Dalam hal kecepatan dan ketepatan produk pelayanan juga masih perlu diadakan peningkatan karena tidak semua masyarakat merasa terpuaskan atas pelayanan yang
diberikan. Hal ini adalah pemandangan yang lazim kita jumpai di setiap institusi pelayanan publik, dimana sikap arogan aparaturnya terkadang menghilangkan pemahaman kodrat
terhadap siapa yang sebenarnya menjadi pelayan publik dan siapa yang dilayani. Pelayanan publik yang berkualitas akan diketahui dari respon masyarakat itu sendiri
sebagai konsumen jasa publik. Rasa puas masyarakat dalam pelayanan publik akan terpenuhi ketika apa yang diberikan pegawai sesuai dengan apa yang mereka harapkan selama ini.
Tingkat keprofesionalismean para pegawai Kantor Pajak Pratama Medan Kota pastinya akan berpengaruh dengan kualitas pelayanan yang dihasilkan namun tidak menutup
kemungkinan ada hal-hal lain yang bisa mendukung peningkatan keprofesionalismean tadi yang juga pada akhirnya ikut mendukung peningkatan kualitas layanan publik yang lebih
baik lagi. Dari beberapa permasalahan di atas akhirnya mendorong penulis untuk melakukan
penelitian mengenai PENGARUH PROFESIONALISME KERJA PEGAWAI TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK Studi Pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Medan Kota dimana penulis ingin mengetahui seberapa besar pengaruh
profesionalisme kerja pegawai terhadap kualitas pelayanan publik.
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah sangat penting agar diketahui arah jalannya suatu penelitian dan untuk lebih memudahkan penelitian nantinya. Hal ini senada dengan pendapat “ Agar
penelitian dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya maka penulis merumuskan masalahnya sehingga jelas dari mana harus memulai, kemana harus pergi dan dengan apa” Arikunto,
1998: 17.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis dalam melakukan penelitian ini merumuskan
masalah sebagai berikut : “ Bagaimanakah Pengaruh Profesionalisme Kerja Pegawai Terhadap Kualitas Pelayanan Publik di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan
Kota? ” 1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya sesuatu hal yang di peroleh setelah penelitian selesai. Dengan demikian, pada dasarnya tujuan penelitian
memberikan informasi mengenai apa yang akan di peroleh setelah selesai melakukan penelitian Hasan, 2002:44
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui bagaimana Profesionalisme Kerja Pegawai di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.
2. Untuk mengetahui bagaimana Kualitas Pelayanan Publik yang diberikan di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota. 3.
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Pengaruh Profesionalisme Kerja Pegawai Terhadap Kualitas Pelayanan Publik di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Secara Subjektif. Sebagai sarana untuk melatih dan mengembankan kemampuan berfikir dalam menulis karya ilmiah tentang profesionalisme kerja pegawai dan
kualitas pelayanan publik.
2. Secara Praktis. Sebagai masukansumbangan pemikiran bagi Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Medan Kota dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional.
3. Secara Akademis. Sebagai bahan masukan bagi pelengkap referensi maupun bahan
perbandingan bagi mahasiswa yang ingin mengadakan penelitian di bidang yang sama.
1.5 Kerangka Teori
Untuk memudahkan penulis dalam rangka menyusun penelitian ini, maka dibutuhkan suatu landasan berfikir yang dijadikan pedoman untuk menjelaskan masalah yang sedang
disorot. Pedoman tersebut disebut kerangka teori. Menurut Sugiyono 2004 : 55 menyebutkan landasan teori perlu di tegakkan agar penelitian itu mempunyai dasar yang
kokoh, dan bukan sekedar perbuatan coba-coba. Dengan demikian yang menjadi kerangka teori dalam penelitian ini adalah :
1.5.1 Profesionalisme Kerja Pegawai
1.5.1.1 Definisi Profesionalisme Kerja
Profesionalisme sangat mencerminkan sikap seorang terhadap pekerjaan maupun jenis pekerjaannyaprofesinya. Menurut Tanri Abeng dalam Moeljono, 2003: 107 pengertian
professional terdiri atas tiga unsur, yaitu knowledge, skill, integrity, dan selanjutnya ketiga unsur tersebut harus dilandasi dengan iman yang teguh, pandai bersyukur, serta kesediaan
untuk belajar terus-menerus. Menurut Siagian dalam Kurniawan, 2005:74, profesionalisme adalah keandalan
dalam pelaksanaan tugas sehingga terlaksana dengan mutu yang baik, waktu yang tepat,
cermat dan dengan prosedur yang mudah dipahami dan diikuti oleh pelanggan atau masyarakat.
Menurut Kurniawan 2005:73, istilah professional itu berlaku untuk semua aparat pegawai mulai dari tingkat atas sampai tingkat bawah. Professionalisme dapat diartikan
sebagi suatu kemampuan dan keterampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan menurut bidang dan tingkatan masing-masing. Profesionalisme menyangkut kecocokan fitness antar
kemampuan yang dimiliki oleh birokrasi bureaucratic competence dengan kebutuhan tugas task requirement. Terpenuhinya kecocokan antara kemampuan dengan kebutuhan tugas
merupakannn salah satu syarat terbentuknya pegawai pegawai yang professional. Artinya keahlian dan kemampuan aparat merefleksikan arah dan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu
organisasi. Seorang yang professional adalah seorang pegawai yang memiliki keterampilan,
kemampuan atau keahlian untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik menurut bidangnya masing-masing sehingga memperoleh pengakuan atau penghargaan. Seorang pegawai yang
professional juga hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya.
Ada empat sifat yang dianggap mewakili sikap profesionalisme sebagai berikut : keterampilan yang tinggi yang di dasarkan pada pengetahuan teoritis dan sisitematis,
pemberian jasa dan pelayanan yang altruitis artinya lebih berorientasi kepada kepentingan umum di bandingkan dengan kepentingan pribadi, adnya pengawasa yang ketat atas perilaku
pekerja melalui kode-kode etik yang dihayati dalam proses sosialisasi pekerjaan dan suatu sistem balas jasa berupa uang, promosi, jabatan dan kehormatan yang merupakan lambang
prestasi kerja Harefa 2004:137.
Selanjutnya dikemukakan oleh Oemar Hamalik 2000 : 7-8 dapat menambah pemahaman mengenai profesionalisme kerja pegawai atau tenaga kerja. Beliau
mengemukakan tenaga kerja pada hakekatnya mengandung aspek : 1.
Aspek Potensial, bahwa setiap tenaga kerja memiliki potensi-potensi herediter yang bersifat dinamis yang terus berkembang dan dapat dikembangkan. Potensi-
potensi itu antara lain : daya mengingat, daya berfikir, bakat dan minat, motivasi, dan potensi-potensi lainnya.
2. Aspek profesionalisme atau vokasional, bahwa setiap tenaga kerja memiliki
kemampuan dan keterampilan kerja atau kejujuran dalam bidang tertentu dengan kemampuan dan keterampilan itu dia dapat mengabdikan dirinya dalam lapangan
kerja tertentu dan menciptakan hasil yang baik secara optimal. 3.
Aspek fungsional, bahwa setiap tenaga kerja melaksanakan pekerjaannya secara tepat guna, artinya dia bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya dalam bidang
yang sesuai pula. Misalnya tenaga kerja yang memiliki keterampilan dalam bidang elektronik seharusnya bekerja dalam bidang pekerjaan elektronik bukan
bekerja sebagai tukang kayu untuk bangunan. 4.
Aspek Operasional, bahwa setiap tenaga kerja dapat mendayagunakan kemampuan dan keterampilannya dalam proses dan prosedur pelaksanaan
kegiatan kerja yang sedang ditekuninya. 5.
Aspek Personal, bahwa setiap tenaga kerja harus memiliki sifat-sifat kepribadian yang menunjang pekerjaannya, misalnya sikap mandiri dan tangguh, bertanggung
jawab, tekun dan rajin, mencintai pekerjaannya, berdisiplin dan berdedikasi yang tinggi.
6. Aspek produktifitas, bahwa setiap tenaga kerja harus memiliki motif berprestasi,
berupaya agar berhasil, dan memberikan hasil dari pekerjaanya baik kuantitas maupun kualitas.
Jadi dapat dikatakan bahwa Profesionalisme Kerja adalah suatu kemampuan dan keterampilan seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai dengan bidang dan tingkatan
masing-masing secara tepat waktu dan cermat. Profesionalisme menyangkut kecocokan antara kemampuan yang dimiliki oleh birokrasi dengan kebutuhan tugas. Artinya keahlian
dan kemampuan aparat merefleksikan arah dan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu organisasi.
1.5.1.2 Ciri-Ciri Sikap Profesionalisme Kerja
Dalam meningkatkan kualitas pelayanan organisasi tidak hanya mengajarkan ataupun memfasilitasi para pegawai sesuai dengan jabatan dan kemampuan yang ada sekarang. Akan
tetapi seorang pegawai perlu memiliki ciri untuk mendukung sikap profesionalisme tersebut. Menurut Abdulrahim dalam suhrawardi, 1994 :10 bahwa profesionalisme biasanya
dipahami sebagai kualitas yang wajib dipunyai setiap eksekutif yang baik, dimana didalamnya terkandung beberapa ciri sebagai berikut :
1. Punya keterampilan tinggi dalam suatu bidang, serta kemahiran dalam
mempergunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas yang bersangkutan dengan bidang tadi.
2. Punya ilmu dan pengetahuan serta kecerdasan dalam menganalisa suatu masalah dan
peka didalam membaca situasi, cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan terbaik atas dasar kepekaan.
3. Punya sikap berorientasi ke hari depan, sehingga punya kemampuan mengantisipasi
perkembangan lingkungan yang terentang dihadapannya.
4. Punya sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka
menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memilih yang terbaik bagi dirinya dan perkembangan pribadinya.
Berdasarkan ciri diatas dapat diketahui bahwa profesionalisme pegawai sangat ditentukan oleh tingkat kemampuan pegawai yang tercermin melalui sikap dan perilakunya sehari-hari di
dalam organisasi.
1.5.1.3 Karakteristik Profesionalisme
Menurut Martin Jr dalam Kurniawan, 2005 : 75 karakteristik profesionalisme aparatur sesuai dengan tuntutan good governance, diantaranya :
1. Equality
Perlakuan yang sama atas pelayanan yang diberikan. Hal ini didasarkan atas tipe perilaku birokrasi rasional yang secara konsisten memberikan pelayanan yang
berkualitas kepada senua pihak tanpa memendang afilasi politik, status sosial dan sebagainya.
2. Equity
Perlakuan yang sama kepada masyarakat tidak cukup, selain itu juga perlakuan yang adil. Untuk masyarakat yang pluralistic kadang-kdang diperlakukan yang adil dan
perlakuan yang sama. 3.
Loyality Kesetiaan diberikan kepada konstitusi hukum, pimpinan, bawahan dan rekan kerja.
Berbagai jenis kesetiaan tersebut terkait satu sama lain dan tidak ada kesetiaan yang
mutlak diberikan kepada satu jenis kesetiaan tertentu dengan mengabaikan yang lainnya.
4. Accountability
Setiap aparat pemerintah harus siap menerima tanggung jawab atas apapun yang ia kerjakan.
1.5.1.4 Faktor-faktor yang mendukung sikap Profesionalisme Pegawai
Faktor-faktor yang mendukung profesionalisme kerja pegawai yaitu sebagai berikut :
1. Keterampilan
Menurut Nugroho dalam Kurniawan 2005: 85 lebih cenderung mengunakan istilah kemampuan untuk keterampilan dalam diri pegawai, yaitu tersedianya modal
kecakapan, ketangkasan atau modal lainnya yang memungkinkan anggota itu dapat berbuat banyak bagi organisasinya.
2. Kompetensi
Atmosuprapto dalam Kurniawan 2005: 74 menyebutkan bahwa profesionalisme merupakan cermin kemampuan competency, yaitu memiliki pengetahuan
knowedge, keterampilan bisa melakukan ability, di tunjang dengan pengalaman experience yang tidak mungkin muncul tiba-tiba tanpa perjalanan waktu. Oleh
karena itu berkaitan dengan pelayanan publik maka kemampuan pegawai sangat diperlukan.
3. Loyalitas
Menurut Hasibuan dalam Kurniawan 2005: 75 Secara teoritik loyalitas berhubungan dengan tingkat kedisiplinan, terutama dalam hal ketaatan terhadap peratauran yang
berlaku. Kedisiplinan akan terwujud dengan baik jika pegawai atau aparatur mampu menaati peraturan-peraturan yang ada. Loyalitas juga berkaitan erat dengan
kemampuan pertanggung jawaban tugas pekerjaan dan daya tanggap. Selain itu loyalitas tidak membeda-bedakan pemberian pelayanan atas dasar golongan tertentu.
4. Performansi performance dapat diartikan menjadi prestasi kerja, pelaksanaan kerja,
pencapaian kerja atau hasil kerjapenampilan kerja LAN, 1992. Performance merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses yang lebih menekankan pada
individu menurut Smith dalam Kurniawan 2005 :75. Sedangkan menurut Gibson dalam Kurniawan 2005:75 bahwa performance atau prestasi kehandalan dan
kecakapan adalah hasil yang diinginkan dari perilaku. Prestasi kerja artinya sama dengan kinerja. Kinerja atau prestasi kerja adalah sebagai hasil kerja seseorang pada
kesatuan waktu dan ukuran tertentu. 5.
Budaya Organisasi. Menurut Moeljono 2003 : 9 budaya organisasi yang pada umumnya merupakan pernyataan filosofis, dapat difungsikan sebagai tuntutan yang
mengikat para karyawan karena dapat diformulasikan secara formal kedalam berbagai peraturan dan ketentuan perusahaan. Dengan membakukan budaya organisasi sebagai
acuan bagi ketentuan atau peraturan yang berlaku, maka pemimpin dan karyawan secara tidak langsung akan terikat sehingga dapat membentuk sikap dan perilaku yang
sesuai dengan visi dan misi serta strategi perusahaan. Proses pembentukan tersebut pada akhirnya akan menghasilkan pemimpin dan pegawai professional yang
mempunyai integritas yang tinggi.
1.5.1.5 Usaha- Usaha Pengembangan Profesionalisme Pegawai
Dalam mengembangkan profesionalisme para birokrat di Indonesia oleh H. Sumitro
Maskun 1997 : 7 perlu diperhatikan tiga aspek, yaitu :
1. Terdapat suatu pengetahuan dasar yang dapat dipelajari secara seksama dan
terdapatnya sikap pada seseorang yang menguasai suatu teknik yang dapat dipakai dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
2. Keberhasilan yang dicapai oleh suatu profesi, diukur dari bagaimana kita
menyelesaikan pelayanan cepat kepada masyarakat dan bukan untuk kepentingan pribadinya.
3. Dikembangkannya suatu sistem pengawasan atas usaha dan kegiatan praktis para
professional dalam mengamalkan pengetahuan dan hasil pendidikannya dengan melalui didirikannya himpunan-himpunan atau asosiasi dan diciptakannya berbagai
kode etik.
1.5.2 Kualitas Pelayanan Publik
1.5.2.1 Pengertian Kualitas Pelayanan Publik
Menurut kamus besar bahasa Indonesia kualias berarti “baik buruknya sesuatu atau mutu” KBBI, 1995 :533. Dalam hal in istilah kualitas menunjuk pada suatu hasil berupa
produk barang ataupun jasa yang memenuhi standar kerja. Kualitas tidak dapat dipisahkan dari produk dan jasa atau pelayanan. Fandi Tjiptono mengutip pendapat Groetsh dan davis
bahwa : “Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,
proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan” Tjiptono, 2000:51
Menurut Tjiptono 2002 : 53 “ Kualitas adalah segala sesuatu yang memuaskan pelanggan atau sesuai dengan persyaratan atau kebutuhan”. Oleh karena itu, kualitas dapat
diberi pengertian sebagai totalitas dari karakteristik suatu produk barang atau jasa yang menunjang dalam kemampuan memenuhi kebutuhan Kurniawan 2005 : 53-54.
Kualitas pelayanan seharusnya menyesuaikan diri dengan spesifikasi yang dituntut pelanggan. Pelanggan memutuskan bagaimana kualitas yang dimaksud dan apa yang
dianggap penting. Terkadang kualitas pelayanan dianggap pelanggan sebagai bentuk dari sebuah janji. Sehingga kualitas pelayanan berhubungan erat dengan pelayanan yang
sistematis dan komprehensif yang dikenal konsep pelayanan prima Sinambela 2006 : 6-8. Menurut Dwiyanto dalam Tangkilisan, 2005 : 223 ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kualitas pelayan itu sendiri adalah : 1.
Faktor internal antara lain kewenangan direksi, sikap yang berorientasi terhadap perubahan, budaya organisasi, etika organisasi, sistem internship maupun semangat
kerja sama. 2.
Faktor eksternal antara lain budaya politik, dinamika dan perkembangan politik, pengelolaan konflik lokal, kondisi sosial ekonomi dan kontrol yang dilakukan oleh
masyarakat serta LSM Lembaga Swadaya Masyarakat. Berbicara tentang pelayanan yang diberikan pemerintah tentunya tidak terlepas dari
pelayanan pemerintah pada sektor publik karena pada umumnya pelayanan yang diberikan pemerintah itu selalu bergerak pada sektor yang menyangkut kepentingan umum dan
bertujuan untuk kesejahteraan umum. . Dalam pelayanan publik sebaiknya mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan publik, mempersingkat waktu pelaksanaan urusan
publik dan memberikan kepuasan kepada publik sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan..
Berdasarkan keputusan menteri pendayagunaan aparatur negara nomor 63KEPM.PAN72003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. ‘
Pelayanan Publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun
pelakasanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun penyelenggara pelayanan publik adalah instansi pemerintah.
Menurut Boediono 2003:63 hakikat dari pelayanan publik yang prima adalah: 1.
Meningkatkan mutu dan produktifitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah di bidang pelayanan publik.
2. Mendorong upaya mengefektifitaskan sistem dan tata laksana pelayanan, sehingga
pelayanan publik dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna efisien dan efektif.
3. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan peran serta amsyarakat dalam
pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.
Berdasarkan berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan publik adalah totalitas dari karakteristik suatu produk barang atau jasa atas segala kegiatan
pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik menyebutkan, adapun komponen standar pelayanan publik sekurang-kurangnya adalah
sebagai berikut :
1. Dasar Hukum
Setiap bentuk kebijakan pelayanan publik yang di keluarkan oleh instansi pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan, harus memiliki dasar hukum yang disahkan oleh
Peraturan Perundang untuk menandakan bahwa pelayanan yang diberikan merupakan pelayanan publik yang sah menurut hukum dan perundangan.
2. Sistem, Mekanisme dan Prosedur
Bentuk pelayanan publik yang diberikan oleh suatu instansi pemerintahan harus memiliki sistem yang jelas, mekanisme pelaksanaan yang mudah diimplementasikan
oleh seluruh masyarakat serta memiliki prosedur atau tata laksana yang jelas dan diketahui oleh pengguna pelayanan publik.
3. Jangka Waktu Penyelesaian
Pelayanan publik yang diberikan oleh instansi pemerintah dalam pelaksanaannya harus memiliki batas waktu penyelesaian kegiatan yang efisien. Pelayanan publik
yang diberikan kepada masyarakat dilakukan dalam standart waktu yang singkat. 4.
BiayaTarif Pelayanan publik pada hakekatnya adalah bentuk pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat. Oleh karena itu, biaya atau tarif yang diberikan harus memiliki standart harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat secara keseluruhan. Dengan kata lain
harga untuk pelayahgnan publik adalah harga yang murah. 5.
Produk Pelayanan Pelayanan yang diberikan oleh suatu organisasi dapat dikatakan sebagai pelayanan
publik apabila produk yang dihasilkan dapat berupa public good, public service dan administration service.
6. Sarana, Prasarana dan Fasilitas
Keefektivan pelayanan publik yang diberikan oleh organisasi dapat dilihat dari ketersediaan sarana dan prasarana dalam proses pemberian pelayanan serta terdapat
fasilitas yang memedai demi kenyamanan pelanggan atau masyarakat. 7.
Kompetensi Pelaksana Petugas pemberi pelayanan publik harus memiliki keahlian, kreativitas serta
kemampuan yang menyangkut sikap dan perilaku dalam memberikan pelayanan kepada atau masyarakat.
8. Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan
Setiap organisasi pemerintah harus memiliki sarana yang menampung aspirasi masyarakat yang berisi kritik, saran dan juga pengaduan. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan kualitas pemberian pelayanan publik kepada masyarakat. 9.
Jumlah pelaksana Organisasi pemerintahan memiliki pelaksana pelayanan yang memadai agar dalam
pemberian pelayanan dapat berjalan efektif.
1.5.2.2 Asas dan Prinsip Pelayanan Publik
Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna jasa, penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan sebagai berikut Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 63 Tahun 2003 : a.
Transparansi, bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
b. Akuntabilitas, dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. c.
Kondisional, sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas.
d. Partisipatif, mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. e.
Kesamaan Hak, tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, agama, golongan, gender dan status ekonomi
f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban, pemberi dan penerima pelayanan publik harus
memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Berikut ini adalah prinsip-
prinsip Pelayanan publik : a.
Kederhanaan, prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.
b. kejelasan
1 persyaratan teknis dan administrative pelayanan public.
2 Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam
memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhanpersoalansengketa dalam pelaksanaan pelayanan public.
c. Kepastian Waktu, pelaksanaan pelayanan public dapat diselesaikan dalam kurun
waktu yang telah ditentukan. d.
Akurasi, produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah. e.
Keamanan, proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.
f. Tanggung Jawab, pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang
ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan dan penyelesaian keluhanpersoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
g. Kelengkapan sarana dan prasarana, tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan
kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika telematika.
h. Kemudahan Akses, tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah
dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika
i. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan, pemberi pelayanan harus bersikap disiplin,
sopan, dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas. j.
Kenyamanan, lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan
fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.
1.5.2.3 Bentuk-Bentuk Pelayanan Publik
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003, pelayanan publik dibagi berdasarkan tiga kelompok, yaitu :
1. Kelompok pelayanan administratif, yaitu bentuk pelayanan yang menghasilkan
berbagai macam dokumen resmi yang dibutuhkan oleh masyarakat atau publik. 2.
Kelompok pelayanan barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jenis barang yang digunakan publik.
3. Kelompok pelayanan jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa
yang dibutuhkan publik. Menurut moenir 2002:190 bentuk pelayanan ada tiga macam, yaitu:
1. Pelayanan dengan lisan
Pelayanan dengan lisan ini di lakukan oleh petugas-petugas bidang hubungan masyarakat, bidang ayanan informasi dan bidang-bidang lain yang tugasnya
memberikan kejelasan dan keterangan kepada masyarakat mengenai berbagai fasilitas layanan yang tersedia. Agar layanan lisan berhasil sesuai dengan yang diharapkan,
ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku pelayanan, yaitu : a.
Memahami benar masalah-maslah yang termasuk dalam bidang tugasnya. b.
Mampu memberikan penjelasan apa saja yang perlu dan lancer.. c.
Bertingkah laku sopan dan ramah tamah.
d. Meski dalam keadaan sepi tidak berbicara dengan pegawai lainnya karena
menimbulkan kesan tidak disiplin dan melalaikan tugas. 2.
Pelayanan Melalui Tulisan Dalam bentuk tulisan, layanan yang diberikan dapat berupa pemberian penjelasan
kepada masyarakat dengan penerapannya berupa tulisan suatu informasi mengenai hal atau masalah yang sering terjadi. Pelayanan tulisan ini terdiri dari :
a. Layanan berupa petunjuk, informasi dan sejenis yang ditujukan pada orang-orang
yang berkepentingan, agar memudahkan mereka dalam berurusan dengan instansi atau lembaga.
b. Pelayanan berupa reaksi tertulis atas permohonan, laporan, keluhan,
pemberitahuan dan lain-lain. 3.
Pelayanan Berbentuk Perbuatan Pelayanan dalam bentuk perbuatan adalah pelayanan yang diberikan dalam bentuk
perbuatan atau hasil perbuatan, bukan sekedar kesanggupan dan penjelasan secara lisan.
1.5.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelayanan Publik
Suatu pelayanan yang komprehensif yang di berikan oleh pegawai pemerintah dapat dilakukan dengan memperhatikan unsur-unsur dari pelayanan tersebut yaitu pada saat
terjadinya suatu interaksi antara pegawai pemerintah sebagai pemberi pelayanan dengan masyarakat sebagai konsumen dari pelayanan yang diberikan.
Menurut Moenir 2002 : 88 faktor-faktor yang mendukung pelayanan, sebagai berikut :
1. Faktor Kesadaran yaitu kesadaran para pejabat serta petugas yang berkecimpung
dalam kegiatan pelayanan. Kesadaran para pegawai pada segala tingkatan
terhadap tugas yang menjadi tanggung jawab dapat membawa dampak yang sangat positif terhadap organisasinya.
2. Faktor Aturan yaitu aturan dalam organisasi yang menjadi landasan kerja
pelayanan. Aturan itu mutlak kebenarannya agar organisasi dan pekerja dapat berjalan teratur dan terarah. Oleh karena itu, harus dipahami oleh organisasi
berkepentinganbersangkutan. 3.
Faktor Organisasi merupakan alat serta sistem yang memungkinkan berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan dalam usaha pencapaian tujuan.
4. Faktor Pendapatan yaitu pendapatan pegawai yang berfungsi sebagai pendukung
pelaksanaan pelayanan. Pendapatann yang cukup akan memotivasi pegawai dalam melaksanakan pekerjaan dengan baik.
5. Faktor Keterampilan Tugas yaitu kemampuan dan keterampilan petugas dalam
melaksanakan pekerjaan. Ada tiga kemampuan yang harus dimiliki, yaitu: kemampuan manajerial, kemampuan teknis dan kemampuan untuk membuat
konsep. 6.
Faktor Sarana yaitu sarana yang di perlukan dalam pelaksanaan tugas atau pekerjaan layanan. Sarana ini meliputi peralatan, perlengkapan, alat bantu dan
fasilitas lain yang melengkapi serta fasilitas komunikasi.
1.5.2.5 Tolok Ukur Pelayanan Publik
Organisasi pelayanan publik mempunyai ciri public acuntability, dimana setiap warga negara mempunyai hak untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang mereka terima. Sangat
sulit menilai kualitas suatu pelayanan tanpa mempertimbangkan peran masyarakat sebagai penerima pelayanan dan aparat pelaksana pelayanan itu. Evaluasi yang berasal dari pengguna
pelayanan, merupakan elemen pertama dalam analisis kualitas pelayanan publik. Elemen kedua dalam analisis adalah kemudahan suatu pelayanan dikenali baik sebelum dalam proses
atau setelah pelayanan itu diberikan. Dasar untuk menilai suatu kualitas pelayanan selalu berubah dan berbeda. Apa yang
dianggap sebagai suatu pelayanan yang tidak berkualitas pada saat yang lain. Maka kesepakatan terhadap kualitas sangat sulit untuk dicapai. Dalam hal ini dapat dilihat pendapat
ahli dalam mengukur mutu pelayanan. Menurut Zeitham dkk dalam Boediono, 2003 : 114 ada lima dimensi yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan, yaitu : 1.
Bukti Langsung Tangibles, yang meliputi fasilitas fisik, pegawai, perlengkapan dan sarana komunikasi. Fasilitas fisik yang dimaksud disini adalah seperti gedung
perkantoran, ruang tunggu untuk customer, telepon, computer dan lain-lain. 2.
Daya tanggap Responsiveness, suatu karakteristik kecocokan dalam pelayanan manusia, mampu yakni keinginan para staf untuk membantu masyarakat dan
memberikan pelayanan dengan tanggapan. Keinginan itu seperti kemauan aparat birokrasi untuk memberikan informasi-informasi yang terkait dengan waktu
pelayanan, syarat-syarat program langsung. 3.
Keandalan Reability, yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang menyajikan dengan segera dan memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan dan
kecakapan aparat birokrasi dalam mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan dan menjadi kewajibannya dengan cepat sesuai waktu yang dijanjikannya.
4. Jaminan Assurance, yaitu mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat
dipercaya yang miliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keraguan. Yaitu seperti kepastian yang diberikan aparat birokrasi untuk membuat masyarakat
pengguna jasa merasa yakin bahwa tugas yang dilaksanakannya akan bebas dari kesalahan.
5. Empati Emphaty, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan
komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan para pelanggan. Hal seperti ini bagaimana aparat birokrasi menciptakan komunikasi eksternal untuk
meningkatkan kualitas pelayanannya.
1.5.2.6 Pengaruh Profesionalisme Kerja terhadap Kualitas Pelayanan Publik
Dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa, prioritas pembangunan bidang penyelenggaraan negara diarahkan pada upaya peningkatan kinerja
birokrasi agar birokrasi mampu menciptakan kondisi yang kondusif bagi terpenuhinya kebutuhan masyarakat, meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik dan menekan tingkat
penyalahgunaan kewenangan di lingkungan pemerintahan. Kebijakan untuk mewujudkan birokrasi yang “netral” dalam penyelenggaraan
administrasi dan pemerintahan, ternyata dalam praktik banyak mengalami tantangan. Dimana publik sangat mengaharapkan adanya pelayanan publik, yaitu birokrasi yang berorientasi
kepada pengadaan keseimbangan antara kekuasaan power yang dimiliki dengan tanggung jawab accountability yang seharusnya diberikan kepada publik yang dilayani.
Paradigma lama pemerintah haruslah mengalami perubahan secara menyeluruh seperti perilaku aparatur negara yang masih menempatkan dirinya untuk dilayani, padahal
yang seharusnya dilakukan aparatur adalah melayani publik. Dalam era demokrasi dan desentralisasi saat ini, seharusnya perangkat birokrasi menyadari bahwa pelayanan berarti
semangat pengabdian yang mengutamakan efisiensi dan keberhasilan bangsa dalam pembangunan, yang dimanifestasikan kedalam perilaku “melayani, bukan dilayani”,
mendorong, bukan menghambat”, “mempermudah, bukan mempersulit”, “sederhana, bukan berbelit-belit”, “terbuka untuk setiap orang, bukan hanya unuk segelintir orang”.
Profesionalisme aparatur sangat dibutuhkan dalam mewujudkan visi dan misi organisasi birokrasi publik, karena dengan organisasi yang prima, maka secara otomatis
tujuan organisasi akan mudah dicapai. Professional itu berlaku untuk semua aparat pegawai mulai dari tingkat atas sampai tingkat bawah. Professionalisme dapat diartikan sebagi suatu
kemampuan dan keterampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan menurut bidang dan tingkatan masing-masing. Profesionalisme menyangkut kecocokan fitness antar kemampuan
yang dimiliki oleh birokrasi bureaucratic competence dengan kebutuhan tugas task requirement. Terpenuhinya kecocokan antara kemampuan dengan kebutuhan tugas
merupakan salah satu syarat terbentuknya pegawai pegawai yang professional. Artinya keahlian dan kemampuan aparat merefleksikan arah dan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu
organisasi Kurniawan 2005:73,. Selanjutnya menurut Tjokrowinoto Tangkilisan, 2005: 231 yang menyatakan bahwa
profesionalisme berkaitan dengan kemampuan aparat yang bekerja dengan memiliki inovasi dan mempunyai etos kerja yang tinggi. Hal ini tentu akan memeberikan kontribusi yang nyata
terhadap kualitas layanan publik. Ini berarti aparat yang bertugas harus menguasai secara tepat mekanisme kerja dan
metode kerja yang ada, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai melalui peningkatan kualitas pelayanan kepada para pengguna jasa atau masyarakat ketika mereka berhubungan
dengan birokrasi.
1.6 Hipotesis
Hipotesa adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Sugiyono,
2005: 70. Adapun hipotesa yang dirumuskan peneliti dalam penelitian ini adalah: Ha :
Terdapat pengaruh yang positif antara profesionalisme kerja terhadap kualitas pelayanan publik.
Ho : Tidak terdapat pengaruh yang positif antara profesionalisme kerja terhadap kualitas
pelayanan publik.
1.7 Definisi Konsep