Aspek Ekonomi Kajian Arsitektur Hijau Desa Adat Penglipuran Bali

25 sebagai manifestasi Tuhan selaku pencipta dan Pura Penataran tempat memuja Dewa Wisnu sebagai manifestasi Tuhan selaku pemelihara serta hutan bambu sebagai area laba pura lahan yang hasilnya khusus diperuntukkan untuk kepentingan puraibadahsuci. Bagian utara ini merupakan tempat paling suci pada desa. Bagian tengah desa madyaantara merupakan area pemukiman inti desa dimana terdapat kebun atau tegalan, balai desa atau balai banjar, dan kavling rumah tinggal yang memanjang dari arah barat sampai timur. Bagian ujung selatan NistaTeben yang merupakan tempat terendah pada desa terdapat kuburan desa, Pura Dalem tempat memuja Dewa Ciwa sebagai manifestasi Tuhan selaku pelebur, Taman Makam Pahlawan monumen perjuangan untuk mengenang leluhur, sekolah dasar, kandang ternak ayam, sapi, dan babi dan tegalan Gambar 9. Sirkulasi Desa Adat Penglipuran terbagi menjadi dua, yaitu sirkulasi khusus pejalan kaki dan sirkulasi untuk kendaraan bermotor. Jalan yang mengikuti pola linier pada bagian tengah desa merupakan sirkulasi khusus pejalan kaki dan menjadi jalur utama desa yang berupa jalur pedestrian. Jalur pedestrian ini memanjang pada bagian inti desa dari utara hingga selatan. Sirkulasi untuk kendaraan bermotor melingkari bagian terluar inti desa yang biasa disebut oleh masyarakat desa sebagai jalan lingkar. Setiap kavling rumah tinggal pada area inti desa terhubung pada jalan lingkar ini. Pola Desa Adat Penglipuran selain terbagi menjadi tiga bagian utamasuci, madya, nista dapat terlihat dari letak hutan serta tegalan yang berada pada bagian terluar area inti desa. Hutan dan tegalan ini seakan-akan membentengi area inti desa dari lingkungan luar dan menjadi batas terluar desa. Sebuah jalan berukuran 4 meter menghubungkan pintu masuk desa dengan jalan kolektor pada Kelurahan Kubu. Pemukiman penduduk terdiri dari kavling-kavling rumah tinggal dengan lebar rata-rata 8.5 m dan memanjang kebelakang sampai pada jalan lingkar disekeliling area pemukiman. Masing-masing kavling terbagi atas tiga zona secara horizontal Konsep Tri Mandala, yaitu area tempat suci keluarga sanggah sebagai zona utama pada bagian timur laut kaja-kangin, area tempat tinggal pawongan sebagai zona madya pada bagian tengah, dan area MCK, tempat sampah, serta kandang ternak terletak pada zona terluar nista dari kavling tersebut. Area tempat tinggal pada zona madya terdiri dari dapur tradisional di sebelah utara, Bale Saka Enem di bagian selatan, dan Loji di sebelah barat sebagai tempat tidur keluarga dan tempat menerima tamu. Ruang terbuka juga terdapat pada bagian tengah kavling rumah tinggal berupa pekarangan. Pola ini masih terlihat utuh hingga sekarang dan dipertahankan dalam setiap kegiatan pembangunan oleh warga desa. Pertambahan jumlah penduduk menyebabkan perubahan pada zona nista dengan mendirikan bangunan-bangunan tempat tinggal baru. Hasil observasi lapang juga menunjukkan banyaknya bangunan-bangunan rumah tinggal baru diluar area inti desa Gambar 10. Menurut Jro Bayan Duwuran dan Jro Bendesa sesepuh desa, jumlah kavling di Desa Adat Penglipuran sejak semula sampai kini tetap, yaitu 77 buah. Salah satu diantaranya disebut karang memadu dan 76 buah sisanya disebut karang kerti tempat pengabdiantempat tinggal. Setiap karang kerti disertai sebidang tanah garapan yang disebut cecatu sawah, tegalan, dan hutan bambu. Seluruh kavling rumah tinggal beserta lahan di dalam area Desa Adat Penglipuran sepenuhnya menjadi milik Desa Adat sedangkan penghuninya hanya memperoleh hak pakai dan hak 26 guna bangunan. Kavling rumah beserta lahan garapan tidak diijinkan untuk dibangun diluar ketentuan adat dan awig-awig sehingga tidak mungkin untuk diperjualbelikan. Bangunan rumah tinggal, dapur tradisional, dan lainnya memiliki arsitektur khas tradisional Bali daerah pegunungan dengan atap lancip kemiringan 45, berdinding pendek dan berdiri diatas umpak atau pondasi batu padas. Material bangunan memakai bahan alami yang ada disekitar desa, yaitu batu dan tanah lempung untuk pondasi atau lantai, kayu dan bambu untuk bahan konstruksi, struktur dinding, dan atap Gambar 11. Seluruh bangunan terlihat hampir serupa, mencerminkan kesederhanaan, dan keserasian alam dan lingkungan. Penggunaan ornamen-ornamen khas Bali terlihat menonjol pada bangunan tempat suci sedangkan pada bangunan rumah tinggal hampir tidak terdapat ornamen yang berarti. Bahan dan material bangunan ditampilkan apa adanya dengan jujur dan serasi dengan alam yang merupakan prinsip arsitektural tradisional Bali. Hasil observasi keempat sampel kavling rumah tinggal pada area inti desa menunjukkan pola rumah tinggal yang serupa pada keempatnya. Susunan dan letak bangunan-bangunannya tidak berbeda satu sama lain. Tempat suci di bagian timur laut, dapur tradisional di utara, bale saka enem di selatan, dan loji di sebelah barat. Pola tersebut selalu terlihat sama pada keempat sampel rumah tinggal sedangkan pada zona nista yang seharusnya sebagai tempat ternak, MCK, dan tempat sampah tersebut terlihat telah berdiri bangunan-bangunan rumah tinggal dan garasi kendaraan yang berbeda-beda setiap sampelnya. Perbedaan kemampuan ekonomi keluarga yang tinggal pada masing-masing kavling sampel rumah tinggal tersebut menimbulkan adanya perbedaan penggunaan material serta ornamen tradisional pada bangunan-bangunan rumah tinggal yang terletak pada zona nista yang telah mengalami perubahan bentuk fungsi Gambar 12. Gambar 10 Sketsa pola rumah tinggal Desa Adat Penglipuran Gambar 11 Material alami pada bangunan desa jalan utama desa