Analisis Data Aktivitas Pelelangan Hasil Tangkapan

Data tambahan juga meliputi data primer dan data sekunder. Data tambahan berfungsi untuk melengkapi data utama. Bila tidak memungkinkan untuk diperoleh, data ini tidak diperlukan. Adapun data tambahan primer yang dikumpulkan meliputi dokumentasi aktivitas pendaratan dan pelelangan, fasilitas dan hasil tangkapan yang didaratkan sedangkan data tambahan sekundernya meliputi peta lokasi penelitian, letak geografisnya, kependudukan, sarana dan prasarana umum dan perikanan Jakarta.

3.4 Analisis Data

Dalam penelitian ini dilakukan beberapa analisis sesuai dengan tujuan dari penelitian. Adapun analisis yang dilakukan meliputi aktivitas pendaratan, pelelangan, kebutuhan fasilitas, dan kualitas hasil tangkapan armada tradisional yang didaratkan di PPS Nizam Zachman. Data yang dianalisis secara terperinci yaitu berupa : 1 Untuk mengetahui kondisi aktual aktivitas pendaratan dan pelelangan, dilakukan analisis secara deskriptif terhadap proses aktivitas-aktivitas tersebut; 2 Untuk mengetahui kualitas hasil tangkapan, dilakukan analisis secara deskriptif, penghitungan rata-rata dan analisis grafik terhadap kualitas hasil tangkapan melalui hasil pengamatan dan wawancara yang diperoleh dari kuesioner dan dari data organoleptik; 3 Untuk mengetahui kebutuhan fasilitas pelabuhan sebagai penunjang aktivitas pendaratan dan pelelangan baik dari segi jenis maupun jumlah fasilitas terkait, dilakukan analisis secara deskriptif melalui hasil pengamatan dan wawancara yang diperoleh dari kuesioner dan melalui hasil penghitungan rumus kebutuhan fasilitas. Selain itu dilakukan peramalan kebutuhan fasilitas sampai dengan 10 tahun ke depan melalui proyeksi produksi subsubbab 2.3.4; 4 Untuk mengetahui hubungan kebutuhan fasilitas terkait aktivitas pendaratan dan pelelangan, dilakukan analisis deskriptif. 4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah 4.1.1 Geografis dan iklim Provinsi Daerah Khusus Ibukota DKI Jakarta berada di bagian utara Provinsi Jawa Barat. Provinsi ini di sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa. Di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan wilayah Provinsi Jawa Barat sedangkan di sebelah barat dengan Provinsi Banten. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta tidak hanya berupa daratan, tetapi juga berupa lautan. Secara geografis berdasarkan Anonymous 2007c, provinsi ini tepatnya terletak pada posisi 5° 19’ 12” Lintang Selatan LS sampai dengan 6° 23’ 54” LS dan 102° 02’ 42” Bujur Timur BT sampai dengan 106° 58’ 18” BT. Wilayah Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah yang terbentang dari selatan ke utara. Pantainya membentang dari Barat sampai ke Timur mulai dari wilayah Marunda hingga Kamal Muara sepanjang kurang lebih 35 km yang menjadi tempat bermuaranya sembilan sungai dan dua kanal Anonymous, 2007c. Wilayah provinsi ini tidak memiliki kontur wilayah pegunungan. Berdasarkan SK Gubernur Nomor 1227 tahun 1989 Wulandari, 2007, wilayah Provinsi DKI Jakarta berupa daratan seluas 661,52 km 2 dan berupa perairan laut seluas 6.977,5 km 2 . Perairan laut tersebut memiliki tidak kurang dari 110 pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu. Berdasarkan Anonymous 2008, Provinsi DKI Jakarta memiliki ketinggian tanah sekitar 0 - 10 m di atas permukaan laut dari titik nol Tanjung Priok sampai batas Kota Jakarta Utara dengan Jakarta Pusat dan 5 - 50 m di atas permukaan laut dari Banjir Kanal sampai batas selatan DKI Jakarta. Secara umum Provinsi DKI Jakarta beriklim tropis, dengan rata-rata suhu maksimum udara berkisar 34,1˚C pada siang hari dan suhu minimum udara berkisar 23,5˚C pada malam hari. Kelembaban udara maksimum rata-rata minimum sebesar 88,0 dan rata-rata minimum sebesar 71,8 dengan rata-rata curah hujan sepanjang tahun sebesar 174,8 mm 2 . Curah hujan paling besar terjadi sekitar bulan Januari dan paling kecil pada bulan September Anonymous, 2007c. Selanjutnya berdasarkan Anonymous 2007c pula, secara administratif, Provinsi DKI Jakarta terbagi dalam lima wilayah kota dan satu Kabupaten Administratif, yaitu Kota Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara masing-masing dengan luas daratan seluas 145,73 km 2 , 187,75 km 2 , 48,20 km 2 , 126,15 km 2 dan 141,88 km 2 serta Kabupaten Kepulauan Seribu dengan luas 11,81 km 2 . Bila dilihat dari segi geografis, lokasi Provinsi DKI Jakarta adalah sangat strategis di kepulauan Indonesia. Provinsi DKI Jakarta merupakan pusat pemerintahan, ekonomi, perdagangan dan jasa serta pintu gerbang utama dalam perdagangan antar pulau dan hubungan internasional; dengan pelabuhan utamanya Tanjung Priok dan terletak dekat dengan Bandara Soekarno Hatta di daerah perbatasan Provinsi Banten. Kestrategisan tersebut memberikan keuntungan bagi pembangunan dan pengembangan berbagai sektor subsektor di provinsi ini, termasuk subsektor perikanan tangkap. Keuntungan itu antara lain dalam hal memperoleh kemudahan perizinan pendirian industri, perolehan investasi, dan kemudahan dalam mendistribusikan hasil perikanan tangkap baik untuk dipasarkan ke dalam negeri maupun luar negeri.

4.1.2 Penduduk dan pendidikan 1 Penduduk

Provinsi DKI Jakarta merupakan wilayah terpadat penduduknya di Indonesia. Berdasarkan hasil estimasi Survei Sosial Ekonomi Nasional Susenas pada tahun 2006, kepadatan penduduk provinsi ini mencapai 13,5 ribu jiwakm 2 dan jumlah penduduk DKI sebanyak 8,96 juta jiwa dengan luas wilayah 661,52 km 2 sedangkan Provinsi Jawa Barat pada urutan kepadatan kedua sebesar 1,1 ribu jiwa km 2 Anonymous, 2009. Selanjutnya Anonymous 2007c menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan penduduk DKI Jakarta mengalami penurunan dari periode 2000-2005 sebesar 1,2 menjadi 1,1 pada periode 2000-2006. Penurunan pertumbuhan penduduk ini disebabkan karena program pemerintah Keluarga Berencana KB dinilai berhasil. Anonymous 2007c juga menyatakan tentang sebaran penduduk menurut kota dan kabupaten yang ada di provinsi ini sebagai berikut : penyebaran penduduk DKI Jakarta cukup merata pada masing-masing kota Gambar 2. Kota Jakarta Timur merupakan kawasan yang jumlah penduduknya terbanyak di provinsi ini dengan jumlah penduduk 2.567.390 jiwa atau 28,6 pada tahun 2006. Banyaknya warga yang tinggal di Jakarta Timur dikarenakan kawasan ini dekat dengan kawasan industri Pulo Gadung dimana kawasan tersebut merupakan tempat untuk bekerja atau mencari nafkah bagi sebagian penduduk DKI Jakarta. Selanjutnya kota terbanyak kedua jumlah penduduknya adalah Kota Jakarta Selatan dengan jumlah 1.994.633 jiwa atau 23,1 . Padatnya penduduk Kota Jakarta Selatan juga dikarenakan kawasan ini merupakan kawasan yang dijadikan wilayah pemukiman yang potensial bagi penduduk DKI Jakarta. Alasannya dikarenakan wilayah Kota Jakarta Selatan masih terlihat lebih asri jika dibandingkan dengan Kota lainnya di DKI Jakarta. Posisi ketiga dan selanjutnya berturut-turut ditempati Kota Jakarta Barat dengan 1.871.957 jiwa atau 20,8 , Kota Jakarta Utara dengan 1.484.799 jiwa atau 15,7 , Kota Jakarta Pusat dengan 975.275 jiwa atau 11,6 dan Kabupaten Kepulauan Seribu dengan 69.026 jiwa atau 0,3 . Jakarta Timur 28,6 Jakarta Barat 20,8 Jakarta Utara 15,7 Jakarta Selatan 23,1 Kepulauan Seribu 0,3 Jakarta Pusat 11,6 Jakarta Pusat Jakarta Timur Jakarta Barat Jakarta Utara Jakarta Selatan Kepulauan Seribu Sumber : Anonymous, 2007c. Gambar 2 Jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta menurut kota dan kabupaten tahun 2006 Tingginya kepadatan penduduk DKI Jakarta menimbulkan tingginya tingkat kebutuhan konsumsi penduduk. Tingginya tingkat kebutuhan konsumsi mendorong tingginya tingkat permintaan produk konsumsi, termasuk di dalamnya permintaan akan produk berprotein khususnya protein hewani termasuk protein asal perikanan. Tingginya kepadatan penduduk DKI Jakarta di atas juga mengakibatkan pemakaian lahan untuk perumahan semakin tinggi dan minimnya lahan pertanian dan perternakan di DKI Jakarta. Kondisi ini mendorong penduduk DKI Jakarta lebih memilih mengkonsumsi produk berprotein berasal dari perikanan terutama perikanan yang berasal dari perikanan tangkap di laut Anonymous, 2007d. Penduduk DKI Jakarta yang berprofesi sebagai nelayan, terutama nelayan tradisional, umumnya merupakan masyarakat golongan menengah ke bawah yang bermukim di wilayah Kota Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Pemukiman nelayan di kedua wilayah tersebut umumnya merupakan pemukiman kumuh yang tidak layak untuk ditempati. Mayoritas nelayan yang bermukim di pemukiman tersebut sebagian besar merupakan nelayan buruh anak buah kapal ABK dan cenderung berpendapatan rendah serta hidup dalam kekurangan. 2 Pendidikan Program pendidikan bagi penduduk DKI Jakarta adalah cukup merata. Hal ini berdasarkan meratanya tingkat partisipasi sekolah menurut kelompok usia sekolah di DKI Jakarta. Tingkat partisipasi sekolah adalah tingkat keikutsertaan anak usia sekolah untuk belajar di sekolah-sekolah yang tersebar di wilayah DKI Jakarta. Persentase tingkat partisipasi sekolah menurut usia sekolah pada tahun 2006, untuk usia sekolah 7-12 tahun mencapai 98,5 , usia 13-15 tahun mencapai 90,2 , dan pada usia sekolah 16-18 tahun mencapai 60,3 Anonymous, 2007c. Program pendidikan yang ditawarkan bagi penduduk DKI Jakarta, selain pendidikan umum di institusi-institusi sekolah-sekolah umum, juga menawarkan pendidikan yang bersifat kejuruan. Pendidikan kejuruan ini cukup banyak peminatnya bagi penduduk DKI Jakarta usia sekolah. Hal ini dikarenakan pendidikan kejuruan lebih menawarkan pendidikan teknis keterampilan siap kerja, berupa pemberian persentase praktek langsung lebih besar dibandingkan pembelajaran teori. Akan tetapi, walaupun demikian persentase tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas SLTA Kejuruan masih lebih rendah dibandingkan dengan SLTA Umum. Berdasarkan Anonymous 2007c, tingkat SLTA Kejuruan di DKI Jakarta mencapai 9,9 dari jumlah penduduk menurut usia sekolah sedangkan SLTA Umum mencapai 25,2 . Pendidikan kejuruan yang ditawarkan beragam antara lain kejuruan pariwisata, bisnis dan manajemen, teknik, informatika, akuntansi, kesekretariatan, dan termasuk kejuruan perikanan dan kelautan. Pendidikan kejuruan perikanan dan kelautan yang berada di DKI Jakarta diantaranya Sekolah Tinggi Perikanan STP Departemen Pertanian Pasar Minggu Jakarta, Sekolah Menengah Ilmu Pelayaran, dan Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Jakarta. Pendidikan kejuruan di bidang perikanan dan kelautan membantu Pemerintah dalam membentuk para generasi muda untuk menimba ilmu dan keterampilan perikanan dan kelautan dalam rangka membangun perikanan Indonesia khususnya perikanan di DKI Jakarta.

4.1.3 Prasarana dan sarana umum 1 Air Minum

Penduduk DKI Jakarta umumnya menggunakan air minum yang berasal dari sumber air Perusahaan Daerah Air Minum PDAM. Penyediaan sumber air minum DKI Jakarta dikelola, dioperasikan, dan dipelihara oleh Badan Usaha Milik Daerah BUMD milik Pemerintah Daerah Pemda DKI Jakarta melalui Perusahaan Daerah Perusahaan Air Minum Jakarta Raya PD PAM Jaya. Pada tahun 2006, konsumsi air minum penduduk DKI Jakarta dari sumber air PDAM adalah sebesar 39,7 persen, sementara dari sumber lainnya seperti air kemasan, pompa dan sumur berturut-turut yaitu 20,8 persen, 33,2 persen, dan 4,9 persen Anonymous, 2007c. Persentase tersebut menunjukkan bahwa masih banyak penduduk DKI Jakarta yang belum menikmati fasilitas PDAM untuk konsumsi air minum. Walaupun pelayanan jasa penyediaan air bersih PDAM memiliki jaminan kebersihan dan hiegenitas yang telah teruji dan menawarkan harga yang terjangkau Anonymous, 2007c, namun jaringan PDAM belum menjangkau seluruh penduduk provinsi ini. Sumber air bersih lainnya yang berasal dari air pompa atau sumur adalah jelas tidak terjamin kebersihan dan hiegenitasnya, sementara sumber air minum kemasan dijual dengan harga yang lebih mahal dibanding bila memasak air yang berasal dari PDAM termasuk air asal PDAM yang telah dimasak. Konsumsi air bersih bagi penduduk DKI Jakarta yang bermukim di wilayah pantai seperti Kota Jakarta Utara sebagiannya juga mengandalkan pelayanan dari PD PAM Jaya. Kebutuhan air bersih dalam menunjang kehidupan sehari-hari penduduk Jakarta Utara belum sepenuhnya dipenuhi dari sumber air PDAM. Kebutuhan penggunaan air bersih bagi penduduk Jakarta Utara, khususnya penduduk yang berprofesi sebagai nelayan, selain digunakan untuk kebutuhan air minum, mandi, mencuci juga digunakan untuk memenuhi kegiatan-kegiatan nelayan seperti untuk kebutuhan melaut, pencucian ikan sebelum dikeringkan, dan lain-lain. Air yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan nelayan, terutama nelayan tradisional, seperti untuk mencuci kapal, mencuci hasil tangkapan selama pembongkaran dan mencuci peralatan yang digunakan oleh nelayan, termasuk alat tangkap, umumnya masih menggunakan air laut, yaitu air yang berasal dari kolam pelabuhan. Air yang digunakan untuk perbekalan melaut seperti kebutuhan air minum, umumnya menggunakan air PDAM yang mereka bawa dari rumah atau air yang mereka beli dari sumber lain atau membawa botol-botol air kemasan yang mereka beli sebelum berangkat melaut. 2 Listrik Kebutuhan daya listrik di DKI Jakarta dipenuhi oleh Perusahaan Listrik Negara PT PLN Distribusi DKI Jakarta dan Tangerang. Kebutuhan daya listrik pelanggan listrik DKI Jakarta pada tahun 2006 mencapai 4.500 megawatt MW, sementara kemampuan pasokan listrik yang dipenuhi PT PLN sebesar 2.000 MW Anonymous, 2007c. Dengan demikian, pelanggan listrik wilayah DKI Jakarta masih kekurangan pasokan daya listrik. Jumlah pelanggan listrik DKI Jakarta paling besar adalah untuk konsumsi rumahtangga. Pada tahun 2006, jumlah pelanggan rumahtangga tercatat 2.967.657 pelanggan. Pelanggan kedua terbesar adalah untuk keperluan bisnis yaitu tercatat sebesar 224.929 pelanggan. Untuk keperluan sosial, industri, Pemerintah dan traksi konsumsi listrik DKI tercatat berturut-turut sebesar 36.762, 10.264, 7.286, 4.148, dan 17 pelanggan Anonymous, 2007c. Untuk dapat memenuhi kebutuhan listrik di wilayah DKI Jakarta, PT PLN melakukan kebijakan pemadaman listrik bergilir bagi pelanggan listrik di setiap wilayah DKI. Kebijakan tersebut menimbulkan konsekuensi yaitu tidak meratanya pasokan listrik bagi pelanggan yang tersebar di seluruh wilayah DKI Jakarta. Kondisi seperti yang dijelaskan di atas, menimbulkan kerugian bagi pelanggan listrik di DKI Jakarta. Kebijakan pemadaman listrik bergilir tersebut dapat mengganggu penduduk DKI Jakarta dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, termasuk kegiatan terkait perikanan. Aktivitas-aktivitas perikanan yang didukung oleh kebutuhan listrik, seperti lampu penerangan di gedung TPI, darmaga dan kebutuhan listrik di pabrik es, menjadi tidak berjalan bila mendapat giliran pemadaman listrik sehingga pasokan listrik tidak terpenuhi, dan aktivitas terkait menjadi terhambat. 3 Transportasi, pos dan telekomunikasi Sarana transportasi yang terdapat di DKI Jakarta cukup lengkap. Sarana- sarana tersebut membantu penduduk DKI Jakarta dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, baik untuk keperluan bisnis, sekolah, bekerja, dan sebagainya. Sarana transportasi di DKI Jakarta melayani penumpang mencakup seluruh pelosok wilayah DKI Jakarta sehingga memudahkan akses bagi penduduk dalam berpergian dari satu tempat ke tempat lain. Sarana transportasi yang banyak digunakan oleh penduduk DKI Jakarta adalah transportasi darat. Pada tahun 2006, jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta terdaftar 7,97 juta unit; terdiri sepeda motor, mobil penumpang, mobil beban, dan mobil bis tidak termasuk TNI, POLRI, dan CD Anonymous, 2007c. Selanjutnya Anonymous 2007c mengemukakan bahwa transportasi darat utama yang banyak digunakan untuk angkutan penumpang umum adalah kereta api. Pada tahun 2006 jumlah penumpang kereta api naik 5,98 persen dari tahun 2005 yaitu dari 116,23 juta orang menjadi 123,19 juta orang. Berdasarkan Anonymous 2008b, pelayanan transportasi darat bagi penduduk DKI Jakarta masih kurang. Banyak masalah yang dihadapi pemerintah provinsi berkaitan dengan transportasi darat di DKI Jakarta diantaranya kurangnya transportasi umum dan tingginya mobilitas penumpang di provinsi ini, meningkatnya jumlah penggunaan kendaraan pribadi, tidak seimbangnya laju pertumbuhan kendaraan dengan ruas jalan sehingga meningkatnya jumlah lokasi rawan kemacetan di DKI Jakarta. Sarana transportasi umum kedua yang banyak digunakan penduduk DKI Jakarta adalah transportasi udara. Berdasarkan Anonymous 2007c, lalu lintas pesawat udara yang berangkat pada tahun 2006 untuk penerbangan internasional, domestik dan penerbangan lokal masing-masing tercatat sebanyak 23.551, 110.692, dan 9.876 penerbangan. Penerbangan internasional dan domestik terjadi peningkatan, masing-masing sebesar 9,1 persen dan 0,6 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya; sedangkan untuk penerbangan lokal turun sebesar 9,8 persen. Anonymous 2007c juga menyatakan bahwa transportasi laut merupakan sarana transportasi alternatif bagi penduduk DKI Jakarta, terutama untuk transportasi antar pulau. Jumlah arus penumpang kapal laut untuk pelayaran antar pulau tercatat pada tahun 2006 yang datang dan berangkat melalui pelabuhan Tanjung Priok turun 15,84 persen dari 577.060 orang menjadi 485.644 orang. Anonymous 2007d menambahkan bahwa transportasi laut DKI Jakarta belum merata, hal ini berdasarkan masih minimnya transportasi laut yang ada di Kabupaten Kepulauan Seribu. Jenis-jenis transportasi yang ada memberikan keuntungan bagi keberlangsungan aktivitas perikanan di DKI Jakarta. Pengangkutan hasil perikanan hasil tangkapan dapat diangkut menggunakan mobil, truk, kereta, kapal niaga, dan pesawat terbang. Dengan demikian, pengangkutan hasil tangkapan khususnya dari PPPPI atau tempat pendaratan ikan ke tempat konsumen pasar dapat didistribusikan ke berbagai daerah di DKI Jakarta dan luar Jakarta termasuk ekspor dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Penggunaan sarana trasnportasi perlu didukung oleh pembangunan prasarananya. Prasarana yang dibangun untuk mendukung berbagai sarana transportasi yang disediakan di DKI Jakarta antara lain berupa jalan raya, jalan layang, jembatan, maupun jalan tol. Pembangunan prasarana ini berguna sebagai pelengkap sarana transportasi yang disediakan. Salah satu fungsinya untuk memperlancar aktivitas pengangkutan hasil perikanan hasil tangkapan untuk didistribusikan dengan cepat. Pembangunan jalan tol lingkar luar Jakarta dan jalan tol yang langsung menuju Pelabuhan Tanjung Priok atau Bandara Internasional Sukarno-Hatta dari PPS Nizam Zachman, semakin mempermudah proses pengangkutan hasil tangkapan agar dapat didistribusikan dengan cepat ke tempat tujuan, terutama untuk tujuan luar wilayah DKI Jakarta dan tujuan luar negeri ekspor. Selain sarana transportasi, sarana pos dan telekomunikasi juga sangat berperan dalam menunjang aktivitas penduduk DKI Jakarta dalam kehidupan sehari-harinya; termasuk aktivitas nelayan di DKI Jakarta. Berbagai pelayanan pos dan telekomunikasi telah dibangun dan terus dikembangkan. Pelayanan pos di Indonesia, termasuk juga di DKI Jakarta, kini telah mencakup semua jasa pelayanan yang ditawarkan, selain jasa pos atau pengiriman surat. Pelayanan yang ditawarkan oleh kantor-kantor pos yang berada di DKI Jakarta dapat melayani pembayaran tagihan rekening listrik, rekening telepon, pembayaran angsuran kredit motor, angsuran kredit mobil, dan sebagainya. Berbagai pelayanan jasa tersebut memberikan kemudahan bagi penduduk DKI Jakarta dalam membayarkan iuran rutin kehidupan sehari-harinya, termasuk dalam memenuhi atau menunjang berlangsungnya aktivitas perikanan di DKI Jakarta. Kemudahan pelayanan jasa tersebut di atas juga didukung oleh tersedianya banyak kantor pos di berbagai tempat pemukiman di DKI Jakarta. Pada tahun 2006, Kantor Pos di DKI Jakarta tercatat sebanyak 254 unit yang meliputi delapan Kantor Pos besar, 179 Kantor Pos tambahan, dan 99 Rumah Pos Anonymous, 2007d. Tersedianya kantor pos yang cukup di berbagai wilayah pemukiman membuat penduduk DKI Jakarta mudah dalam mengakses jasa yang ditawarkan oleh kantor pos-kantor pos tersebut. Jasa pelayanan telekomunikasi yang terdapat di DKI Jakarta juga telah mencukupi tingginya kebutuhan penduduk DKI Jakarta terhadap telekomunikasi. Perusahaan telekomunikasi di DKI Jakarta telah memasang jutaan sambungan telepon ke berbagai wilayah di DKI, termasuk ke rumah-rumah maupun perkantoran. Berdasarkan Anonymous 2007c, pada tahun 2006 sambungan telepon di DKI Jakarta sebesar 1.925.940 unit, termasuk di dalamnya 360.343 unit di Jakarta Utara. Jasa pelayanan telekomunikasi di DKI Jakarta tidak hanya menawarkan bentuk telekomunikasi berupa sambungan telepon biasa, akan tetapi juga menawarkan jasa telekomunikasi seluler telepon genggam. Berkembangnya teknologi telekomunikasi seluler di dunia membuat penduduk DKI Jakarta lebih memilih melengkapi kebutuhan telekomunikasinya dengan komunikasi seluler berupa telepon genggam handphone. Penawaran dengan harga yang terjangkau, membuat berbagai tingkat usia penduduk DKI Jakarta kini telah dilengkapi dengan sarana telekomunikasi berupa telepon genggam tersebut. Kemudahan pelayanan jasa telekomunikasi di atas, memberikan keuntungan bagi penduduk DKI Jakarta dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-harinya, terutama aktivitas yang berkaitan dengan aktivitas bisnis dan ekonomi, termasuk di dalamnya bidang usaha perikanan. Para pelaku bisnis di bidang perikanan mendapatkan akses yang sangat mudah dalam bertransaksi bisnis untuk mencapai kesepakatan dalam jual-beli produk perikanan. Dengan demikian, pemesanan dan pengiriman produk perikanan dari nelayan dapat dilakukan dengan cepat sehingga kualitas produk perikanan hasil tangkapan mempunyai kualitas yang baik sampai ke konsumen.

4.1.4 Keadaan umum perikanan

Luas perairan provinsi DKI Jakarta adalah 6.977,5 km 2 . Produksi perikanan tangkap laut tahun 2006 sebesar 137,57 ribu ton atau 96,5 dari total produksi perikanan provinsi ini, sedangkan perikanan budidaya sebesar 4,92 ribu ton atau sebesar 3,5 budidaya laut, tambak, dan kolam Anonymous, 2007c. Produksi perikanan tangkaplaut tersebut merupakan hasil tangkapan yang didaratkan dari lima pelabuhan perikanan dari berbagai tipe pelabuhan di DKI Jakarta, yaitu PPS Nizam Zachman, PPI Cilincing, PPI Kalibaru, PPI Kamal Muara, dan PPI Muara Angke. Kelima pelabuhan perikanan ini sangat besar perannya dalam menyumbang produksi hasil perikanan yang dikonsumsi penduduk DKI Jakarta. Produksi perikanan tangkap yang didaratkan tidak hanya berasal dari perairan laut Teluk Jakarta, tetapi juga dari perairan-perairan laut lainnya seperti Laut Natuna, Selat Malaka, Sumatera Selatan, Laut Cina Selatan, dan lain-lain. Produksi perikanan tangkap yang didaratkan di PPPPI DKI Jakarta, selain didistribusikan ke wilayah lokal DKI Jakarta dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk DKI Jakarta, juga didistribusikan ke berbagai daerah seperti Bandung, Sukabumi, dan Banten. Untuk produksi perikanan tuna diekspor ke negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Canada, Jepang, Korea Selatan dan sebagainya Anonymous, 2007c. Konsumsi penduduk DKI Jakarta terhadap produk perikanan cukup tinggi. Ariningsih 2004 menyebutkan tingkat konsumsi protein hewani, terutama yang berasal ikan, penduduk DKI Jakarta merupakan salah satu yang tertinggi di Indonesia. Pada tahun 2005, tercatat jumlah protein yang dikonsumsi oleh penduduk DKI Jakarta tercatat sebanyak 63,98 gram. Jika dibandingkan dengan standar kecukupan pangan untuk protein yang dianjurkan pada Widyakarya Pangan dan Gizi V sekitar 46,20 gramkapitahari, maka angka kecukupan pangan untuk protein di DKI Jakarta pada tahun 2005 telah melebihi dari yang dianjurkan Anonymous, 2007c. Tidak ada data yang menjelaskan tentang jumlah konsumsi protein penduduk DKI Jakarta pada tahun 2006. Provinsi dengan tingkat konsumsi protein hewani terendah adalah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu sebesar 4,42 gramkapitahari atau 29,5 dari acuan Ariningsih, 2004. Konsumsi protein, terutama protein hewani merupakan salah satu zat gizi yang paling penting peranannya dalam pengembangan sumberdaya manusia untuk itu mengkonsumsi protein bagi setiap penduduk di Indonesia sangat dianjurkan sesuai acuan standar yang ditetapkan seperti yang dijelaskan di atas. 4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.2.1 Perikanan tangkap di DKI Jakarta Penduduk DKI Jakarta yang berprofesi sebagai nelayan umumnya merupakan penduduk yang bermukim di wilayah Kota Jakarta Utara. Kota Jakarta Utara merupakan satu-satunya kota di DKI Jakarta yang wilayahnya berhubungan langsung dengan pesisir Laut Jawa. Nelayan Jakarta Utara umumnya bermukim di empat Kecamatan di wilayah Kota Jakarta Utara, yaitu Kecamatan Penjaringan, Cilincing, Pademangan dan Koja. Kota Jakarta Utara sebanyak 21.534 jiwa atau 1,8 dari penduduk adalah sebagai nelayan tetap dan pendatang Anonymous, 2008. Nelayan tetap Jakarta Utara merupakan penduduk asli lokal, sedangkan nelayan pendatang merupakan penduduk yang berasal dari luar DKI Jakarta. Nelayan pendatang tersebut awalnya merupakan nelayan yang sering melakukan aktivitas pendaratan hasil tangkapan di PPPPI di wilayah DKI Jakarta, termasuk PPS Nizam Zachman. Semakin seringnya komunikasi dan eratnya sosialisasi yang terjadi antara penduduk lokal dengan nelayan pendatang, membuat nelayan pendatang memilih tinggal dan menetap di wilayah pemukiman DKI Jakarta Saipul, 2007. Kegiatan usaha penangkapan yang dilakukan oleh nelayan Jakarta Utara umumnya masih bersifat tradisional, hal ini dikarenakan unit penangkapan yang digunakan bersifat tradisional. Alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan Jakarta Utara merupakan alat tangkap yang dibuat berdasarkan pengetahuan secara turun temurun. Kapal armada penangkapan yang digunakan juga bersifat tradisional. Ukuran kapal yang dioperasikan oleh nelayan Jakarta Utara umumnya kurang dari 30 Gross Tonnage GT. Kapal yang digunakan hanya dapat dioperasikan dengan daya jelajah terjauh mencapai perairan 12 mil laut. Menurut Saipul 2007, alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan Jakarta Utara adalah jaring payang, purse seine, rampus, gillnet, bagan, bubu, pancing dan lain-lain. Nelayan Muara Angke mengoperasikan hampir semua alat tangkap seperti jaring rampus, payang, kejer, bubu, dogol, gillnet, trawl, pancing dan lain- lain. Nelayan Cilincing mengoperasikan jaring rampus, payang, kejer, bubu, dogol dan trawl. Nelayan Kamal Muara, selain jaring kejer dan payang mereka juga mengoperasikan sero serta bagan. Nelayan di Muara Baru mengoperasikan gill net dan pancing tuna long line. Nelayan Jakarta Utara mengandalkan pendapatan hidupnya dari kegiatan usaha penangkapan. Hasil tangkapan yang diperoleh dari kegiatan penangkapan dijual melalui pasar-pasar yang berada di wilayah Jakarta Utara, terutama pasar- pasar ikan seperti di Pasar Ikan, Pusat Pemasaran Ikan PPI Muara Angke, PPI Muara Baru, dan sebagainya. Umumnya hasil tangkapan yang dijual sebagai pendapatan nelayan tradisional DKI Jakarta kurang dapat memenuhi untuk keperluan hidup sehari- hari, hal ini dikarenakan harga jual hasil tangkapan yang dipasarkan rendah. Rendahnya harga jual hasil tangkapan yang dipasarkan dikarenakan kurangnya pengetahuan nelayan dalam menjaga kualitas hasil tangkapan yang dipasarkan. Kurangnya pengetahuan nelayan tersebut dikarenakan tingkat pendidikan nelayan DKI Jakarta cenderung masih rendah.

4.2.2 Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta 1 Sejarah

Pelabuhan Perikanan Samudera PPS Nizam Zachman terletak di Teluk Jakarta, Kecamatan Penjaringan, Kota Jakarta Utara. Berdasarkan Anonymous 2006 b , PPS Nizam Zachman sebelumnya disebut dengan Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta PPSJ. PPSJ diresmikan pada tanggal 17 Juli 1984. Awalnya PPSJ berbentuk Project Management Unit PMU, namun seiring dengan berkembangnya kebutuhan pemakai jasa maka pada tahun 1992 dibentuk Perum Prasarana Perikanan Samudera yang mempunyai wewenang dan tanggungjawab melaksanakan pelayanan kepada masyarakat dengan mengusahakan fasilitas pelabuhan perikanan yang bersifat komersial. Adapun di lain pihak Unit Pelaksana Teknis UPT Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta mempunyai wewenang dan tanggungjawab melaksanakan tugas-tugas umum Pemerintahan di Pelabuhan. Selanjutnya Anonymous 2006b mengemukakan bahwa dalam pembangunan PPSJ, pemerintah Indonesia meminta pemerintah Jepang untuk memimpin pembangunan pelabuhan perikanan di Jakarta, termasuk faislitas- fasilitas di dalamnya. Perencanaan pembangunan PPSJ dimulai sejak tahun 1972. Studi kelayakannya dilakukan oleh pemerintah Jepang melalui Overseas Technical Cooperation Agency JICA. PPSJ mulai dibangun tahun 1980 dengan pembiayaan bantuan dari pemerintah Jepang melalui Overseas Econimic Cooperation Fund OECF dan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara APBN. Perencanaan teknis pembangunan pelabuhan dilaksanakan oleh Pacific Consultant International dari Jepang yang bekerja sama dengan PT. Inconeb dari Indonesia. Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta PPSJ berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor KEP.04MEN2004 dalam rangka mewujudkan semangat membangun perikanan di masa yang akan datang, memberi penghargaan kepada Bapak Nizam Zachman yang pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Perikanan periode 1969-1976, dengan mencantumkan namanya sebagai nama pelabuhan perikanan yang terletak di jalan Muara Baru, Jakarta Utara tersebut sehingga PPSJ berubah nama menjadi Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta Anonymous, 2004. 2 Pengelolaan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta PPS Nizam Zachman dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis UPT dan Perusahaan Umum Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta. Unit Pelaksana Teknis UPT bertanggungjawab kepada Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap UPT, 2005 vide Wulandari, 2007. Secara teknis tugasnya antara lain menyelenggarakan urusan umum pemerintah sebagai koordinator instansi terkait di lingkup PPS Nizam Zachman dalam melayani masyarakat perikanan. Instansi terkait lain yang beraktivitas di PPS Nizam Zachman Jakarta adalah : 1 Dinas Peternakan Perikanan, dan Kelautan DKI Jakarta; 2 Syahbandar; 3 Kesehatan Pelabuhan; 4 Kesatuan Pelaksana Pengamanan Pelabuhan KP3; 5 Bea Cukai; 6 Imigrasi; 7 Dinas Pemadam Kebakaran; 8 Karantina Ikan. Berdasarkan Christanti 2005 vide Wulandari 2007, struktur organisasi dan tata kerja UPT PPS Nizam Zachman mengacu kepada Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : 26.IMEN2002 tanggal 1 Mei 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan dengan susunan organisasi yang terdiri dari : 1 Kepala Pelabuhan; 2 Kepala Bagian Tata Usaha yang membawahi : 1 Kepala Sub Bagian Umum, 2 Kepala Sub Bagian Keuangan. 3 Kepala Bidang Tata Operasional yang membawahi : 3 Kepala Seksi Kesyahbandaran Perikanan, 4 Kepala Seksi Pemasaran dan Informasi. 4 Kepala Bidang Pengembangan yang membawahi : 5 Kepala Seksi Tata Pelayanan, 6 Kepala Seksi Sarana. 5 Kelompok Jabatan Fungsional Pengawas Sumberdaya Ikan dan Hubungan Masyarakat Kegiatan pelayanan kepada masyarakat dikelola oleh Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta yang mempunyai wewenang dan bertanggungjawab kepada Pemerintah Pusat Lubis, 2005. Perum ini merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara BUMN. Sejak tahun 2001, seluruh BUMN dikoordinasikan pengelolaannya oleh Kementerian BUMN yang dipimpin oleh seorang Menteri Negara BUMN Anonymous, 2009b. Berdasarkan Wulandari 2007, Perum Prasarana Perikanan Samudera diatur dalam PP No. 2 Tahun 1990, PP No. 13 Tahun 1998 dan PP No. 23 Tahun 2000. Perum Prasarana Perikanan Samudera mempunyai tugas pokok untuk menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan melalui penyediaan fasilitas, barang dan jasa yang diberikan kepada masyarakat perikanan di dalam kawasan pelabuhan perikanan serta sebagai stabilisator dan dinamisator dalam melaksanakan fungsi pelayanan umum bersama KUD dan swasta lainnya. Perum berpusat di Jakarta yaitu di PPS Nizam Zachman, Muara Baru. Perum membawahi kantor-kantor cabang pelabuhan lainnya yaitu PPN Pekalongan, PPN Belawan, PPN Brondong, PPN Pemangkat, PPP Tarakan, PPP Prigi, dan PPP Banjarmasin. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2000, maksud dan tujuan dibentuknya Perum adalah Putra, 2007 : 1 Meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan melalui penyediaan dan perbaikan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan 2 Mengembangkan wiraswasta perikanan serta untuk mendorong usaha industri perikanan dan pemasaran hasil perikanan 3 Memperkenalkan dan mengembangkan teknologi pengolahan hasil perikanan dan sistem rantai dingin dalam bidang perikanan 4 Menumbuhkembangkan kegiatan ekonomi perikanan sebagai komponen kegiatan nelayan dan masyarakat perikanan Struktur organisasi Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta dapat dilihat pada Gambar 3 berikut. Sumber : Wulandari 2007 Gambar 3 Struktur organisasi Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta KEPALA CABANG SEKSI TEKNIK SUBSEKSI INSTALANSI SUBSEKSI FASILITAS PENDINGIN DAN GENSET SUBSEKSI GALANGAN DAN BENGKEL SEKSI PELAYANAN USAHA SUBSEKSI GALANGAN DAN TATA KAPAL SUBSEKSI PERBEKALAN SUBSEKSI ANEKA SARANA SUBSEKSI COLD STORAGE SUBAG TATA USAHA URUSAN KEPEGAWAIAN URUSAN KEUANGAN URUSAN RT DAN PERLENGKAPAN URUSAN TATA LAKSANA SUBSEKSI ANEKA JASA Selama pelaksanaanya, timbul berbagai masalah dan kekurangan yang diketahui oleh masyarakat dan pihak Perum, maka Perum Prasarana Perikanan Samudera menetapkan strategi untuk memperbaiki kekurangan dan permasalahan yang dihadapi tersebut. Berdasarkan Putra 2007, strategi yang telah ditetapkan oleh Perum Prasarana Perikanan Samudera adalah : 1 Meningkatkan kemampuan sarana dan prasarana yang telah tersedia dan mengembangkan sarana, prasarana baru dalam rangka meningkatkan pelayanan dan menangkap peluang usaha baru 2 Melengkapi beberapa pelabuhan perikanan dengan beberapa sarana pendukung yang memungkinkan diselenggarakannya secara baik dan lancar kegiatan pelayanan ekspor hasil perikanan langsung dari pelabuhan tersebut 3 Membentuk anak perusahaan dalam rangka memperluas jaringan usaha terutama untuk menangkap peluang-peluang usaha baru di luar usaha pokok perusahaan 4 Mengevaluasi pelabuhan-pelabuhan yang ekonomis sudah layak dan mengusulkan untuk dikelola perusahaan 5 Melaksanakan kerjasama dengan pihak ketiga dalam upaya memenuhi kebutuhan pelayanan yang belum dapat dipenuhi oleh perusahaan dan memanfaatkan peluang usaha baru yang saling menguntungkan 6 Memperkuat struktur permodalan khususnya untuk investasi berupa pinjaman jangka panjang dari lembaga pemerintah atau sektor perbankan dengan tingkat bunga yang dinilai saling menguntungkan 7 Mengupayakan terwujudnya tambahan Penyertaan Modal Pemerintah PMP dalam mendukung pengembangan perusahaan Struktur organisasi UPT PPS Nizam Zachman digambarkan di Gambar 4 berikut. Sumber : Wulandari, 2007 Gambar 4 Struktur organisasi Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta 3 Aktivitas Perikanan Tangkap 1 Musim dan Daerah Penangkapan Ikan Aktivitas penangkapan ikan dilakukan di suatu daerah penangkapan ikan DPI pada saat musim ikan puncak atau sedang. Bila di suatu DPI, musim ikan sedang ”paceklik” maka aktivitas penangkapan dapat dilakukan di DPI yang lain. Aktivitas penangkapan ikan tidak harus dilakukan pada saat musim ikan saja, terlebih ikan selalu bermigrasi dari satu tempat ke tempat lain, sehingga pemilihan DPI lain yang sedang mengalami musim ikan puncak dapat dilakukan. Salah satu faktor yang berkaitan secara tidak langsung dengan musim penangkapan di Indonesia adalah angin musim. Angin musim barat bertiup antara November dan April bertepatan dengan musim penghujan, sedangkan angin musim timur antara Mei dan Oktober bertepatan dengan musim kemarau. KEPALA PELABUHAN BAGIAN TATA USAHA SUB BAGIAN KEUANGAN SUB BAGIAN UMUM BIDANG TATA OPERASIONAL BIDANG PENGEMBANGAN SEKSI TATA PELAYANAN SEKSI SARANA SEKSI KESYAHBANDARAN PERIKANAN SEKSI PEMASARAN DAN INFORMASI KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL Musim barat merupakan musim dimana nelayan tidak dapat melakukan operasi penangkapan, hal ini dikarenakan pada musim tersebut cuaca dan ombak yang terjadi di lautan tidak mendukung perahu kapal untuk melakukan pelayaran, selain ukuran kapal yang belum memadai untuk mengatasi pengaruh musim. Untuk musim dimana nelayan dapat dengan leluasa melakukan operasi penangkapan adalah musim timur. Pada musim timur kapal dapat melakukan pelayaran dengan aman karena ombak dan cuaca yang terjadi mendukung kapal untuk mencari ikan. Musim pendaratan hasil tangkapan di suatu pelabuhan perikanan dapat diindikasikan oleh perkembangan produksi bulanan hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan perikanan tersebut. Pada tahun 2006, pendaratan hasil tangkapan di PPS Nizam Zachman dilakukan sepanjang tahun. Selama tahun tersebut, musim puncak pendaratan hasil tangkapan terjadi empat kali yaitu pada bulan Januari, Maret, Agustus dan November Gambar 5 Pada bulan Maret pendaratan hasil tangkapan sebesar 1.523,20 ton atau sebesar 9,3 . Pada bulan Januari sebesar 1.507,79 ton atau 9,2 , November 1.471,19 ton atau 9,0 , dan Agustus sebesar 1.423,38 ton atau 8,7 Anonymous, 2006c. Gambar 5 Perkembangan produksi bulanan hasil tangkapan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta tahun 2006 Ketepatan dalam penentuan daerah penangkapan ikan juga merupakan salah satu aspek yang dapat menentukan keberhasilan suatu operasi penangkapan ikan, 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des P ro d u sk i t o n Bulan selain penentuan musim ikan. Bila penentuan daerah penangkapan ikan atau fishing ground tepat maka peluang keberhasilan operasi penangkapannya pun tinggi. Penentuan fishing ground berkaitan dengan penentuan tempat distribusi atau migrasi ikan. Distribusi dan migrasi ikan berkaitan dengan siklus hidup dan kondisi oseanografi di suatu perairan yang merupakan penunjang bagi kelangsungan hidup suatu populasi ikan. Berdasarkan Anonymous 2006d, posisi geografis daerah-daerah penangkapan ikan nelayan-nelayan Provinsi Daerah Khusus Ibukota DKI Jakarta terletak pada posisi 6° 00’ 00” LS sampai 4° 00’ 00” LS dan 106° 00’ 00” BT sampai 108° 00’ 00” BT, yaitu terletak mulai dari perairan Teluk Jakarta hingga perairan barat Sumatera Selatan. Nelayan PPS Nizam Zachman tidak hanya beroperasi di daerah-daerah penangkapan ikan yang disebutkan di atas tersebut, akan tetapi juga beroperasi di perairan-perairan laut lainnya seperti Laut Natuna, Selat Malaka, dan Laut Cina Selatan. Selanjutnya Anonymous 2006d menyebutkan bahwa daerah-daerah penangkapan ikan lainnya bagi nelayan-nelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPS Nizam Zachman, seperti nelayan Indramayu, Tegal, Cirebon, nelayan Pekalongan, adalah di perairan Laut Jawa Bagian Barat yaitu pada posisi 7° 00’ 00” LS sampai 5° 00’ 00” LS dan 108° 00’ 00” BT sampai 111° 00’ 00” BT. 2 Unit penangkapan ikan Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan unit dalam suatu operasi penangkapan ikan. Unit penangkapan ikan terdiri dari alat tangkap dan kapal perahu penangkapan ikan. 1 Alat tangkap Jenis-jenis alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan-nelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPS Nizam Zachman yaitu gillnet, longline, purse seine, bubu, muroami, jaring tangsi dan boukeami. Tabel 2 Jenis, jumlah dan komposisi alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan-nelayan PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006 No. Jenis Alat Tangkap Jumlah unit Komposisi 1. Gillnet 965 29,3 2. Bubu 12 0,4 3. Purse seine 828 25,1 4. Longline 1.086 32,9 5. Muroami 4 0,1 6. Jaring Tangsi 57 1,7 7. Boukeami 344 10,4 Jumlah 3.296 100,0 Sumber : Anonymous, 2006c data diolah kembali 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun Jum la h A la t Ta ng ka p un it Gambar 6 Perkembangan jumlah alat tangkap di PPS Nizam Zachman periode 2000-2006 Pada tahun 2006, alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan-nelayan PPS Nizam Zachman Tabel 2 didominasi oleh alat tangkap longline yaitu berjumlah 1.086 unit 32,9 dan gillnet berjumlah 965 unit 29,3 , sementara jenis alat tangkap lainnya seperti jaring tangsi gillnet monofilament hanya berjumlah 57 unit 1,7 , bubu berjumlah 12 unit 0,4 , boukeami berjumlah 344 unit 10,4 , purse seine berjumlah 828 unit 25,1 , dan muroami berjumlah 4 unit 0,1 . Pada tahun tersebut total alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan- nelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPS Nizam Zachman berjumlah 3.296 unit Anonymous, 2006c. Perkembangan jumlah alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan-nelayan PPS Nizam Zachman periode tahun 2000-2006 dapat dilihat pada Gambar 6. Jumlah alat tangkap yang beroperasi selama periode 2000-2006, memiliki kecenderungan yang menurun dengan rata-rata pertumbuhan sebesar negatif 8,5 setiap tahunnya. Jumlah alat tangkap tertinggi terjadi pada tahun 2001, yaitu sebanyak 6.217 unit, sedangkan jumlah terendah terjadi pada tahun 2006, yaitu sebanyak 3.239 unit atau turun sebesar 16,9 dari tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan banyak alat tangkap yang tidak beroperasi karena nelayan tidak melaut. Banyaknya nelayan yang tidak melaut diduga dikarenakan mereka tidak mampu lagi membeli solar untuk bahan bakar kapal. Harga bahan bakar minyak BBM tidak dapat dijangkau oleh nelayan, sejak kenaikan harga BBM yang terjadi pada tahun 2005. Adapun penurunan jumlah alat tangkap yang dioperasikan pada periode tahun 2001-2003, menurut Putra 2007 diduga dikarenakan banyaknya alat tangkap yang mengalami penurunan usia teknis sehingga tidak dapat dioperasikan dengan layak sedangkan pembelian alat tangkap baru sulit dilakukan karena harganya yang relatif mahal. Umumnya pembelian alat tangkap baru dibeli dari negara lain impor sehingga harganya relatif mahal. Dugaan tersebut dikuatkan berdasarkan wawancara peneliti dengan nelayan pemilik bahwa pabrik yang memproduksi alat tangkap di dalam negeri sangat sedikit dan kualitasnya relatif kurang baik. Jenis alat tangkap dominan yang dioperasikan oleh nelayan-nelayan PPS Nizam Zachman dengan asumsi jumlah unit lebih besar dari 5 dari total alat tangkap di PPS Nizam Zachman adalah longline 32,9 , gillnet 29,3 , purse seine 25,1 , dan boukeami 10,4 Gambar 7. Longline 32,9 Gillnet 29,3 Purse Seine 25,1 Boukeami 10,4 Jaring Tangsi 1,7 Bubu 0,4 Muroami 0,1 Longline Gillnet Purse Seine Boukeami Jaring Tangsi Bubu Muroami Gambar 7 Diagram pie komposisi alat tangkap menurut jenis di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006 Alat tangkap longline merupakan alat tangkap yang paling banyak dioperasikan di PPS Nizam Zachman. Hal ini dikarenakan di PPS Nizam Zachman, alat tangkap longline dioperasikan dalam skala usaha besar, dimana skala usaha ini dijalankan oleh perusahaan-perusahaan besar yang bermukim di kawasan industri PPS Nizam Zachman. Hasil tangkapan longline dari kawasan industri ini diperuntukkan tujuan ekspor Anonymous, 2006b. Alat tangkap terbanyak kedua dan ketiga yaitu gillnet dan purse seine. Hasil tangkapan dari armada yang mengoperasikan kedua jenis alat tangkap ini sebagian besar dipasarkan untuk keperluan dalam negeri atau lokal yaitu Muara Angke, Banten, Sukabumi, hingga Bandung. 2 Armada penangkapan ikan Sebagian besar armada penangkapan ikan atau kapal ikan yang beroperasi di PPS Nizam Zachman merupakan jenis kapal motor; menggunakan mesin dalam inboard. Kapal motor yang dioperasikan di PPS Nizam Zachman berukuran kurang dari 10 Gross Tonnage GT hingga lebih besar dari 200 GT. Armada penangkapan ikan yang memanfaatkan PPS Nizam Zachman digolongkan ke dalam dua jenis kapal yaitu kapal tradisional dan kapal industri. Armadakapal tradisional di PPS Nizam Zachman merupakan kapal-kapal motor yang memiliki ukuran kurang dari 30 Gross Tonage GT, sedangkan armadakapal industri merupakan kapal motor yang berukuran mulai dari 30 GT hingga lebih dari 200 GT Anonymous, 2006b. Armadakapal tradisional di PPS Nizam Zachman diantaranya kapal gillnet, muroami, boukeami, bubu dan jaring tangsi gillnet monofilament. Kapal-kapal tersebut umumnya mempunyai ukuran kurang dari 30 GT. Armada kapal industri di PPS Nizam Zachman adalah kapal longline dan purse seine. Kedua jenis kapal tersebut umumnya memiliki ukuran lebih dari 200 GT Anonymous, 2006b. Armada kapal tradisional di PPS Nizam Zachman melakukan pendaratan hasil tangkapan di dermaga barat, sedangkan armada kapal industri di dermaga timur. Pada tahun 2006, frekuensi armada penangkapan ikan yang masuk ke PPS Nizam Zachman Tabel 3 berjumlah 3.793 kali dan didominasi oleh kapal-kapal yang berukuran 20-30 GT, 50-100 GT dan 100-200 GT. Armada berukuran 20-30 GT berjumlah 1.104 kali 29,1 , berukuran 50-100 GT berjumlah 933 kali 24,6 dan kapal berukuran 100-200 GT berjumlah 1.141 kali 30,1 . Tabel 3 Jumlah frekuensi kapal masuk dan komposisinya berdasarkan kategori ukuran kapal di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006 No. Kategori Ukuran Kapal Gross Tonnage Frekuensi kali Komposisi 1 10 GT 110 2,9 2 10- 20 GT 138 3,6 3 20-30 GT 1.104 29,1 4 30-50 GT 268 7,1 5 50-100 GT 933 24,6 6 100-200 GT 1.141 30,1 7 200 GT 99 2,6 Jumlah 3.793 100,0 Sumber : Anonymous, 2006b data diolah kembali 3 Nelayan Penduduk DKI Jakarta yang berprofesi sebagai nelayan, terutama nelayan tradisional, umumnya merupakan masyarakat golongan menengah ke bawah yang mayoritas tinggal di wilayah Kota Jakarta Utara, seperti yang dijelaskan pada subsubbab 4.2.1 di atas. Tabel 4 Perkembangan jumlah nelayan DKI Jakarta tahun 2000-2006 Tahun Jumlah Nelayan orang Persentase Pertumbuhan 2000 71.898 - 2001 96.049 33,6 2002 110.372 14,9 2003 217.327 96,9 2004 219.472 0,9 2005 174.913 -20,3 2006 218.807 25,1 Rata-rata 158.405 25,0 Kisaran 71.898 - 219.472 -20,3 - 96,9 Sumber : Anonymous, 2006c data diolah kembali 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun Jum la h N el ay an ora ng Gambar 8 Grafik perkembangan jumlah nelayan DKI Jakarta periode tahun 2000-2006 Berdasarkan Tabel 4, pada tahun 2000 jumlah nelayan DKI Jakarta sebanyak 71.898 orang. Pada tahun 2003, jumlah nelayan meningkat signifikan menjadi sebanyak 217.327 orang, sedangkan pada tahun 2005 jumlah nelayan DKI Jakarta menurun sebesar negatif 20,3 atau 174.913 orang. Kemudian naik kembali pada tahun 2006 dengan kenaikan sebesar 25,1 atau menjadi sebanyak 218.807 orang. Perkembangan nelayan DKI Jakarta periode 2000 –2006 berdasarkan Anonymous 2006c, seperti pada Tabel 4 dan Gambar 8, mengalami pertumbuhan dengan kisaran negatif 20,3 sampai dengan positif 96,9 . Perkembangan tersebut selama tahun 2000 –2006 mengalami fluktuasi, namun cenderung meningkat. Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2003 yaitu memiliki pertumbuhan 96,9 dari tahun sebelumnya, sedangkan penurunan tertinggi terjadi pada tahun 2005, dengan penurunan sebesar 20,3 dari tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah nelayan periode 2000-2003 ini, berdasarkan Putra 2007 diduga didominasi dari peningkatan jumlah nelayan yang bekerja pada usaha perikanan tuna longline. Hal ini dikarenakan sebelum tahun 1993, kegiatan penangkapan dengan alat tangkap longline didominasi oleh nelayan asing yang berasal dari Taiwan. Hal ini sempat menimbulkan permasalahan dengan nelayan Indonesia sehingga pihak pelabuhan menetapkan jumlah proporsi nelayan asing dikurangi. Pada tahun – tahun berikutnya, kapal tuna yang berbendara Taiwan di Indonesia-kan dan nelayan yang bekerja pada kapal longline hampir seluruhnya berasal dari Indonesia. Berdasarkan hasil wawancara, penurunan yang cukup tajam pada tahun 2005 dikarenakan pada tahun tersebut, terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak BBM, termasuk solar, yang digunakan untuk kebutuhan melaut oleh nelayan, sehingga nelayan DKI Jakarta lebih memilih untuk tidak melaut dan beralih profesi. 4 Jenis, Volume dan Nilai Produksi Hasil Tangkapan Didaratkan di PPS Nizam Zachman Jakarta 1 Jenis hasil tangkapan dan ketersediaanya Berdasarkan Anonymous 2006c, terdapat lebih dari dua puluh jenis hasil tangkapan yang didaratkan di PPS Nizam Zachman. Jenis hasil tangkapan tersebut didaratkan dari kapal tradisional dan kapal industri yang khusus didaratkan di Tuna Landing Center TLC. Jenis dan volume produksi hasil tangkapan per jenis yang didaratkan di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 5. Hanya tiga jenis dari seluruh jenis hasil tangkapan tersebut yang menunjukkan secara kuantitatif dominan; dengan asumsi disebut dominan bila memiliki persentase komposisi sama dengan atau lebih dari 5,0 . Ketiga jenis hasil tangkapan tersebut yaitu tuna Thunnus sp. sebesar 35,5 atau sebanyak 5.518,1 ton per tahun pada tahun 2006; tongkol Auxis sp. sebesar 29,2 atau 4.544,8 ton; dan tenggiri Scomberomorus sp. sebesar 13,4 atau sebanyak 2.088,2 ton. Ketersediaan ketiga jenis hasil tangkapan dominan tersebut tabel 6 adalah untuk tuna 153,8-987,9 ton per bulan atau 5,1-32,9 ton per hari atau rata-rata 15,3 ton per hari; untuk tongkol 251,1-657,5 ton per bulan atau 8,4-21,9 ton per hari atau rata-rata 12,6 ton per hari; sedangkan tenggiri dengan kisaran 99,2-300,5 ton per bulan atau 3,3-10,0 ton per hari atau rata-rata 5,8 ton per hari. Tabel 5 Volume produksi hasil tangkapan yang didaratkan per jenis di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006 No Jenis Ikan Nama Ilmiah Jumlah ton Komposisi 1 Alu-alu Sphyraena genie 3,5 0,1 2 Bawal Formio niger 71,3 0,5 3 Cakalang Katsuwonus pelamis 765,3 4,9 4 Cendro Tylosurus crocodilus 5,9 0,1 5 Cucut Carcharias dussmieri 288,5 1,9 6 Cumi Loligo sp. 311,7 2,0 7 Golok-golok Chirosentrus dorab 208,4 1,3 8 Japuh Dussumieria acuta 6,9 0,1 9 Kakap Merah Lutjanus sanguineus 9,6 0,1 10 Kembung Restrelliger sp. 10,4 0,1 11 Kwee Caranx sexfasciatus 22,9 0,1 12 Layaran Istihioporus oriental 357,1 2,3 13 Layur Trichiurus savala 9,7 0,1 14 Lemadang Coryphaena hippurus 33,4 0,2 15 Lemuru Sardinella longiceps 4,7 0,1 16 Manyung Arius sp. 111,2 0,7 17 Pari Aetomylus sp. 14,3 0,1 18 Talang Chorinemus sp. 23,8 0,2 19 Tembang Sardinella fimbriata 6,3 0,1 20 Tenggiri Scomberomorus sp. 2.088,2 13,4 21 Tetengkek Megalaspis sp. 21,4 0,1 22 Tongkol Auxis sp. 4.543,8 29,2 23 Tuna Thunnus sp. 5.518,1 35,5 24 Ikan lainnya - 1.101,5 7,1 Jumlah 15.538,9 100,0 Sumber : Anonymous. 2006c data diolah kembali Tabel 6 Ketersediaan hasil tangkapan dominan tuna, tongkol, dan tenggiri di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006 No Jenis Hasil Tangkapan Ketersediaan ton Per Bulan Per Hari Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata 1 Tuna 153,8-987,9 459,8 5,1-32,9 15,3 2 Tongkol 251,1-657,5 378,7 8,4-21,9 12,6 3 Tenggiri 99,2-300,5 174,1 3,3-10,0 5,8 Sumber : Anonymous. 2006c data diolah kembali Lima jenis hasil tangkapan lainnya disebut cukup dominan; dengan asumsi disebut cukup dominan bila memiliki persentase komposisi antara 1 sampai dengan kurang dari 5 . Kelima jenis hasil tangkapan tersebut yaitu cakalang Katsuwonus pelamis sebesar 4,9 atau sebanyak 765,3 ton; layaran Istihioporus oriental sebesar 2,3 atau sebanyak 357,1 ton; cumi Loligo sp. sebesar 2,0 atau sebanyak 311,7 ton; cucut Carcharias dussmieri sebesar 1,8 atau sebanyak 288,5 ton dan golok-golok Chirosentrus dorab sebesar 1,3 atau sebanyak 208,4 ton. Adapun jenis hasil tangkapan lainnya selain kedua kelompok di atas, berjumlah kurang dari 1,0 atau tidak dominan. Ketersediaan kelima jenis hasil tangkapan cukup dominan di atas tabel 7 adalah untuk cakalang 3,3-264,8 ton per bulan atau 0,1-8,8 ton per hari atau rata- rata 2,1 ton per hari; layaran 20,4-65,6 ton per bulan atau 0,7-2,2 ton per hari atau rata-rata 0,9 ton per hari; untuk cumi 7,0-54,0 ton per bulan atau 0,2-1,8 ton per hari atau rata-rata 0,9 ton per hari; cucut dengan kisaran 10,3-42,4 ton per bulan atau 0,3-1,4 ton per hari atau rata-rata 0,8 ton per hari; sedangkan golok-golok 11,7-22,4 ton per bulan atau 0,4-0,7 ton per hari atau rata-rata 0,6 ton per hari. Tabel 7 Ketersediaan hasil tangkapan cukup dominan cakalang, layaran, cumi, cucut, dan golok-golok di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006 No Jenis Hasil Tangkapan Ketersediaan ton Per Bulan Per Hari Kisaran Rata-rata Kisaran Rata- rata 1 Cakalang 3,3-264,8 63,8 0,1-8,8 2,1 2 Layaran 20,4-65,6 29,8 0,7-2,2 0,9 3 Cumi 7,0-54,0 25,9 0,2-1,8 0,9 4 Cucut 10,3-42,4 24,1 0,3-1,4 0,8 5 Golok-golok 11,7-22,4 17,4 0,4-0,7 0,6 Sumber : Anonymous. 2006c data diolah kembali Volume produksi hasil tangkapan tuna mengalami puncak pendaratan hasil tangkapan atau ketersediaan tertinggi pada bulan Januari, Maret dan April; hasil tangkapan tongkol mengalami puncak pada bulan Maret, Agustus dan November; sedangkan tenggiri pada Mei, Juni dan November. Untuk volume produksi hasil tangkapan cukup dominan, cakalang mengalami puncak pendaratan hasil tangkapan atau ketersediaan tertinggi pada bulan November dan Desember, layaran mengalami puncak pendaratan hasil tangkapan atau ketersediaan tertinggi pada bulan Agustus; hasil tangkapan cumi mengalami puncak pada bulan September dan November; cucut pada September dan Oktober sedangkan golok-golok mengalami puncak pendaratan hasil tangkapan atau ketersediaan tertinggi pada bulan Mei, Juni dan Juli. Dengan demikian, volume produksi lebih banyak terjadi pada kisaran bulan Agustus hingga Desember. Ketersediaan volume produksi per bulan jenis hasil tangkapan dominan dan cukup dominan dapat dilihat pada Gambar 9. • Tenggiri Scomberomorus sp. • Tongkol Auxis sp. • Tuna Thunnus sp. • Layaran Makaira sp. Gambar 9 Histogram ketersediaan volume produksi bulanan jenis-jenis hasil tangkapan dominan dan cukup dominan yang didaratkan di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006 987.88 463.85 567.58 693.47 561.02 476.22 425.37 410.59 260.95 267.3 153.79 250.11 500 1000 1500 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember B u la n Produksi per bulan tonbln 252.82 317.12 544.14 394.27 340.27 302.66 271.01 521.19 412.28 251.12 657.45 280.47 200 400 600 800 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember B u la n Produksi per bulan tonbln 100.87 138.76 168.82 171.94 275.25 300.46 182.18 99.2 176.53 135.82 203.14 135.27 100 200 300 400 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember B u la n Produksi per bulan tonbln 26.43 20.4 30.1 24.22 32.54 26.68 31.34 65.57 21.48 26.97 22.33 29.02 20 40 60 80 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember B ul an Produksi per bulan tonbln Gambar 9 Lanjutan • Cakalang Katsuwonus pelamis • Cucut Carcharhinus sp. • Cumi-cumi Loligo sp. • Golok-golok Chirosentrus dorab 12.46 17.04 10.29 12.28 17.31 7.02 16.36 47.09 54.03 45.64 52.22 19.99 20 40 60 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember B u la n Produksi per bulan tonbln 10.33 6.57 9.1 4.57 3.38 8.37 33.18 80.38 56.03 51.83 236.77 264.83 100 200 300 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember B u la n Produksi per bulan tonbln 13.63 14.63 20.2 18.42 22.15 26.69 34.82 34.27 42.44 36.8 14.16 10.28 10 20 30 40 50 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember B u la n Produksi per bulan tonbln 13.99 11.71 17.88 12.49 21.16 22.38 21.18 19.1 16.59 17.11 17.68 17.13 5 10 15 20 25 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember B ul an Produksi per bulan tonbln 2 Volume dan nilai produksi hasil tangkapan Volume produksi di PPS Nizam Zachman terdiri dari produksi dari jalur darat dan produksi dari pendaratan hasil tangkapan dari laut. Produksi dari laut terdiri dari pendaratan hasil tangkapan armada kapal industri di Tuna Landing Center TLC dan armada tradisional di dermaga barat TPI Produksi dari jalur darat didatangkan dari beberapa daerah seperti Jakarta Muara Angke, Karawang, Sukabumi, Banten, Cirebon, Tegal, Cilacap, Jepara, Surabaya, dan Bali. Pada tahun 2006, produksi dari jalur darat berjumlah 74.300,1 ton Anonymous, 2006b. Volume produksi dari laut berasal dari pendaratan hasil tangkapan kapal Gillnet, Purseseine, Longline, Muroami, Boukeami dan kapal pengangkut. Volume produksi hasil tangkapan didaratkan dari laut berjumlah 15.538,9 ton dengan nilai Rp. 197.431.000.000,- Tabel 8. Anonymous, 2006b. Tabel 8 Volume, nilai dan pertumbuhan produksi hasil tangkapan dari laut yang didaratkan di PPS Nizam Zachman tahun 2000-2006 Tahun Volume Produksi ton Persentase Pertumbuhan Nilai Produksi RP Juta Persentase Pertumbuhan 2000 53.470,5 - 893.380 - 2001 35.760,6 -0,3 864.660 -0.1 2002 32.725,7 -0,1 913.870 0.1 2003 32.021,2 -0,1 633.370 -0.4 2004 33.618,4 0,1 1.110.670 0.4 2005 23.137,6 -0,3 3.474.793 0.7 2006 15.538,9 -0,3 197.431 -0.9 Kisaran 15.538,9 - 53.470,5 - 0,3 - 0,1 197.431 - 3.474.793 -0,9 - 0,7 Rata-rata 28.800,4 -0,2 1.199.132,33 -0,1 Sumber : Anonymous. 2006b.data diolah kembali Volume produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPS Nizam Zachman pada periode 2000-2006 memperlihatkan kecenderungan yang menurun Tabel 8 dan Gambar 10; dengan kisaran persentase pertumbuhan negatif 0,3 sampai dengan positif 0,1 atau rata-rata negatif 0,2 . Kecenderungan menurunnya volume produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPS Nizam Zachman tersebut sejalan dengan kecenderungan menurunnya jumlah frekuensi kapal masuk yang memanfaatkan PPS Nizam Zachman pada periode yang sama yaitu berjumlah 3.793 kali atau turun sebesar 17,5 dari tahun sebelumnya Tabel 3 subbab 4.2.2, selain itu sebagian kapal mendaratkan hasil tangkapannya ke pelabuhan lain yang biaya tambat-labuhnya relatif lebih murah atau lebih dekat dengan fishingbase dan juga diduga karena naiknya harga solar sejak tahun 2005, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya subsubbab 4.2.2. Volume produksi pada tahun 2006 merupakan produksi terendah pada kurun waktu tersebut di atas. 10 20 30 40 50 60 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Vo lu m e Pr o d u k s i 1 .0 to n 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 N il a i Pr o d u k s i m il ia r ru p ia h Volume Produksi 1.000 ton Nilai Produksi miliar rupiah Gambar 10 Grafik perkembangan volume produksi dan nilai produksi di PPS Nizam Zachman tahun 2000-2006 Perkembangan nilai produksi tahunan pada periode yang sama di atas mengalami fluktuasi yang tinggi, terutama pada periode tahun 2003-2006. Pada periode sebelumnya tahun 2000-2002, memperlihatkan kecenderungan yang relatif konstan namun pada periode 2003-2005 menunjukkan kecenderungan yang meningkat sangat tajam untuk kemudian menurun sangat tajam pada tahun 2006. Selama periode 2000-2006, kisaran persentase pertumbuhan nilai produksi adalah berkisar antara negatif 0,9 sampai dengan positif 0,7 per tahun. Nilai produksi tertinggi terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar Rp. 3,5 triliun atau naik sebesar lebih dari dua kali lipat dari tahun sebelumnya, sementara nilai produksi terendah terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar Rp. 197 miliar atau turun sebesar 94,3 dari tahun sebelumnya. Peningkatan nilai produksi yang cukup tajam pada tahun 2005 diduga terjadi karena pada tahun tersebut volume produksi hasil tangkapan menurun sebesar 31,2 dari tahun sebelumnya sehingga rata-rata harga produksi hasil tangkapan per kg naik tajam dari sekitar Rp. 4.500,-kg menjadi sekitar Rp. 20.800,-kg dan nilai produksinya menjadi meningkat tajam pula, sementara permintaan terhadap hasil tangkapan tersebut. 5 KONDISI AKTUAL AKTIVITAS PENDARATAN DAN PELELANGAN HASIL TANGKAPAN ARMADA TRADISIONAL DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA

5.1 Aktivitas Pendaratan Hasil Tangkapan

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti di lapangan, aktivitas pendaratan hasil tangkapan armada tradisional di PPS Nizam Zachman meliputi rangkaian proses pembongkaran hasil tangkapan dari palka ke atas dek kapal, penyortiran hasil tangkapan di atas kapal, penurunan hasil tangkapan dari dek kapal ke dermaga dan pengangkutan hasil tangkapan dari dermaga ke gedung Tempat Pelelangan Ikan TPI. Secara umum, rangkaian proses tersebut sesuai seperti yang digambarkan dalam Pane 2005 vide Mulyadi 2007 Gambar 1 subsubbab. 2.2.2. Aktivitas pendaratan hasil tangkapan di PPS ini umumnya dilakukan mulai dari pukul 06.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB. Lama waktu proses pendaratan hasil tangkapan kapal-kapal tradisional; yang dimulai dari pembongkaran hasil tangkapan hingga diangkut menuju TPI, bersifat relatif, tergantung dari besarnya volume hasil tangkapan yang didaratkan, jumlah anak buah kapal ABK dan buruh yang terlibat serta jumlah fasilitas yang mendukung dalam proses pendaratan hasil tangkapan tersebut. Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan dan hasil wawancara terhadap staf petugas TPI, untuk hasil tangkapan armada tradisional dengan volume hasil tangkapan sebesar dua ton, jumlah ABK sejumlah 10 orang, jumlah buruh enam orang dan jumlah keranjang plastikwadah hasil tangkapan 40 unit, maka diperlukan waktu selama tiga jam dua puluh menit untuk menyelesaikan proses aktivitas pendaratan hasil tangkapan tersebut. Pengamatan terhadap lama waktu proses pendaratan dilakukan selama delapan jam periode waktu proses pendaratan seperti yang dijelaskan di atas dengan pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali proses pendaratan.

5.1.1 Pembongkaran hasil tangkapan dari palka ke atas dek kapal

Aktivitas pendaratan dimulai dari saat kapal telah merapat di dermaga bongkar khusus area bongkar-muat kapal tradisional yang terletak di dermaga barat. Kapal merapat secara menyamping dengan sisi lambung kiri kapal merapat ke turap Gambar 11. Pemilik kapal melaporkan kedatangannya kepada petugas pelabuhan. Gambar 11 Aktivitas pembongkaran hasil tangkapan kapal tradisional di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 Pembongkaran dimulai dengan persiapan ABK menyiapkan alat bantu yang digunakan yaitu tali, pancong, ember dan keranjang plastik. Sebagian ABK bertugas mengambil hasil tangkapan dari dalam palka kapal dengan memasukkannya ke dalam ember; sementara yang lainnya menunggu di atas palka untuk menerima ember berisi ikan dari ABK yang berada di dalam palka. Jumlah ABK yang bertugas mengambil ikan dari dalam palka kapal berjumlah 2-3 orang, bergantung dari luas lubang palka kapal dan banyaknya hasil tangkapan yang dibongkar, sementara ABK yang berada di atas dek berjumlah 7-10 orang. Anak buah kapal yang berada di dek, menarik ember berisi hasil tangkapan dengan menggunakan tali yang terhubung ke katrol. Hasil tangkapan yang dikeluarkan dari palka tersebut dimulai dari tumpukan paling atas dalam palka. Hasil tangkapan yang telah dikeluarkan dari palka, kemudian di atas dek diletakkan ke dalam keranjang plastik yang telah disusun sebelumnya. Hasil tangkapan yang dimasukkan ke dalam keranjang diseleksi atau disortir berdasarkan jenis ikan, ukuran dan kualitasnya. Proses penseleksian dilakukan dengan cara membedakan hasil tangkapan yang memiliki jenis berbeda, sedangkan penyeleksian menurut ukuran dan kualitas yang berbeda dilakukan secara ”kasar”, yaitu hanya berdasarkan perkiraan saja. Untuk hasil tangkapan yang sama jenisnya, ukuran dan kualitas yang relatif sama, dimasukkan ke dalam satu keranjang, tanpa diberikan perlakuan lagi seperti pemberian es atau pemotongan bagian-bagian tubuh Gambar 12. Keranjang plastik yang digunakan oleh ABK kapal merupakan keranjang yang disewa dari pengelola Tempat Pelelangan Ikan TPI Muara Baru Koperasi Mina Muara Makmur, dengan harga sewa Rp. 1.000,- per keranjangnya hingga proses pembongkaran selesai dilakukan. Keranjang plastik yang disediakan tidak dibedakan ukurannya untuk menampung hasil tangkapan yang memiliki ukuran yang berbeda. Hasil tangkapan yang berukuran relatif kecil dan besar, dengan ukuran terkecil sepanjang 12 cm untuk ikan tembang Sardinella sp. hingga ukuran terbesar seperti ikan tenggiri Scomberomorus sp. yang mencapai panjang hingga 200 cm, keduanya menggunakan keranjang plastik yang sama ukurannya yaitu 69,5x48,5x37,0 cm 3 bagian atas dan 59,5x40,0x37,0 cm 3 bagian bawah Gambar 14a.. Keranjang plastik dengan ukuran tersebut maksimumnya dapat menampung hasil tangkapan sebesar 50 kg Hardani R.,2008. Menurut Pane 2009 daya tampung maksimumnyanya 30 kg. Gambar 12 Aktivitas penseleksian hasil tangkapan di atas kapal tradisional di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 Cara pembongkaran yang dilakukan oleh ABK armada tradisional di PPS Nizam Zachman kurang memperhatikan kualitas hasil tangkapan agar tetap berkualitas baik. Dalam keranjang plastik, hasil tangkapan tidak diberi es lagi, dengan alasan karena hasil tangkapan yang berada dalam palka umumnya telah diberi es berupa es curah sejak hasil tangkapan tersebut ditangkap. Alat bantu yang digunakan saat proses pembongkaran tidak memenuhi kebersihanhigienitas dan cenderung bersifat merusak. Alat bantu yang digunakan seperti ember, tali dan keranjang plastik terlihat dalam kondisi kotor, sangat terlihat jarang dibersihkan. Alat bantu lainnya yang berupa pancong cenderung bersifat merusak. ABK menggunakan alat tersebut untuk digunakan dalam mengambil atau meraih hasil tangkapan berukuran relatif besar dalam palka kapal atau memindahkannya ke atas dek. Cara dan alat yang digunakan dalam pembongkaran seperti di atas tidak sesuai dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan aktivitas pendaratan hasil tangkapan di tempat pendaratan ikan yang disarankan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan Anonymous, 2007 a , yang mengemukakan bahwa dalam melakukan pembongkaran hasil tangkapan, alat yang digunakan harus terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, sehingga pada saat digunakan selalu dalam keadaan bersih. Alat tersebut juga tidak bersifat merusak. Cara pembongkaran hasil tangkapan juga harus dilakukan dengan cepat, m enempatkan hasil tangkapan dalam wadah yang sesuai dengan ukuran hasil tangkapan dan menjaga suhu hasil tangkapan agar tetap serendah mungkin subsubbab. 2.3.3.

5.1.2 Penurunan hasil tangkapan dari dek kapal ke dermaga

Hasil tangkapan yang telah diletakkan ke dalam keranjang plastik dan disusun di atas dek kemudian diturunkan ke dermaga. Proses penurunan hasil tangkapan dalam keranjang plastik dari atas dek ke lantai dermaga menggunakan alat bantu berupa papan luncur yang terbuat dari kayu dengan panjang sekitar dua meter, lebar 50 cm. Keranjang plastik berisi hasil tangkapan diluncurkan dengan menggunakan papan luncur yang diletakkan antara sisi kapal dengan lantai dermaga dengan k emiringan sekitar 30˚ Gambar 13b.. ABK atau buruh angkut “menyongsong” keranjang plastik berisi hasil tangkapan tersebut untuk kemudian mengambil dan meletakkannya ke lantai dermaga. Hasil tangkapan yang telah diletakkan di lantai dermaga disiram dengan air kolam pelabuhan kemudian diangkut oleh buruh dengan menggunakan lori menuju ke gedung TPI Gambar 15. a. b. a. b. Gambar 13 Fasilitas terkait aktivitas pendaratan hasil tangkapan di dermaga PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 a.Keranjang plastikwadah hasil tangkapan yang digunakan di dermaga pendaratan hasil tangkapan armada tradisional; b.Papan luncur yang digunakan untuk memindahkan hasil tangkapan armada tradisional dari dek kapal ke lantai dermaga Berdasarkan Anonymous 2007 a , proses penurunan hasil tangkapan armada tradisional dari dek ke dermaga pendaratan di PPS Nizam Zachman tidak memenuhi syarat. Syarat yang dimaksud yaitu berupa cara atau metode penanganan hasil tangkapan dan cara penurunan hasil tangkapan dari dek kapal ke lantai dermaga. Anonymous 2007 a selanjutnya menjelaskan bahwa dalam melakukan proses penurunan hasil tangkapan dari dek ke dermaga pendaratan haruslah menggunakan peralatan yang bersih dan tidak bersifat merusak. Pada saat proses penurunan hasil tangkapan tersebut, hasil tangkapan harus terlindung dari terpaan sinar matahari langsung. Di PPS Nizam Zachman, ABK kapal-kapal tradisional menurunkan hasil tangkapan dengan menggunakan papan luncur yang berpotensi merusak hasil tangkapan. Hasil tangkapan dalam keranjang, terutama yang berada paling bawah wadah keranjang, kerap kali bagian tubuhnya keluar melalui lubang keranjang dan bersentuhan dengan keras terhadap papan luncur. Keluarnya bagian tubuh tersebut disebabkan tekanan dari bagian atas sebagai akibat dari penumpukan hasil tangkapan yang melebihi batas tinggi keranjang. Pada saat penelitian, tidak jarang hasil tangkapan terlihat tergencet dan bersentuhan secara keras dengan papan luncur. Kondisi tersebut semakin memperburuk dengan banyaknya keranjang yang bagian bawahnya telah rusak akibat penggunaan yang terus menerus dengan cara demikian Gambar 14. Gambar 14 Sisi bagian bawah keranjang plastikwadah hasil tangkapan yang telah rusak dan berlubang akibat gesekan dengan papan luncur dan lantai gedung TPI Cara pencucian hasil tangkapan yang dilakukan oleh ABK juga tidak memenuhi prinsip kerja cepat, cermat, dan higienis. Hasil tangkapan yang telah diturunkan dari atas kapal disiram dengan menggunakan air kolam pelabuhan Gambar 15a.. Air kolam pelabuhan dermaga barat PPS Nizam Zachman Jakarta cenderung kotor dan bau akibat sampah dan kotoran sisa pembuangan ceceran- ceceran ikan yang dibuang ke kolam Gambar 15b.. Penyiraman hasil tangkapan dengan air kolam pelabuhan tersebut dapat semakin menurunkan kualitas hasil tangkapan yang didaratkan. Kualitas hasil tangkapan akan dapat menurun akibat dari aktivitas metabolisme bakteri yang berada pada ikan atau hasil tangkapan lainnya. Kondisi mutu hasil tangkapan didaratkan tersebut dapat semakin menurun dengan tidak digunakannya atap atau alat penutup yang dipasang di atas papan luncur ketika penurunan hasil tangkapan dilakukan, sehingga hasil tangkapan terkena sinar matahari langsung. a. b. a. b. Gambar 15 Penyiraman hasil tangkapan dan kondisi kolam pelabuhan dan lantai dermaga di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 a.Penyiraman hasil tangkapan dengan air kolam pelabuhan oleh ABK di dermaga pendaratan tradisional; b.Kolam pelabuhan dan lantai dermaga pendaratan yang kotor dengan sampah dan kotoran sisa pembuangan ceceran ikan 5.1.3 Pengangkutan hasil tangkapan dari dermaga ke gedung TPI Proses pengangkutan hasil tangkapan dari dermaga ke TPI dilakukan oleh buruh dengan menggunakan alat bantu berupa lori. Lori adalah alat bantu angkut yang terbuat dari besi yang bentuknya memanjang dan mempunyai roda seperti pada Gambar 16a. Untuk satu unit lori, dapat membawa dua hingga tiga unit keranjang plastik berisi hasil tangkapan dengan cara ditumpuk. Dalam proses pengangkutannya, buruh tidak menutupi keranjang tersebut dengan penutup sehingga hasil tangkapan terkena sinar matahari langsung. Buruh-buruh yang bekerja di sekitar gedung TPI merupakan buruh sewa yang dibayar oleh pemilik kapal jika pemilik kapal ingin menggunakan jasa mereka. Jumlah buruh yang terlibat dalam membantu proses pengangkutan hasil tangkapan berjumlah 5-10 orang. Kebutuhan jumlah tenaga buruh tersebut tergantung dari banyaknya volume hasil tangkapan yang didaratkan. Pada saat penelitian dilakukan, untuk volume hasil tangkapan sebesar dua ton dibutuhkan sejumlah 7 orang buruh Gambar 16b.. Lama waktu tempuh pengangkutan hasil tangkapan oleh buruh dari kapal menuju ke gedung TPI bersifat relatif, tergantung dari jumlah tenaga kerja, alat angkut dan jarak tempat pembongkarankapal bertambat menuju ke gedung TPI. Lama waktu pengangkutan tercepat dari kapal bertambat menuju ke gedung TPI adalah sekitar 1 sampai 2 menit, sementara lama waktu tempuh terlama sekitar 3 sampai 5 menit. Jarak tempuh terdekat dari kapal bongkar menuju TPI sekitar 50 meter, sementara jarak tempuh terjauh yang dilalui oleh buruh menuju gedung TPI adalah sekitar 300 meter. a. b. Gambar 16 Aktivitas pengangkutan hasil tangkapan dan fasilitas terkait di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 a.Lori-lori yang digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan yang didaratkan di dermaga pendaratan tradisional; b.Buruh sedang mengangkut hasil tangkapan dari dermaga pendaratan tradisional ke gedung TPI Menurut Ilyas 1983 menjelaskan jarak antara dermaga dengan gedung TPI diharuskan tidak jauh, agar proses pengangkutan dapat berjalan dengan cepat sehingga hasil tangkapan dapat terjaga mutunya. Tidak dijelaskan berapa jauh jarak yang dimaksudkan oleh Ilyas tersebut. Dalam komunikasi pribadi dengan Pane 2009, bila menggunakan pendekatan penggunaan crane sebagai alat bantu dalam memindahkan hasil tangkapan dari dermaga ke TPI, maka jarak tersebut dapat ditentukan. Jarak terdekat antara dermaga dengan atap gedung TPI diharapkan sejauh sepanjang lengan crane yang digunakan ditambah satu meter. Ketentuan tersebut dimaksudkan agar menghindarkan hasil tangkapan tidak berlama-lama terkena sinar matahari dan panasnya udara serta pada saat crane memindahkan hasil tangkapan dari dermaga ke TPI, hasil tangkapan dapat berpindah dengan cepat tanpa hambatan menuju gedung TPI. Dalam melakukan pengangkutan hasil tangkapan dari dermaga ke gedung TPI, alat bantu yang digunakan, seperti alat dorong berupa lori, gerobak dan sebagainya, harus selalu dalam keadaan bersih. Proses pengangkutan harus menggunakan alat penutup agar hasil tangkapan tidak terkena sinar matahari langsung, sehingga kualitasnya terjaga.

5.2 Aktivitas Pelelangan Hasil Tangkapan

Berdasarkan hasil wawancara peneliti terhadap staf Dinas Perikanan dan Peternakan DKI Jakarta, aktivitas pelelangan hasil tangkapan di Tempat Pelelangan Ikan TPI Muara Baru PPS Nizam Zachman dimulai sejak tahun 1993. Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dijelaskan juga bahwa penyelenggaraan pelelangan ikan di TPI Muara Baru sesuai dengan SK Gubernur DKI Jakarta No 3042000. Pelelangan ikan di TPI Muara Baru PPS Nizam Zachman dikelola oleh Koperasi Mina Muara Makmur K3M. Berdasarkan hasil wawancara peneliti terhadap staf K3M, pengelolaan tersebut diatur berdasarkan SK No.03PADKDK9.2IV2001 di bawah pengawasan Dinas Perikanan. Staf K3M juga menjelaskan bahwa koperasi tersebut diresmikan pertama kali pada bulan Februari 2000 dan penunjukkan K3M sebagai penyelenggara pelelangan ikan berlaku selama tiga tahun sekali. Pembinaan teknis pelelangan ikan kepada para pengurus koperasi penyelenggara pelelangan ikan di TPI Muara Baru, termasuk juga TPI Muara Angke, TPI Kamal Muara, TPI Kali Baru dan TPI Cilincing, dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan UPT PKPP dan PPI. Selanjutnya masih berdasarkan hasil wawancara dengan staf K3M, untuk mengikuti pelelangan hasil tangkapan di TPI, nakhoda kapal terlebih dahulu melapor kedatangannya kepada kepala pelabuhan untuk mendapatkan Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan Kapal STBLKK, setelah itu pemilik kapal menyerahkan lembar ke-2 STBLKK warna merah kepada kepala TPI. Hasil tangkapan yang akan dilelang, dibongkar terlebih dahulu dari palka kapal. Hasil tangkapan yang sudah dibongkar dan disortir, kemudian diangkut menuju gedung TPI. Aktivitas pelelangan hasil tangkapan dilakukan setelah proses pembongkaran hasil tangkapan selesai. Hasil tangkapan yang masuk di TPI Muara Baru PPS Nizam Zachman dipasarkan dengan sistem lelang meningkat dan terbuka. Adapun secara lengkap prosedur tahapan mengikuti pelelangan ikan di TPI Muara Baru PPS Nizam Zachman berdasarkan hasil wawancara dengan staf K3M dan pengamatan peneliti, dapat digambarkan sebagai berikut : 1 Hasil tangkapan yang didaratkan kapal tradisional diangkut ke gedung TPI; 2 Ikan ditimbang, dijejer disusun di lantai lelang untuk di lelang oleh juru lelang Gambar 17a. dan Gambar 17b.; 3 Juru lelang mengumumkan dan memanggil peserta lelang untuk melelang ikan; 4 Pelelangan minimal diikuti oleh 2 orang peserta lelang, penawaran bersifat meningkat sampai tercapai harga penawaran yang tertinggi; 5 Pemenang lelang menyelesaikan seluruh administrasi pembayaran lelang di kantor TPI sebelum mengangkut ikan hasil lelang dari gedung TPI; 6 Pemilik ikan dapat menarik mengambil uang hasil lelang di kasir TPI setelah lelang selesai. Aktivitas pelelangan hasil tangkapan di atas, diikuti oleh pelaku-pelaku yang terlibat dalam proses pelelangan tersebut yaitu juru lelang, juru catat, juru timbang, nelayan pemilik kapal, dan bakul pengumpul pembeli ikan. Juru lelang bertugas melelangkan hasil tangkapan nelayan, juru catat bertugas mendampingi juru lelang untuk mencatat setiap transaksi yang dihasilkan, juru timbang bertugas menimbang hasil tangkapan yang akan dilelang, sedangkan nelayan selaku penjual ikan, dan bakul atau pengumpul selaku pembeli ikan. Suasana pelelangan ikan di TPI terlihat seperti pada Gambar 18. a. b. Gambar 17 Aktivitas penimbangan dan penjejeran hasil tangkapan di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 a.Penimbangan hasil tangkapan yang didaratkan oleh armada tradisional di gedung TPI; b.Hasil tangkapan dijejerkan di lantai gedung TPI untuk dilelang Gambar 18 Suasana pelelangan ikan di gedung TPI PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 Berdasarkan hasil wawancara peneliti terhadap staf K3M, petugas TPI yang bertugas di TPI Muara Makmur setiap harinya berjumlah tiga orang; dua orang bertugas sebagai juru timbang sedangkan satu orang bertugas sebagai pengatur basket dan kebersihan. Jumlah petugas TPI yang bertugas di Muara Makmur berjumlah delapan orang. Mereka di-rolling tiap dua hari sekali untuk bertugas. Hasil pengamatan peneliti terhadap aktivitas pelelangan memperlihatkan bahwa lama proses pelelangan hasil tangkapan di TPI Muara Baru PPS Nizam Zachman sekitar 2-3 jam, tergantung dari banyaknya ikan yang dilelang dan banyaknya pembeli yang datang ke tempat pelelangan. Pengamatan selanjutnya menghasilkan bahwa aktivitas pelelangan hasil tangkapan di TPI Muara Baru PPS Nizam Zachman umumnya dilakukan pada pagi hingga siang hari, yaitu setelah proses pembongkaran hasil tangkapan selesai dilakukan. Berlangsungnya aktivitas pelelangan hasil tangkapan pada pagi dan siang hari tersebut dikarenakan nelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya di darmaga barat PPS Nizam Zachman, umumnya membongkar hasil tangkapannya pada pagi hari. Wawancara peneliti terhadap petugas lelang, menyebutkan bahwa pemilihan waktu pagi hari tersebut dikarenakan agar hasil tangkapan yang didaratkan tidak terkena terpaan sinar matahari siang hari, agar kualitas hasil tangkapan dapat terjaga. Alasan lainnya dari pemilihan waktu tersebut bertujuan agar hasil tangkapan yang telah dibongkar dan dilelang, dapat segera dijual kembali oleh bakul pengumpul ke pasar-pasar tradisional ataupun supermarket yang berada di sekitar Jakarta Utara, seperti Pasar Ikan, pasar ikan Muara Angke, dan pasar-pasar tradisional lainnya Gambar 19. Fasilitas yang digunakan untuk membantu kelancaran proses pelelangan hasil tangkapan di TPI Muara Baru PPS Nizam adalah timbangan dengan kapasitas 1000 kg, timbangan berkapasitas 500 kg dan satu unit sound system. Pada saat penelitian dilakukan, hasil tangkapan yang dilelang didominasi oleh cumi-cumi, tenggiri, tongkol putih, tongkol abu-abu, bawal, cucut, layaran dan tembang. Jenis-jenis hasil tangkapan tersebut didaratkan dari kapal yang mengoperasikan alat tangkap gillnet, purse seine dan boukeami sedangkan kapal bubu, jaring tangsi dan muroami tidak dijumpai mendaratkan hasil tangkapan. Hasil tangkapan yang telah dilelang, berdasarkan hasil wawancara peneliti terhadap petugas lelang, selain didistribusikan ke wilayah lokal DKI Jakarta dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk DKI Jakarta, juga didistribusikan ke berbagai daerah seperti Bandung, Sukabumi dan Banten. Pelelangan di PPS Nizam Zachman pada prakteknya merupakan pelelangan tidak murni. Pengamatan peneliti pada proses pelelangan di TPI pelabuhan ini terdapat praktek yang disebut “opouw” yaitu pelelangan yang tidak sesuai prosedur, dimana nelayan nelayan buruh ABK pada dasarnya “menjual” hasil tangkapannya kepada pemilik kapal sehingga penentuan harga lelang dapat “diatur” oleh pemilik kapal sesuai keinginannya. Dalam hal ini, “menjual” sebenarnya bukan menjual tetapi menyerahkan hasil tangkapan dari nelayan sebagai tenaga kerja pemilik kapal kepada pemilik kapal. a. b. Gambar 19 Kondisi aktivitas pendistribusian hasil tangkapan di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 a.Hasil tangkapan yang akan didistribusikan dari TPI ke pasar-pasar lokal atau ke luar daerah; b.Hasil tangkapan terjemur matahari saat menunggu didistribusikan dengan menggunakan mobil pick-up 6 KONDISI FASILITAS TERKAIT PENDARATAN DAN PELELANGAN HASIL TANGKAPAN ARMADA TRADISIONAL DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA Fasilitas pelabuhan perikanan merupakan fasilitas yang dibutuhkan dalam menunjang terlaksananya segala aktivitas kepelabuhanan yang berlangsung di suatu PPPPI. Fasilitas pelabuhan perikanan sangat beragam bergantung dari tingkat kebutuhan yang diperlukan oleh pelabuhan perikanan tersebut. Makin besar jenis dan frekuensi aktivitas yang berlangsung secara kontinu maka akan semakin besar pula kebutuhan jenis dan jumlah fasilitasnya. Pada umumnya, para ahli mengklasifikasikan fasilitas pelabuhan perikanan ke dalam tiga jenis, yaitu fasilitas pokok, fungsional dan fasilitas penunjang seperti yang telah dijelaskan pada subsubbab 2.3.1 terdahulu. Dari berbagai jenis fasilitas tersebut, fasilitas yang berkaitan dengan aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan cukup banyak, yaitu yang bersifat langsung : kolam pelabuhan, dermaga pendaratan, Tempat Pelelangan Ikan TPI, instalansi air, wadah hasil tangkapan basket keranjang plastik dan yang tidak langsung : alat bantu navigasi, pabrik es, Ice Storage, Cold Storage, dan Cool Room. Dalam tulisan ini akan dibahas tiga jenis fasilitas utama yang terkait langsung dengan aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan, yaitu dermaga bongkar, kolam pelabuhan, dan TPI. Dermaga Pendaratan Dermaga PPS Nizam Zachman terbuat dari beton berbentuk lurus memanjang ke arah utara laut. Dermaga PPS Nizam Zachman digunakan untuk aktivitas bongkar, muat ataupun bertambat. Terdiri dari sisi barat dan sisi timur. Dermaga yang berada pada sisi timur dikhususkan untuk armada atau kapal industri Tuna Landing Center TLC, sementara dermaga bagian barat dikhususkan untuk armada tradisional Lampiran 1. Berdasarkan wawancara peneliti terhadap staf TPI dan anak buah kapal ABK nelayan gillnet, dermaga barat dapat digunakan untuk aktivitas bongkar-muat dan bertambat-labuh. Kapal yang bertambat-labuh di dermaga ini merapat menyamping dengan sisi lambung kiri kapal searah dermaga. Pada saat penelitian, kapal yang bertambat-labuh merapat secara vertikal dengan dermaga, memanjang dari enam sampai delapan unit kapal. Berdasarkan hasil pengamatan, kondisi jalan di sekitar dermaga barat PPS Nizam Zachman terlihat sudah tidak layak. Kondisi jalan tersebut yang digunakan untuk aktivitas pengangkutan hasil tangkapan, telah banyak mengalami kerusakan dan berlubang Gambar 20a.. Dermaga banyak dipenuhi oleh ceceran ikan sisa aktivitas pembongkaran dan sampah-sampah terutama sampah plastik Gambar 20b.. a. b. Gambar 20 Dermaga PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 a.Kondisi jalan di sekitar dermaga barat b.Kondisi kebersihan dermaga barat Kolam Pelabuhan Kolam pelabuhan PPS Nizam Zachman berbentuk menyerupai persegi panjang yang memanjang ke arah utara. Pada sisi kiri dan kanannya dilindungi breakwater. Pada ujung sisi kiri breakwater terdapat lighthouse sebagai pemandu kapal saat masuk kolam pelabuhan pada malam hari Lampiran 1. Panjang breakwater pada sisi kiri sepanjang 750 m dan sisi kanan sepanjang 290 m. Kolam pelabuhan PPS Nizam Zachman mempunyai luas 40 ha dengan kedalaman -4,5 m hingga -7,5 m dan dapat menampung hingga 114 kapal per bulan. Turap terdapat pada sisi barat seluas 1.480 ha dan pada sisi timur seluas 1.560 ha Putra, 2007. Berdasarkan Anonymous 1981 vide Mulyadi 2007, kondisi kolam PPS Nizam Zachman secara fisik sudah memenuhi syarat yang ditentukan, yaitu : a. Cukup luas sehingga menampung semua kapal yang datang berlabuh dan masih dapat bergerak dengan bebas b. Cukup lebar sehingga kapal dapat bergerak dengan bebas, dan merupakan gerak melingkar yang tidak terputus c. Cukup dalam sehingga kapal terbesar masih bisa masuk di dalam kolam pelabuhan pada saat air surut d. Terlindung dari angin, gelombang dan arus yang berbahaya Namun dari aspek kebersihan, berdasarkan hasil pengamatan, kondisi kolam pelabuhan pada saat penelitian terlihat sangat kotor dan bau. Banyak terdapat sampah-sampah yang memenuhi kolam terutama pada sisi kolam dekat tempat kapal bertambat seperti yang terlihat pada Gambar 21. a. b. Gambar 21 Kolam pelabuhan PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 a.Kolam pelabuhan terlihat kotor di dermaga barat; b.Sampah di kolam pelabuhan dekat kapal bertambat di dermaga barat Tempat Pelelangan Ikan Tempat pelelangan ikan di PPS Nizam Zachman merupakan sebuah bangunan atau gedung yang dibangun khusus untuk aktivitas pelelangan. Gedung TPI Muara Baru PPS Nizam Zachman berbentuk menyerupai persegi panjang, memanjang dari Selatan ke Utara menghadap ke arah dermaga. Gedung TPI ini terletak di samping dermaga barat dan dikhususkan untuk tempat pelelangan hasil tangkapan yang didaratkan dari armada kapal tradisional. Letak gedung TPI ini berada tidak jauh dari dermaga. Jarak tegak lurus sisi terdekat dan terluar antara gedung TPI dengan sisi turap 50 meter, sedangkan jarak terjauh yang ditempuh dari dermaga tempat kapal membongkar dengan gedung TPI sejauh 300 meter Lampiran 1. Luas gedung TPI adalah 3.367 m 2 , sekeliling gedung ditembok sebagian Gambar 22. Kondisi ini membuat sebagian gedung terbuka sehingga dapat dilihat dari luar. Cahaya dan panas matahari pun mudah masuk ke bagian dalam sebagian ruangannya. Dengan demikian, cahaya dan panas tersebut dengan mudah menerpa tubuh sebagian atau seluruh hasil tangkapan yang sedang dilelang. Kondisi ini tidak sesuai dengan ketetapan sebagaimana dikemukakan dalam Anonymous 2007a, seperti yang telah dijelaskan pada subbab. 2.3.3, yang menyatakan bahwa gedung TPI harus tertutup rapat atau terlindungi dari sinar matahari. Gambar 22 Sekeliling gedung TPI PPS Nizam Zachman Tahun 2007 ditembok sebagian Gedung dibagi dalam dua ruang, yaitu ruang pelelangan dan ruang administrasi. Pembagian ruang ini masih belum sesuai seperti yang dijelaskan Lubis 2005 yaitu pembagian ruang dalam gedung TPI terbagi dalam empat ruang yaitu ruang pelelangan, administrasi, ruang pengepakan, dan ruang sortir; seperti yang dijelaskan pada subbab 2.3.3. Di PPS Nizam Zachman, aktivitas penyortiran dilakukan di atas kapal, sementara aktivitas pengepakan tidak dilakukan di gedung TPI. Lantai gedung TPI terbuat dari beton yang berbentuk cembung memanjang searah panjang gedung, dengan kemiringan sekitar 3 ◦ . Lantai dilengkapi dengan fasilitas sanitasi yaitu pipa-pipa penyiraman yang terletak di lantai di tengah gedung dan dilengkapi dengan kran dan selang Gambar 23a.. Berdasarkan pengamatan, aktivitas pengangkutan hasil tangkapan dari dermaga pendaratan ke gedung TPI dan dari TPI menuju ke mobil pengangkut membuat lantai TPI kotor dengan ceceran dan lendir ikan. Akan tetapi setelah pelelangan ikan selesai dilakukan, lantai TPI kemudian dibersihkan dengan cara penyemprotan; dengan cara kran dinyalakan, kemudian dilakukan penyemprotan lantai TPI sehingga air keluar dari pipa-pipa dan melalui selang. Penyemprotan dilakukan oleh petugas jaga lelang dari Koperasi Mina Muara Makmur Gambar 23b.. Kondisi lantai dan sistem sanitasi telah sesuai dengan ketetapan yang telah dijelaskan oleh Anonymous 2007a, pada subbab 2.3.3, yang menyatakan bahwa gedung TPI harus dilengkapi dengan sistem sanitasi dan lantai gedung TPI harus kedap air dan mempunyai kemiringan agar air dapat segera mengalir ke saluran pembuangan air tidak dijelaskan berapa besar derajat kemiringan yang ditetapkan. Sistem sanitasi TPI PPS Nizam Zachman meliputi unit selang penyemprot, pipa air, jaringan saluran pembuangan, lantai TPI yang miring dan tempat sampah. Gedung TPI PPS Nizam Zachman juga dilengkapi dengan sistem penerangan berupa lampu-lampu yang terpasang di langit-langit atap gedung baik di dalam gedung maupun di luarnya. Lampu-lampu tersebut digunakan bila aktivitas pelelangan dan pendaratan hasil tangkapan dilakukan pada malam atau pagi hari waktu subuh. Berdasarkan pengamatan saat penelitian, kondisi lampu- lampu yang terpasang tersebut sudah banyak yang rusak. Kondisi lampu terlihat tidak terawat dan kotor. Berdasarkan wawancara yang dilakukan di lapangan terhadap petugas jaga TPI, penggunaan lampu atau sistem penerangan di dalam gedung TPI sudah jarang dilakukan, dikarenakan aktivitas pendaratan dan pelelangan umumnya dilakukan pada pagi hari hingga siang hari dari pukul 06.00 hingga 12.00 WIB. a b Gambar 23 Penyemprotan gedung Tempat Pelelangan Ikan di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 a.Pipa-pipa pemyemprotan gedung TPI; b.Petugas menyemprot lantai TPI dengan selang air di gedung TPI Gedung TPI ini juga dilengkapi dengan fasilitas yang digunakan untuk aktivitas pelelangan dan pendaratan yaitu keranjang plastik basket trays dan lori. Keduanya diletakkan di sisi-sisi dalam gedung TPI. Tidak ada gudang penyimpanan khusus untuk penyimpanan keranjang plastik hasil tangkapan dan lori. Trays dan lori disusun di sisi dinding gedung TPI bagian dalam seperti yang terlihat pada Gambar 24. Fasilitas lainnya seperti yang telah disebutkan pada subbab 5.2, yang digunakan untuk membantu kelancaran pelelangan hasil tangkapan di TPI yaitu timbangan dan satu unit sound system. Berdasarkan pengamatan di lapangan, keranjang plastik ikan yang digunakan untuk memindahkan hasil tangkapan terlihat sangat kotor dan tidak terawat. Saat wadah hasil tangkapan tidak digunakan, wadah ditumpuk dan diletakkan di sisi-sisi dinding gedung dalam keadaan kotor. Berdasarkan wawancara peneliti dengan petugas jaga TPI, keranjang plastik ikan yang disediakan pengelola TPI koperasi Mina Muara Makmur seluruhnya berjumlah 500 unit, sementara jumlah lori yang disediakan untuk mengangkut hasil tangkapan seluruhnya berjumlah 20 unit. a. b. Gambar 24 Fasilitas terkait aktivitas pendaratan hasil tangkapan yang diletakkan di gedung Tempat Pelelangan Ikan PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 a.Keranjang plastik hasil tangkapan; b.Lori disusun di tepi dinding gedung TPI Selanjutnya masih berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan petugas jaga TPI, sepanjang tahun 2006 terjadi lima kali pendaratan dalam satu hari yang dilakukan oleh lima kapal yang berbeda; yang juga merupakan frekuensi pendaratan paling tinggi saat musim pendaratan pada tahun tersebut. Disebutkan pula, sebagai contoh, untuk menampung satu ton hasil tangkapan dibutuhkan 20 unit keranjang plastik ikan. Bila rata-rata kapasitas palka kapal maksimal tiga ton dan waktu pendaratan dilakukan pada saat yang sama, maka dibutuhkan 300 unit keranjang plastik ikan untuk menampung 15 ton hasil tangkapan yang didaratkan oleh lima kapal tersebut. Untuk kebutuhan lori, berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan buruh angkut, satu unit lori biasanya membawa dua unit keranjang plastik ikan berisi hasil tangkapan penuh dalam sekali angkut. Dua unit keranjang plastik ikan berisi hasil tangkapan ditumpuk dan diletakkan di atas lori untuk kemudian diangkut ke TPI. Maka, bila satu ton hasil tangkapan diangkut sekaligus oleh enam orang buruh dengan sekali angkut dan masing-masing membawa dua keranjang plastik ikan berisi hasil tangkapan penuh, maka dibutuhkan dua lori untuk mengangkut hasil tangkapan tersebut ke gedung TPI. Secara lengkap fasilitas-fasilitas yang terdapat di PPS Nizam Zachman dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Fasilitas Pelabuhan Perikanan Samudera PPS Nizam Zachman Jakarta Tahun 2006 No Jenis Fasilitas Kapasitas atau Spesifikasi Pemilik Aset; Pengelola 1 Kolam Pelabuhan Luas 40 ha Kedalaman -4,5 sd -7,5m PPSJ; Perum PPS 2 Pemecah Gelombang Sisi Kiri 750 m Sisi Kanan 290 m PPSJ; Perum PPS 3 Dermaga Jetty 1.874 m PPSJ; Perum PPS 4 Tanah Hak Pakai 31 ha Hak PengelolaanIndustri 40 ha PPSJ; Perum PPS 5 Turap Revetment - Sisi Barat - Sisi Timur 1.480 ha 1.560 ha PPSJ 6 Jalan Kawasan Pelabuhan 53.256 m PPSJ 7 Saluran Pembuangan Air 9.611,25 m PPSJ 8 Gedung TPI 3.367 m 2 Perum PPS 9 Gedung PPS 992 lapak ; 6.431 m 2 Perum PPS 10 Gudang Ikan 29 Unit ; 1.347 m Perum PPS 11 Ruang Pengepakan Ikan 56 Unit ; 1.120 m 2 Perum PPS 12 Ruang Pengolahan Ikan 18 Unit ; 26.245 m 2 Perum PPS 13 Gudang Perbekalan Kapal 5 Unit ; 1.620 m 2 Perum PPS 14 Balai Pertemuan Nelayan 234 m 2 PPSJ 15 Rambu Navigasi hijau merah 2 Unit PPSJ 16 Gedung Kantor UPTPPSJ 969,50 m 2 PPSJ 17 Kantor Pelayanan Terpadu 1.682 m 2 PPSJ 18 Pos Jaga Permanen 349,50 m 2 PPSJ 19 Pos Jaga Terpadu 84,50 m 2 PPSJ 20 Pos Kamla 32,40 m 2 PPSJ 21 Musholla 2 Unit PPSJ 22 Lapangan Parkir GPKN 2.094,701 m 2 PPSJ 23 Perahu Sampah 1 Unit PPSJ 24 Gedung Penunjang Kegiatan Nelayan 6.730 m 2 PPSJ; Perum PPS Tabel 9 Lanjutan No Jenis Fasilitas Kapasitas atau Spesifikasi Pemilik Aset; Pengelola 25 Dock Slipway Kapasitas 500 GT Kapasitas 50 Gt 2 Unit 1 Unit PPSJ; Perum PPS 26 Perbengkelan 6 Unit 1.390 m 2 Perum PPS 27 Cold Storage 1.000 ton Perum PPS 28 Dump – Truck 2 Unit PPSJ 29 Crane – Truck 2 Unit PPSJ 30 Towing – Tracktor 3 Unit PPSJ 31 Fork Lift Solar 3 Unit PPSJ 32 Fork Lift Battery 5 Unit Perum PPS 33 Pabrik Es 200 ton Perum PPS 34 MCKToilet 15 Unit PPSJ 35 Pos Keamanan 150 m 2 PPSJ 36 Foul Seawater Cleaning 8.450 m 2 PPSJ 37 Unit Pengolah Limbah Cair UPL 1.000 m 2 PPSJ 38 Tuna Landing Center TLC 29 Unit ; 13.143 m 2 PPSJ; Perum PPS 39 Instalasi penyaluran Air Bersih 1.200 ton Perum PPS 40 Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Bunker SPBB 4 Unit ; 15.000 ton bulan Swasta 41 Instalasi Penyaluran Daya Listrik 5.206 KVA 400 KVA Perum PPS PPSJ 42 Telepon 168 SST 5 SST Perum PPS PPSJ 43 Bangunan Pompa Air Laut 1 Unit PPSJ 44 Sea Water Intake 1 Unit PPSJ 45 Kios Pedagang Kaki 5 107 Unit PPSJ 46 Kawasan PPSJ 110 ha PPSJ; Perum PPS Sumber : Putra, 2007 7 KETERSEDIAAN DAN KONDISI KUALITAS HASIL TANGKAPAN ARMADA TRADISIONAL DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA

7.1 Ketersediaan Hasil Tangkapan di PPS Nizam Zachman Jakarta