Kinerja Petugas Surveilans DBD

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Kinerja Petugas Surveilans DBD

Kinerja petugas surveilans DBD adalah hasil kerja yang diperoleh oleh petugas surveilans DBDB puskesmas dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sesuai uraian tugas yang dibebankan dan target yang diharapkan dalam surveilans epidemiologi DBD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menunjukkan 58,8 petugas surveilans DBD di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar mempunyai kinerja kurang. Rendahnya kinerja petugas surveilans DBD ini diindikasikan dari masih mayoritas petugas surveilans DBD tidak menyusun jadwal rutin surveilans, dan tidak mempunyai perencanaan untuk kegiatan-kegiatan surveilans DBD yang akan dilakukan, dan masih banyak juga petugas surveilans DBD tidak menyusun laporan kasus DBD, serta diseminasi informasi tentang penanggulangan DBD secara sistematis sehingga berdampak terhadap keberhasilan program penanggulangan DBD di kota Pematangsiantar. Gibson, et al., 1996 menyebutkan kinerja adalah hasil yang diinginkan dari perilaku dan kinerja individu adalah dasar kinerja organisasi. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah tingkat keberhasilan seorang pegawai dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Dalam penelitian ini, kinerja petugas surveilans DBD adalah tingkat keberhasilan mereka dalam menjalankan tugas dan 75 Universitas Sumatera Utara fungsinya dalam upaya pencegahan dan penanggulangan DBD sesuai dengan kemampuan yang dibutuhkan. Penilaian kinerja petugas surveilans DBD dilihat berdasarkan keseluruhan uraian tugas yang harus dikerjakan oleh petugas surveilans DBD di puskesmas. Bentuk uraian tugas petugas surveilans DBD adalah menyusun perencanaan baik secara konsep maupun secara teknis seluruh kegiatan penanggulangan DBD, selain harus melakukan pengumpulan data kasus DBD secara aktif dan pasif di wilayah kerjanya, serta menyusun laporan pelaksanaan kegiatan surveilans DBD. Penelitian ini berbeda dengan penelitian Aryanti 2011 di Kota Semarang, bahwa hasil kegiatan surveilans epidemiologi penyakit DBD tingkat puskesmas di Kota Semarang 75,7 termasuk baik yang dilihat dari aspek penyelidikan epidemiologi yang sudah baik, dan sistem pelaporan kasus yang sudah memadai. Surveilans epidemiologi merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam mendukung pengendalian dan penanggulangan penyakit menular, tidak terkecuali pada kegiatan pengendalian dan penanggulangan penyakit DBD. Menurut Bappenas RI 2006, bahwa hasil kajian kebijakan penanggulangan wabah penyakit menular Studi Kasus DBD oleh Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan BAPPENAS dalam laporan akhir menyebutkan bahwa kinerja surveilans diukur dengan melihat 1 keberadaan peta rawan, 2 pelaksanaan diseminasi informasi DBD, dan 3 pelaporan, serta dengan melihat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja surveilans, yaitu mencakup Universitas Sumatera Utara 1 tenaga, 2 pengetahuan, 3 data, 4 sarana, 5 dana, dan 6 Standart Operating Procedure SOP. Beberapa faktor yang memengaruhi kinerja petugas surveilans DBD antara lain faktor pengetahuan, sikap dan keterampilan petugas, motivasi kerja, serta faktor bersumber dari organsiasi seperti beban kerja, dukungan pimpinan, dan imbalan. Secara teoritis menurut Hersey dan Blanchard dalam Simamora 2006 merumuskan tujuh faktor yang memengaruhi kinerja yang dirumuskan dengan akronim ”ACHIEVE”, yakni: pengetahuan dan keterampilan Ability, pemahaman atau persepsi Clarity, dukungan organisasi Help, motivasi atau kemauan Incentive, bimbingan dan umpan balik kinerja Evaluation, validitas legal personal practice, dan dukungan lingkungan environment fit. Kaitanya dengan kinerja individu dalam organisasi. Menurut Gibson et al., 1996 menyebutkan bahwa faktor pengaruh kinerja individu: 1 faktor individu: kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi, 2 faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi, dan kepuasan kerja, dan 3 faktor organisasi: struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, dan sistem penghargaan. Ketiga variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja pegawai. Kinerja atau penampilan kerja adalah perilaku yang berkaitan langsung dengan tugas pekerjaan dan yang perlu diselesaikan untuk mencapai sasaran pekerjaan. Universitas Sumatera Utara Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja petugas Surveilans DBD dipengaruhi oleh faktor pengetahuan, sikap, motivasi kerja, beban kerja, dukungan pimpinan, dan imbalan yang diperoleh melalui uji statistik dengan menggunakan uji chi square. Sedangkan faktor yang paling dominan memengaruhi kinerja petugas surveilans DBD dalam penelitian ini adalah variabel imbalan. Variabel imbalan menjadi variabel paling dominan memengaruhi kinerja petugas surveilans DBD, dimana diperoleh nilai koefisien Exp B sebesar 29.085, dengan p value 0.022 artinya apabila imbalan yang diterima petugas surveilans lebih ditingkatkan, maka berpeluang sebesar 29.085kali terhadap perbaikan kinerja petugas surveilans DBD di Kota Pematangsiantar.

5.2. Hubungan Faktor Instrinsik terhadap Kinerja Petugas Surveilans DBD