81
1. Agen Lepas
Pertama adalah agen mie lepas, agen mie lepas merupaka agen mie yang bekerja sama dengan pemilik usaha secara tidak terikat. Agen mie dengan pemilik
usaha memang tidak terikat dalam penjualan barang, namun mereka memiliki hubungan langganan. Agen mie lepas ini tidak selalu mengambil barang dari
pemilik usaha yang sama. Terkadang Ia pun tidak mengambil mie rajang dari pemilik usaha yang sama beberapa waktu, Ia tidak melarang pemilik usaha untuk
bekerjasama dengan agen mie yang lain. Ia membebaskan pemilik usaha untuk menjual mie dengan agen manapun.
2. Agen Tetap
Agen tetap adalah agen mie yang bekerja sama dengan pemilik usaha yang sama, Ia wajib mengambil barang dari pemilik usaha yang telah memutuskan
untuk bekerjasama dengannya. Hal tersebut disebut oleh pemilik usaha sebagai tengkulak. Tengkulak mengambil mie rajang yang diproduksi oleh anggotanya
berapapun yang ada, namun pemilik usaha tidak diperkenankan untuk menjual mie rajang kepada agen lain. penjelasan lebih lanjut agen tetap dalam
pembahasan selanjutnya
Universitas Sumatera Utara
82
3.2.6 Tengkulak
Dalam kehidupan para produsen pengolah ubi di Desa Pegajahan ada istilah yang diberikan kepada orang yang menyediakan ubi dan mengambil hasil olahan
pemilik usaha. Istilah yang mereka gunakan adalah tengkulak. Tengkulak tidak berlaku pada seluruh pemilik usaha, hanya sebagian saja yang menggunakan jasa
mereka untuk membantu aktivitas produksi pengolahan. Peranan tengkulak yaitu sebagai pihak yang bertanggungjawab untuk
menyediakan bahan utama yaitu ubi kayu, setelah itu tengkulak juga bertanggungjawab untuk mengambil barang yang telah dibuat. Dalam hal ini
pemilik usaha tidak perlu memikirkan penyediaan ubi kayu sebagai bahan utama yang terkadang sulit didapatkan. Mereka juga tidak perlu memikirkan siapa yang
akan menjualkan hasil olahan mereka. pemilik usaha hanya bertanggungjawab mengolah ubi kayu menjadi mie rajang saja.
Bagi pemilik usaha yang menggunakan jasa tengkulak maka mereka juga harus mengikuti aturan main dari tengkulak. Aturan main yang saya maksud
adalah sistem kerja yang diberlakukan oleh tengkulak kepada mereka yang menggunakan jasanya. Dengan tanggungjawab yang telah diberikan tersebut
tengkulak adalah pihak yang memberikan harga kepada pemilik usaha. Harga ubi kayu yang mereka antarkan sedikit lebih mahal daripada ubi kayu dari agen lepas.
Selain itu harga mie rajang yang mereka berikan cenderung lebih murah dibanding dengan agen lepas. Hal tersebut dikarenakan tengkulak memainkan
harga ubi dan harga mie rajang sebagai keuntungan baginya. Salah satu hal yang dilakukan oleh tengkulak adalah bekerjasama dengan agen ubi. Ia bekerjasama
Universitas Sumatera Utara
83
dengan beberapa agen ubi. Hal tersebut bertujuan ketika ubi sulit diperoleh ada pihak lain yang mampu menyediakan ubi bagi pemilik usaha pengolahan ubi.
Tengkulak bekerjasama dengan agen ubi untuk memenuhi kebutuhan pemilik usaha. Dalam hal ini tengkulak hanya memerintahkan agen ubi yang bekerja
dilapangan untuk mengantarkan ubi kayu ke tempat pemilik usaha. Pemilik usaha tidak membayar ubi kayu yang telah diberikan. urusan bayar membayar ubi kayu
merupakan urusan tengkulak. Pemilik usaha hanya menerima ubi kayu saja. Berbicara mengenai agen ubi, pada pembahasan sebelumnya saya telah
menjelaskan keberadaan agen ubi langsung yang menyediakan ubi kayu kepada pemilik usaha dan proses pembayarannya langsung kepada pemilik usaha tanpa
perantara orang ataupun pihak lain. Pada kasus pemilik usaha yang bekerjasama dengan tengkulak, mereka
memproduksi 500 kilogram ubi kayu. Ubi kayu yang diberikan kepada pemilik usaha diantarkan dua hari sekali. Banyaknya ubi yang diantarkan adalah satu ton
ubi kayu. Pemilik usaha yang menggunakan tengkulak mengaku bahwa mereka tidak pernah kekurangan bahan baku, sehingga produksi mereka jalan terus. Itu
merupakan salah satu alasan mengapa mereka menggunakan tengkulak untuk melanjutkan usaha mereka.
Setelah mie rajang selesai dibuat tengkulak akan memerintahkan pekerjanya untuk mengambil mie rajang tersebut. Waktu pengambilan tidak ditentukan,
terkadang barang menumpuk di rumah pemilik terkadang barang langsung dibawa oleh mereka. Pembayaran mie rajang yang telah mereka hasilkan
dilakukan dirumah tengkulak. Pemilik usaha akan mendatangi tengkulak untuk
Universitas Sumatera Utara
84
mengambil hasil penjualan mereka setelah dikurangi harga ubi kayu yang diantarkan kepada mereka. Ketika pembayanlah tengkulak dan pemillik usaha
berhubungan secara langsung. Selain itu adakalanya pemilik usaha tidak ingin berproduksi untuk beberapa lama. Ketika itu terjadi maka pemilik usaha akan
menelepon tengkulak agar tidak mengantar ubi kayu kepada mereka. Pemilik usaha sadar bahwa mereka hanya menjadi pihak pengelola saja, sedangkan
mereka tidak dapat menentukan harga sebagaimana yang mereka inginkan. Namun hal tersebut tidak begitu dihiraukan oleh mereka karena mereka tidak
dirugikan dengan keadan tersebut. Mereka merasa hal itu sebanding dengan kemudahan yang mereka dapat dengan tidak perlu repot-repot mempersiapkan
hal-hal yang dilakukan oleh tengkulak.
Universitas Sumatera Utara
85
BAB IV PEMILIK USAHA MIE RAJANG DESA PEGAJAHAN DUSUN II
4.1 Modal Usaha
Hingga saat ini pemilik usaha mie rajang yang paling senior dan masih bertahan telah memulai usaha mereka pada tahun 2000-an. Mereka memulai
dengan modal yang kecil dan peralatan seadanya. Modal yang dikeluarkan oleh mereka saat pertama kali memutuskan untuk membuat mie rajang hanya 500 ribu.
Dengan modal 500 ribu tersebut pemilik usaha sudah mempunyai perlengkapan yang lengkap. Perlengkapan yang mereka miliki dahulu belum seperti sekarang,
mereka masih menggunkan ampia kecil untuk mengampia dan juga dandang besar untuk mengukus. Karena alat yang mereka gunakan masih kecil maka produksi
mereka juga sedikit. Hanya 50 hingga 100 kilogram ubi kayu. Karena modal yang mereka gunakan masih kecil, mereka menggunakan
uang mereka sendiri, tidak perlu mengutang untuk bisa membuka usaha olahan ubi ini. Seiring dengan berjalalannya usaha ini, pemilik usaha mampu
mengembangkan usaha mereka. Mereka memulai membeli mesin ampia yang besar, kemudian mereka membeli mesin penggiling ubi kayu. Hal tersebut mereka
lakukan agar mereka bisa menambah jumlah produksi mereka. Selain itu mereka mulai membuat tempat mencuci ubi kayu yang permanen, mereka membuatnya
dari batu bata. Mereka juga membuat tempat pengendapan ubi yang diparut dan juga tempat pengukusan yang bersar.
Universitas Sumatera Utara