pengguna jasa merasa yakin bahwa tugas yang dilaksanakannya akan bebas dari kesalahan.
5. Empati Emphaty, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan
komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan para pelanggan. Hal seperti ini bagaimana aparat birokrasi menciptakan komunikasi eksternal untuk
meningkatkan kualitas pelayanannya.
1.5.2.6 Pengaruh Profesionalisme Kerja terhadap Kualitas Pelayanan Publik
Dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa, prioritas pembangunan bidang penyelenggaraan negara diarahkan pada upaya peningkatan kinerja
birokrasi agar birokrasi mampu menciptakan kondisi yang kondusif bagi terpenuhinya kebutuhan masyarakat, meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik dan menekan tingkat
penyalahgunaan kewenangan di lingkungan pemerintahan. Kebijakan untuk mewujudkan birokrasi yang “netral” dalam penyelenggaraan
administrasi dan pemerintahan, ternyata dalam praktik banyak mengalami tantangan. Dimana publik sangat mengaharapkan adanya pelayanan publik, yaitu birokrasi yang berorientasi
kepada pengadaan keseimbangan antara kekuasaan power yang dimiliki dengan tanggung jawab accountability yang seharusnya diberikan kepada publik yang dilayani.
Paradigma lama pemerintah haruslah mengalami perubahan secara menyeluruh seperti perilaku aparatur negara yang masih menempatkan dirinya untuk dilayani, padahal
yang seharusnya dilakukan aparatur adalah melayani publik. Dalam era demokrasi dan desentralisasi saat ini, seharusnya perangkat birokrasi menyadari bahwa pelayanan berarti
semangat pengabdian yang mengutamakan efisiensi dan keberhasilan bangsa dalam pembangunan, yang dimanifestasikan kedalam perilaku “melayani, bukan dilayani”,
mendorong, bukan menghambat”, “mempermudah, bukan mempersulit”, “sederhana, bukan berbelit-belit”, “terbuka untuk setiap orang, bukan hanya unuk segelintir orang”.
Profesionalisme aparatur sangat dibutuhkan dalam mewujudkan visi dan misi organisasi birokrasi publik, karena dengan organisasi yang prima, maka secara otomatis
tujuan organisasi akan mudah dicapai. Professional itu berlaku untuk semua aparat pegawai mulai dari tingkat atas sampai tingkat bawah. Professionalisme dapat diartikan sebagi suatu
kemampuan dan keterampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan menurut bidang dan tingkatan masing-masing. Profesionalisme menyangkut kecocokan fitness antar kemampuan
yang dimiliki oleh birokrasi bureaucratic competence dengan kebutuhan tugas task requirement. Terpenuhinya kecocokan antara kemampuan dengan kebutuhan tugas
merupakan salah satu syarat terbentuknya pegawai pegawai yang professional. Artinya keahlian dan kemampuan aparat merefleksikan arah dan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu
organisasi Kurniawan 2005:73,. Selanjutnya menurut Tjokrowinoto Tangkilisan, 2005: 231 yang menyatakan bahwa
profesionalisme berkaitan dengan kemampuan aparat yang bekerja dengan memiliki inovasi dan mempunyai etos kerja yang tinggi. Hal ini tentu akan memeberikan kontribusi yang nyata
terhadap kualitas layanan publik. Ini berarti aparat yang bertugas harus menguasai secara tepat mekanisme kerja dan
metode kerja yang ada, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai melalui peningkatan kualitas pelayanan kepada para pengguna jasa atau masyarakat ketika mereka berhubungan
dengan birokrasi.
1.6 Hipotesis
Hipotesa adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Sugiyono,
2005: 70. Adapun hipotesa yang dirumuskan peneliti dalam penelitian ini adalah: Ha :
Terdapat pengaruh yang positif antara profesionalisme kerja terhadap kualitas pelayanan publik.