiga tahap preparasi, yaitu deproteinase, demineralisasi, dan dekolorisasi. Deproteinase atau penghilangan protein dilakukan dengan pemanasan kitin di dalam larutan alkali. Demineralisasi dilakukan dengan penambahan HCl yang bertujuan untuk menghilangkan kalsium karbonat dan proses dekolorisasi bertujuan untuk menghilangkan pigmen Goosen, 1997. Kitin tidak larut dalam air, asam anorganik tanpa liofilisasi, asam organik, basa dengan liofilisasi dan pelarut organik. Kitin dapat larut dalam N,N- dimetilasetamida yang mengandung litium klorida. Kitin juga larut dalam asam dengan liofilisasi seperti H 2 SO 4 , HNO 3 , asam fosfat dan asam format anhidrida. Adapun sifat dan kriteria mutu kitin dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Sifat dan mutu kitin Sifat Nilai Ukuran Partikel Butiran bubuk Kadar air berat kering 10 Kadar abu berat kering 2 Derajat deasetilasi 15 Kelarutan : - Air - Pelarut organik - LiCl 2 dimetilasetamida Tidak larut Tidak larut Sebagian larut Biodegradasi organik profil Lisozim dan kitinase Sumber : Goosen 1997 Kitin dan turunannya, yaitu kitosan, oligomer kitin, dan oligomer kitosan memiliki kemampuan mengkelat dan mampu membentuk kationik polielektrolit, yang diduga disebabkan oleh biofungsionalitas dari gugus amin dalam strukturnya. Sifat-sifat ini membuat kitin dan turunannya banyak dimanfaatkan dalam industri pangan dan nu tra ceu tica l , kesehatan, pertanian, dan bahkan industri kosmetik. Dalam industri pangan, kitin dan turunannya antara lain dimanfaatkan sebagai penguat rasa dan tekstur, pengawet, penstabil warna, pengemulsi dan penjernih minuman, bahkan sejak tahun 1992 Departemen Kesehatan Jepang telah menetapkan kitin dan turunannya sebagai pangan fungsional. Pemanfaatan kitin dalam industri medis dan obat-obatan antara lain sebagai material untuk plester, lensa kontak membran dialisis darah, dan untuk pengontrol kadar kolestrol darah. Kolodzeiesjka et a l ë 2000, Curroto dan Aros 1993. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui manfaat lain dari kitin dan turunannya. Kitin mampu mempercepat penyembuhan luka pada hewan uji, mengaktifkan makrofag, protein komplemen, dan sel limtosit T sitotoksik Suzuki et a l .,1992, serta mampu melindungi hewan uji mencit dari infeksi bakteri patogen Tokoro et a l ., 1989; Kobayashi et a l ., 1990; Suzuki et a l ., 1992. Oligomer kitin dan oligomer kitosan memiliki aplikasi yang lebih luas. Hal ini disebabkan karena bobot molekulnya lebih rendah.Selama ini pemanfaatan kitin dan kitosan secara in vivo terhambat oleh bobot molekul dan viskositas yang tinggi dari senyawa tersebut Shahidi et a l ., 1999. Oleh karena itu, untuk pemanfaatan lebih lanjut, kitin dan kitosan harus mengalami depolimerisasi menjadi oligomer atau monomer. Oligomer kitin dan kitosan dapat diaplikasikan sebagai pengatur kadar kolestrol, agen anti kanker, anti mikroba, im m u n o en h a n ci n g , serta dalam pengobatan penyakit osteoartritis dan gastritis. Hidrolitas kitin yang mengandung oligomer dengan derajat polimerisasi 1-6 mampu menginduksi proliferasi dan sekresi lgM dari sel hibridoma manusia HB4C5 secara in v itro , sedangkan secara in v ivo hidrolisat ini mampu meningkatkan sekresi lgG dan lgM Wu dan Tsai, 2004.

B. Enzim-Enzim Pendegradasi Kitin

Kitinase dihasilkan oleh sejumlah besar organisme. Pada bakteri kitinase diperlukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya, sementara pada tanaman kitinase digunakan untuk melawan jamur patogen maupun parasit. Untuk mendegradasi kitin menjadi monomer N-asetilglukosamin, diperlukan beberapa enzim. Gambar 2 menjelaskan bagaimana mikroba mendegradasi kitin dan berbagai enzim yang berperan dalam proses tersebut. Keterangan : n = 2-5 monomer Gambar 2. Jalur degradasi kitin oleh mikroba Gooday, 1990 Enzim kitinase EC 3.2.1.14 adalah enzim yang memutuskan ikatan 1-4 pada kitin, atau enzim yang mampu menghidrolisis kitin menjadi monomernya N- asetilglukosamin dan dapat dibedakan menjadi endo dan eksokitinase. Endokitinase bekerja secara acak pada bagian tengah molekul kitin sehingga dihasilkan oligomer N-asetilglukosamin, sedangkan enzim eksokitinase bekerja secara berurutan dari ujung molekul, sehingga dihasilkan bentuk monomer dan dimer. Karena molekul kitin sulit di pecah, degradasi kitin biasanya melibatkan lebih dari satu jenis enzim, dan terjadi dalam dua tahap, baik pada prokariot maupun eukariot. Endokitinase EC. 3.2.1.14 bekerja memotong kitin menjadi kitooligomer, dan selanjutnya diubah menjadi monomer oleh eksokitinase -N- asetil glukosaminidase. Eksokitinase membuka molekul N-asetil glukosamin dari ujung non pereduksi dan cenderung memilih substrat yang lebih kecil dibandingkan dengan kitinase. Tipe pemotongan endokitinase menghasilkan Kitinase GlcNAc n Kitosanase 1,4 -N-asetilglukosaminidase Kitosanase GlcNAc GlcN n Deasetilase Glukosaminidase GlcN Kitin deasetilase Kitin produk berupa oligomer kitin, sedangkan tipe pemotongan eksokitinase menghasilkan produk berupa monomer kitin N-asetilglukosamin dan oligomer kitin. Sebagai konsekuensi dari sifat ini, laju keseluruhan dari hidrolisis kitin dibatasi oleh kerja endokitinase, yang secara drastis meningkatkan konsentrasi substrat efektif bagi N-asetilglukosaminidase. Proses pengubahan kitin menjadi turunan oligosakarida secara kimiawi oleh asam cenderung dihindari karena proses ini tidak dapat dikontrol, menghasilkan lebih banyak monomer D-glukosamin dan lebih sedikit kitooligomer, padahal yang memiliki aktivitas biologi penting adalah senyawa- senyawa kitooligomernya Kolodzeiesjka et a l ì 2000, Curroto dan Aros 1993. Aplikasi enzim yang menghasilkan oligomer dari kitin dengan ukuran spesifik jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan hidrolisis kimia kitin yang cenderung menghasilkan monomer, karena ukuran spesifik produk oligomer trimer sampai heksamer berkaitan erat dengan sifat fisiologis dan bioaktifnya. Aplikasi enzim-enzim pemodifikasi dan pengurai senyawa kitin dan turunannya sangat diperlukan untuk menghasilkan senyawa kitooligosakarida. Ukuran molekul produk akhir hidrolisis, yaitu senyawa oligomer kitin dan kitosan sangat penting diperhatikan, karena sifat fungsional bergantung pada berat molekulnya dan memiliki aktivitas biologi penting adalah senyawa oligomernya Curroto dan Aros 1993, Suzuki 1996, Kolodziejska et a l ì 2000. Berdasarkan hasil penelitian Wahyuni 2006 oligomer kitosan yang diproduksi secara enzimatik menggunakan enzim kitosanase dari íîï illu s lich en iformis MB2 yang berasal dari sumber air panas Tompaso Manado, memiliki aktivitas imunostimulan dan penghambat proliferasi beberapa jenis sel kanker HeLa, A549, K562, dan KR-4 secara in vitro yang lebih baik dibanding kitosannya sendiri. Agustine 2005 juga mendeteksi adanya kemampuan oligomer kitin yang dihasilkan dari Bacillus licheniformis MB2 mengaktifkan proliferasi sel limfosit secara in vitro. Depolimerisasi kitin menjadi oligomer kitin dapat dilakukan dengan asam organik atau dengan hidrolisis enzimatik. Penggunaan asam nitrat, asam fosfat, HCl, dan HF mampu memotong polimer kitin menjadi unit-unit yang lebih rendah, tetapi prosesnya memakan waktu dan mengakibatkan deasetilasi dari