Penggunaan bangunan tidak terpakai

46 mereka sendiri seperti yang telah diatur dalam peraturan adat dan agama mereka. Setiap tanggal dan bulan tertentu warga secara khusus melakukan upacara adat untuk mendoakan alam dan lingkungan tempat tinggal mereka. Mereka percaya bahwa alam dan lingkungan tersebut memiliki dampak positif dan negatif bagi keberlangsungan hidup mereka. Merusak alam dan lingkungan seperti membuang sampah, mencemari sungai, dan menebang pohon sembarangan selain mendapatkan sanksi adat yaitu pengucilan secara sosial juga merupakan hal yang dilarang oleh agama mereka.

5.2.3.6 Sumber energi dan infrastruktur hemat energi

Penggunaan sumber energi alternatif ramah lingkungan pada Desa Adat Penglipuran, seperti tenaga angin, matahari, biogas, dan lainnya belum terlihat. Warga masih menggunakan listrik sebagai sumber energi utama mereka dalam berkegiatan sehari-hari. Desa Adat Penglipuran memiliki dapur tradisional yang masih digunakan sampai saat ini. Dapur tradisional ini masih menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakarnya Gambar 37. Kayu bakar tidak termasuk sumber energi yang ramah lingkungan dikarenakan mengeluarkan banyak asap dan memerlukan potongan kayu-kayu yang ditebang dari pohon sehingga hal tersebut memiliki dampak negatif bagi lingkungan. Kepala Adat Desa Penglipuran menyatakan bahwa penerapan sumber energi alternatif pada warga Desa Adat Penglipuran kurang efektif karena memerlukan biaya tinggi dan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Tidak adanya penggunaan sumber energi alternatif berdampak pada belum adanya infrastruktur hemat energi seperti, lampu jalan dan lampu taman yang menggunakan sumber energi ramah lingkungan.

5.2.3.7 Pengelolaan limbah cair dan padat

Warga Desa Adat Penglipuran belum memiliki suatu pengelolaan khusus bagi air buangan rumah tangga untuk dapat dipergunakan kembali. Observasi di lapang terhadap 4 rumah sampel menunjukkan bahwa keempat rumah tinggal tersebut melakukan kegiatan mencuci alat-alat rumah tangga mereka pada bagian luar rumah mereka. Keempat rumah tinggal tersebut membuang limbah cair mereka langsung kedalam tanah Gambar 38. Bagian terluar rumah tinggal mereka, yaitu jalan utama desa, memang memiliki saluran drainase yang memanjang sepanjang jalan tersebut namun warga tidak diperbolehkan membuang limbah cair dari rumah mereka pada saluran ini. Saluran drainase ini dikhususkan sebagai saluran buangan air hujan. Pengelolaan limbah padat seperti pemisahan sampah, belum terlihat pada Desa Adat Penglipuran. Semua warga mengumpulkan sampah mereka pada satu Gambar 37 Kayu bakar sebagai bahan bakar 47 tempat Gambar 39. Tempat sampah tersebut dikelola langsung oleh Dinas Tata Kota Kabupaten Bangli. Pengolahan limbah kamar mandi pada rumah-rumah tinggal warga saat ini menggunakan septic tank pada bagian belakang kavling seperti rumah tinggal pada umumnya. Sisa bahan bangunan yang tidak terpakai dan rusak digunakan warga sebagai bahan konstruksi kandang ternak pada rumah mereka.

5.2.3.8 Material pada hardscape

Frick 1998 memaparkan tentang klasifikasi bahan atau material bangunan secara ekologis sebagai berikut: 1. Bahan bangunan yang dapat dibudidayakan kembali regeneratif, yaitu bahan bangunan organik nabati atau hewani yang dapat diaplikasikan langsung tanpa transformasi dan membutuhkan energi sangat kecil dalam penggunaannya kayu, rotan, bambu, alang-alang, kulit binatang, dan lainnya. 2. Bahan bangunan alam yang dapat digunakan kembali, yaitu bahan organik bukan nabati atau hewani yang dapat digunakan langsung, tidak terbarukan namum dapat digunakan kembali dengan proses sederhana tanah liat, pasir, batu alam, dan lainnya. 3. Bahan bangunan alam yang mengalami perubahan transformasi sederhana, yaitu bahan mentah bersumber dari alam dan tidak terbarukan yang kemudian ditransformasi menjadi bentuk lain batu bata, genting, dan lainnya. Bahan ini dapat digunakan kembali dengan perlakuan tertentu. Gambar 38 Pengelolaan limbah cair pada keempat sampel rumah tinggal Gambar 39 Tempat sampah Desa Adat Penglipuran