Pengendalian Persediaan Bahan Baku Martabak Manis dengan Pendekatan Model Probabilistik (Studi Kasus Martabak Air Mancur, Bogor, Jawa Barat).

(1)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota Bogor adalah salah satu kota dengan pilihan sajian kuliner yang beragam. Kota yang identik dengan sebutan kota hujan ini memberikan karakteristik keunikan tersendiri dalam imagenya sebagai kota tujuan kuliner. Ini ditunjukkan dari banyaknya jumlah kuliner di kota Bogor, diantaranya adalah Talas Bogor, Asinan, Roti Unyil, Toge Goreng, Macaroni Panggang, Apple Pie dan Martabak 1).

Martabak merupakan salah satu jenis kuliner yang termasuk cemilan yang cenderung mengenyangkan seperti halnya roti. Martabak ini juga sudah menjadi makanan cemilan khas kota Bogor yang digemari, ini bisa dilihat dari berkembangnya tempat-tempat menjual martabak seperti Martabak Air Mancur, Martabak Fatmawati, Martabak Bolu Mirah, Martabak “AA” Warung Jambu, Martabak Apin dan martabak kaki lima di wilayah kota Bogor. Martabak Air Mancur (MAM) merupakan salah satu tempat kuliner yang menyediakan Martabak dengan cita rasa yang nikmat dan lezat serta terkenal di kota Bogor ini. Menurut pengelola ada beberapa keunggulan martabaknya antara lain bukan hanya sebagai pioner martabak pertama di kota Bogor, MAM ini juga memiliki ukuran yang relatif besar dibandingkan dengan martabak lainnya yaitu memiliki ukuran diameter loyang (untuk martabak manis) sebesar 28 cm bila dibandingkan rata-rata martabak yang lain antara 24-26 cm, selain itu memiliki banyak variasi menu martabak manis seperti martabak buah (pisang, strawberry, nanas dll), martabak manis biasa (keju, coklat, kacang), martabak special Romadhan (martabak kurma), kemudian martabak telur special seafood. Selain dari variasi rasa ada juga keunggulan lainnya adalah rasa dan kualitas yang prima serta kemasan dus dan plastik yang khusus brand MAM yang hanya ada di MAM, sehingga banyak menarik pengunjung baik lokal maupun dari luar kota. Pada tahun 2004 restoran ini membuka cabang di Jl. Pajajaran yang terkenal sebagai

1


(2)

2 lokasi transit wisatawan dan lokasi wisata kuliner yang selalu ramai baik hari libur maupun hari biasa yang diharapkan dapat meningkatkan penjualan.

Segala peluang ini tentu akan sangat dimanfaatkan oleh perusahaan dengan meningkatkan prioritas produk serta hasil produk yang optimal yang disukai oleh konsumen. Pada perjalanannya MAM ini tidak pernah sepi dari pengunjung, banyaknya pengunjung pada hari tertentu membuat MAM ini terlihat penuh dengan konsumen. Tingginya jumlah konsumen ini berarti dapat meningkatkan penjualan dan faktor penting yang harus diperhatikan adalah tersedianya stok bahan baku yang cukup. Seandainya stok bahan baku pada saat seperti ini habis maka efek langsung yang akan terjadi pada perusahaan yaitu tidak dapat melaksanakan produksinya serta efek lain yaitu terhadap konsumen, kemudian selanjutnya akan berdampak kepada omset perusahaan yang menurun. Gambar satu menampilkan grafik omset perusahaan dari data penjualan total selama 5 tahun.

Gambar 1. Grafik total penjualan perusahaan

Sumber: Martabak Air Mancur (olahan data primer) Dari grafik total penjualan selama 5 tahun terlihat trend meningkat pada tahun 2006-2008 dan cenderung turun dari tahun 2008 ke tahun 2009. Menurut pemaparan pengelola, penurunan omset ini sebesar 201 juta rupiah, salah satunya dikarenakan oleh masalah persediaan bahan baku yang tidak terkontrol baik itu kekurangan maupun berlebihan. Maka dengan penelitian ini diharapkan mampu membantu dalam hal perencanaan manajemen persediaan yang optimal sehingga mampu menanggulangi dan mempertahankan atau menekan penurunan omset perusahaan.

Rp0 Rp500.000.000 Rp1.000.000.000 Rp1.500.000.000 Rp2.000.000.000 Rp2.500.000.000 Rp3.000.000.000 Rp3.500.000.000 Rp4.000.000.000

2006 2007 2008 2009 2010


(3)

3 Persediaan bahan baku memberikan fleksibilitas dalam hal pengadaan. Tanpa persediaan yang cukup perusahaan harus selalu menyiapkan dana yang besar agar setiap waktu dapat membeli bahan baku yang diperlukan sama seperti halnya yang terjadi di martabak air mancur ini. Sebaliknya persediaan bahan baku pada suatu saat akan dapat menjadi lebih tinggi karena bagian pengadaan memanfaatkan potongan pembelian.

Menurut Heni (2005), setiap bagian dalam perusahaan memandang persediaan dari berbagai sisi dengan berdasarkan pada tingkat kepentigan berbeda. Misalnya bagian Marketing menghendaki tingkat persediaan yang tinggi agar dapat melayani permintaan pelanggan sebaik mungkin. Persediaan bahan baku yang cukup akan dapat menjamin efektifitas kegiatan produksi dan pemasaran, karena bila persediaan kurang bisa jadi perusahaan akan kehilangan kesempatan untuk merebut pasar. Pada bagian produksi diperlukan persediaan yang tinggi untuk mencegah terhentinya produksi karena kekurangan bahan baku.

Mengendalikan persediaan yang tepat bukan hal yang mudah. Bila persediaan terlalu besar, berakibat dana menganggur yang besar tertanam dalam persediaan, meningkatnya biaya simpan dan risiko kerusakan barang yang lebih besar. Selain itu persediaan yang terlalu besar akan mengakibatkan perputaran persediaan rendah sehingga keuntungan perusahaan menurun. Sebaliknya, bila persediaan terlalu kecil akan mengakibatkan risiko terjadinya stock out karena barang tidak dapat didatangkan secara mendadak dan seseuai dengan yang dibutuhkan. Hal tersebut mengakibatkan terhentinya proses produksi, tertundanya keuntungan, bahkan hilangnya pelanggan sampai perusahaan tidak dapat melanjutkan usahanya. Mengingat pentingnya arti persediaan dan dampaknya bila kekurangan persediaan, maka perlu dilakukan pengelolaan dan pengendalian persediaan yang baik.

Berdasarkan kondisi yang melatarbelakangi hal tersebut, terlihat bahwa peran persediaan dalam suatu usaha pengolahan atau manufaktur sangat penting. Secara nyata perlu dilakukan perbaikan terhadap pola perencanaan dan pengendalian persediaan agar tingkat persediaan mencapai tingkat optimal.

Hal-hal yang perlu dihindari dalam sistem perencanaan dan pengendalian bahan baku adalah terjadinya over stock atau sebaliknya shortage yang


(4)

4 mengakibatkan stock out terhadap produk yang dihasilkan. Kondisi-kondisi ini juga sering dikeluhkan oleh pengelola martabak air mancur dalam perencanaan dan pengendalian bahan baku yang digunakan.

1.2 Perumusan Masalah

Perkembangan bisnis yang cepat dan ketat menuntun perusahaan untuk bekerja keras, guna mempertahankan dan keberlanjutan usahanya. Perusahaan harus dapat berbenah dari segala aspek agar dapat beroperasi secara lebih efektif dan efisien. Salah satu hal yang penting dalam usaha manufaktur adalah mengendalikan persediaan bahan baku, agar dapat optimal dalam berproduksi. Dalam kegiatan perusahaan makanan, tentu sangat membutuhkan suplai bahan baku yang tepat waktu dan kontinyu. Ketidaktepatan waktu dan stok yang kontinyu pada produksi di suatu perusahaan makanan akan berujung kepada risiko produksi, salah satunya yaitu terhambatnya kegiatan produksi sehingga tidak dapat melanjutkan kegiatan produksi. Selain itu persediaan bahan baku yang melebihi maupun kurang akan merugikan perusahaan dengan biaya-biaya yang meningkat. Kekurangan persediaan akan menyebabkan terganggunya proses produksi, yaitu tidak tercapainya target produksi sesuai dengan permintaan konsumen. Sedangkan kelebihan persediaan mengakibatkan meningkatnya biaya penyimpanan, disamping timbulnya risiko kerusakan bahan baku akibat penyimpanan yang terlalu lama, dan dapat merugikan perusahaan. Dalam perusahaan MAM hal tersebut sering terjadi terutama pada saat permintaan terjadi cukup banyak pada waktu tertentu, hal itu menyebabkan persediaan bahan baku martabak manis terjadi kehabisan stok, dan persediaan itu belum tentu dapat dipesan dan diantar pada saat itu juga, karena MAM memesan dari distributor produk bahan baku yang terikat hubungan kontrak kerjasama, jadi MAM tidak bisa membeli produk diluar kerjasama tersebut di pasar lokal. Dari data pemakaian dan pemesanan bahan baku utama martabak manis terdapat gap yang signifikan selama 4 bulan (September-Desember 2011) berdasarkan data yang digunakan yaitu terjadi kelebihan bahan baku berupa tepung terigu pemesanan sebesar 277 ball sedangkan pemakaian sebesar 201 ball sehingga terjadi kelebihan bahan baku sebesar 76 ball atau sebesar 37,8 persen dan untuk bahan baku gula pasir jumlah pemesanan sebesar 57 ball dan pemakaian sebesar 39,8 ball sehingga


(5)

5 terjadi kelebihan bahan baku sebesar 17,2 ball atau sebesar 43,2 persen. Dari sejumlah kelebihan bahan baku tersebut mengidentifikasikan bahwa kegiatan persediaan bahan baku yang dilakukan MAM masih belum baik.

Dari uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana penerapan pengendalian bahan baku yang dilakukan perusahaan? 2. Bagaimana kinerja pengendalian bahan baku antara metode konvensional

yang dilakukan perusahaan dan metode Probabilistik?

3. Bagaimana rekomendasi yang terbaik untuk perusahaan untuk penerapan pengendalian bahan baku?

1.3 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai oleh penelitian ini adalah:

1. Mempelajari penerapan pengendalian persediaan bahan baku pada perusahaan 2. Membandingkan kinerja penerapan secara konvensional yang dilakukan

perusahaan dengan metode probabilistik

3. Menentukan dan merekomendasikan penerapan perencanaan dan pengendalian persediaan bahan baku yang perlu dipertimbangkan.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut :

1. Bagi perusahaan adalah sebagai bahan rujukan mengenai manajemen persediaan bahan baku martabak yang dilakukan selama ini.

2. Bagi penulis adalah untuk mengetahui manajemen persediaan bahan baku martabak manis.

3. Bagi pembaca adalah sebagai bahan rujukan mengenai manajemen persediaan bahan baku martabak manis.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah manajemen pengendalian persediaan bahan baku utama martabak manis, yaitu tepung terigu, gula pasir, dan telur ayam pengambilan data penelitian mulai dari bulan September sampai Desember 2011. Penelitian ini mempelajari pengendalian persediaan bahan baku pada perusahaan dan metode persediaan ideal berupa pendekatan probabilistik.


(6)

6

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Penelitian Mengenai Pengendalian Persediaan Bahan Baku

Febrina (2002) menganalisis sistem pengendalian persediaan bahan baku tepung terigu Cakra dan Segitiga Biru pada PT. Kuala Pangan. Pada perusahaan tersebut dalam hal pemakaian bahan baku kedua tepung tersebut didasarkan kepada permintaan mi dari konsumen yang nantinya akan menjadi perencanaan produksi. Dalam penelitiannya terdapat daftar pemakaian kedua tepung terigu tersebut dalam data bulanan selama setahun sehingga terlihat pola data yang selanjutnya dapat merencanakan pembelian bahan baku tersebut. Namun data tersebut dalam penelitiaannya tidak diolah sebagai data ramalan dengan metode peramalan sehingga peramalan pemakaian kedua tepung yang akan datang tidak dapat diketahui secara ilmiah, dan hanya berupa perkiraan saja. Dalam penelitiannya terdapat analisis biaya persediaan bahan baku yang terdiri dari biaya pemesanan terigu berupa biaya telepon, biaya administrasi (surat,faktur, dll) dan biaya upah. Komponen biaya terbesar yaitu biaya pembeliaan melalui transfer bank yang akan memotong biaya administrasi rekening perusahaan sebesar Rp. 13.000 dan biaya terkecil adalah biaya administrasi sebesar Rp. 3000. Adapun biaya penyimpanan tepung Cakra sebesar Rp.10.846, dan tepung Segitiga sebesar Rp. 10.467. Kemudian waktu tunggu kedua tepung tersebut selama 3 hari.

Ruslan (2002) menganalisis tentang sistem pengendalian persediaan bahan baku kecap asin di PT. Alam Aneka Aroma, Sukabumi. Pada penelitian ini digunakan beberapa bahan baku kecap yaitu, karamel, kacang kedelai, garam, MSG, Benzoat, Pekak, dan bahan lainnya. Proses pengendalian bahan baku pada penelitian ini terdiri dari dua pokok utama yaitu peramalan pemakaian bahan baku untuk menentukan ramalan penjualan kemudian merencanakan produksi selanjutnya, serta persediaan pengaman. Pada analisis peramalan pemakaian bahan baku, penulis menggunakan data time series penjualan selama 3 tahun dari tahun 1995 hingga 1998, sebelum penulis melakukan peramalan tersebut terlebih dahulu menentukan beberapa faktor pendukung yaitu faktor musiman, faktor trend dan faktor siklus. Dari hasil data ramalan yang dianalisis terdapat data perencanaan produksi yang sama dengan jumlah penjualan pada bulan


(7)

7 sebelumnya. Selain itu untuk menentukan kebutuhan bahan baku diperlukan juga persediaan pengaman. Hal itu dilakukan karena pemakaian bahan baku dan waktu tunggu (Lead Time) di PT. Alam Aneka Aroma tidak konstan sejalan dengan tingkat produksi. Untuk mengatasi hal tersebut maka, perlu dilakukan persediaan pengaman dengan menggunakan pendekatan berdasarkan tingkat pelayanan. Untuk menghitung persediaan pengaman penulis menggunakan data yang dibutuhkan berupa pemakaiaan bahan baku dan waktu tunggu rata-rata, deviasi standar dari pemakaian bahan baku dan waktu tunggu, dan deviasi standar dari penggunaan selama pengisian. Biaya-biaya yang terkait dengan persediaan bahan baku kecap asin pada penelitian ini adalah biaya kesempatan (opportunity cost) dan biaya bersama (joint cost), kedua biaya ini nantinya akan menentukan biaya total persediaan yang terdiri dari biaya pemesanan, dan biaya penyimpanan. Jadi pada penelitian yang dilakukan Ruslan (2002), metode pengendalian persediaan bahan baku yang digunakan masih sangat kompleks yang terkadang metode ini belum tentu dapat diterapkan pada beberapa perusahaan lain.

Pamela (2011) meneliti tentang menejemen persediaan usaha tanaman hias Adenium yang dilaksanakan di PT. Godongijo Asri, Depok Jawa Barat. Pada penelitian ini Pamela menganalisis dengan beberapa model ideal untuk pengendalian persediaan sebagai berikut: Pada sistem persediaan tidak bebas memiliki model dengan metode material requirement planning (MRP) dan just-in-time(JIT), sedangkan pada sistem persediaan bebas memiliki model ideal seperti metode 1) Economic Order Quantity (EOQ) klasik, 2) EOQ dengan kendala investasi, 3)EOQ dengan two bin system tanpa kendala investasi, 4)EOQ dengan two bin system dengan kendala investasi, 5) Probabilistik, 6) peramalan permintaan. Dari seluruh model persediaan ideal tersebut tidak ada satupun yang cocok untuk digunakan karena karakteristik usaha tanaman hias masih belum bisa memenuhi asumsi-asumsi dasar untuk setiap model tersebut. Model ini dikarenakan karakteristik tanaman hias terutama dalam hal faktor produksi yang masih belum terpisah dari penggunaan faktor-faktor yang mandiri sehingga secara parsial pun masih sangat sulit dilakukan untuk perhitungannya. Hal ini disebabkan karena dalam usaha tanaman hias ini tidak hanya memproduksi tanaman adenium akan tetapi ada tanaman lain yang menggunakan faktor produksi yang sama.


(8)

8 Maka perlu ada perkembangan penelitian lebih lanjut yang khusus mengkaji untuk menejemen persediaan bahan baku usahatani dengan perumusan model metode matematis yang cocok.

2.2Penelitian Mengenai Martabak Manis Air Mancur

Sari (2006) menganalisis perilaku konsumen Martabak Air Mancur Bogor. Dalam penelitiannya Sari menggunakan metode analisis secara deskriptif yaitu IPA (Importance Performance Analisys). Melalui teknik tersebut dapat dihasilkan bahwa konsumen Martabak Air Mancur di cabang Jl. Sudirman dan di cabang Jl. Pajajaran mempunyai kuantitas konsumen laki-laki dan kuantitas konsumen perempuan yang sama dengan tingkat umur 16 sampai 35 tahun. Sebagian besar pendidikan terakhir konsumen di cabang Jl. Sudirman adalah SMU dan pendidikan terakhir sarjana pada konsumen di cabang Jl. Pajajaran. Pekerjaan yang dimiliki oleh sebagian besar konsumen di dua cabang tersebut adalah staf swasta dengan pendapatan lebih kecil dari Rp 1.000.000 dan lebih besar dari Rp 2.000.000 - Rp 3.000.000 per bulan. Alasan konsumen membeli martabak manis sama didua lokasi penjualan yaitu sebagai makanan hiburan dan hobi. Rasa yang enak merupakan alasan yang dipilih untuk mengkonsumsi di Martabak Air Mancur dari konsumen di kedua cabang dan manfaat yang didapat dari mengkonsumsi martabak adalah sebagai makanan selingan. Sebagian besar konsumen mengatakan faktor budaya mempunyai pengaruh biasa saja terhadap pembelian Martabak Air Mancur. Faktor keluarga dapat mempengaruhi pembelian Martabak Air Mancur bagi konsumen di cabang lama, namun dicabang baru pembelian dipengaruhi oleh konsumen sendiri. Sebagian besar konsumen membeli martabak pada hari libur dan rasa lapar adalah biasa saja bagi konsumen. Rasa lezat yang dimiliki Martabak Air Mancur merupakan persepsi bagi konsumen di cabang baru dan martabak yang bervariasi adalah persepsi bagi konsumen cabang lama. Sebagian besar konsumen pernah membeli martabak di tempat lain. Dan sebagian besar mengetahui keberadaan cabang Martabak Air Mancur di cabang lain selain cabang yang sedang dikonsumsi. Dan alasan yang menyebabkan konsumen baik di cabang lama maupun di cabang baru membeli di cabang yang sedang dibeli adalah sekalian lewat.


(9)

9

2.3Penelitian Pengendalian Persediaan dengan Penerapan Metode MRP (Teknik LFL (Lot For Lot), EOQ (Economic Order Quantity), POQ (Period Order Quantity), PPB (Part Period Balancing)), Metode Simulasi Monte Carlo, dan Metode Probabilistik

Kurniawan (2008) menganalisis persediaan bahan baku Kecap Segitiga Majalengka. Sistem pengendalian bahan baku yang digunakan adalah dengan menggunakan metode perencanaan bahan baku (Material Requirement Planning/MRP), teknik yang digunakan dalam metode ini adalah Lot For Lot

(LFL), Economic Order Quantity (EOQ), dan Periode Order Quantity (POQ). Dengan teknik LFL yang dilakukan peneliti ternyata hasil frekuensi pemesanan jauh lebih besar dari frekuensi yang dilakukan perusahaan pada biasanya, sehingga akan menimbulkan peningkatan biaya pemesanan. Ini terjadi karena perusahaan tidak memiliki persediaan pada awal periode namun hanya melakukan persediaan bersih pada setiap periodenya. Dari jumlah persediaan dengan metode LFL itu maka total biaya persediaan lebih tinggi dari teknik perusahaan yaitu sebesar Rp. 27.659.749. Dengan menggunakan teknik EOQ perusahaan melakukan pemesanan bahan baku yang lebih rendah dibandingkan dengan teknik yang biasa dilakukan perusahaan. Biaya total yang dikeluarkan perusahaan dengan menggunakan teknik ini adalah sebesar Rp. 9.365.809 dari biaya yang ditanggung perusahaan sebesar Rp. 14.106.010, di sini terjadi penghematan mencapai hampir setengahnya, maka teknik ini optimal bila dilakukan perusahaan. Maka nilai hasil EOQ ini dapat digunakan sebagai acuan teknik LFL sebagai persediaan bersih. Sedangkan dengan teknik POQ menghasilkan biaya total persediaan sebesar Rp. 8.278.409 dan merupakan penghematan biaya terbesar bila dibandingkan dengan teknik EOQ, hal ini terjadi karena pada teknik POQ dapat mengurangi biaya penyimpanan sediaan kebutuhan yang tidak seragam.

Ruslan (2002) menganalisis tentang pengendalian persediaan bahan baku kecap asin di PT. Alam Aneka Aroma Sukabumi. Analisisnya menggunakan model MRP dengan teknik analisis PPB (Part Period Balancing) dan EOQ dan tidak menggunakan teknik LFL, karena menurutnya perusahaan perlu memiliki data perencanaan bahan baku yang akurat untuk setiap kali proses produksi, padahal dalam penelitiaanya Ruslan juga menganalisis tentang peramalan


(10)

10 penjualan yang kemudian dilakukan analisis perencanaan produksi. Oleh karena itu teknik LFL tidak digunakan. Dari hasil analisis menggunakan model MRP dengan teknik analisis PPB total persediaan bahan baku caramel yang dihemat dalam setahun sebesar 74,25 persen, sedangkan dengan teknik EOQ total persediaan bahan baku caramel yang dapat dihemat selama setahun adalah sebesar 70,75 persen. Sedangkan untuk persediaan bahan baku kedelai biaya persediaan yang bisa dihemat dengan PPB adalah sebesar 88,23 persen sedangkan dengan teknik EOQ sebesar 85,11 persen. Kemudian untuk bahan baku garam, biaya persediaan yang dapat dihemat dengan teknik PPB adalah sebesar 57,53 persen sedangkan dengan teknik EOQ sebesar 52,62 persen. Jadi dengan teknik PPB memperoleh penghematan terbesar dibandingkan dengan teknik EOQ.

Heni (2005) dalam penelitiannya menganalisis tentang “Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Melalui Pendekatan Simulasi”. Dalam

penelitiannya Heni menggunakan alat analisis dengan simulasi Monte Carlo dan tidak menggunakan model penelitian MRP karena analisis tersebut pada kondisi nyata sulit untuk diterapkan terutama teknik EOQ, karena ketatnya asumsi yang membatasi berlakuknya teknik EOQ, antara lain permintaan dan lead time yang harus diketahui dengan pasti dan konstan. Maka digunakanlah simulasi Monte Carlo yang sesuai dengan kondisi perusahaan yang melayani job order yang sifatnya tidak pasti. Cara analisis yang dilakukan peneliti adalah dengan mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan yang terkait dengan tujuan penelitian. Data yang dibutuhkan diambil dari PT Cedefindo yang berupa data bulanan tahun 2002 dan tahun 2003. Untuk menganalisis data digunakan metode peramalan time series yang meliputi Metode Moving Average, Metode Single Exponential Smoothing dan Metode Double Exponential Smoothing, serta Simulasi Monte Carlo. Berdasarkan rencana produksi dihitung kebutuhan bahan baku tahun 2004 menggunakan metode konvensional yang digunakan perusahaan, metode rata-rata kebutuhan berdasar simulasi, metode simulasi dengan target pesimis dan metode simulasi dengan target optimis. Stok bahan baku akhir tahun 2004 dihitung dengan metode konvensional menghasilkan nilai Rp 619.887.971,-. Nilai stok akhir dengan metode konvensional adalah nilai 176 bahan baku yang digunakan untuk memproduksi 32


(11)

11 produk pareto A di tahun 2004. Dari 389 bahan baku yang ada, dilakukan simulasi khusus untuk 176 bahan yang digunakan oleh produk pareto A. Kebutuhan berdasarkan metode simulasi ini adalah berdasarkan realisasi pemakaian bahan tahun 2002 dan 2003 khusus untuk 176 bahan yang selain digunakan oleh 32 produk pareto A juga digunakan oleh sebagian besar produk non pareto A yang berjumlah 196 produk. Nilai stok bahan di akhir tahun 2004 bila dihitung dengan metode rata-rata kebutuhan berdasarkan hasil simulasi diperoleh nilai Rp 634.677.257. Berdasarkan perhitungan tersebut terdapat selisih Rp 14.789.286 antara stok yang dihitung dengan metode konvensional yang saat ini digunakan perusahaan dan metode rata-rata hasil simulasi. Dengan kata lain terdapat selisih sebesar Rp 14.789.286,- yang menunjukkan kebutuhan untuk pembelian bahan baku di luar bahan-bahan yang digunakan pada produk pareto A. Nilai tersebut cukup kecil, terbukti bila dihitung rencana produksi rata-rata penjualan enam bulan terakhir dan kebutuhan bahan baku untuk 20 produk non pareto A dibutuhkan 53 jenis bahan baku, dan diperoleh nilai stok bahan baku akhir tahun 2004 yang jauh lebih besar, yaitu Rp 88.854.054. Perhitungan stok akhir bahan baku dengan metode simulasi dengan target pesimis menghasilkan nilai Rp 465.915.596,- Kebutuhan dengan target pesimis adalah kebutuhan dengan rata-rata hasil simulasi dikurangi dengan standar deviasi dari pemakaian bahan baku. Perhitungan kebutuhan bahan baku dengan target optimis menghasilkan kebutuhan bahan baku tiap bulan dengan rata-rata hasil simulasi ditambah standar deviasi yang menghasilkan nilai stok akhir sebesar Rp 886.525.514.

Hira (2001) meneliti tentang perencanaan pengendalian persediaan bahan baku ikan Tuna Loin di PT. Bonecom Jakarta. Metode penelitian yang digunakan dengan Simulasi Monte Carlo dan metode persediaan Probabilistik. Metode ini digunakan untuk menghitung jumlah tiap pemesanan (Q), tingkat persediaan (SS), dan total biaya persediaan. Berdasarkan hasil simulasi tingkat penjualan ekspor tuna loin untuk periode 2000 hingga 2005, rata rata tingkat penjualan perbulannya adalah 28.504,92 kg (tahun 2000), 26.128,75 kg (tahun 2001), 16.624,08 kg (tahun 2002), 30.881,08 kg (tahun 2003), 27.316,83 kg (tahun 2004) dan 30.881,08 kg (tahun 2005). Dengan menggunakan metode persediaan


(12)

12 probabilistik, dapat diketahui bahwa jumlah pemesanan bahan baku yang optimal dan jumlah ikan tuna sebagai bahan baku penyangga (buffer stock) yang harus tersedia guna menjaga kelancaran berproduksi. Pemesanan optimal bertujuan untuk menentukan jumlah pembelian bahan baku yang optimal dalam setiap kali pemesanan dilakukan. Adanya perubahan pada setiap jumlah pemesanan disebabkan oleh adanya perubahan pada tingkat penjualan, karena hubungan keduanya berbanding lurus. Rata rata pemesanan optimal untuk setiap pemesanan adalah 1.477,81 kg, angka ini merupakan rata pelaksanaannya. PT. Bonecom mengalami over stock sebesar 32,38 persen dari yang seharusnya tersedia, karena secara teoritis, tingkat persediaan disediakan sebesar 10 - 20% dari total kebutuhan bahan baku selama kegiatan proses produksi. Ikan tuna yang tersimpan sebagai persediaan berdasarkan data tahun 1998-1999 adalah sebanyak 1.560.315,35 kg atau rata-rata persediaan 65.013,14 kg, sedangkan hasil perhitungan bahwa jumlah ikan tuna sebagai bahan baku yang sebaiknya tersedia adalah sebesar 43.960 kg. Selain itu jumlah pemesanan yang dilakukan oleh PT. Bonecom selama ini melebihi kebutuhan (berdasarkan pada tingkat penjualan) sebesar 1.935,24 kg/pesanan yang bernilai Rp. 24.771.072. Berdasarkan data aktual tahun 1998-1999, total pembelian ikan tuna adalah sebanyak 2.491.529,19 kg, dengan perhitungan 1 tahun adalah 365 hari kerja, maka rata rata pembelian ikan tuna adalah sebanyak 3.413,05 kg/pesanan yang bernilai Rp. 43.687.040. Hasil perhitungan dengan menggunakan metode persediaan probabilistik jumlah pemesanan optimal adalah 1.477,81 kg/pesanan yang bernilai Rp. 18.951.968, dengan demikian PT. Bonecom dapat menekan biaya investasi sebanyak Rp. 24.771.072 untuk kelebihan bahan baku.

Pamela (2011) meneliti tentang manajemen persediaan usaha tanaman hias Adenium yang dilaksanakan di PT. Godongijo Asri, Depok Jawa Barat. Pada penelitian ini Pamela membagi pengendalian persediaan ke dalam dua sistem utama yang merujuk kepada buku karangan Watters (1992), dengan judul

Inventory Control and Manajement” dua sistem tersebut adalah sistem

persediaan permintaan tidak bebas (Dependent Demand System) dan sistem persediaan bebas (Independent Demand System). Perbedaan kedua sistem ini mengindentifikasikan nantinya pada penggunaan model ideal pengendalian


(13)

13 persediaan yang cocok dan sesuai dengan asumsi-asumsi yang ada. Pada sistem persediaan tidak bebas memiliki model ideal seperti metode material requirement planning (MRP) dan just-in-time(JIT), sedangkan pada sistem persediaan bebas memiliki model ideal sepeti metode 1) Economic Order Quantity (EOQ) klasik, 2) EOQ dengan kendala investasi, 3) EOQ dengan two bin system tanpa kendala investasi, 4) EOQ dengan two bin system dengan kendala investasi, 5) Probabilistik, 6) peramalan permintaan. Pada penelitian ini perusahaan menggunakan model persediaan EOQ dengan two bin system. Berikut hasil penelitian pengendalian persediaan dilihat dari biaya total dan kendala dari setiap model ideal dan model yang digunakan perusahaan :

Tabel 1. Total Biaya Persediaan dan Kendala Asumsi Dari Semua Model Ideal

Model ideal Asumsi Model

Kondisi Perusahaan Terhadap Asumsi

Model

Biaya Total (Rp)

Two bin system

(perusahaan/konve nsional) Batas persediaan harus dalam keadaan maksimal

Apabila stok

berkurang maka perusahaan harus segera berproduksi sedangkan permintaan terhadap produk akhir belum tentu sesuai karna karakteristik permintaan yang tidak konstan

2.550.000 (340 unit)

EOQ klasik Permintaan diketahui secara pasti, kontinu, sepanjang waktu

Permintaan tidak konstan , asumsi pemenuhan kembali persediaan instan seketika waktu tidak dapat digunakan karena waktu produksi yang lama, 1.800.000 (240 unit) EOQ dengan kendala investasi Permintaan diketahui secara pasti, kontinu, sepanjang waktu

Kesulitan dalam penetapan jumlah investasi maksimal karena permintaan tidak diketahui secara konstan

1.905.000 (340 unit)

EOQ metode two bin system tanpa kendala investasi

Permintaan diketahui secara pasti, kontinu, sepanjang waktu

Permintaan tidak kostan, pemenuhan kembali investasi secara instan tidak bisa dilakukan karena

2.304.400 (194 unit)


(14)

14

Model ideal Asumsi Model

Kondisi Perusahaan Terhadap Asumsi

Model

Biaya Total (Rp)

masa produksi yang lama

EOQ metode two bin system dengan kendala investasi

Persediaan dipesan pada persediaan awal harus nol

Nilai persediaan awal tidak nol

2.283.200 (216 unit)

Probabilistik Tidak boleh ada kekurangan persediaan atau harus ada safety stock yang optimal

Terjadi kekurangan persediaan karena perusahaan memenuhi permintaan

1.394.000 (579 unit)

Peramalan Proyeksi

permintaan atau penjualan akan semakin mengikuti tren, kasus tren menurun

Keinginan perusahaan yang menginginkan penjualan yang terus meningkat

1.978.100 (260 unit)

MRP Untuk

mengendalikan persediaan bahan baku (barang setengah jadi)

Untuk mengendalikan persediaan bahan baku produk akhir

150 unit

Just in time Kondisi

lingkungan yang stabil, produk dengan sedikit varian, kontinu pada tingkat yang tetap, untuk produksi volume besar, persediaan minimum, waktu tunggu pendek, pemasok handal, kualitas persediaan konsisten

Semua asumsi tidak dapat dipenuhi

-

Sumber: Pamela (2011) diolah.

Berdasarkan hasil perhitungan pada model persediaan ideal di atas dan terhadap asumsi-asumsi yang ada maka tidak ada satupun model persediaan ideal yang cocok untuk dilakukan dalam manajemen persediaan tanaman hias, karena


(15)

15 karakteristik permintaan adenium yang tidak konstan dan karakteristik produksi usaha tanaman hias adenium. Namun yang mungkin diterapkan hanyalah model konvensional perusahaan yaitu model EOQ dengan metode two bin system karena menejemen persediaan yang sudah dilakukan selama ini oleh perusahaan melakukan dengan metode ini.

Dari penelitian-penelitian sebelumnya, yang telah dijelaskan di atas, dapat diperoleh informasi bahwa, MAM merupakan restoran yang menyediakan martabak dengan rasa yang enak, dan merupakan makanan selingan yang biasanya dibeli konsumen pada saat hari libur (Sary, 2006). Sehingga diperlukan stok bahan baku yang cukup, terutama saat hari libur. Dalam menganalisis persediaan bahan baku, dapat menggunakan beberapa sistem analisis persediaan bahan baku, diantaranya sistem permintaan persediaan bebas (independent demand system) dan sistem permintaan persediaan terikat (dependent demand system). Pada penelitian ini akan digunakan adalah sistem permintaan persediaan bebas (independent demand system) yaitu model probabilistik karena sesuai dengan kondisi perusahaan yang melayani job order yang sifatnya tidak pasti dan juga mampu melihat kondisi persediaan bahan baku sesuai kondisi nyata pada perusahaan.


(16)

16

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Manajemen Persediaan

Manajemen persediaan adalah menentukan keseimbangan antara investasi persediaan dengan pelayanan pelanggan (Heizer dan Render, 2010). Sistem persediaan adalah serangkaian kebijaksanaan dan pengendalian yang memonitor tingkat persediaan dan menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan harus diisi, dan berapa besar pesanan harus dilakukan. Sistem ini bertujuan untuk menetapkan dan menjamin tersedianya sumberdaya yang tepat, dalam kuantitas yang tepat dan pada waktu yang tetap. Istilah persediaan adalah istilah umum yang menunjukan segala sesuatu atau sumberdaya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya pemenuhan permintaan (Handoko, 1997). Persediaan merupakan hal penting bagi suatu perusahaan manufaktur, dalam menjaga keberlangsungan proses produksi. Karena persediaan dalam hal ini adalah bahan baku, maka persediaan memiliki persentase terbesar dari modal kerja. Menurut Handoko (1997) jenis-jenis persediaan adalah sebagai berikut :

1. Persediaan bahan mentah

Yaitu persediaan yang berwujud yang digunakan dalam proses produksi. Sumber bahan mentah tersebut dapat diperoleh dari sumber alam atau dibeli dari

supplier atau dibuat sendiri oleh perusahaan. 2. Persediaan komponen rakitan

Persediaan barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana langsung dirakit menjadi suatu produk.

3. Persediaan bahan pembantu atau penolong

Persediaan barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi.

4. Persediaan barang dalam proses

Persediaan barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.


(17)

17 5. Persediaan barang jadi

Persediaan barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim ke pelanggan.

Waters (1992) mengatakan alasan pokok penyimpanan persediaan digunakan sebagai penyangga (buffer) antara penawaran dan permintaan. Sebagai contoh ilustrasi yang dikemukakan Waters (1992) yaitu persediaan roti pada stok roti, jika stok roti tersebut mengetahui dengan tepat jumlah roti yang akan terjual, maka stok roti tentunya akan memangggang roti sejumlah yang diperlukan, dan tentu saja akan menghilangkan persediaan, dan memiliki keuntungan yaitu konsumen akan mendapatkan roti yang segar dan tidak akan ada roti basi dan terbuang. Namun dalam kenyataannya, bagaimanapun stok roti tidak akan tahu dengan pasti kapan konsumen akan meminta roti, jadi mereka menjaga persediaan untuk ketidakpastian tersebut. Persediaan berperan sebagai penyangga antara penawaran dan permintaan secara sistematis dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 2. Persediaan Sebagai Penyangga Antara Penawaran dan Permintaan Sumber : Waters (1992)

Persediaan perlu dikelola dengan baik, dengan tujuan untuk dapat memenuhi permintaan konsumen dengan cepat sehingga menjaga kontinuitas produksi, serta menjaga agar biaya persediaan tidak membesar, biaya persediaan juga terkendali, untuk mempertahankan atau meningkatkan laba, dan dalam jangka panjang manajemen persediaan dapat mempengaruhi daya saing perusahaan.

Penawaran dengan segala variasi dan ketidakpastian dalam jumlah dan waktu

Persediaan berperan sebagai penyangga (buffer)

Permintaan dengan segala variasi dan ketidakpastian dalam jumlah dan waktu


(18)

18 Tingkat persediaan dari suatu jenis barang dapat bervariasi sepanjang waktu dengan sebuah pola tipikal yang ditunjukan pada gambar dibawah ini. Tingkat persediaan bervariasi sepanjang waktu mengikuti permintaan konsumen. Selain itu persediaan bervariasi sepanjang waktu dikarenakan barang bahan baku maupun penyangga menjadi langka sehingga sulit untuk diperoleh, dan keterlambatan pemasok dalam pengiriman barang yang dipesan.

Gambar 3. Pola Tipikal Tingkat Persediaan terhadap Waktu Sumber : Waters (1992)

Keterangan gambar :

A : Delivery Arrives G : Order Placed

B : Order Placed H : Delivery Arrives

C : Delivery Arrives

D : Order Placed

E : Stock out

F : Delivery Arrives

Stock level

A B C D

E F

G H


(19)

19

3.1.2 Perencanaan Persediaan

Dalam perencanaan ditentukan usaha-usaha atau tindakan-tindakan yang akan perlu diambil oleh pimpinan perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan, dengan mempertimbangkan masalah-masalah yang mungkin timbul dimasa mendatang (Assauri, 1999). Menentukan kebutuhan kapasitas/persediaan masa depan bisa menjadi prosedur yang rumit, yang sebagian besar didasarkan permintaan di masa yang akan datang. Jika permintaan barang dapat diramalkan dengan tingkat ketepatan yang memadai, maka penentuan kebutuhan persediaan dapat langsung dilakukan. Menurut Heizer dan Render (1999), penentuan kapasitas persediaan biasanya membutuhkan dua tahap, tahap pertama adalah permintaan masa depan diramalkan dengan metode tradisional dan tahap kedua peramalan ini digunakan untuk menentukan kebutuhan kapasitas persediaan serta peningkatan ukuran untuk setiap penambahan kapasitas persediaan.

3.1.3 Model Persediaan Permintaan Ideal

Model–model persediaan dibagi menjadi dua yaitu, model permintaan persediaan bebas (independent demand inventory system) yaitu permintaan terhadap satu jenis barang tidak tergantung dari permintaan barang lain, dan model persediaan tidak bebas (dependent demand inventory system) yaitu permintaan satu jenis barang secara langsung berkaitan dengan permintaan barang lain (Waters, 1992). Model–model persediaan mengasumsikan bahwa permintaan untuk sebuah barang independent dari atau dependent pada permintaan akan barang lain (Heizer dan Render, 2010). Sebagai contoh permintaan mesin mixer independent terhadap permintaan mesin timbangan. Akan tetapi permintaan komponen-komponen mesin mixer dependent

terhadap permintaan mesin mixer. Jadi model permintaan persediaan bebas prinsipnya adalah yang paling cocok untuk persediaan barang jadi (finished goods) contohnya telur, gula, mentega, tepung terigu, butter merupakan bahan baku untuk martabak manis, sedangkan model permintaan persediaan terikat prinsipnya adalah paling cocok untuk bahan baku dan barang setengah jadi contohnya serat kayu merupakan bahan baku untuk kertas dan kertas adalah bahan setengah jadi untuk diolah lanjut menjadi barang jadi.


(20)

20

3.1.4 Sistem Persediaan Permintaan Bebas

Sistem persediaan permintaan bebas adalah permintaan satu permintaan jenis bahan tidak terikat (bebas) pada jenis barang lainnya. Sehingga permintaan terhadap satu jenis barang persediaan dibangun oleh permintaan konsumen. Menurut Waters (1992) sistem persediaan permintaan bebas dapat dianalisis dengan enam model yaitu :

1. Economic Order Quantity (EOQ) klasik 2. EOQ dengan kendala investasi

3. EOQ dengan two bin system tanpa kendala investasi 4. EOQ dengan two bin system dengan kendala investasi 5. Probabilistik

6. Peramalan Permintaan

3.1.5 Pengendalian Persediaan

Pengendalian persediaan merupakan kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi persediaan komponen rakitan, bahan baku dan produk hasil, sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan serta kebutuhan-kebutuhan pembelajaran perusahaan dengan efektif dan efisien (Assauri, 1999).

3.1.6 Fungsi Persediaan

Efisiensi dan efektivitas kegiatan produksi dari suatu perusahaan dapat ditingkatkan dengan mengoptimalkan persediaan bahan baku. Hal tersebut disebabkan karena persediaan memiliki beberapa fungsi penting. Fungsi-fungsi tersebut menurut Handoko (1992) meliputi :

1. Fungsi Decoupling

Merupakan fungsi persediaan bahan baku yang memungkinkan perusahaan dapat memenuhi permintaan pelanggan tanpa tergantung pemasok. Persediaan bahan baku diadakan agar perusahaan tidak sepenuhnya tergantung pada pengadaannya dalam hal kuantitas dan waktu pengiriman.

2. Fungsi Economic Lot Sizing

Merupakan fungsi yang menyimpan persediaan sehingga perusahaan dapat membeli bahan baku dalam kuantitas yang dapat mengurangi biaya-biaya per unit.


(21)

21 Persediaan ini mempertimbangkan potongan pembelian dan biaya pengangkutan yang lebih murah karena perusahaan melakukan pembeliandalam jumlah yang besar.

3. Fungsi Anticipation

Yaitu fungsi yang berguna bagi perusahaan dalam menghadapi ketidakpastian waktu kedatangan barang selama periode pemesanan kembal isehingga memerlukan persediaan pengaman. Fungsi ini menjadi pelengkap bagi fungsi

decoupling.

3.1.7 Biaya – Biaya Persediaan

Dalam pembuatan setiap keputusan yang akan mempengaruhi besarnya jumlah persediaan, biaya-biaya variabel berikut ini harus dipertimbangkan diantaranya (Handoko, 1997):

a. Biaya penyimpanan

Merupakan biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan diadakannya persediaan barang. Biaya ini terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak, atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya ini meliputi biaya pemeliharaan, biaya kerusakan dan penyusutan, biaya asuransi, dan biaya opportunity.

b. Biaya pemesanan (pembelian)

Merupakan biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan pemesanan bahan sejak bahan dipesan sampai bahan tersedia di gudang. Setiap kali barang dipesan, perusahaan menanggung biaya pemesanan (order cost).

c. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan

Merupakan biaya yang timbul sebagai akibat tidak tersedia bahan pada waktu yang diperlukan, bukan biaya nyata melainkan biaya kehilangan kesempatan. Biaya ini merupakan biaya yang sulit diperkirakan. Biaya ini timbul bila persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan.

3.1.8 Persediaan Pengaman

Dalam kondisi actual perusahaan sering dihadapkan dengan fluktuasi permintaan. Persediaan penyangga (safety stok) selama periode waktu


(22)

22 tenggang merupakan tindakan penanggulangan yang logis dalam mengatasi permintaan yang fluktuatif. Service level adalah peluang untuk dapat memenuhi permintaan selama periode waktu tenggang.

3.1.9 Bahan Baku

Bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian menyeluruh dari produk jadi. Masalah yang sering terjadi pada produsen adalah ketersediaan bahan baku, baik jumlah dan kualitasnya. Menurut Assauri (1999), pengertian bahan baku meliputi semua bahan yang dipergunakan dalam perusahaan pabrik, kecuali terdapat bahan-bahan yang secara fisik akan digabungkan dengan produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang dimiliki pabrik tersebut.

3.1.10 Pengendalian Persediaan Metode Konvensional

Metode perencanaan dan pengendalian persediaan yang digunakan pada perusahaan atau metode konvensional menggunakan model persediaan

independen yaitu berupa Economic Order Quantity (EOQ) dengan model Two Bin System tanpa kendala investasi. Metode ini diasumsikan untuk memenuhi kebutuhan persediaan dimana waktu pemenuhan persediaan terbatas. Pada dasarnya penggunaan model EOQ dengan model Two Bin System tanpa kendala investasi sama saja dengan pengguaan model EOQ klasik, yang berbeda hanyalah pada model ini pemenuhan persedian relatif tidak instan atau pemenuhan persediaan tidak dapat cepat dilakukan. Teknis model two bin system ini yaitu suatu jenis barang bahan baku dimasukkan ke dalam satu tempat atau modifikasi dari sistem bin seperti ilustrasi sistem tangki air, bila batas persediaan sudah mencapai posisi level batas pemesanan maka akan dilakukan pemesanan untuk pemenuhan kembali persediaan garang tersebut (Waters. 1992). Berikut ilustrasi dalam bentuk gambar tangki air :


(23)

23 Batas garis dimana reorder level

Gambar 4. Ilustrasi Model Two Bin System untuk air dalam tangki Sumber : Waters (1992)

3.1.11 Distribusi Probabilitas

Menurut Hanke, et al.(2003), suatu variabel diskrit acak dapat mengasumsikan hanya nilai-nilai dari himpunan yang telah ditentukan sebelumnya. Hasilnya sering disebut bilangan bulat, maka distribusi probabilitas acak adalah semua kemungkinan nilai yang dapat dipergunakan variabel bersamaan dengan peluang terjadinya masing-masing. Salah satu cara menentukan distribusi probabilitas bagi variabel tertentu adalah dengan menguji hasil historis (data) dan distribusi probabilitas dapat ditemukan, atau frekuensi relatif, untuk setiap variabel yang mungkin dengan cara membagi jumlah pengamatan dengan jumlah pengamatan total (Heizer dan Render, 2010).

3.1.12 Model Probabilistik

Model probabilistik merupakan salah satu model persediaan ideal yang dibangun berdasarkan ketidakpastian dimana variabel tidak diketahui secara pasti tetapi mengikuti sejumlah distribusi kemungkinan dalam variabel (probability distribution).

Menurut Waters (1992), ketidakpastian dalam persediaan yaitu: 1. Permintaan.

Permintaan keseluruhan untuk suatu jenis barang dari sejumlah besar konsumen individu. Fluktuasi acak dalam angka dan ukuran dari pesanan-pesanan tersebut diterjemahkan kepada kedalam suatu variabel ketidakpastian keseluruhan permintaan.


(24)

24 2. Biaya.

Pada umumnya biaya memiliki kecenderungan meningkat secara kontinu dalam beberapa tahun. Ukuran dan waktu dari peningkatan tidak dapat diprediksi, sehingga biaya persediaan yang akan datang menjadi tidak pasti. 3. Waktu tunggu.

Waktu tunggu terdiri dari beberapa bagian, termasuk masa persiapan, lokasi dan produksi jenis barang tersebut dari pemasok, pengemasan, dokumentasi, pengepalan, transportasi, pengecekan pada saat kedatangan dan sebagainya. Begitu banyak aktivitas dalam rantai ini yang beberapa variasi pasti terjadi. Bila jenis barang tersebut harus dibuat dan dikapalkan secara internasional, ketidakpastian menjadi tinggi, tetapi bila dipasok dari pemasok lokal, ketidakpastian menjadi rendah.

4. Kuantitas pasokan.

Meskipun pesanan dikirimkan sesuai dengan jumlah unit yang dipesan, namun ada kala jumlah yang dikirimkan berbeda dengan yang dipesan. Alasan jelas ini adalah pengecekan kualitas dengan membatalkan beberapa unit yang telah dikirimkan, kehilangan atau kerusakan selama pengapalan, dan kesalahan-kesalahan lainnya. Sebaliknya pemasok mungkin mengizinkan beberapa tambahan atau kelebihan dan mengirimkan beberapa unit dari yang dipesan.

Dalam model probabilistik terdapat dua sistem yaitu periodic review system dan kuantitas pemesanan tetap. Keuntungan sistem periodic review system

adalah dari segi kemudahan untuk dikelola. Terdapat kegiatan rutin untuk mengecek persediaan di waktu yang ditentukan, pemesanan dilakukan, pengiriman dilakukan, barang tiba dan diperiksa dan sebagainya. Periodic review system khususnya sangat bermanfaat untuk jenis persediaan yang murah dengan permintaan tinggi. Kegiatan rutin juga berarti tingkat persediaan diperiksa pada interval yang spesifik dan tidak harus dimonitor secara kontinyu. Sistem kuantitas pesanan tetap membutuhkan persediaan diperiksa secara kontinyu ketika persediaan telah mencapai reorder level (ROL). Keuntungan lain yaitu kemudahan pemesanan untuk beberapa pemesanan jenis persediaan dalam satu


(25)

25 kali pemesanan. Hal ini memberikan pemesanan yang lebih banyak dan memungkinkan perusahaan mendapatkan diskon dari pemasok.

Sebaliknya, keuntungan utama dari sistem kuantitas tetap adalah memesan sejumlah pemesanan persediaan dalam jumlah yang konstan. Pemasok juga dapat mengetahui berapa banyak yang akan dikirim dan administrasi serta transpotasi dapat lebih diatur dalam kebutuhan yang spesifik. Keuntungan lainnya adalah bahwa sistem dapat menyelenggarakan pesanan secara optimal untuk beberapa jenis persediaan yang memiliki karakter masing-masing. Dengan demikian jenis persediaan dengan permintaan yang sedikit akan dipesan sesering dengan jenis persediaan dengan permintaan yang banyak. Sistem kuantitas pemesanan tetap lebih fleksibel menyesuaikan frekuensi terhadap permintaan. Keuntungan lainnya pada sistem kuantitas pemesanan tetap ini yaitu sistem ini dapat memberikan persediaan yang lebih sedikit, karena pada kuantitas tetap terdapat pula persediaan pengaman yang dapat membantu mengatasi ketidakpastian dalam waktu tunggu.

Dalam model probabilistik dengan sistem kuantitas pemesanan tetap, secara garis besar terdiri dari dua model yaitu model untuk permintaan yang terpisah (biasanya untuk produk yang musiman), dan model untuk permintaan yang kontinyu (untuk produk yang diproduksi secara kontinyu). Model untuk permintaan yang terpisah untuk selanjutnya disebut model for diskrit demand dan untuk permintaan kontinyu disebut service level models.

3.2Kerangka Pemikiran Operasional

Perusahaan martabak manis Air Mancur yang memiliki kendala dalam hal ketersediaan bahan baku yang masih belum optimal, membuat perusahaan terganggu dalam hal berproduksi sehingga mengalami kerugian baik dari biaya yang harus ditanggung akibat pemesanan bahan baku yang tidak tentu dan hilangnya kesempatan berpoduksi lebih disaat permintaan konsumen meningkat. Permintaan konsumen terhadap martabak manis tidak tentu dan cenderung berfluktuatif dan ini menjadi faktor sulitnya perusahaan dalam manajemen persediaan yang optimal.

Menganalisa manajemen persediaan perusahaan dapat dilakukan dengan memulai identifikasi kebijakan perusahaan dalam sistem pengadaan bahan baku


(26)

26 sehingga dapat diketahui volume pemakaian bahan baku, biaya-biaya persediaan bahan baku, harga bahan baku, dan waktu tunggu (lead time). Setelah identifikasi diketahui, maka dapat dilakukan analisis pengendalian persediaan bahan baku.

Analisis persediaan bahan baku terbagi menjadi dua yang berfungsi untuk mengetahui dan membandingkan antara pengendalian persediaan bahan baku yang dilakukan perusahaan dengan pengendalian persediaan bahan baku yang akan dianalisis oleh penulis. Model pengendalian persediaan bahan baku yang dilakukan berupa model EOQ model Two Bin System dimana sistem pemenuhan kembali stok bahan baku dilakukan perusahaan pada saat jumlah stok bahan baku berada pada posisi dimana perusahaan harus melakukan pemesanan untuk pemenuhan kembali bahan baku yang habis (reorder level). Titik dimana perusahaan menentukan saat kapan harus melakukan pemesanan kembali adalah pada saat stok bahan baku tersisa sebesar 10 sampai 20 persen. Akan tetapi perusahaan tidak melakukan perencanaan persediaan bahan baku secara tertulis namun hanya melakukan perencanaan biasa dimana bila melihat beberapa hari kedepan terdapat hari libur nasional maka perusahaan akan merencanakan pemesanan bahan baku yang dilebihkan dari pemesanan biasa sebesar 10 sampai 20 persen. Peneliti akan melakukan analisis pengendalian bahan baku yang berbeda dengan yang dilakukan perusahaan untuk dibandingkan yang nantinya akan dipilih mana yang lebih efisien, metode analisis tersebut adalah model persediaan probabilistik dengan model service level model. Metode probabilistik dengan model service level models ini dipilih karena berdasarkan dengan kondisi perusahaan yang melayani job order yang sifatnya tidak pasti dan juga mampu menggambarkan kondisi nyata pada perusahaan. Kondisi yang tidak pasti ini berawal karena perusahaan tidak bisa memprediksi berapa permintaan konsumen setiap harinya (tidak konstan) maka dilakukan analisis probabilistik dengan model

service level model. Kemudian dari data hasil olahan ini akan dilakukan perhitungan nilai persediaan akhir yang akan dibandingkan dengan nilai persediaan akhir yang dilakukan oleh perusahaan sehingga dapat menghasilkan rekomendasi perusahaan mana yang akan disarankan untuk diterapkan.


(27)

27

Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional

Pengendalian Persediaan Ideal Metode Probabilistik

Rekomendasi alternatif pengendalian persediaan bahan baku Kondisi actual

perusahaan / metode

two bin sistem

Biaya persediaan bahan baku

Harga bahan baku

Lead time

Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku

Volume pemakaian bahan baku

Identifikasi kebijakan perusahaan dalam pengadaan bahan baku martabak manis Masalah perusahaan :

Ketersediaan bahan baku yang belum optimal/manajemen persediaan yang belum optimal


(28)

28

IV.

METODE PENELITIAN

4.1Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian dilaksanakan di Martabak Air Mancur lokasi Jl. Sudirman Bogor, dan telah dilaksanakan sejak bulan September 2011 – Maret 2012.

4.2Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan pada penelitian ini diambil menggunakan data primer maupun data sekunder berupa data-data yang dimiliki perusahaan antara lain dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2. Jenis dan Sumber Data

No Jenis Data Sumber Data

1. Kebijakan operasional perusahaan Manajemen

2. Sejarah perusahaan Manajemen

3. Struktur organisasi Manajemen 4. Produk yang dihasilkan Bagian produksi 5. Penjualan bulanan Bagian pemasaran

6. Bahan baku yang digunakan Bagian produk development 7. Lead time pembelian bahan baku Bagian purchasing

8. Mesin-mesin produksi Bagian mesin produksi

4.3Metode Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk memperoleh data primer maupun data sekunder dilakukan dengan dua pendekatan sebagai berikut:

a. Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan dengan melakukan sudi literatur dan tulisan ilmiah yang berkaitan dengan topik penelitian ini. Untuk menambah informasi dan data sekunder yang dikumpulkan, pustaka yang dikaji tidak terbatas hanya pada pustaka yang dipublikasikan tetapi juga pustaka yang digunakan secara terbatas.


(29)

29 b. Studi Lapang

Studi lapang dilakukan dengan mengumpulkan data yang berhubungan dengan objek kajian, guna menunjang penelitian ini. Dalam penelitian ini peneliti melakukan sampling dalam pengambilan data primer dengan menggunakan teknik

non-probability berupa purposive sampling karena objek secara personal telah ditetapkan yaitu yang sudah dijelaskan pada tabel di atas. Data primer ini dilakukan dengan menggunakan kuisioner kepada sumber yang akan diwawancara yang berisi tentang pertanyaan yang terkait dengan jenis data yang akan di ambil pada tabel di atas. Sedangkan dalam pengambilan data sekunder berasal dari data penjualan bulanan martabak manis pada tahun 2009-2011 serta data pembelian bahan baku selama September-Desember 2011.

4.4Teknik Analisis Data

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab tiga tujuan pada pendahuluan sesuai dengan tujuan-tujuan tersebut, maka teknik analisis data yang digunakan juga disesuaikan dengan ke-3 tujuan tersebut. Penelitian ini akan dianalisis dengan cara kuantitatif yaitu dengan mengolah data sekunder yang digunakan peneliti untuk mendapatkan model dari hasil olahan data interval/ratio yang ditabulasikan menggunakan software komputer yaitu SpredSheet (Microsoft Excell 2007) dan

Minitab 14 untuk menghitung standar deviasi dam rataan dalam pendekatan probabilistik. Model persediaan konvensional yang akan di analisis adalah model EOQ dengan two bin system tanpa kendala investasi, sedangkan model persediaan ideal yang akan digunakan adalah metode probabilistik dengan model service level model yang pada akhirnya akan dipilih dan digunakan sebagai alternatif yang sesuai dengan perusahaan dalam perencanaan pengendalian bahan baku produksi.

4.4.1 Identifikasi Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku Perusahaan/Konvensional

Identifikasi awal meliputi identifikasi proses produksi dalam perusahaan dan kebijakan dalam proses produksi. Selain itu juga identifikasi pengendalian persediaan yang ada di perusahaan, jenis-jenis persediaan bahan baku yang dimiliki perusahaan, kebijakan dalam pengendalian persediaan bahan baku, cara perusahaan mengatur persediaan, cara pembelian bahan baku ke pemasok, harga


(30)

30 bahan baku, fasilitas penyimpanan bahan baku yang tersedia, dan cara pemeliharaan persediaan bahan baku.

4.4.2 Penentuan Biaya Persediaan

Biaya persediaan yang dianalisis adalah biaya pemesanan kembali ditambah biaya penyimpanan bahan baku martabak manis yaitu tepung terigu, gula pasir, dan telur ayam. Biaya pemesanan (RC) adalah biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan berkenaan dengan pemesanan dan penerimaan bahan baku dari pemasok. Biaya ini berhubungan dengan pesanan tetapi tidak berhubungan dengan besarnya pemesanan. Biaya-biaya yang termasuk dalam biaya pemesanan adalah biaya telepon, biaya administrasi, dan biaya transportasi. Biaya pemesanan selama empat bulan dapat dihitung dengan mengalikan frekuaensi pemesanan dalam satu kali pemesanan. Biaya penyimpanan yang diperkirakan yaitu biaya yang telah ditetapkan MAM lima persen dari biaya pembelian bahan baku.

4.4.3 Sistem Persediaan Perusahaan

Sistem pengendalian persediaan yang dilakukan perusahaan adalah model EOQ dengan model Two Bin System tanpa kendala investasi. Model ini merupakan hasil pengamatan di perusahaan yang sesuai dengan beberapa asumsi dalam model tersebut dan perusahaan juga tidak memperhitungkan biaya investasi dalam kegiatan pengendalian persediaannya. Untuk melihat rincian kesesuaian model yang dilakukan perusahaan dengan model yang ditetapkan dapat dilihat pada lampiran 2. Model ini digunakan untuk memenuhi persediaan dimana waktu pemenuhan persediaan terbatas.

Jumlah pesanan ekonomis (Qo) pada model EOQ dengan model Two Bin System tanpa kendala investasi menggunakan rumus yang sama dengan model EOQ klasik. Perbedaan antara model EOQ klasik dengan model EOQ dengan model Two Bin System tanpa kendala investasi, yaitu pada model EOQ dengan model Two Bin System tanpa kendala investasi perlu dicari reorder level (ROL) untuk menentukan batas persediaan minimum, sehingga pesanan dilakukan. Namum perusahaan telah menentukan ROL sebesar 15 persen dari total penggunaan bin.


(31)

31 Biaya persediaan selama empat bulan menurut model EOQ dengan model Two Bin System tanpa kendala investasi dapat dihitung dengan menjumlahkan biaya pemesanan selama empat bulan dengan biaya penyimpanan persediaan selama empat bulan. Biaya pemesanan dihitung dengan mengalikan frekuensi pesanan dengan biaya per pesanan. Biaya penyimpanan dihitung dengan mengalikan ROL dengan biaya penyimpanan per unit per empat bulan.

4.4.4 Sistem Persediaan Ideal

pengendalian persediaan bahan baku ideal yang digunakan adalah model probabilistik dengan sistem pemesanan tetap. Pada model ini terdapat dua model yaitu model for discrete demand dan service level models. Model for discrete demand terdapat asumsi yang diijinkannya kekurangan persediaan, namun pada

model for discrete demand, asumsi ketidakpastian terhadap permintaanlah yang menjadi sangat penting, waktu tunggu dianggap pasti. Namun pada service level models , kekurangan persediaan tidak diijinkan, karena permintaan yang kontinu, namun ketidakpastian terhadap permintaan dan waktu tunggu menjadi asumsi lainnya yang membedakan dengan model for discrete demand. Ketidakpastian terhadap permintaan dan waktu tunggu, dapat digunakan bersama-sama pada

service level models, dapat pula asumsi ketidakpastian permintaan digunakan, sedangkan waktu tunggu pasti dan demikian pula sebaliknya, ketidakpastian waktu tunggu digunakan sedangkan permintaan relatif pasti.

Oleh karena itu permintaan pada usaha makanan martabak manis di MAM relative tidak pasti permintaannya, maka model probabilistik yang kemungkinan sesuai untuk usaha ini adalah dengan service level models dengan asumsi permintaan tidak pasti, dan skala kepercayaan 95 persen. Menurut Waters (1992), Rumus yang digunakan dalam model probabilistik dengan asumsi perminntaan yang tidak pasti, yaitu :

ROL = LT (waktu tunggu) x demand + safety stock Safety stock = Z x σ x

HC’ = safety stock x HC


(32)

32 Keterangan :

LT : waktu tunggu

Z : normal distribution diketahui 0,05 terhadap selang kepercayaan 95 persen pada tabel distribusi normal sebesar 1,65 (nilai Z)

σ : standar deviasi

demand : yang digunakan adalah permintaan/pemakaian bahan baku

HC’ : estimasi total biaya pemesanan

HC : Holding cost atau biaya penyimpanan (Rp/satuan/waktu) RC : biaya pemesanan per pesanan

Qo : total pemesanan optimal

Biaya persediaan yang dihitung adalah biaya persediaan dari safety stock

yaitu dengan mengalikan jumlah safety stock dengan biaya penyimpanan per unit per satuan waktu.


(33)

33

V.

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

Bapak Kyky Sanjaya merupakan pendiri dari MAM. Kyky Sanjaya berasal dari Bangka, walaupun pendidikannya tidak tamat Sekolah Dasar namun beliau berhasil mendirikan MAM pada tanggal 17 Juli 1993 dengan produk martabak dan menu pendamping lainnya. Merek dagang Martabak Air Mancur merupakan nama yang digunakan yang sesuai dengan lokasinya yang terletak di Jl. Sudirman Bogor.

Pada tahun 1993 bapak Kyky ingin menciptakan image dari sebuah makanan kecil yang biasa dijajakan di jalanan menjadi sebuah image yang lebih baik di mata masyarakat dengan mengubah kualitas dan kemasan serta lokasi yang lebih baik menjadi suatu lokasi yang menetap tidak lagi di gerobak biasa. Bapak Kyky melihat potensi martabak sebagai makanan khas Indonesia yang masih jarang dikembangkan di kota Bogor dan berharap menjadi makanan yang menjadi cirri khas untuk kota Bogor. Inovasi produk martabak yang dilakukan bapak Kyky adalah martabak buah seperti Martabak Pisang dan Martabak Nangka pada tahun 1996 dan mendapatkan tanggapan positif dari masyarakat karena ini merupakan martabak buah pertama di kota Bogor.

Selanjutnya sampai pada tahun 2004, MAM sudah menjadi ikon martabak di kota Bogor yang sangat digemari, sehingga pada tahun tersebut bapak Kyky mengembangkan MAM dengan membuka cabang di Jl. Pajajaran. Pada awalnya lokasi Pajajaran masih mengontrak di ruko milik pedagang sate kemudian dalam setahun bapak Kyky membeli sebuah ruko besar di sekitar lokasi tersebut.

Pada tahun 2006 terjadi hak alih pemilik yang tadinya MAM ini milik Kyky Sanjaya kemudian dijual seluruhnya namun tidak termasuk hak cipta MAM, dijual kepada seorang insinyur bernama Indra J. Harahap. Alih pemilik ini tidak merubah sistem manajemen dari MAM itu sendiri karna seluruh operasional masih yang lama namun seluruh aset termasuk manajemen sudah menjadi milik Bapak Indra. Bapak Indra sendiri saat ini berdomisili di Medan dan seluruh kegiatan operasional diserahkan tanggung jawabnya kepada manajer MAM.


(34)

34 Jam operasional MAM ini dibuka mulai pukul 10 pagi hingga pukul 9 malam namun pada saat libur akhir pekan jam operasional bisa ditambahkan satu jam yaitu hingga jam 10 malam.

5.2 Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi MAM adalah struktur lini dan pegawai dimana pada organisasi ini pelimpahan wewenang berlangsung secara vertical dan sepenuhnya dari pimpinan kepada unit dibawahnya. Struktur organisasi MAM dipimpin oleh seorang pimpinan yaitu bapak Indra J. Harahap. Pimpinan dibantu oleh manajer dan supervisor. Struktur organisasi dapat dilihat pada lampiran 1.

Karyawan MAM terdiri dari karyawan tetap dan karyawan tidak tetap. Total karyawan berjumlah 29 orang. Tingkat pendidikan yang dimiliki karyawan, mulai dari SD, SMP, sampai lulusan SMU. Mereka umumnya ditempatkan pada bagian produksi, penjualan, hingga pramusaji. Supervisor dan manajer memiliki tingkat pendidikan D3 hingga S1.

5.3.1 Deskripsi Kerja

Deskripsi kerja sangat dibutuhkan dalam suatu perusahaan terutama perusahaan yang memiliki skala cukup besar dengan sistem manajemen yang baik. Deskripsi kerja pada MAM dibagi menurut jabatan dengan fungsi masing-masing karyawan.

1. Pimpinan

Pimpinan merupakan atasan paling puncak dalam struktur organisasi yang menentukan tujuan perusahaan. Pimpinan perusahaan MAM memiliki tanggung jawab seperti, merencanakan, mengkoordinasikan, dan mengawasi kegiatan perusahaan.

2. Store manager

Store manager pada MAM adalah penerima perintah langsung dari pimpinan. Pada umumnya mereka mengarahkan agar sesuai dengan tujuan perusahaan.

Store manager menangani keseluruhan setiap bagian juga bertanggungjawab kegiatan operasi perusahaan. Store manager membawahi beberapa bagian


(35)

35 yaitu, personalia, produksi, administrasi, logistic dan gudang. Pada usaha ini store menejer adalah Ibu Lastri.

3. Produksi

Produksi merupakan bagian yang menangani masalah penanganan produksi dari bahan baku hingga produk jadi. Serta mampu menyelesaikan masalah yang terkait dengan produksi. Produksi pada MAM terdiri dari tiga bagian yaitu bagian martabak manis, bagian martabak telur dan bagian menu lainnya. Bagian martabak manis bertanggung jawab untuk membuat adonan martabak manis dan melakukan pemasakan martabak dengan melakukan pencampuran bahan tambahan seperti gula, topping, dan mentega. Bagian martabak telur bertanggung jawab dalam membuat martabak telur yang dipesan konsumen, dan bagian menu lainnya bertangggung jawab pada menu lainnya yang dipesan konsumen selain martabak manis dan martabak telur. Pada bagian martabak manis dipekerjakan 6 orang karyawan dengan 3 orang tiap shif, sedangkan sedangkan 2 orang untuk martabak telur dengan 1 orang tiap shif,

dan 1 orang karyawan untuk membantu operasional dalam pengemasan. 4. Personalia

Personalian merupakan bagian yang menangani mengenai sumber daya manusia mulai dari seleksi staff, sampai siap dipakai. Bagian personalia MAM bertanggungjawab atas seleksi karyawan baru hingga siap pakai, member pelatihan dan mengorganisir karyawan yang ada. Bagian ini dipekerjakan sebanyak 1 orang karyawan.

5. Administrasi

Administrasi adalah bagian yang bertugas mencatat seluruh transaksi yang ada dalam perusahaan serta mengatur pemasukan dan pengeluaran perusahaan. Selain itu menyiapkan laporan informasi bagi pihak dalam maupun luar perusahaan. Pihak yang terkait dalam bagian ini adalah kasir, dan penginput data penjualan. Pada bagian ini diperkerjakan 3 orang karyawan


(36)

36 Menangani seluruh kegiatan keluar masuk barang termasuk mengatur kegiatan stok barang termasuk bahan baku. Bagian ini dipekerjakan sebanyak 1 orang karyawan.

5.3 Deskripsi Produk

MAM memiliki produk yang beraneka ragam bukan hanya dari martabak manis dan martabak telur saja tetapi ada menu lain, yaitu sebagai berikut : Untuk aneka makanan selain martabak manis dan martabak telur meliputi, mie ayam, mie ayam baso, mie ayam baso babat, bihun ayam, bihun ayam baso, bihun ayam baso babat, kwetiau ayam, kwetiau baso, kwetiau baso babat, baso urat, baso kuah, baso tahu, pangsit rebus, nasi tim ayam, pempek Palembang, siomay, gado-gado, pangsit goreng, kerupuk ikan, batagor. Sedangkan produk minuman diantaranya, aneka jus buah, es teller, es campur, es shanghai, es cendol, es kelapa muda, dan es jeruk. Sedangkan untuk produk martabak manis ada 18 varian toping diantaranya, jagung special, talas special, strawberry special, keju special, keju jagung, keju talas, keju strawberry, keju pisang, keju nangka, keju kismis, keju pisang kacang meises, keju nangka kacang meises, keju, kacang meises, kacang meises, ½ keju ½ meises, wijen, dan polos. Sedangkan untuk martabak telur ada 7 varian toping diantaranya, biasa, special, super, korned, seafood, sosis ayam, sosis sapi. dan pada beberapa bulan (Februari 2012) belakangan ini MAM

meluncurkan produk baru martabak yang diberi nama “Tipkress” yaitu masih

berbahan baku martabak namun teksturnya kering dan tipis mirip dengan lekkers dengan isian toping meises dan keju susu, dan produk ini juga banyak disukai konsumen karena kerenyahannya dan rasanya yang nikmat. Produk martabak manis dalam sehari dapat terjual hingga 150 loyang pada saat ramai, sedangkan martabak telur mampu terjual hingga 60 loyang bahkan bisa lebih pada hari-hari libur. Namum dalam penelitian ini yang diteliti hanya produk martabak manis saja, karena ini merupakan pruduk utama dan ikon dari MAM.

5.4 Deskripsi Pelanggan

Pelanggan MAM terdiri dari berbagai kalangan yaitu kalangan menengah bawah, kalangan menengah, kalangan menengah keatas, dan kalangan atas.


(37)

37 Pelanggan MAM terdiri dari pelanggan sekitar kota Bogor maupun luar kota yaitu Jakarta, Cibubur, dan wisatawan mancanegara serta wisatawan domestik.

5.5 Deskripsi Kegiatan Pemasaran

Perusahaan tentunya telah menentukan terlebih dahulu segmentasi pasar, target pasar, dan pemosisian produk. Segmentasi pasar MAM adalah kalangan menengah keatas. Target pasar MAM adalah masyarakat yang cinta kuliner makanan berjenis kue atau jenis roti khususnya martabak dan juga wisatawan-wisatawan yang berkunjung dari luar kota karena MAM juga telah menjadi icon

jajanan martabak di kota Bogor karena posisinya sebagai leader dalam bisnis sejenis. Segmentasi pasar MAM adalah golongan kalangan ekonomi menengah keatas karena memang produk MAM ini harganya cukup mahal untuk martabak manis sendiri yang dengan toping keju seharga Rp. 40.000/Loyang, namun baru-baru ini MAM mengeluarkan produk martabak manis dengan porsi setengah loyang karena untuk memenuhi permintaan konsumen dari kalangan ekonomi lain karena harganya lebih murah sebesar Rp. 25.000 untuk martabak keju porsi setengah Loyang, kalangan masyarakat kota Bogor maupun wisatawan luar kota, dan kalangan segala usia. Setelah perusahaan mampu membidik segmentasi, lalu melakukan target, dan pemosisian (STP) perusahaan dapat mencapai STP dalam bauran pemasaran. Bauran pemasaran terdiri dari produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion).

5.5.1 Produk

Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan atau dikonsumsi yang bisa memuaskan kebutuhan atau keinginan. MAM membuat strategi produknya yaitu martabak manis dengan ukuran yang sangat berbeda dengan pedagang martabak lain yaitu dengan menjual dalam ukuran yang relatif lebih besar dari biasanya yaitu dengan diameter Loyang sebesar 38 cm selain itu varian topping pada martabak manisnya sangat beragam yaitu ada 18 macam diantaranya, jagung spesial, talas spesial, strawberry spesial, keju spesial, keju jagung, keju talas, keju strawberry, keju pisang, keju nangka, keju kismis, keju pisang kacang meises, keju nangka kacang meises, keju, kacang meises, kacang meises, ½ keju ½ meises, wijen, dan polos.


(38)

38 Selain itu pada hari tertentu misalnya pada bulan Ramadhan MAM juga biasanya menyediakan produk unggulannya yaitu martabak manis dengan toping kurma, produk ini sangat diminati pembeli sampai MAM harus menyediakan bahan baku kurma yang tidak sedikit.

5.5.2 Harga

Penentuan harga jual martabak manis berdasarkan penjumlahan harga pokok penjualan (HPP) dengan asumsi dan ekspektasi keuntungan bersih. Asumsi keuntungan yang digunakan adalah dengan tujuan agar dapat menyesuaikan dengan daya beli konsumen dan merujuk kepada harga-harga “pemain” sejenis yang berada dibawahnya, kemudian ekspektasi keuntungan bersih perusahaan menetapkan keuntungan bersih sebesar 30 persen.

5.5.3 Tempat

Lokasi yang digunakan MAM untuk memasarkan produknya merupakan lokasi yang sangat strategis yaitu di Jl. Sudirman 64 (Air Mancur) dan Jl. Pajajaran Ruko No. 20 S-T. dalam penelitian ini yang dikaji adalah lokasi di Jl. Sudirman 64 Bogor. Lokasi ini merupakan gambaran yang merealisasikan logo paten MAM dan dilokasi ini juga merupakan lokasi yang dikenal sebagai lokasi tujuan kuliner dan daerah yang cukup ramai karena merupakan jantung ekonomi dan wisatawan di Bogor.

5.5.4 Promosi

MAM memiliki brand image yang kuat dikalangan masyarakat pencinta kuliner kudapan, khususnya martabak. Kegiatan promosi yang pernah dilakukan diantaranya media cetak, media televisi, spanduk, radio, dan kalender serta souvenir lainnya. Namun MAM ini dikenal masyarakat sejak dulu karena melalui promosi mouth to mouth karena memiliki satu-satunya produk yang berkualitas yang disukai konsumen. Namun saat ini MAM tidak lagi melakukan promosi seperti diatas dikarenakan masyarakat sudah mengenal bahkan telah dijadikan

brand image yang khas dari kota Bogor ini. Meskipun tidak melakukan promosi seperti itu lagi namun MAM selalu aktif dalam mengisi acara-acara festival kuliner baik di dalam kota maupun di luar kota. Bukan hanya itu tidak jarang MAM ini dijadikan lokasi syuting acara wisata kuliner yang diselenggarakan televisi-televisi swasta.


(39)

39

VI.

MANAJEMEN PERSEDIAAN BAHAN BAKU

MARTABAK MANIS

Persediaan sangat dipengaruhi oleh permintaan akan produk jadi tersebut yaitu martabak manis. Tingkat persediaan juga berubah-ubah dipengaruhi permintaan konsumen. oleh karena itu pada bab ini akan dibahas dahulu tentang permintaan konsumen terhadap martabak manis atau penjualan martabak manis, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan perencanaan produksi sederhana yang dilakukan perusahaan yaitu dengan didasarkan dari proyeksi permintaan sederhana berdasarkan pengalaman-pengalaman yang ada. Kemudian pembahasan selanjutnya adalah manajemen persediaan martabak manis pada perusahaan.

6.1 Penjualan Martabak Manis

Penjualan martabak manis cenderung mengalami peningkatan selama 4 bulan terakhir mulai dari bulan September hingga Desember 2011. Hal ini disebabkan banyak hari libur nasional. Permintaan tertinggi terhadap martabak manis terjadi pada bulan Desember 2011. Data penjualan bulan September-Desember 2011 dapat dilihat pada Tabel 3.


(40)

40

Tabel 3. Penjualan Martabak Manis MAM 2011 Hari

September Oktober November Desember

(porsi) (porsi) (porsi) (porsi)

1 0 154 103,5 111

2 0 136,5 107,5 137,5

3 162,5 73 107 198,5

4 141,5 109 150,5 153

5 118 81,5 178 112

6 79,5 89 176,5 130

7 80,5 99,5 106,5 107,5

8 91 189,5 111 115,5

9 108 147 115 111,5

10 150 77,5 120,5 199,5

11 106,5 80,5 93,5 189,5

12 76 74,5 193,5 103,5

13 94,5 111 170,5 106

14 70 109,5 109 144,5

15 92 162 103,5 131

16 121,5 149 106 130

17 146,5 73 87 183,5

18 117,5 84,5 103,5 163,5

19 75 87 144,5 129,5

20 73 83 176 122

21 90 108 106,5 148,5

22 70 167 147,5 141

23 108 139 93,5 147,5

24 156,5 83 91 197

25 129 101 154,5 195,5

26 83,5 118,5 175 314

27 102,5 92 138 105,5

28 90 136 116 131,5

29 98 190,5 103,5 141,5

30 110,5 140 107,5 169,5

31 - 136,5 - 240

Total 2941,5 3582 3796 4710,5

Sumber : MAM (2011)

Penjualan MAM pada awal bulan September senilai nol karena MAM tidak membuka usahanya dikarenakan libur hari raya, lalu kemudian penjualan meningkat pada hari selanjutnya kemungkinan masih dalam hari raya atau libur nasional jadi banyak pengunjung datang baik untuk makan ditempat, oleh-oleh atau bingkisan untuk kolega bisnis atau saudara dan kerabat.


(41)

41 Secara umum penjualan martabak manis mengalami peningkatan dari bulan September-Desember 2011 dengan rata-rata peningkatan per-bulannya sebesar 17,23 persen. Peningkatan ini terjadi karena banyaknya hari libur nasional yang membuat banyak terjadi transaksi pembelian dan juga setelah terjadi perbaikan menejemen dalam proses produksi pembuatan martabak manis dari yang awalnya menggunakan 2 orang pegawai kini menjadi 4 orang dihari biasa dan 5 orang dihari libur.

6.2 Perencanaan Produksi

Perencanaan produksi martabak manis dimulai dari merancang target penjualan bulanan martabak manis. Penyusunan target penjualan dilakukan oleh

Store manager, dilakukan secara sederhana tidak sistemastis seperti halnya perencanaan umumnya yang memakai pendekatan peramalan penjualan moderen.

Store manajer menetapkan target penjualan berdasarkan informasi penjualan beberapa bulan sebelumnya dan target penjualan pada bulan yang sama pada tahun lalu dan isu tentang perkembangan kuliner jajanan di kota Bogor. Informasi atau isu ini didapat dari penelusuran media cetak, pembicaraan di konsumen serta pengamatan langsung di lapangan. Salah satu contoh informasi atau isu dalam perkembangan kuliner yang menjadi respon untuk store meneger menetapkan target penjualan adalah bahwa pada media cetak ada info akan diadakan pameran jajanan kuliner di wilayah kota Bogor maka store meneger menangkap informasi ini dan menentukan peningkatan target penjualan dengan membuka stand dilokasi tersebut.

Target penjualan bulanan disusun akhir bulan November, menargetkan penjualan untuk bulan Desember hingga Januari 2012 atau dengan kata lain penyusunan perencanaan penjualan ini dilakukan untuk target 2 sampai 3 bulan kedepan. Hal ini dilihat dari data penjualan yang mengalami perubahan berarti dalam rentang waktu itu.

6.3 Perencanaan Persediaan Bahan Baku

Perencanaan persediaan bahan baku dilakukan oleh bagian produksi atau logistik pergudangan. Selanjutnya perencanaan persediaan bahan baku dibagi menjadi dua kelompok yaitu pertama kelompok dalam perencanaan pemesanan bahan baku yang terintegrasi dengan bagian keuangan dan yang kedua adalah


(42)

42 persediaan bahan baku yang akan dikelola oleh bagian produksi di gudang. Bahan baku yang dipesan ke bagian keuangan adalah tepung terigu, gula pasir, mentega, telur ayam, wysman, keju, susu, kemasan, dan bahan tambahan lain serta peralatan, melalui bagian purchasing. Selanjutnya bagian keuangan memberikan persetujuan akan sejumlah kebutuhan input persediaan yang dibutuhkan bagian logistik. Input persediaan yang akan dikelola bagian logistic adalah semua bahan baku yang akan disusun tata letaknya di gudang dengan sistem first in first out dan kemudian melakukan hal tersebut lagi setelah saat ROL atau pemesanan input ke bagian keuangan berdasarkan tingkat ROL.

6.4 Penyimpanan Persediaan Bahan Baku

Penyimpanan persediaan bahan baku martabak manis yaitu berupa beberapa bahan baku pokok seperti telur ayam, tepung terigu dan gula pasir, yang terdapat dalam dua ruang penyimpanan. Ruangan pertama pada lantai satu digunakan untuk penyimpanan telur ayam dan gula pasir sedangkan untuk penyimpanan tepung terigu dilakukan pada ruang penyimpanan lantai dua. Sedangkan peralatan dan bahan lain tersimpan pada ruang lantai satu dan ruang produksi pada lantai dasar.

Bahan baku ketika sampai lokasi akan diperiksa oleh bagian logistic baik dari segi kualitas bahan yang terdiri dari kemasan, tanggal kadaluarsa dan tampilan fisik, dan dari segi kuantitas seluruh bahan baku dicek apakah sudah sesuai dengan jumlah pemesanan yang tertera pada faktur pembelian bahan baku. Selanjutnya ketiga bahan baku tersebut akan dibagi ke tempat penyimpanan masing-masing dengan sistem first in first out. Untuk kapasitas penyimpanan bahan baku telur ayam adalah adalah sebanyak dua peti dalam waktu dua hari sekali, untuk bahan baku gula pasir adalah sebanyak 5 ball (50kg/ball) dalam waktu 1 minggu dan bahan baku tepung terigu sebanyak 50 ball (25kg/ball) dengan maksimal 7 tumpuk dalam waktu penyimpanan 1 minggu dan telur ayam sebanyak 2 peti dalam waktu 2 hari dengan maksimal 2 tumpuk.

6.5 Pengendalian Persediaan Bahan Baku

Pengendalian persediaan bahan baku martabak manis yang dikaji dalam perusahaan meliputi tepung terigu, gula pasir dan telur ayam. Ketiga bahan baku


(1)

64 Lampiran 4. Perhitungan Persediaan Dengan Pendekatan Model Probabilistik

1. Tepung Terigu Diketahui :

Demand : 50,25 ball LT : 0,25 bulan

Z = 95%, distribusi normal = 1,65 σ = 9,939

Pertayaan :

ROL = LT (waktu tunggu) x demand + safety stock Safety stock = Z x σ X

Jawaban :

Safety stock = Z x σ X = 1,65 X 9,939 X

= 8,2 ball X 4 bulan = 32,8 ball

ROL = LT (waktu tunggu) x demand + safety stock

= 0,25 X 50,25 + 8,2 = 21 ball / bulan

2. Gula Pasir Diketahui :

Demand : 9,95 ball LT : 0,30 bulan

Z = 95%, distribusi normal = 1,65 σ = 1,439

Pertayaan :

ROL = LT (waktu tunggu) x demand + safety stock Safety stock = Z x σ X


(2)

65 Jawaban :

Safety stock = Z x σ X = 1,65 X 1,439 X

= 1,3 ball X 4 bulan = 5,2 ball

ROL = LT (waktu tunggu) x demand + safety stock

= 0,3 X 9,95 + 1,3 = 4,3 ball / bulan

3. Telur Ayam Diketahui :

Demand : 15,5 ball LT : 0,27 bulan

Z = 95%, distribusi normal = 1,65 σ = 2,151

Pertayaan :

ROL = LT (waktu tunggu) x demand + safety stock Safety stock = Z x σ X

Jawaban :

Safety stock = Z x σ X = 1,65 X 2,151 X

= 1,8 peti X 4 bulan = 7,2 peti

ROL = LT (waktu tunggu) x demand + safety stock

= 0,27 X 15,5 + 1,8 = 6 peti / bulan


(3)

66 Lampiran 5. Perhitungan Jumlah Estimasi Pemesanan Untuk Bahan Baku

Tepung Terigu, Gula Pasir, dan Telur Ayam

1. Tepung Terigu Diketahui : RC = Rp. 34.000 D = 240 ball HC = Rp. 254.000 Ditanyakan : Qo =

Jawab : Qo =

Qo =

Qo = 8,2 ball 2. Gula Pasir

Diketahui : RC = Rp. 34.000 D = 45,6 ball HC = Rp. 121.000 Ditanyakan : Qo =

Jawab : Qo =

Qo =


(4)

67 3. Telur Ayam

Diketahui : RC = Rp. 9.000 D = 70,8 peti HC = Rp. 74.000 Ditanyakan : Qo =

Jawab : Qo =

Qo =


(5)

ii

RINGKASAN

ADE PERMANA. Pengendalian Persediaan Bahan Baku Martabak Manis dengan Pendekatan Model Probabilistik (Studi Kasus Martabak Air Mancur, Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di Bawah Bimbingan SUHARNO).

Permintaan akan makanan jadi seperti halnya produk olahan makanan cenderung mengalami fluktuatif dan tidak konstan yang menyebabkan terjadinya

shortage maupun over stock. Kondisi yang sama juga dialami oleh Martabak Air Mancur. Sebagai gambaran berdasarkan data akhir (September-Desember 2011) di gudang bahan baku terjadi kekurangan bahan baku pada tepung terigu sebanyak 37,8 persen dan juga gula pasir terjadi kekurangan bahan baku sebesar 43,2 persen. Kekurangan bahan baku terjadi karena meningkatnya secara signifikan tingkat penjualan martabak manis, sehingga persediaan bahan baku cenderung mengalami kekurangan.

Persediaan bahan baku yang cenderung mengalami kekurangan maupun kelebihan stok berawal dari tidak terkontrolnya tingkat pemesanan bahan baku karena tingkat penjualan martabak manis yang cenderung fluktuatif, sehingga bila kendala ini tidak ditanggulangi maka akan mengakibatkan penumpukan biaya persediaan bila kelebihan bahan baku dan akan mengakibatkan penurunan omset karena terjadi loss penjualan bila terjadi kekurangan bahan baku karena perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan konsumen.

Pengusahaan olahan makanan martabak manis pada Martabak Air Mancur (MAM) ini cenderung fluktuatif baik itu dapat menyebabkan penumpukan bahan baku maupun kekurangan bahan baku dapat membuat tiga pertanyaan masalah 1) Bagaimana penerapan perencanaan dan pengendalian bahan baku yang dilakukan perusahaan, 2) bagaimana kinerja pengendalian bahan baku secara konvensional maupun dengan model probabilistik, 3) bagaimana rekomendasi yang terbaik bagi perusahaan untuk penerapan pengendalian bahan baku yang terbaik. Dengan demikian tujuan penelitian adalah 1) mempelajari penerapan pengendalian persediaan bahan baku pada perusahaan, 2) membandingkan penerapan pengendalian persediaan bahan baku syng dilakukan perusahaan denga model probabilistik, 3) menentukan dan merekomendasikan penerapan perencanaan dan pengendalian persediaan bahan baku yang optimal dan cocok.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode persediaan konvensional yang dilakukan pesusahaan yaitu two bin system tanpa kendala investasi, sedangkan metode persediaan ideal yang digunakan adalah model probabilistik.

Berdasarkan hasil pengamatan pada perusahaan, perencanaan target penjualan perusahaan MAM didasarkan dari penjualan sebelumnya yang diramalkaan secara sederhana dengan mengumpulkan semua informasi baik penjualan, harga, tren penjualan kemudian dirumuskan secara sederhana menjadi sebuah keputusan perencanaan produksi kedepan. Pengendalian persediaan yang dilakukan perusahaan dilakukan dengan metode two bin system tanpa kendala investasi. Manajemen persediaan yang dilakukan belum terorganisir dengan baik,


(6)

iii namun penumpukan dan kekurangan bahan baku sudah terlihat tinggi. Dari segi pengadministrasian perusahaan masih kurang rapih dalam penyimpanan data namun pada pencatatan data sudah cukup baik walaupun masih dalam catatan tertulis.

Berdasarkan perhitungan persediaan baik menggunakan metode perusahaan maupun metode persediaan ideal, perusahaan dapat memilih metode persediaan ideal yaitu model probabilistik, karena berdasarkan hasil perhitungan model persediaan probabilistik dapat menghasilkan jumlah pemesanan optimal dan dapat menghemat biaya persediaan bahan baku untuk tepung terigu sebesar Rp 1.890.590, untuk gula pasir penghematan sebesar Rp 1.194.548, untuk telur ayam juga terjadi penghematan sebesar Rp 563.000.