UJI TOKSISITAS DENGAN METODE BSLT

senyawa anti kanker baru yang berasal dari tanaman. Hasil uji toksisitas dengan metode ini telah terbukti memiliki korelasi dengan daya sitotoksis senyawa anti kanker. Lebih dari itu uji larva udang ini juga digunakan untuk praskrining terhadap senyawa-senyawa yang diduga berkhasiat sebagai antitumor. Dengan kata lain, uji ini mempunyai korelasi yang positif dengan potensinya sebagai antikanker Anderson, 1991. Uji BSLT digunakan sebagai uji permulaan untuk mengetahui aktivitas dari suatu zat atau senyawa yang terkandung dalam suatu ekstrak atau suatu isolat murni. Pada percobaan dibuat triplo agar didapat data statistik yang baik sehingga dapat dihitung secara statistik dari data yang didapat. Data hasil uji BSLT ekstrak hidrolisat oligomer kitin disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Data hasil uji BSLT ekstrak hidrolisat oligomer kitin Jenis Ekstrak Konsentrasi gml Log Konsentrasi Persentase mortalitas Probit y LC 50 gml N-asetil glukosamin 100 125 150 200 250 2 2.09 2.18 2.3 2.4 25 38.9 52.6 63.2 76.5 4.33 4.72 5.05 5.33 5.71 153 FBS 1 6J 100 125 150 200 250 2 2.09 2.18 2.3 2.4 5.4 12.9 26.9 47.8 71.4 3.36 3.87 4.39 4.95 5.55 199 EM 1 12J 100 125 150 200 250 2 2.09 2.18 2.3 2.4 41.2 70 88 96.9 100 4.77 5.52 6.18 6.88 8.09 107 Tabel 4 di atas menunjukkan semakin tinggi konsentrasi yang diujikan semakin banyak QR sa lin a yang mati. Hasil uji toksisitas menggunakan ekstrak oligomer kitin menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi ekstrak akan menyebabkan semakin besarnya persentase kematian. Berdasarkan persamaan regresi, maka diperoleh nilai koefisien korelasi R 2 masing-masing sebesar 0,989; 0,998; dan 0,985 artinya antara konsentrasi ekstrak dengan nilai mortalitas QR sa lin a mempunyai hubungan yang sangat erat, yaitu semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang diberikan semakin besar pula jumlah ST U VW in a yang mengalami kematian. Nilai LC50 adalah konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian 50 populasi S T sa lin a yang digunakan dalam penelitian. Nilai LC 50 dapat dihitung dengan menggunakan regresi linear. Contoh perhitungan penentuan LC 50 dapat dilihat pada Lampiran 5. Nilai LC 50 ekstrak oligomer kitin yang dihasilkan dari perhitungan, masing-masing sebesar 153 gml, 199 gml dan 107 gml Nilai tersebut menunjukkan bahwa ekstrak oligomer kitin termasuk dalam kategori toksik, yang memiliki potensi bioaktivitas. Senyawa bioaktif adalah senyawa kimia yang dapat memberi efek terhadap jaringan biologi, yang selanjutnya diharapkan dapat bermanfaat sebagai obat yang mampu menghambat perkembangan mikroorganisme penyebab penyakit bahkan mampu membunuh mikroorganisme tersebut. Beberapa hasil penelitian terhadap senyawa bioaktif yang diuji dengan S T sa lin a BSLT menunjukkan adanya korelasi spesifik terhadap uji antikanker bila mempunyai LC 50 1000 gml Sukardiman, 1999. Hal ini didukung beberapa hasil penelitian lainnya. Kajian sitotoksik mahkota dewa ekstrak biji, kulit buah, daun dan kulit batangnya dalam bentuk fraksi polar, semipolar dan nonpolar menggunakan metode BSLT XY Z n e [\ Y Z m p Lethality Test memberikan nilai LC 50 antara 0,16 11,83 gml Lisdawati 2002. Hasil pengujian terhadap ekstrak etanol daun sirih didapatkan harga LC 50 sebesar 296,546 gml, sehingga dapat dikatakan memiliki aktivitas antikanker menurut metode BSLT Srisadono, 2008. Hasil penelitian Fajarningsih et al. 2006 menunjukkan bahwa ekstrak Crella papilata memiliki aktivitas sitotoksik yang tinggi terhadap sel tumor HeLa dan mieloma. Respon bioaktivitas ekstrak Crella papilata terhadap sel HeLa lebih tinggi dibandingkan terhadap sel mieloma. Nilai LC 50 ekstrak kasar methanol Crella papilata terhadap sel HeLa sebesar 12,06 ppm dan terhadap sel mieloma sebesar 18,91 ppm, sedangkan nilai LC 50 fraksi metanol Crella papilata terhadap sel HeLa sebesar 7,63 ppm dan terhadap sel mieloma sebesar 17,30 ppm. Metabolit sekunder pada fraksi metanol spons Crella papilata mempunyai prospek yang menjanjikan untuk diteliti lebih lanjut bioaktivitasnya sebagai antitumor. Komponen toksik yang terdapat pada ekstrak jika diberikan pada ] sa lin a dapat menyebabkan kematian hewan tersebut. ] _ ` em ia sa lin a merupakan pemakan bahan-bahan organik sehingga komponen-komponen dari ekstrak yang akan terakumulasi terus menerus di dalam tubuh ] sa lin a Mudjiman 1988. Zat tersebut akan masuk kemudian distribusikan dan ditranslokasi ke seluruh badan, kadarnya akan meningkat seiring dengan waktu dan akan menyebabkan kematian pada ] a bc in a Loomis 1978.

D. AKTIVITAS SENYAWA-SENYAWA

OLIGOMER TERHADAP PROLIFERASI SEL LIMFOSIT LIMPA Salah satu organ yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh adalah limpa. Selain berfungsi sebagai pertahanan dalam melawan mikroorganisme, limpa juga merupakan tempat utama destruksi sel-sel eritrosit tua oleh makrofag dan dapat bereaksi terhadap antigen-antigen yang dibawa dan memfiltrasi darah secara imunologis. Limpa merupakan kelenjar tanpa saluran yang berhubungan erat dengan sistem sirkulasi. Limpa mempunyai dua fungsi yaitu membentuk respon imun melawan antigen yang berada di dalam darah dan membuang bahan partikel dan sel darah yang sudah tua atau rusak, terutama eritrosit dari sirkulasi Burkitt et a l ., 1993. Ukuran dan berat limpa normal tergantung pada kandungan darah di dalamnya. Limpa salah satu organ limfoid terbesar, menerima suplai darah dalam jumlah banyak melalui arteri dan mengalami drainase melalui vena lienalis, yang berlanjut ke dalam sistem portal hati Burkitt et a l ., 1993. Struktur limpa dibungkus oleh kapsula yang terdiri atas jaringan ikat padat yang terkadang membentuk trabekula untuk membagi parenkim atau pulpa limpa menjadi ruang- ruang bersekat, pada permukaan media limpa terdapat hillus Junqueira dan Carneiro, 1982. Sistim sirkulasi darah pada limpa memiliki implikasi fungsional penting, terutama dengan memperlihatkan rangsangan antigen dan ekstraksi hemoglobin serta zat besi Hartono, 1989. Limpa menghasilkan limfosit B dan T, serta makrofag yang sangat penting dalam pertahanan tubuh. Limfosit T yang ditemukan dalam pulpa putih berpoliferasi dan masuk ke aliran darah. Limfosit T berperan dalam mekanisme kekebalan yang diperantarai sel Binns, 1982. Penentuan proliferasi limfosit pada organ limpa ini disebabkan organ limpa merupakan organ limfoid sekunder. Organ limfoid sekunder ini memiliki fungsi menangkap dan memperesentasikan antigen dengan efektif, sel B dan sel T sudah dalam keadaan matang sehingga sudah siap untuk berproliferasi dan berdiferensiasi dan merupakan tempat utama produksi antibodi. Organ limpa juga merupakan tempat untuk saringan darah atau mikroba darah dibersihkan dalam limpa dan tempat respon imun utama terhadap antigen asal darah. Oleh karena itu pengujian aktivitas komponen bioaktif secara in vitro dapat dilakukan untuk menguji sifat sitotoksik suatu komponen bioaktif terhadap sel limfosit. Hipotesis tentang pengaruh sitotoksik komponen uji terhadap sel limfosit dapat diberlakukan juga untuk sel normal, sehingga apabila komponen bioaktif yang diberikan ternyata tidak membunuh sel limfosit, dapat disimpulkan bahwa komponen tersebut juga tidak bersifat sitotoksik bagi sel normal. Jika hal ini tercapai, maka bahan bioaktif yang memiliki sifat tersebut merupakan bahan yang potensial untuk dikembangkan sebagai obat bagi penyakit kanker, karena selama ini obat kemoterapi biasanya tidak hanya membunuh sel kanker tetapi juga membunuh sel normal Meiyanto, et a l . 2003. Hidrolisat enzimatik yang mengandung campuran enzim dan senyawa- senyawa oligomer yang akan digunakan untuk menguji aktivitas proliferasi terhadap sel limfosit dan sel kanker adalah hidrolisat FBS dan EM dengan konsentrasi 0,0085unitmg kitin. Studi pendahuluan pada enzim yang dihasilkan, hidrolisat-hidrolisat tersebut pada tahap awal telah dilakukan skrining pada beberapa tingkat pengenceran, untuk melihat aktivitas proliferasi terhadap sel limfosit, hasil skrining terhadap hidrolisat tersebut menunjukkan hidrolisat dengan konsentrasi kitin pada 125 gml larutan atau 25 gml kultur konsentrasi akhir di dalam tiap sumur m icro p la te ternyata telah menunjukkan adanya aktivitas proliferasi yang cukup baik terhadap sel limfosit dibanding penggunaan hidrolisat berkonsentrasi lebih rendah Wahyuni, 2010. Hal ini sesuai dengan penelitian