Suku Bangsa Jawa di Pegajahan .1 Identitas Ke-Jawa-an pada orang Jawa di Dusun II

52 Gambar 2.2: Bagan jenis-jenis pekerjaan seputar ubi kayu 2.3 Suku Bangsa Jawa di Pegajahan 2.3.1 Identitas Ke-Jawa-an pada orang Jawa di Dusun II Setiap suku bangsa pasti memiliki ke-khas-an tersendiri, ke-khas-an tersebut yang selanjutnya menjadi identitas bagi suku bangsa. Identitas yang dimiliki oleh suku bangsa yang satu dengan yang lainnya memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut menjadikan setiap suku bangsa memiliki keunikan. Ciri khas dari suku bangsa bisa dilihat dari bahasa yang digunakan, logat untuk menyempaikan bahasa, pola pikir, bagaimana mereka bertingkah laku, hubungan kekerabatan yang mereka miliki, hingga bagaimana kepercayaan yang mereka anut. Dengan begitu maka suku Jawa juga memiliki keunikan selayaknya suku bangsa yang lain. Identitas mereka tergambar dan terlihat pada tingkah laku mereka sehari-hari. Dalam bagian ini saya menjelaskan bagaimana identitas ke- jawa-an pada orang Jawa di Dusun II Pegajahan, lebih khusus lagi orang Jawa yang bekerja sebagai pengolah mie rajang. PENGOLAH PENCABUT AGEN UBI BURUH TANAM UBI KAYU PENGUPAS PETANI PENCETAK AGEN MIE PENJEMUR Universitas Sumatera Utara 53 Dalam komposisi penduduk di Desa Pegajahan ada beberapa suku yang dimiliki oleh masyarakat, ada suku bangsa Jawa, Banjar, Batak, Karo, Mandailing, Nias, Aceh, Melayu, Bali, Sunda dan Cina. Dari beberpa suku bangsa yang ada, 3 suku bangsa paling banyak yaitu Jawa, Batak dan Banjar. Dengan Jumlah Suku Jawa yaitu 3306 jiwa, Batak 324 Jiwa, dan Banjar 164 Jiwa. Gambar 2.3 Dari beberapa suku yang ada di sana, suku yang mayoritas adalah suku Jawa, sementara suku yang lainnya hanya ada beberapa orang saja. Identitas ke- Jawa-an terlihat dari penggunaan adat dalam memperingati suatu hal yang dianggap penting, hal tersebut masih mereka gunakan meskipun hanya beberapa hal saja. Seperti dalam merayakan hari pernikahan, khitanan anak, maupun pemberian nama anak mereka masih menggunakan ingkung 11 dan jajan pasar 12 dalam acara kenduri 13 . 11 ingkung adalah ayam jantan yang di ungkep dalam keadaan utuh dari kepala sampai kaki yang dibuat untuk acara syukuran dalam adat Jawa. Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa Melayu Batak Karo Mandailing Jawa Nias Aceh Universitas Sumatera Utara 54 Dalam aktivitas pengolahan ubi kayu, mereka menggunakan bahasa Jawa yang dicampur dengan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa yang bercampur tersebut sudah menjadi kebiasaan bagi mereka. Bahasa Jawa yang mereka gunakan sehari-hari merupakan bahasa Jawa yang umum bukan bahasa Jawa yang halus 14 . Penggunaan bahasa Jawa mereka berlakukan kepada orang yang sudah mereka kenal dan akrab. Ketika mereka bertemu dengan orang yang belum mereka kenal maka mereka mempergunakan bahasa Indonesia. Meskipun bahasa Jawa yang mereka gunakan tidak sama seperti orang Jawa yang ada di Jawa, namun hal tersebut masih menunjukkan bahwa mereka merupakan orang Jawa. Dalam berbicara mereka juga masih menggunakan logat medok. Logat tersebut sudah menjadi ciri khas bagi orang Jawa. Bahkan orang yang tidak bersuku Jawa yang ingin menirukan bagaimana orang Jawa ke orang lain akan menggunakan logat medok. Selain logat medok identitas ke-Jawa-an terlihat dari panggilan sapaan yang diberikan kepada orang lain. Untuk memanggil orang yang lebih tua dipanggil dengan sebutan kakangYayuk. Untuk memanggil orang yang lebih tua dari orang tua kita disebut dengan Uwak, Pak UwoMak Uwo atau Pak De Buk de, dan Mbah. Untuk memanggil orang yang lebih muda dari orang tua kita yaitu dengan panggilan LelekPak lekBuk lek. 12 jajan pasar merupakan makanan yang melengkapi ingkung, jajan pasar harus dibuat ketika membuat ingkung karena jajan pasar dan ingkung merupakan pasangan. Jajan pasar berisi beberapa macam hasil pertanian yang dijual dipasar. 13 Kenduri merupakan kegiatan doa bersama umat muslim. Kenduri hampir sama dengan wirid, namun kenduri diadakan dalam rangka memperingati hal penting bagi mereka yang mengadakan. 14 Bahasa Jawa halus merupakan sebutan masyarakat untuk bahasa Jawa yang digunakan oleh keraton bahasa jawa asli Universitas Sumatera Utara 55

2.3.2 Konsep Kerabat

Konsep kerabat bagi orang Jawa berbeda dengan konsep kerabat dengan suku bangsa lain. Kekerabatan orang Jawa termasuk kedalam konsep bilateral, dimana kerabat merupakan penggabungan dari kedua orang tua, saudara ayah dan saudara ibu merupakan kerabat dari anak. Bahkan semua saudara nenek juga merupakan saudara anak. Bila di buat konsepnya, ada dua konsep darimana kekerabatan orang Jawa muncul. Pertama kekerabatan muncul dari hubungan darah, kerabat dari hubungan darah seperti ayah, ibu, kakak, dan adik, saudara sekandung ayah dan ibu, anak dari saudara sekandung ayah dan ibu, saudara sekandung kakek dan nenek. Kerabat dari hubungan darah merupakan kerabat yang paling dekat tidak diperbolehkan menikah dengan kerabat yang sedarah. Hal tersebut merupakan kepantangan dari orang Jawa. Kedua merupakan kekerabatan yang muncul dari hubungan pernikahan. Kerabat yang berasal dari hubungan pernikahan misalnya adik ipar dan kakak ipar. Saudara sekandung dari ipar masih termasuk ke dalam kerabat. Namun kerabat dari hubungan pernikahan tidak terlalu dekat, tidak ada tutur tertentu untuk berhubungan dengan mereka. Hubungan kerabat akan menentukan panggilan sapaan yang akan diberikan, namun secara umum sudah saya jelaskan dalam penjelasan sebelumnya. Dalam kekerabatan Jawa panggilan sapaan tidak ditentukan oleh umur, melainkan dari tutur kerabat. Misalnya anak dari kakak ayah dalam tutur Jawa di panggil dengan sebutan kakakabang, meskipun Ia jauh lebih muda dari kita. Universitas Sumatera Utara 56

2.3.3. Konsep SeDesa

Bagaimana orang Jawa memperlakukan tetangga sebagai orang yang sedesa sekiranya merupakan sesuatu yang menarik. Hal tersebut dikarenakan orang Jawa memperlakukan tetangga mereka seperti keluarga atau kerabat. Bagi orang Jawa di Dusun II Desa Pegajahan tetangga merupakan orang yang penting bagi mereka, karena ketika mereka sedang kesulitan maka tetangga lah yang pertama sekali tau. Untuk itu mereka memperlakukan tetangga sebagaimana mereka memperlakukan keluarga mereka. Dalam konteks proses produksi mie rajang tetangga juga menjadi pihak yang diperhitungkan. Para pekerja yang digunakan oleh pemilik usaha merupakan para tetangga mereka yang masih satu Desa dengan mereka. Keseluruhan yang bekerja di semua rumah produksi milik pemilik usaha adalah orang yang tinggal di Desa Pegajahan tepatnya di Dusun II atau Dusun Harapan I. Penetapan para pekerja yang merupakan orang seDesa tersebut tidaklah disengaja oleh mereka. Pemilik usaha tidak memiliki kriteria tertentu untuk bisa bekerja dengan mereka, para pekerja yang bisa bekerja ditempat mereka hanya harus bisa bekerja sesuai dengan tugas yang harus mereka kerjakan. Seperti hanya pengupas ubi yang harus bisa untuk mengupas ubi sampai bersih, sepertinya untuk mengupas ubi tidak memerlukan keahlian khusus, hampir semua orang yang sehat dan memiliki tangan bisa untuk mengupas ubi. Pekerja yang memerlukan sedikit keahlian adalah mencetak, pencetak atau sebutan lainnya adalah peletrek harus bisa membuat cetakan opak dengan ketebalan tertentu, mereka juga harus bekerja cepat untuk bisa mengejar waktu. Universitas Sumatera Utara 57 Untuk itu pencetak tidak semua orang bisa mencetak, namun untuk belajar mencetak juga tidak terlalu sulit. Seperti pepatah yang mengatakan “ala bisa karena biasa, lancar ngaji karena diulang”. Belajarnya tidak sulit, pencetak sangat memerlukan kesabaran yang tinggi karena pekerjaannya sangat banyak dan melelahkan. Penentuan siapa yang bisa menjadi pekerja tidak pernah menjadi masalah bagi pemilik usaha. Para pekerja yang berasal dari satu Desa terjadi secara tidak sengaja, hal tersebut terjadi begitu saja. Sepertinya hal tersebut berawal dari banyaknya warga Pegajahan Dusun II yang memiliki usaha produksi mie rajang, masyarakat setempat mau tidak mau terbiasa melihat dan membantu pekerjaan, dengan hal tersebut mereka mahir untuk bisa melakukan pekerjaan seputar produksi mie rajang. Selain itu pemilik usaha mengaku tidak pernah kekurangan dengan pekerja yang ada disekitar mereka, mereka dapat menyelesaikan proses produksi dengan pekerja yang tersedia di Desa. Mereka beranggapan bahwa apabila mereka bisa mempekerjakan orang yang ada di dekat mereka akan lebih baik daripada mempekerjakan orang yang jauh dari mereka. Kemudahan yang diperoleh dengan pekerja yang berasal dari satu Desa yaitu tidak perlu susah mendatangi pekerja, kalau dekat bisa langsung berjalan kaki saja. Selain itu mereka mengatakan kalau pekerja yang satu Desa mereka akan cepat datang dan kalau mereka ingin pulang untuk mengurus sesuatu tidak menjadi masalah karena tidak jauh. Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh Buk Lasmiem seperti berikut ini: Universitas Sumatera Utara 58 “Untuk apa mengambil pekerja dari luar Desa, kalau orang yang kerja dari sini sudah mencukupi, lagian mereka juga tidak tau bagaimana cara kerjanya, malah merepotkan nantinya” Konsep pemilihan pekerja yang seDesa yang diungkapkan oleh Buk Lasmiem sepertinya juga berlaku bagi Buk Santi yang mengatakan bahwa akan merepotkan kalau mencari pekerja yang di luar Desa apabila ada pekerja yang ada di Desa. Buk Santi mengatakan bahwa orang yang bekerja dengannya sudah bekerja dengan baik dan juga telah bekerja sama dengannya dalam waktu yang lama. Sampai saat ini Buk Santi tidak ingin mengganti pekerja yang telah bekerja dengannya sampai pekerja tersebut yang mengundurkan diri. Universitas Sumatera Utara 1

BAB I PENDAHULUAN