18 dan Rollinson 1974, digunakan untuk melihat seberapa besar suatu wilayah
berpotensi untuk menambah populasi ternak ruminansia berdasarkan ketersediaan hijauan dan tenaga kerja di wilayah tersebut. Metode ini dapat lebih jelas dilihat
pada bab metode peelitian.
2.5 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini terkait analisis potensi lahan untuk pengembangan peternakan rakyat sapi potong pernah
dilakukan sebelumnya. Salah satunya Hardyastuti 2008 mengkaji tentang pengembangan peternakan
dengan judul “Strategi Pengembangan Wilayah Kabupaten Grobogan Sebagai Sentra Produksi Sapi Potong
”. Tujuan penelitian tersebut selain mengidentifikasi potensi dan kendala yang dimiliki oleh Kabupaten
Grobogan, sehingga dapat direkomendasikan strategi yang tepat untuk usaha pengembangan wilayahnya sebagai sentra produksi sapi potong. Dengan alat
analisis LQ menunjukkan bahwa Kabupaten Grobogan memiliki delapan kecamatan yang tingkat kepemilikan sapi potongnya relatif lebih baik dari yang
lain LQ1. Hasil analisis KPPTR menunjukkan bahwa nilai total KPPTR efektif Kabupaten Grobogan -24.480 ST. Tetapi hal ini tidak berarti setiap wilayah di
Kabupaten Grobogan memiliki nilai KPPTR efektif yang negatif. Penelitian yang dilakukan oleh Hermansyah 2006
dengan judul “Kajian Pengembangan Peternakan Sapi Potong di Kecamatan Agrabinta, Kabupaten
Cianjur ” salah satu tujuannya adalah menganalisa tingkat pendapatan peternak
sapi potong di Kecamatan Agrabinta dengan melihat nilai Return Cost ratio RC rasio. Berdasrkan perhitungan menunjukan bahwa pemeliharaan ternak sapi
potong oleh peternak masih bersifat tradisional. Kontribusi pendapatan usaha ternak sapi potong sebesar 11,11 dari total pendapatan keluarga atau sebesar Rp
1 054 020.26 per tahunnya. Nilai Return Cost ratio RC rasio menunjukan angka 1,51. Hal ini menegaskan bahwa usaha ternak sapi
potong dapat dikembangkan di daerah Kecamatan Agrabinta.