Pakan Budidaya Ternak Sapi Potong .1 Perkandangan

16 Mubyarto 1989 menambahkan bahwa dalam usaha sapi potong rakyat, faktor produksi tenaga kerja keluarga peternak merupakan sumbangan keluarga pada produksi peternakan dan tidak pernah dinilai dengan uang. Secara ekonomis, tenaga kerja merupakan suatu faktor produksi dan bagian dari biaya dalam suatu usaha. Usaha peternakan yang demikian selalu berskala kecil, bersifat sederhana dan tradisional, walaupun demikian pengalaman beternak yang cukup lama akan memberikan informasi pada tujuan beternak yaitu memberikan nilai tambah bagi kehidupannya.

2.2.2 Penerimaan

Jumlah total penerimaan dari suatu proses produksi dapat ditentukan dengan mengalikan jumlah hasil produksi dengan harga produk bersangkutan. Penerimaan adalah nilai yang diperoleh dari penjualan hasil produksi. Hernanto 1991 menyatakan bahwa penerimaan usaha tani farm receipts sebagai penerimaan dari semua sumber usahatani yang meliputi jumlah penambahan investasi dan nilai penjualan hasil serta nilai penggunaan yang dikonsumsi rumah tangga.

2.2.3 Ukuran Pendapatan

Pendapatan usahatani merupakan selisih dari biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh Hernanto1989. Pendapatan usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani, sama halnya dengan usaha ternak. Karena merupakan mengukur ukuran keuntungan usaha ternak yang dapat dipakai untuk membandingkan penampilan beberapa usaha ternak Soekartawi 1986.

2.2.4 Return Cost Ratio

Analisis RC adalah singkatan dari Revenue Cost Ratio, atau dikenal sebagai perbandingan antara penerimaan dan biaya. Secara teoritis bila rasio RC = 1 artinya tidak untung dan tidak pula rugi Soekartawi 1995. Rasio penerimaan dan biaya merupakan alat analisis yang digunakan untuk melihat tingkat keuntungan relatif dari suatu usaha berdasarkan perhitungan finansial, dimana akan diuji 17 seberapa besar setiap rupiah dari biaya yang dikeluarkan yang dapat memberikan penerimaan.

2.2.5 Rentabilitas

Rentabilitas suatu usaha menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut atau dengan kata lain rentabilitas merupakan kemampuan suatu usaha untuk menghasilkan laba selama periode tertentu Riyanto 1984. Analisis rentabilitas pada dasarnya lebih penting daripada masalah laba karena laba yang besar bukan merupakan ukuran bahwa suatu usaha telah dikerjakan secara efisien. Efisien baru dapat diketahui dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan kekayaan atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Tinggi rendahnya rentabilitas dipengaruhi beberapa faktor, yaitu : 1. Volume penjualan 2. Efisiensi manajemen terutama dalam menekan biaya 3. Tenaga kerja 4. Jumlah modal

2.3 Analisis Location Quation LQ

Menurut Budiharsono 2001, metode Location Quation digunakan untuk mengetahui penggolongan suatu sektor wilayah ke dalam sektor basis dan non basis. Location Quation merupakan suatu perbandingan besarnya sektor atau kegiatan terhadap besarnya peranan sektor tersebut pada wilayah yang lebih luas. Apabila LQ suatu sektor bernilai lebih dari atau sama dengan satu ≥1, maka sektor tersebut merupakan sektor basis. Sedangkan bila LQ suatu sektor kurang dari satu 1, maka sektor tersebut merupakan sektor non basis.

2.4 Kapasitas Penambahan Populasi ternak Ruminansia KPPTR

Potensi wilayah dapat diketahui dengan metode pengembangan pemetaan potensi wilayah. Pendekatan perhitungan potensi wilayah dan pengembangan ternak ruminansia dapat dihitung dengan cara perhitungan Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia Ayuni 2005. Metode ini merujuk pada metode Nell 18 dan Rollinson 1974, digunakan untuk melihat seberapa besar suatu wilayah berpotensi untuk menambah populasi ternak ruminansia berdasarkan ketersediaan hijauan dan tenaga kerja di wilayah tersebut. Metode ini dapat lebih jelas dilihat pada bab metode peelitian.

2.5 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini terkait analisis potensi lahan untuk pengembangan peternakan rakyat sapi potong pernah dilakukan sebelumnya. Salah satunya Hardyastuti 2008 mengkaji tentang pengembangan peternakan dengan judul “Strategi Pengembangan Wilayah Kabupaten Grobogan Sebagai Sentra Produksi Sapi Potong ”. Tujuan penelitian tersebut selain mengidentifikasi potensi dan kendala yang dimiliki oleh Kabupaten Grobogan, sehingga dapat direkomendasikan strategi yang tepat untuk usaha pengembangan wilayahnya sebagai sentra produksi sapi potong. Dengan alat analisis LQ menunjukkan bahwa Kabupaten Grobogan memiliki delapan kecamatan yang tingkat kepemilikan sapi potongnya relatif lebih baik dari yang lain LQ1. Hasil analisis KPPTR menunjukkan bahwa nilai total KPPTR efektif Kabupaten Grobogan -24.480 ST. Tetapi hal ini tidak berarti setiap wilayah di Kabupaten Grobogan memiliki nilai KPPTR efektif yang negatif. Penelitian yang dilakukan oleh Hermansyah 2006 dengan judul “Kajian Pengembangan Peternakan Sapi Potong di Kecamatan Agrabinta, Kabupaten Cianjur ” salah satu tujuannya adalah menganalisa tingkat pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Agrabinta dengan melihat nilai Return Cost ratio RC rasio. Berdasrkan perhitungan menunjukan bahwa pemeliharaan ternak sapi potong oleh peternak masih bersifat tradisional. Kontribusi pendapatan usaha ternak sapi potong sebesar 11,11 dari total pendapatan keluarga atau sebesar Rp 1 054 020.26 per tahunnya. Nilai Return Cost ratio RC rasio menunjukan angka 1,51. Hal ini menegaskan bahwa usaha ternak sapi potong dapat dikembangkan di daerah Kecamatan Agrabinta.