Pengolahan Ubi Kayu di Pegajahan .1 Pengolah Ubi Kayu Di Pegajahan

36 2.2 Pengolahan Ubi Kayu di Pegajahan 2.2.1 Pengolah Ubi Kayu Di Pegajahan Sejauh ini Kecamatan Pegajahan sudah memiliki banyak pemilik usaha pengolahan ubi kayu. Tidak ada jumlah pasti yang diberikan oleh pihak terkait mengenai keberadaan pengolah ubi kayu ini, pihak kelurahan Pegajahan menyebut kegiatan pengolahan ubi kayu sebagai usaha kecil rumah tangga. Berdasarkan informasi yang didapat dari informan para pemilik usaha olahan ubi kayu ini sudah melakukan kegiatan ini rata-rata lebih dari 5 tahun, banyak juga diantara mereka yang telah mencapai lebih dari sepuluh tahun. Keberadaan pengolah ubi di Pegajahan tersebar di beberapa Desa. Ada tiga Desa yang penduduknya banyak melakukan pengolahan yaitu Desa Pegajahan, Desa Bingkat, dan Desa Sukasari. Kecamatan Pegajahan merupakan salah satu Kecamatan dari Kabupaten Serdang Bedagai. Kota terdekat dari Kecamatan Pegajahan adalah Kota Perbaungan. Untuk bisa mencapai Kecamatan Pegajahan tepatnya tiga Desa di atas memerlukan waktu kurang lebih 30 menit dari Kota Perbaungan, dengan keadaan jalan yang sudah di aspal namun banyak yang berlubang. Di Desa Pegajahan ada banyak petani yang menanam ubi kayu dikebun mereka. Petani di Desa Pegajahan lebih banyak menanam ubi kayu daripada menanam padi. Penjelasan mengenai topik ini akan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya. Banyaknya petani yang menanam ubi kayu dapat menjamin ketersediaan ubi kayu untuk pemenuhan kebutuhan pemilik usaha. Dengan kata lain pemilik usaha memperoleh kemudahan dengan keadaan tersebut. Kemudahan Universitas Sumatera Utara 37 yang mereka peroleh adalah jaminan ketersediaan ubi dalam jangka waktu yang lama. Lokasi pertanian yang dekat setidaknya membuat mereka memperoleh harga ubi yang relatif murah. Selain itu apabila pemilik usaha merasa ada yang perlu mereka komplen dari barang yang mereka peroleh mereka bisa langsung menemui sumbernya. Pengolahan ubi kayu yang dilakukan oleh masyarakat di Pegajahan masih tergolong industri rumah tangga yang masih dilakukan oleh kurang lebih lima sampai 6 orang dalam satu rumah produksi. Hasil olahan ubi kayu yang ada di Pegajahan beranekaragam, seperti mie yeye, opak piring, manggleng, alen-alen, rengginang, dll. Penjelasan mengenai jenis-jenis hasil olahan ubi kayu akan dibahas dalam pembahasan selanjutnya. Olahan yang tidak hanya satu jenis itu telah menggunakan beberapa teknologi mesin untuk bisa mempermudah pengolahan yang dilakukan oleh mereka. Meskipun ada beragam jenis hasil olahan ubi kayu di sana, namun secara umum proses pengolahannya cenderung sama. Satu hal yang belum bisa mereka gantikan sampai saat ini adalah tenaga sinar matahari. Mereka bergantung kepada sinar matahari untuk bisa mengeringkan olahan mereka. Para pemilik usaha olahan ubi kayu ini merupakan masyarakat Pegajahan yang memiliki keadaan ekonomi menengah. Ekonomi menengah yang saya maksud adalah kehidupan mereka tidak kaya atau pas-pasan. Sebagian dari mereka mengandalkan sepenuhnya kebutuhan rumah tangga dari hasil olahan ubi kayu. Sementara itu sebagian lainnya masih melakukan pekerjaan yang lain untuk bisa dijadikan sumber mata pencaharian mereka. Universitas Sumatera Utara 38 Kehidupan perekonomian sebagian besar masyarakat di Kecamatan Pegajahan adalah pertanian, buruh harian, perdagangan dan hanya sebagian kecil saja dari mereka yang termasuk ke dalam pegawai negeri. Dengan begitu saya menyimpulkan bahwa sebagian masyarakat di sana bekerja dengan mengandalkan tenaga yang mereka miliki, serta sebagian lainnya menggunakan pikiran dan kreativitas mereka untuk bekerja dan mencari nafkah. Hal tersebut senada dengan yang dikatakan oleh informan saya yang bernama Junaidi : “Mereka yang bekerja dengan menggunakan tenaga saja adalah mereka yang tidak memakan bangku sekolahan, sementara mereka yang bisa bekerja dengan menggunakan kemampuannya dalam berkreasi sedikit banyaknya mereka sekolah dan belajar. Kalau masyarakat sini masih jarang yang sekolahnya tinggi, apalagi yang udah tua- tua macem saya” . Keseluruhan pemilik usaha pengolahan ubi beragama Islam, tidak ada satupun dari mereka yang beragama Kristen atau Hindu. Kenyataan tersebut seakan seirama dengan kenyataan bahwa mayoritas agama yang dianut oleh masyarakat di Pegajahan adalah agama Islam. Selain itu sebagian besar pemilik usaha bersuku Jawa, ada sebagian kecil yang bersuku Banjar. Namun suku Jawa menjadi suku yang paling banyak dimiliki oleh pemilik usaha. Sebelum menjadi pengolah ubi kayu, pekerjaan yang mereka kerjakan beranekaragam, ada yang bekerja diladang, ada pula yang menjadi buruh harian. Tidak semua dari mereka meninggalkan pekerjaan yang lama dan fokus menjadi Universitas Sumatera Utara 39 pengolah ubi, ada sebagian dari mereka yang masih menjadi buruh harian, ada pula yang masih mengolah ladang yang mereka miliki. Meskipun mereka membayar orang lain untuk mengolah lahan mereka. Namun tetap saja mereka tidak hanya memiliki satu sumber matapencaharian. Para Pemilik usaha kebanyakan adalah satu keluarga yaitu suami dan istri. Namun tak jarang pula ada beberapa kasus dimana suami bekerja diluar dan istrilah yang memanajemen usaha mereka. Namun hal tersebut tidak menjadi persoalan yang merumitkan karena banyak orang yang bisa ikut bekerja dengan mereka. Selain itu suami yang telah bekerja diluar, setelah mereka pulang kerumah maka mereka pun ikut membantu pekerjaan yang belum terselesaikan.

2.2.2 Zona-Zona Hasil Olahan Ubi Kayu

Telah dikatakan sedikit bahwa pemilik usaha olahan ubi yang ada di Kecamatan Pegajahan ini tersebar di 3 Desa yaitu Desa Pegajahan, Desa Bingkat, dan Desa Sukasari. Ketiga Desa tersebut memiliki hasil olahan yang berbeda pula. Walaupun ada yang sama namun hal tersebut tidak menjadi dominasi, hanya sebagian kecil saja yang memiliki kesamaan hasil olahannya dengan Desa yang lain. a. Desa Pegajahan Di Desa Pegajahan pemilik usaha olahan tersebar lagi di beberapa Dusun, Desa Pegajahan memiliki lima Dusun. Pemilik usaha ubi ada di dua Dusun yaitu Dusun II atau Dusun Harapan I dan Dusun IV atau Dusun Karang Sari. Di Dusun II hasil olahan ubi yang diproduksi adalah mie rajang. Di sana ada 13 kepala keluarga yang memproduksi mie rajang , serta 2 kepala keluarga yang Universitas Sumatera Utara 40 memproduksi opak sayur dari 123 kepala keluarga. Bila dipersentasekan maka ada 12 penduduk yang mengolah ubi kayu di Desa Pegajahan Dusun II. Dari ketiga Desa yang ada pengolahan ubi kayu yaitu Desa Pegajahan, Desa Bingkat dan Desa Sukasari, hanya Desa Pegajahan Dusun II saja yang mengolah mie rajang. Karena banyaknya pemilik usaha yang memproduksi mie rajang maka Dusun II Desa Pegajahan ini dikenal juga sebagai Dusun mie rajang. Mereka menyebut nama lain dari Dusun II tersebut karena kekhasan yang dimiliki oleh Dusun II ini. Selanjutnya adalah Dusun IV Desa Pegajahan, di sana ada juga penduduk yang mengolah ubi kayu menjadi berbagai penganan setengah jadi. Dari Informasi yang diperoleh ada 369 jumlah kepala keluarga di Dusun IV Desa Pegajahan ada 28 kepala keluarga yang mengolah ubi kayu 10 . Bila di persentasekan maka ada 7 penduduk Desa Pegajahan Dusun IV yang memiliki pengolahan ubi kayu. Ke-28 kepala keluarga tersebut mengolah ubi kayu menjadi olahan yang berbeda jenis. Pemilik usaha yang ada di Dusun IV mengolah ubi kayu menjadi manggleng belungkuok, opak petak, dan ada satu industri rumah tangga yang memproduksi rengginang ubi. Dari ketiga jenis olahan ubi kayu yang ada di Pegajahan dusun IV tersebut, olahan ubi yang paling banyak adalah olahan manggleng atau belungkuok. b. Desa Bingkat Desa Bingkat memiliki 10 Dusun, Dusun yang mengolah ubi kayu adalah Dusun 10 B dan Dusun 9A. Ada beberapa industri rumah tangga yang 10 Berdasarkan wawancara dari Kepala Lorong Desa Pegajahan Lorong IV yaitu Bapak Kari yang berusia 58 tahun. Universitas Sumatera Utara 41 memproduksi olahan ubi kayu. Informasi yang diperoleh dari informan diketahui bahwa ada kurang lebih 50 kepala keluarga atau 9 yang mempunyai usaha olahan ubi dari 508 KK yang ada di dua Dusun tersebut. Hasil olahan ubi kayu yang dihasilkan oleh pemilik usaha di Desa Bingkat tepatnya Dusun 10B dan 9A adalah opak lidah dan opak sayur. Opak lidah merupakan opak yang berbentuk memanjang dengan ujung yang berbentuk seperti lidah. Opak lidah hanya diproduksi di Desa Bingkat dan berpusat di Pasar 10B. Tidak ada Desa lain yang memproduksi opak jenis opak lidah seperti yang dibuat oleh pemilik usaha yang ada di Bingkat. Tidak semua pemilik usaha di Desa bingkat memproduksi opak lidah, ada pula yang memproduksi opak sayur yang sama seperti yang di produksi di Desa Pegajahan Dusun II. Kesamaan jenis yang diproduksi oleh mereka salah satu sebabnya adalah mereka merupakan orang pindahan dari salah satu Desa tersebut. Selain itu ada pula mereka yang merupakan anak dari pemilik usaha opak sayur juga. Sehingga ilmu dan kemampuan yang mereka miliki sama, jadi ketika mereka memutuskan untuk membuka usaha, maka mereka menggunakan kemampuan yang telah mereka miliki di tempat mereka tinggal. c. Desa Sukasari Di Desa Sukasari pemilik usaha olahan ubi tersebar di beberapa Dusun, yaitu Dusun III dan Dusun IV. Desa Sukasari ini terdiri dari lima Dusun, dan masing-masing Dusun terbagi lagi kedalam beberapa lorong, ada A, B dan C. Olahan ubi kayu yang dihasilkan oleh pemilik usaha yang ada di Desa Sukasari cukup beragam, yaitu: opak piring, opak koin, rengginang ubi, alen-alen, mie Universitas Sumatera Utara 42 yeye, dan keripik ubi. Banyaknya hasil olahan ubi kayu di sana ada yang memiliki zona ada pula yang bercampur. Olahan yang memiliki zona adalah opak piring. Opak piring diproduksi di Dusun IV B, Orang yang memproduksi opak piring ini adalah para ibu-ibu, proses pengerjaan opak piring ini dimulai pada pukul 4 pagi dan selesai pada pukul 7 pagi, setelah itu tinggal proses penjemuran dan penyusunan. Karena prosesnya yang pagi sekali, biasanya mereka dibantu oleh suaminya untuk memproduksi opak piring ini. Selain itu hasil produksi yang lainnya bercampur dan tidak memiliki zonasi, mereka menyebar di beberapa Dusun termasuk di Dusun II. Opak ubi yang dibuat di Sukasari ada yang berbentuk bulat sebesar piring yang disebut opak piring, ada yang berbentuk bulat kecil disebut opak koin, ada yang diberi campuran sayur sehingga diberinama opak sayur. Kesemua jenis opak ini diproduksi di Sukasari. Mereka memberikan variasi kepada opak yang mereka buat dikarenakan permintaan pasar. Mie yeye merupakan makanan cemilan yang dibuat seperti jaring laba-laba. Mie yeye menjadi unik karena bentuknya yang seperti jaring laba-laba. Selain mie yeye adapula rengginang ubi, Rengginang ubi ini sendiri paling banyak diproduksi di Sukasari, tidak seperti rengginang yang diproduksi di Pegajahan yang hanya diproduksi oleh satu orang saja. Kalau secara umum rengginang itu terbuat dari pulut. Maka rengginang yang dibuat oleh Pemilik usaha di Sukasari ini terbuat dari ubi kayu yang dihancurkan kemudian dicetak dan dijemur. Universitas Sumatera Utara 43

2.2.3 Sejarah Mie Rajang di Dusun II Desa Pegajahan

Olahan ubi kayu yang ada di Pegajahan seperti yang telah dijelaskan di atas tidak hanya terdiri dari satu macam, dalam sub bab ini saya membahas beberapa sejarah olahan ubi kayu secara umum. Berdasarkan informasi yang saya peroleh ada pusat pengolahan ubi kayu di daerah lain pada tahun 1980-an. Tempat tersebut berada di Delitua, di sana pada tahun 1980-an banyak sekali olahan ubi yang dikelola. Seperti opak, alen-alen, dan mie yeye. Pemberian nama olahan ubi kayu beberapa berasal dari sana. Seperti pemberian nama opak yang berdasarkan cerita informan pemberian nama opak dikarenakan proses pembuatannya yang menggunakan punggung piring sebagai wadah untuk membentuk opak menjadi bulat atau seperti huruf “o”. Ketika mencetak, opak tersebut di pukul-pukul sehingg a menimbulkan bunyi “pak pak”. Karena itu olahan ubi yang berbentuk bulat tipis disebut dengan “opak”. Selain itu pemberian nama mie yeye juga berasal dari sana. Bentuk mie yeye yang seperti jaring laba-laba, dengan rangka- rangkanya yang seperti mie memanjang dan keriting maka olahan tersebut diberi nama mie, namun sebutan mie saja tidak dapat menjelaskan bagaimana fisik dari olahan tersebut. Karena pada waktu itu musim celana yeye. Maka tercetuslah nama mie yeye dari seorang penjual mie yeye tersebut ketika ditanya oleh temannya apa nama produk yang dijualnya berdasarkan informasi dari informan: Agustrisno MSP. Selanjutnya, karena penelitian saya lebih saya fokuskan ke olahan mie rajang, jadi saya menceritakan bagaimana sejarah mie rajang secara khusus di sub bab ini. Alasan mengapa saya memilih meneliti bagaimana kondisi pengolahan Universitas Sumatera Utara 44 mie rajang di Dusun II. Hal tersebut dikarenakan berdasarkan informasi yang saya peroleh pengolahan ubi yang pertama dilakukan adalah olahan mie rajang, saya memperoleh informasi itu dari seorang mantan pemilik usaha mie rajang dan beliau adalah orang yang pertama sekali membuat olahan mie rajang di Pegajahan. Orang yang mengerti bagaimana kisah mengenai sejarah mie rajang di Pegajahan adalah Pak Saharudin. Kisah mengenai olahan ubi yang satu ini berawal ketika tahun 1990-an ia bekerja nggalas di Desa Keramat Gajah. Ketika sedang bekerja di sana Ia bertemu seorang lelaki yang mempunyai usaha seperti itu. Ia bertanya bagaimana cara membuat mie seperti itu. Orang tersebut yang namanya tidak lagi diingat oleh Pak Saharudin menyarankan agar Pak Saharudin belajar untuk membuat mie tersebut. Ia memerintahkan untuk datang kembali dan belajar selama dua hari. Akhirnya Pak Saharudin datang dan belajar membuat mie rajang. Ketika itu alat-alat yang digunakan sangat sederhana, sehingga hasil produksinya sedikit karena terbatas oleh alat-alat yang tidak memungkinkan untuk memproduksi banyak dengan jumlah tenaga kerja hanya sekeluarga. Setelah mengerti bagaimana proses pembuatannya, Pak Saharudin mempraktekannya dirumah bersama dengan istrinya. Awalnya ia hanya mencoba saja dan akhirnya berhasil. Setelah berhasil ia benar-benar memproduksi mie untuk dijual. Proses awal ia menggunakan alat alat seperti yang diajarkan oleh gurunya. Ia menggunakan parutan kelapa yang menggunakan tangan kemudian mengukus menggunakan dandang yang tidak terlalu besar. Setelah itu mencetak Universitas Sumatera Utara 45 opak dengan menggunakan plastik 3 kiloan, dan memotong opak menggunakan pisau kemudian mencetak mie dengan menggunakan ampia kecil. Seiring berjalannya waktu ia mendapat ilmu baru dari orang lain yang dia tidak ingat siapa untuk mengganti parutan kelapa yang menggunakan tangan menjadi parutan kelapa yang menggunakan mesin sehingga kerjanya bisa lebih cepat. Kemudian ia mengubah tempat pengukusan dari dandang yang tidak terlalu besar kemudian menggunakan kuali yang besar. Kuali tersebut diatasnya dipasang plastik besar dan transparan, plastik tersebut digantung kemudian dipinggir- pinggir plastik itu di buat kain untuk menutupi ruang kosong antara kuali dan plastik. Kain dan plastik tersebut ditujukan agar uap tidak keluar sehingga proses pengukusan mampu menampung banyak opak dengan waktu yang relatif singkat. Dengan perubahan-perubahan yang terjadi tersebut membuat produksi semakin bertambah. Pak Saharudin mengaku produksi paling banyak yang pernah mereka kerjakan yaitu 500 kg ubi. Selain adanya kemajuan dibidang alat-alat Pak Saharudin juga belajar dari pengalamannya sendiri selama membuat mie rajang. Ia sering kualahan dengan cuaca yang tidak menentu, proses pembuatan mie yang memerlukan panas matahari untuk mengeringkan opak dan mie rajang membuat Ia selalu bergantung kepada panas matahari. Hal tersebut sering menyebabkan mereka harus merugi karena mie rajang yang mereka buat jamuran dan tidak bisa dijual karena tidak ada panas. Mereka pernah membuang mie rajang yang setengah kering karena sudah jamuran dengan bahan ubi sebanyak 400 kg. Universitas Sumatera Utara 46 Setelah ia perhatikan ternyata opak dan mie akan berjamur apabila sudah terkena matahari, namun apabila setelah dikukus tidak langsung dijemur maka itu tidak akan bermasalah. opak yang telah dikukus akan tahan berhari-hari asalkan tidak terkena matahari. Penemuan itu sangat membantunya untuk menyiasati cuaca yang tidak menentu. Seiring berjalannya waktu para tetangga mulai melihat kelancaran usaha Pak Saharudin dan istri. Beberapa dari mereka mulai belajar kepada Pak Saharudin tentang bagaimana membuat mie rajang. Pak Saharudin menyarankan supaya mereka membuat usaha yang sama seperti yang Ia buat. Akhirnya para tetangga membuat usaha mie rajang. Dengan banyaknya usaha mie rajang sempat ada kelompok usaha yaitu kelompok Mentari. Kelompok tersebut dibuat karena ada dana bantuan dari Bank Sumut. Bank Sumut memberi bantuan dana kepada kelompok Mentari tersebut. Mereka dibuat menjadi 4 kelompok yang jumlahnya berbeda-beda. Masing masing kelompok diberi pinjaman uang dan diberi waktu untuk melunasi uang tersebut. Apabila uang tersebut dikembalikan tepat waktu maka tahun berikutnya bantuan tersebut akan ditambah. Suatu ketika bantuan dari bank sumut 10 juta untuk tiap kelompok dan hanya 2 kelompok yang berhasil mengembalikan dana pinjaman tersebut. akhirnya bank sumut menghentikan program kelompok Mentari. Hingga kini tidak ada lagi kelompok yang terbentuk atas dasar usaha mie rajang. Pak Saharudin menghentikan usahanya selain karena lelah, juga diakibatkan oleh tidak adanya lagi modal usaha. Selama masih ada kelompok mentari ia masih Universitas Sumatera Utara 47 dibantu untuk modal usaha, setelah tidak ada lagi kelompok mentari maka tidak ada lagi yang memberi bantuan modal hingga akhirnya ia menutup usahanya. Perajin mie rajang sekarang telah memiliki alat-alat yang canggih sehingga produksi tidak serepot dulu. Selain itu untuk menyiasati modal usaha ada agen tengkulak yang mau memberi bahan dasar tanpa dibayar walaupun harganya dibawah dari perajin yang menggunakan agen ubi lepas. Namun hal tersebut membantu perajin yang tidak mempunyai modal usaha. Proses pemasaran sekarang juga sudah menggunakan agen, sementara Pak Saharudin dahulu masih memasarkan sendiri hasil produksinya. Ia membawa mie rajangnya ke Pajak Perbaungan untuk menjajahkan sendiri mie buatannya. Karena sudah banyak yang berminat untuk mengkonsumsi mie rajang akhirnya ada beberapa grosir yang mau menerima mie rajang. Pak Saharudin pun memasukkan hasil produksinya ke grosir-grosir di pajak Perbaungan. Kemudian setelah ada beberapa tetangga yang membuat mie rajang Ia sempat menjadi agen yang menjual mie rajang dari beberapa tetangga. Hal tersebut dilakoninya dengan modal kepercayaan dari perajin yang lain. Modal kepercayaan tersebutlah yang bisa di andalkan karena ia tidak punya modal uang untuk membayari mie yang ia ambil. Namun setelah mie tersebut laku Pak Saharudin langsung memberikan uang hasil penjualan kepada perajin yang lain. Ia tidak pernah mengambil uang mereka, sehingga mereka tetap percaya kepadanya. Kegiatan menjadi agen tidak lama dilakoninya karena pihak yang menampung mie tidak langsung memberikan uang, mereka menahan uang mie Universitas Sumatera Utara 48 sedangkan perajin perlu modal lagi untuk tetap melanjutkan usahanya. Akhirnya Pak Saharudin tidak lagi mau menjadi agen karena itu. Ia pun kembali membantu istrinya membuat mie ubi bersama dengan kedua anak laki-lakinya. Saat ini Pak Saharudin tidak lagi membuat mie rajang tetapi ilmu yang diberikan kepada para tetangganya membuat produksi mie rajang masih dilakukan hingga saat ini. Bahkan mereka yang membuat mie rajang menggantungkan perekonomian mereka terhadap usaha mie rajang tersebut.

2.2.4 Pentingnya Ubi Kayu Pada Masyarakat Pegajahan

Pertanian merupakan salah satu aktivitas perekonomian yang banyak dilakukan oleh masyarakat di Pegajahan. Pertanian yang terdapat di Pegajahan bukan hanya sawah dan sayur mayur, justru masyarakat banyak menanam ubi kayu di ladangnya. Beberapa tahun silam masih banyak areal persawahan yang terdapat di Pegajahan, namun saat ini banyak sawah yang telah diubah menjadi ladang ubi kayu. Masyarakat yang mengubah sawah mereka menjadi ladang ubi dikarenakan proses menanam padi hingga memanen yang cukup merepotkan dan juga memerlukan banyak modal. Menanam ubi memang memerlukan waktu yang lama untuk bisa dipanen, namun petani tidak merasa kerepotan untuk mengurus tanaman ubi kayu ini. Petani hanya menggemburkan tanah yang akan ditanam ubi, kemudian mencari bibit ubi yang akan ditanam, dan langsung menanam. Petani hanya perlu memberi pupuk sebanyak 2 atau 3 kali saja hingga ubi kayu dipanen. Bibit ubi kayu pun tidak sulit dicari, karena setiap hari ada saja petani lain yang memanen ubi kayu mereka. Masa tanam ubi kayu yaitu 8 sampai 10 bulan. Semakin lama waktu Universitas Sumatera Utara 49 panen maka ubi yang dihasilkan semakin berat karena sari pati ubi telah jadi sudah matang. Kemudahan tersebut tidak ada ketika mereka menanam padi, menanam padi bagi mereka seperti memiliki bayi. Padi harus selalu dikontrol perkembangannya, mereka harus memberi pupuk, selain itu juga padi yang sangat rentan dengan hama harus di semprot agar hama tidak datang ke tanaman mereka. Resiko saat menanam padi juga tinggi, mereka bergantung kepada cuaca dan hama. Kalau cuacanya tidak baik maka kemungkinan gagal panen akan tinggi, saat musim hujan bisa jadi sawah akan kebanjiran, begitu juga saat musim panas kemungkinan sawah kekeringan sering mengkhawatirkan mereka. Lain padi lain pula dengan ubi kayu, kekhawatiran gagal panen ubi kayu tidak pernah dirasakan oleh petani ubi kayu. Seperti lirik disebuah lagu berjudul kolam susu, “orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman”. Lagu tersebut seperti menceritakan ubi kayu, batang ubi kayu yang dilempar saja bisa tumbuh, apalagi ditanam dengan baik, maka sudah pasti akan tumbuh dengan baik pula. Ubi kayu bagi masyarakat di Desa Pegajahan bisa memberikan rejeki bagi banyak orang. Hal tersebut dikarenakan banyak orang yang terlibat dalam proses menanam dan pada masa panen. Ketika menanam dengan ladang yang luas, petani biasanya meminta bantuan buruh tanam untuk membantu petani menanam ubi kayu. Buruh tanam yang mereka panggil tentu akan mendapatkan upah, mereka juga akan terbantu secara materi dengan adanya hal tersebut. Universitas Sumatera Utara 50 Ketika proses pemanenan petani lebih membutuhkan banyak orang, karena ubi sulit dicabut, hingga memerlukan tenaga yang cukup kuat untuk bisa mengangkatnya dari tanah.Para petani akan mencari buruh pencabut di Desa Pegajahan, banyaknya orang yang mau menjadi buruh cabut tidak menyulitkan petani untuk mencari lagi, justru buruh akan bertanya kepadanya sebelum ubi dicabut, buruh akan datang dan bertanya kapan ubi akan dicabut supaya ia bisa ikut membantu proses pencabutan. Namun apabila petani mencabut ubi dengan buruh yang disediakan olehnya sendiri maka Ia perlu mencari agen ubi kembali untuk mengambil ubinya. Hal tersebut cukup ribet. saat ini agen ubi sudah menyediakan buruh yang bekerja untuk mencabuut ubi, sehingga apabila petani memanggil satu agen ubi, Ia juga mendapatkan burh yang akan mencabut ubinya. Untuk itu petani akan bekerja sama dengan agen ubi. Agen ubi lah yang akan menyediakan buruh cabut ubi untuk menyelesaikan tugasnya. Selain buruh cabut, para peternak kambing juga akan terbantu dengan adanya pemanenan ubi kayu ini, peternak kambing yang akan mengambil daun ubi untuk makanan ternak mereka harus mengikuti aturan main yang telah ditentukan oleh pemilik dan agen ubi. Peternak kambing harus mencabut ubi kayu dahulu sebelum mengambil daunnya, seberapa banyak ubi kayu yang mampu mereka cabut segitu pulalah daun ubi yang bisa mereka bawa. Setelah ubi kayu selesai di panen, pihak lain yang turut merasakan keuntungan dengan adanya ubi kayu adalah pemilik usaha pengolahan ubi kayu. Mereka menggunakan ubi kayu sebagai bahan pokok produksinya. Untuk itu mereka tentu bergantung dari keberadaan ubi kayu ini. Setelah ubi kayu dipanen Universitas Sumatera Utara 51 maka selanjutnya agen ubi yang telah mencabut ubi bersama para buruh akan mengantar ubi kayu yang telah mereka panen kepada pemesan ubi kayu. Pemesan ubi kayu adalah para pengolah ubi kayu. Pengolah ubi kayu ini masih berada di Desa Pegajahan, mereka memanfaatkan ubi untuk bisa menambah pendapatan mereka. Lebih lanjut kebermanfaatan ubi kayu bagi masyarakat Desa Pegajahan terdapat pada proses pengolahan ubi kayu ini sendiri. Dalam proses pengolahan ubi kayu ternyata memerlukan bantuan para pekerja untuk melancarkan proses pengolahannya. Pihak-pihak yang mendapatkan manfaat selanjutnya adalah para pengupas ubi, pencetak, bahkan penjemur opak dan mie rajang. Saya menyebut mereka dengan kata “para” dikarenakan jumlah pengupas ubi yang ada diPegajahan cukup banyak. Dalam tiap produksi saja pasti ada pengupas ubi minimal dua orang. Para pencetak juga pasti ada ditiap produksi, mereka termasuk yang sangat dibutuhkan dalam proses pengolahan. Selanjutnya adalah penjemur opak dan mie rajang, penjemur opak dann mie ubbi memang tidak melulu ada dalam setiap produksi, namun keberadaan mereka tetap ada. Dengan begitu para penjemur juga mendapatkan manfaat dari keberadaan ubi kayu ini. Banyaknya pihak-pihak yang diuntungkan dengan keberadaan ubi kayu di Pegajahan membuat komoditas ini menjadi hal yang diperlukan bagi masyarakat di Desa Pegajahan. Bisa saja hal yang sama juga terjadi di lain tempat, namun Desa Pegajahan memiliki paket komplit sebagai penghasil bahan mentah, bahan setengah jadi, bahkan ada yang menyediakan bahan jadi dari ubi kayu ini. Universitas Sumatera Utara 52 Gambar 2.2: Bagan jenis-jenis pekerjaan seputar ubi kayu 2.3 Suku Bangsa Jawa di Pegajahan 2.3.1 Identitas Ke-Jawa-an pada orang Jawa di Dusun II