TINDAKAN PENGANCAMAN MUKA DAN STRATEGI KESOPANAN DALAM RUBRIK ”PEMBACA MENULIS” DIHARIAN JAWA POS (SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK)

(1)

commit to user

TINDAKAN PENGANCAMAN MUKA

DAN STRATEGI KESOPANAN DALAM RUBRIK

”PEMBACA MENULIS” DI

HARIAN

JAWA POS

(SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan

guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh DAMIS AMAROH

C0206014

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010


(2)

commit to user

ii

TINDAKAN PENGANCAMAN MUKA

DAN STRATEGI KESOPANAN DALAM RUBRIK

”PEMBACA MENULIS” DI HARIAN

JAWA POS

(SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK)

Disusun oleh Damis Amaroh

C0206014

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing

Drs. Hanifullah Syukri, M.Hum. NIP 196806171999031002

Mengetahui

Ketua Jurusan Sastra Indonesia

Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag. NIP 196206101989031001


(3)

commit to user

iii

TINDAKAN PENGANCAMAN MUKA

DAN STRATEGI KESOPANAN DALAM RUBRIK

”PEMBACA MENULIS” DI HARIAN

JAWA POS

(SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK)

Disusun oleh DAMIS AMAROH

C0206014

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada tanggal ...

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Penguji Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag (………) NIP 196206101989031001

Sekretaris Penguji Dra. Chattri S. Widyastuti, M.Hum. (………) NIP 196412311994032005

Penguji I Drs. Hanifullah Syukri, M.Hum. (………) NIP 196806171999031002

Penguji II Dr. Dwi Purnanto, M.Hum. (………) NIP 196111111986011002

Dekan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Drs. Sudarno, M.A. NIP 195303141985061001


(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : DAMIS AMAROH NIM : C0206014

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Tindakan

Pengancaman Muka dan Strategi Kesopanan dalam Rubrik ”Pembaca Menulis”

di Harian Jawa Pos (Sebuah Kajian Pragmatik) adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, November 2010 Yang membuat pernyataan

DAMIS AMAROH C0206014


(5)

commit to user

v

MOTTO

“Wahai orang

-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan

(kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sesungguhnya Allah

beserta dengan orang-

orang yang sabar”.


(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

Allah SWT, tempatku memohon dan memanjatkan doa.

Bapak, Ibu (Danuri Sugiarto - Sri Suratmi) terima kasih atas kasih sayangnya yang tak akan pernah usai dan ketulusan cintanya yang tak akan mampu terbalaskan.

Kedua kakakku tercinta Hengky Sudarmawan, S.S. dan Rano Wandana, S.Hum., akhirnya adikmu tersayang ini telah berhasil menyusun skripsi guna mengikuti jejakmu.


(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Al–hamduli ‘l-lahi rabbi ‘l-alamin, segala puji hanya bagi Allah Rabb seru

sekalian alam atas segala limpahan rahmat, hidayah, dan taufik-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Tindakan Pengancaman Muka

dan Strategi Kesopanan dalam Rubrik ”Pembaca Menulis” di Harian Jawa Pos

(Sebuah Kajian Pragmatik) dengan baik. Selawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan orang-orang yang tetap istikamah di atas petunjuk-Nya. Amin

Penulisan skripsi sebagai syarat memperoleh gelar sarjana tidak akan berjalan dengan baik tanpa bantuan, dukungan, dan dorongan yang telah diberikan baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Drs. Sudarno, M.A., Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag., Ketua Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan izin serta kemudahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

3. Dra. Chattri S. Widyastuti, M.Hum., Sekretaris Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, yang selalu penuh perhatian dan memberi kemudahan dalam penulisan skripsi ini.


(8)

commit to user

viii

4. Drs. Hanifullah Syukri, M.Hum., Dosen Pembimbing skripsi yang senantiasa sabar dan teliti dalam memberikan bimbingan serta pengarahan kepada penulis. Terima kasih atas limpahan waktu yang selalu diluangkan untuk penulis.

5. Rianna Wati, S.S., Pembimbing Akademik yang selalu memberikan motivasi kepada penulis.

6. Seluruh dosen pengajar yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan berlangsung.

7. Bapak dan Ibu yang selalu memberikan kasih sayang, perhatian, dan semangat yang tiada pernah usai.

8. Teman-teman Seperjuangan Sastra Indonesia UNS angkatan 2006: Nikmah, Icha, Tiara, Nurul, Farida, Rike, Ririn, Coyik, Dwi, Mila, Norma, Amel, Rina, Rohma, Lia, Dian, Nita, Yuyun, Muhammad Afin, Om Zan, Toetoe, Mami Yuli, Ina, Mumung, Arum, Widya, Wendy, Hafidz, Tony, Pakdhe, Pak Dim, Aji, Demas, Tantra, Ema, Budi, Harry, Jekek dan Nugroho. Terima kasih atas segala doa, semangat, bantuan dan kenangan yang telah diberikan kepada penulis.

9. Teman-teman Sastra Indonesia angkatan atas dan bawah. Terima kasih atas segala doa, semangat, bantuan, dan kenangan yang telah diberikan kepada penulis.

10.Teman-teman terbaik penulis, khususnya DERPIA (Erni, Rini, Puput, Ima, Ayu), Dedy, si L, Sandy, Petrik, Londo, Intip, Rumanto, Ika, Diah, Portin, Solikah, Kembar, Farid, Rahman, Puji, Angga, mz I, dan Tomi. Terima kasih untuk doa dan dukungan kalian.


(9)

commit to user

ix

11.Kakak iparku Dwi Lestari, S.HI., yang telah memberikan semangat, nasihat, bimbingan, bantuan, dan doa kepada penulis. Keponakanku dedek Ro‟uf yang lucu, imut dan gemesin. Terima kasih membuat penulis menjadi senang dan tertawa setiap melihat tingkah lakumu yang lucu. 12.Niko Wahyu Indrianto, A.Md., terima kasih atas doa, bimbingan, nasihat,

dan semangat yang tak henti-hentinya dialirkan kepada penulis.

Di samping itu, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, yang tidak mungkin penulis sebutkan satu per satu. Semoga Allah SWT membalas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Sastra Indonesia pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Surakarta, November 2010


(10)

commit to user

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………...i

HALAMAN PERSETUJUAN ……….ii

HALAMAN PENGESAHAN ……..………iii

HALAMAN PERNYATAAN ………iv

HALAMAN MOTTO …….……….v

HALAMAN PERSEMBAHAN …..………vi

KATA PENGANTAR …….………....vii

DAFTAR ISI ……….x

DAFTAR TABEL ………...xiv

DAFTAR SINGKATAN ……… ...xv

DAFTAR AKRONIM ..………..………...xvi

ABSTRAK ………..………...xvii

BAB I PENDAHULUAN .. ……….1

A. Latar Belakang Masalah …...……….1

B. Pembatasan Masalah ………..………6

C. Perumusan Masalah ……….………..6

D. Tujuan Penelitian ………...7

E. Manfaat Penelitian ………..………...7

F. Sistematika Penulisan ………8

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ………...10

A. Tinjauan Penelitian Terdahulu …………..………10

B. Landasan Teori ……….13


(11)

commit to user

xi

2. Definisi Konteks ………...14

3. Teori Tindakan Pengancaman Muka (FTA) dan Strategi Kesopanan Brown dan Levinson ………15

a. Konsep tentang muka dan tindakan pengancaman muka …………15 b. Strategi kesopanan berbahasa ………18

1. Melakukan tindak tutur secara apa adanya (on record)...……19

2. Kesopanan positif ………23

3. Kesopanan negatif ………...26

4. Melakukan tindak tutur secara tidak langsung (off record) .……28

4 Definisi Kata “Adu” ……….32

5 Pengertian Rubrik “Pembaca Menulis” di Harian Jawa Pos ………...33

6 Struktur Wacana pada Surat Aduan dan Tanggapannya ……….33

C. Kerangka Pikir ………..35

BAB III METODE PENELITIAN ………...38

A. Jenis Penelitian ……….38

B. Sampel ………...39

C. Data dan Sumber Data ………... .39

D. Teknik Pengumpulan Data ….………...40

E. Teknik Klasifikasi Data ………...41

F. Teknik Analisis Data ………...42

G. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ………...44

BAB IV ANALISIS DATA ……….….……… .45

A. AnalisisPengancaman Muka dan Strategi Kesopanan Pengadu dalam Surat Aduan beserta Tujuannya ...47


(12)

commit to user

xii

a. Tindakan yang mengancam muka negatif lawan tutur dan strategi

kesopanan dalam surat aduan...48

1. Tindakan ‟memerintah‟ dan strategi kesopanan negatif ...48

2. Tindakan ‟meminta‟ dan strategi kesopanan negatif ...56

3. Tindakan ‟memberi saran‟ dan strategi kesopanan negatif ...61

4. Tindakan ‟memberi nasihat‟ dan strategi kesopanan negatif...64

5. Tindakan ‟bertanya‟ dan strategi kesopanan negatif, on record ...66

6. Tindakan ‟menuntut‟ dan strategi on record ...73

7. Tindakan ‟menagih janji‟ dan strategi kesopanan negatif ...80

8. Tindakan ‟marah‟ dan strategi kesopanan negatif, on record ...82

b. Tindakan mengancam muka positif lawan tutur dan strategi kesopanan dalam surat aduan ...89

1. Tindakan ‟menuduh‟ dan strategi kesopanan positif, on record, off record ...89

2. Tindakan ‟mengeluh‟ dan strategi kesopanan positif, on record...94

3. Tindakan ‟mengkritik‟ dan strategi on record ...104

4. Tindakan ‟menghina‟ dan strategi off record ...106

B. Analisis Pengancaman Muka dan Strategi Kesopanan Teradu dalam Surat Tanggapan beserta dengan Tujuannya ...108

a. Tindakan yang mengancam muka negatif penutur yaitu teradu dalam surat tanggapan ...110

1. Tindakan ‟ucapan terima kasih‟ dan strategi on record ...110

2. Tindakan ‟pembelaan‟ dan strategi off record, on record ...117


(13)

commit to user

xiii

3. Tindakan ‟melakukan janji‟ dan strategi on record, off record ...124

b. Tindakan yang mengancam muka positif penutur yaitu teradu dalam surat tanggapan ... ..128

1. Tindakan ‟meminta maaf‟ dan strategi on record ...128

2. Tindakan ‟mengakui kesalahan‟ dan strategi on record, off record ...134

BAB V PENUTUP ………...…150

A. Simpulan ………….………...150

B. Saran ………...155

DAFTAR PUSTAKA ……..………..156


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Tindakan yang Mengancam Muka Negatif Lawan Tutur dan Strategi yang Digunakan Pengadu dalam Surat Aduan

Tabel 2 Tindakan yang Mengancam Muka Positif Lawan Tutur dan Strategi yang Digunakan Pengadu dalam Surat Aduan

Tabel 3 Tindakan yang Mengancam Muka Negatif Penutur dan Strategi yang Digunakan Teradu dalam Surat Tanggapan

Tabel 4 Tindakan yang Mengancam Muka Negatif Penutur dan Strategi yang Digunakan Teradu dalam Surat Tanggapan


(15)

commit to user

xv

DAFTAR SINGKATAN

AC : Air Conditioner ACA : Asuransi Central Asia ATM : Anjungan Tunai Mandiri BAF : Bussan Auto Finance BCA : Bank Central Asia CCTV : Closed Circuit Television

CS : Customer Service

FTA : Face Threatening Act

H : Hearer

HET : Harga Eceran Tertinggi

ICB : International Commersial Bank

LCD : Liquid Crystal Display PBB : Pajak Bumi Bangunan PCP : Peduli Cepat Terpercaya PT KA : Perseroan Terbatas Kereta Api RPM : Rubrik Pembaca Menulis RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

S : Speakers

SMS : Short Message Service

SPBU : Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum STNK : Surat Tanda Nomor Kendaraan

SWDKLU : Sumbang Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Umum UOB : United Overseas Bank


(16)

commit to user

xvi

DAFTAR AKRONIM

Samsat : Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap Jatim : Jawa Timur


(17)

commit to user

xvii

ABSTRAK

Damis Amaroh, C0206014, 2010, Tindakan Pengancaman Muka dan Strategi

Kesopanan dalam Rubrik ”Pembaca Menulis” di Harian Jawa Pos (Sebuah

Kajian Pragmatik), Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu (1) Bagaimana tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan yang dilakukan oleh pengadu dalam rubrik “Pembaca Menulis” di harian Jawa Pos dan apa tujuannya? (2) Bagaimana tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan yang dilakukan oleh teradu dalam rubrik “Pembaca Menulis” di harian Jawa Pos dan apa tujuannya?

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan yang dilakukan oleh pengadu dalam rubrik “Pembaca Menulis” di harian Jawa Pos beserta tujuannya. (2) Mendeskripsikan tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan yang dilakukan oleh teradu dalam rubrik ”Pembaca Menulis” di harian Jawa Pos beserta tujuannya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif deskriptif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan pragmatik. Sampel dalam penelitian ini berupa tuturan-tuturan beserta konteksnya yang mengandung tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan yang terdapat dalam rubrik ”Pembaca Menulis” di harian Jawa Pos yang terbit mulai 2 Januari sampai 31 Maret 2010. Sampel penelitian ini adalah sampel bertujuan. Sumber data penelitian ini adalah rubrik ”Pembaca Menulis” di harian Jawa Pos yang terbit mulai 2 Januari sampai 31 Maret 2010. Data dalam penelitian ini adalah tuturan beserta konteksnya yang mengandung tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan yang terdapat dalam sumber data yang diperoleh dengan menggunakan teknik pustaka.

Dari analisis ini dapat disimpulkan beberapa hal: (1) dalam surat aduan rubrik ”Pembaca Menulis” diperoleh 8 jenis tindakan yang mengancam muka negatif lawan tutur (memerintah, meminta, memberi saran, memberi nasihat, bertanya, menuntut, menagih janji, dan marah) dan 4 jenis tindakan yang mengancam muka positif lawan tutur (menuduh, mengeluh, mengkritik, dan menghina). Pengadu menggunakan strategi on record, off record, kesopanan negatif, dan kesopanan positif. Tujuan pengadu melakukan tindakan ini bertujuan untuk segera mendapat tanggapan dan penyelesaian dari pihak teradu. (2) dalam surat tanggapan rubrik “Pembaca Menulis” diperoleh 3 jenis tindakan yang mengancam muka negatif penutur (ucapan terima kasih, melakukan pembelaan, dan melakukan janji) dan diperoleh 2 jenis tindakan yang mengancam muka positif penutur (tindakan meminta maaf dan mengakui kesalahan). Teradu menggunakan strategi on record, off record, kesopanan negatif, dan kesopanan positif. Tujuan dari tindakan teradu dalam menanggapi surat aduan adalah untuk memperoleh kesan sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap suatu persoalaan yang dihadapi antara pengadu dan teradu sehingga dapat mempertahankan citra lembaga sekaligus mempertahankan pelanggan.


(18)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Bahasa di dalam penggunaannya berfungsi sebagai sarana pikir, ekspresi, dan sarana komunikasi. Sebagai sarana pikir, bahasa menuntun masyarakat penuturnya untuk bertindak tertib dan santun. Sebagai sarana ekspresi, bahasa membawa penggunanya kepada suasana kreatif karena bahasa sebagai sarana pengungkap pemikiran tentang ilmu, teknologi, dan seni membentuk kecerdasan. Sebagai sarana komunikasi, bahasa menciptakan suasana keakraban dan kebersamaan yang pada akhirnya dapat memupuk rasa kekeluargaan dan kesetiakawanan dalam masyarakat (Dendy Sugono, 2007:36).

Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji bagaimana bahasa dipergunakan untuk berkomunikasi pada konteks tertentu (Nadar, F.X., 2009:255). Bahasa sebagai media untuk komunikasi dan mengungkap pikiran sekaligus penyampai pesan mengenai pengaduan, ekspresi emosi, dan permintaan informasi baik yang dilakukan secara tertulis maupun lisan di media-media komunikasi, misalnya media cetak dan media elektronik.

Seorang penutur mengutarakan suatu pesan kepada lawan tutur. Lawan tutur dapat memahami pesan tersebut. Selanjutnya, memberikan tanggapan atau respon yang relevan sehingga dapat diterima dengan baik pada waktu penyampaian pesan, maka penutur mengunakan strategi. Kata “strategi” dalam strategi kesopanan berbahasa tidak selalu mengandung arti usaha sadar untuk


(19)

commit to user

berperilaku sopan, melainkan juga merujuk pada ungkapan-ungkapan berbahasa yang bersifat runtut serta mengacu pada upaya berbicara secara sopan.

Melalui bahasa, setiap penutur berinteraksi dengan lawan tutur yang lain yang senantiasa menjaga dan bekerjasama untuk menghormati muka masing-masing. Penutur menyadari bahwa muka tersebut dimiliki oleh lawan tuturnya. Dikatakan oleh Brown dan Levinson (1987:65-68) bahwa konsep tentang muka ini bersifat universal, dan secara alamiah terdapat berbagai tuturan yang cenderung merupakan tindakan yang tidak menyenangkan yang disebut Face

Threatening Acts (tindakan yang mengancam muka) dan disingkat menjadi FTA.

Sehubungan dengan itu, penutur seharusnya menggunakan strategi kesopanan tertentu untuk mengurangi risiko atau akibat kurang menyenangkan dari tuturannya. Muka ‘face’ menurut Brown dan Levinson (1987) dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu muka negatif dan muka positif.

Dalam bukunya Brown dan Levinson yang berjudul Politiness Some in Universals in Language Usage menjelaskan bahwa sejumlah tindakan memang dapat mengancam baik muka negatif maupun positif lawan tutur.

Note that there is an overlap in this classification of FTA, because some FTA intrinsically threaten both negative and positive face (e.g. complaints, interruptions, threats, strong expressions of emotion, requests for personal information) (Brown and Levinson, 1987:67).

Harap diperhatikan bahwa ada kerancuan dalam klasifikasi FTA karena sejumlah FTA secara intrinsik mengancam muka baik muka negatif maupun muka positif (misalnya pengaduan, interupsi, ancaman, ungkapan emosional yang kuat, permintaan informasi yang bersifat pribadi).


(20)

commit to user

“Pembaca Menulis”, merupakan salah satu rubrik di harian Jawa Pos yang berisi surat pengaduan dari pembaca kepada dewan redaksi. Dewan redaksi dalam rubrik itu sebenarnya hanya sebagai mediator karena surat sebenarnya ditujukan kepada individu atau lembaga tertentu. Rubrik sendiri dapat diartikan sebagai bagian dari surat kabar atau pun majalah, misalnya seni, sastra: rubrik pikiran pembaca, bagian atau ruangan dalam surat kabar yang memuat pendapat dari pembaca tentang apa saja (Badudu dan Zain, 1994:1118).

Pada umumnya surat yang dikirimkan kepada ”Pembaca Menulis” berisi pengaduan yang berkenaan dengan rasa kecewa, tidak puas, dirugikan, dan pengalaman yang tidak menyenangkan terhadap suatu lembaga, perusahaan, maupun individu. ”Pembaca Menulis” ini mencerminkan emosi negatif pengadu karena memiliki masalah dengan teradu yang belum terselesaikan. Melalui surat aduan, pengadu berharap masalah yang dihadapi diketahui oleh masyarakat sehingga teradu memiliki inisiatif untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Berdasarkan pengamatan pada aduan, diperoleh emosi negatif yang diungkapkan dalam tindak tutur memerintah, memberi nasihat, mengeluh, mengkritik, menuduh, menghina, marah, meminta penyelesaian, bertanya, menuntut, menagih janji, dan memberi saran. Secara umum struktur wacana surat aduan terdiri atas dua bagian, yaitu bagian yang berisi tindakan aduan dan bagian yang berisi penceritaan masalah atau peristiwa dan upaya penyelesaian yang telah dilakukan oleh pengadu yang melatari munculnya tindak aduan tersebut.

Pemberian tanggapan atas surat aduan memiliki kepentingan untuk mempertahankan nama baik. Aduan yang tidak ditanggapi akan membangun suatu interpretasi bahwa aduan itu benar. Hal tersebut akan merugikan teradu, terlebih


(21)

commit to user

apabila teradu adalah lembaga yang menempatkan masyarakat umum sebagai konsumen, seperti bank, lembaga, sekolah, perusahaan, dan layanan masyarakat lain. Pemberian tanggapan yang tepat akan membangun kesan yang baik bagi konsumen.

Seorang pengadu dalam mengutarakan masalahnya dalam bentuk surat terbuka mengharapkan masalahnya segera ditanggapi dan mendapatkan suatu penyelesaian yang diinginkan. Tindakan tersebut berpotensi menganggu kebebasan penulis sendiri atau orang lain, dan dikatakan sebagai tindakan yang mengancam muka. Berdasarkan pengamatan awal, sebagian surat aduan tersebut mendapat tanggapan dari individu atau lembaga yang diadukan, dan sebagian tidak mendapat tanggapan.

Pengungkapan aduan dan tanggapan berpotensi mengancam muka pengadu dan teradu. Tindakan pengadu mengadukan masalahnya dalam bentuk surat terbuka secara dominan mengancam muka positif teradu, karena tindakan pengadu tersebut menyebabkan keinginan teradu agar dihargai atau disenangi orang lain terganggu. Sebaliknya, menanggapi aduan merupakan upaya untuk membela diri agar kepercayaan konsumen tetap terjaga. Tindakan tersebut berpotensi mengancam muka positif dan negatif teradu.

Sebuah lembaga atau individu yang diadukan secara terbuka dalam “Pembaca Menulis” mukanya terancam, baik muka positif maupun negatif. Secara umum, muka yang terancam adalah muka positif karena melalui surat tersebut masyarakat umum menjadi tahu bahwa individu atau lembaga tersebut bermasalah. Dalam konteks tersebut, mereka mempunyai dua pilihan, yaitu tidak menanggapi atau menanggapi aduan tersebut.


(22)

commit to user

Jika cara pertama yang dilakukan, mereka tidak melakukan ancaman muka, tetapi membiarkan masyarakat menyetujui aduan tersebut. Khusus untuk lembaga layanan masyarakat, kondisi seperti itu akan merugikan karena kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut dapat berkurang. Sebaliknya, jika cara kedua yang dilakukan, mereka dapat melakukan klarifikasi untuk membela diri, tetapi ada kemungkinan tanggapan akan mengancam muka teradu sendiri. Risiko yang diterima dari cara kedua ini dapat dikurangi apabila pengungkapan surat tanggapan dilakukan dengan menggunakan strategi kesopanan tertentu. Oleh karena itu, sebagian surat aduan yang ditujukan kepada suatu lembaga memperoleh tanggapan.

Penelitian ini menganalisis tindakan komunikasi yang dilakukan oleh pengadu dan teradu yang mengandung unsur pengancaman muka dan strategi kesopanan dalam rubrik “Pembaca Menulis” di harian JawaPos. Penulis tertarik meneliti ini dikarenakan: (1) rubrik “Pembaca Menulis” ini berisi permasalahan mengenai pengaduan yang diterbitkan setiap hari Senin sampai Sabtu pada halaman 6 dengan melampirkan alamat lengkap disertai fotokopi identitas diri dan nomor telepon; (2) penulis menganggap bahwa seseorang menulis surat pembaca yang berkenaan dengan pengaduan ini dikarenakan kesulitan mengungkapkan masalah secara langsung kepada suatu lembaga atau individu, yang sudah berusaha berkali-kali mengungkapkan masalahnya, tetapi tidak mendapat tanggapan sehingga pengaduan ini diungkapkan dalam rubrik ”Pembaca Menulis” di harian Jawa Pos; (3) melakukan pengaduan dan menanggapi pengaduan merupakan persoalan yang menarik untuk dikaji karena berpotensi mengancam muka antara pengadu dan teradu. Tindakan komunikasi tersebut, baik pengadu


(23)

commit to user

maupun teradu dapat menggunakan strategi kesopanan tertentu untuk mencapai tujuan masing-masing.

Oleh sebab itu, penulis mengambil topik Tindakan Pengancaman Muka

dan Strategi Kesopanan dalam Rubrik ”Pembaca Menulis” di Harian Jawa Pos

dengan Kajian Pragmatik.

B.

Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dimaksudkan agar penelitian lebih terarah dan mempermudah penulis dalam menentukan data yang diperlukan. Ruang lingkup penelitian ini penulis fokuskan pada tuturan yang mengandung tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan antara pengadu dan teradu yang terdapat dalam rubrik ”Pembaca Menulis” di harian Jawa Pos yang terbit mulai tanggal 2 Januari sampai 31 Maret 2010.

C.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka penelitian ini mengajukan dua permasalahan yaitu:

a. Bagaimana tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan yang dilakukan oleh pengadu dalam rubrik ”Pembaca Menulis” di harian Jawa Pos dan apa tujuannya ?

b. Bagaimana tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan yang dilakukan oleh teradu dalam rubrik ”Pembaca Menulis” di harian Jawa Pos dan apa tujuannya ?


(24)

commit to user

D.

Tujuan Penelitian

Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas, sehingga hasil penelitiannya dapat diketahui. Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan yang dilakukan oleh pengadu dalam rubrik ”Pembaca Menulis” di harian Jawa Pos beserta tujuannya.

2. Mendeskripsikan tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan yang dilakukan oleh teradu dalam rubrik ”Pembaca Menulis” di harian Jawa Pos beserta tujuannya.

E.

Manfaat Penelitian

Sebuah penelitian yang dilakukan haruslah memberikan manfaat baik secara teoretis maupun praktis. Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain:

1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis merupakan manfaat yang berkenaan dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan dalam hal ini ilmu linguistik atau kebahasaan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai tuturan yang mengandung tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan secara umum, dan khususnya yang terdapat dalam rubrik “Pembaca Menulis” di harian Jawa Pos dengan pendekatan pragmatik. Selain itu, penelitian ini dapat memberikan sumbangan keilmuan terutama


(25)

commit to user

bagi studi face threatening act (tindakan yang mengancam muka) yang disingkat FTA dan strategi kesopanan Brown dan Levinson.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis penelitian ini adalah dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam hal pemahaman mengenai tuturan tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan, terutama untuk memahami tujuan dari tuturan-tuturan yang terdapat dalam ungkapan pengaduan. Selain itu, bermanfaat juga untuk menambah pengetahuan bagi pembaca mengenai tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan yang dilakukan antara pengadu dan teradu yang terdapat dalam rubrik “Pembaca Menulis” di harian JawaPos.

F.

Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan sangat diperlukan dalam sebuah penelitian karena dapat mengarahkan seseorang penulis pada cara kerja yang runtun dan jelas. Adapun sistematika dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Bab I merupakan bagian pendahuluan. Dalam bab ini penulis menguraikan latar belakang penelitian yang menjelaskan tentang alasan pemilihan data dan judul penulisan. Pembatasan masalah diutarakan dalam bab ini untuk memberikan batasan pada penelitian. Dari pembatasan masalah yang diutarakan, penulis memperoleh beberapa perumusan masalah. Bab I juga menguraikan tujuan dan manfaat penelitian. Selain itu, sistematika penulisan juga diuraikan untuk menggambarkan urutan penulisan skripsi.


(26)

commit to user

Bab II berisi kajian pustaka, landasan teori, dan kerangka pikir. Dalam kajian pustaka penulis memaparkan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan. Di dalam landasan teori, penulis menguraikan beberapa konsep serta teori yang berkaitan dengan penelitian, meliputi: definisi pragmatik, definisi konteks, teori tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan Brown dan Levinson, definisi kata “adu”, definisi rubrik “Pembaca Menulis” pada harian Jawa Pos, dan struktur wacana dalam tindak komunikasi pada surat aduan dan tanggapan.

Metode penelitian pada Bab III menguraikan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian. Sampel, data dan sumber data, serta teknik pengumpulan data diuraikan dalam bab ini. Teknik analisis data akan dipaparkan dalam bab III untuk memberikan gambaran tentang cara-cara menganalisis data dalam penelitian ini dan teknik penyajian hasil analisis data.

Bab IV merupakan tahap analisis. Dalam analisis data penulis akan menganalisis: (1) tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan yang dilakukan oleh pengadu yang terdapat dalam rubrik ”Pembaca Menulis” di harian Jawa Pos beserta tujuannya; (2) tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan yang dilakukan oleh teradu yang terdapat dalam rubrik ”Pembaca Menulis” di harian Jawa Pos beserta tujuannya. Dari analisis data ini akan di dapat hasil dari penelitian yang telah dilakukan sehingga akan terjawab semua permasalahan yang telah dirumuskan dalam perumusan masalah di bab I.

Bab V penutup, yang berisi simpulan dan saran. Simpulan merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah dipaparkan.


(27)

commit to user

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

Dalam bab II ini dikemukakan kajian pustaka, landasan teori, dan kerangka pikir. Kajian pustaka memaparkan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan yang berhubungan dengan tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan pada khususnya dan pragmatik pada umumnya. Penelitian-penelitian tersebut masih berupa makalah-makalah. Dalam landasan teori dijelaskan mengenai definisi pragmatik, definisi konteks, teori tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan Brown dan Levinson, definisi kata “adu”, definisi rubrik wacana “Pembaca Menulis”, dan struktur wacana dalam tindakan komunikasi pada surat aduan dan tanggapan.

A. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian dengan menggunakan pendekatan pragmatik sudah pernah dilakukan. Sejauh penelusuran penulis tentang penelitian sejenis atau yang mempunyai korelasi dengan penelitian mengenai kesopanan Brown dan Levinson masih jarang. Selama ini hanya beberapa saja yang sudah dijumpai penulis yang masih berupa makalah. Beberapa studi terdahulu yang penulis temukan dan masih relevan dengan penelitian ini disajikan sebagai berikut:

Penelitian makalah “Kesopanan Berbahasa” dengan judul “Tindak Tutur

Melarang di Kalangan Dua Kelompok Etnis Indonesia ke Arah Kajian

Etnopragmatik”, yang dibahas oleh Asim Gunarwan (1999) mendeskripsikan


(28)

commit to user

pertimbangan penutur sebelum bertutur. Bersumber dari kesopanan berbahasa yang berlaku di dalam masyarakat tutur atau masyarakat bahasa yang si penutur adalah anggotanya; (2) kelompok etnis Jawa dan Batak sebagai objek penelitian. Perilaku berbahasa orang Batak itu lebih langsung (dalam arti lebih berterus terang) daripada orang Jawa. Tujuan penelitian ini membuktikan atau membantah kebenaran bahwa orang Batak cenderung lebih berterus terang daripada orang Jawa di dalam bertutur; (3) di dalam penelitian ini satuan analisis yang dipakai adalah tindak tutur melarang. Penalaran pemilihan tindak tutur ini sebagai satuan analisis ialah bahwa tindak tutur ini mempunyai potensi besar untuk mengancam muka (yakni muka orang yang dilarang), dan karena itu si penutur dituntut untuk mempertimbangkan berbagai hal sebelum mengujarkannya; (4) dari hasil komputasi statistik, perbedaan perilaku melarang di antara kedua kelompok responden ini ternyata maknawi (signifikan). Hal ini berarti hipotesis penelitian ini diterima perbedaan perilaku pengungkapan tindak melarang di antara kedua suku ini maknawi, dengan derajat kemaknawian yang cukup tinggi.

Penelitian lain dilakukan oleh Nurhayati (2009) dalam makalahnya yang berjudul “Strategi Pengancaman Muka antara Pengadu dan Teradu dalam

Rubrik Redaksi YTH”. Penelitian tersebut mendeskripsikan analisis tindak

komunikasi yang dilakukan oleh pengadu dan teradu dalam rubrik „Redaksi YTH‟. Hasil analisis data menunjukkan bahwa tindak pengaduan pada umumnya mengancam muka positif dan muka negatif teradu. Pengadu mengunakan strategi bold on record dalam menuturkan hal yang diadukan. Cara tersebut menghasilkan interpretasi bahwa tujuan pengaduan lebih penting daripada mempertahankan muka teradu. Namun, pengadu juga menggunakan strategi kesopanan positif dan


(29)

commit to user

negatif untuk melindungi muka pengadu. Strategi yang digunakan oleh teradu dalam menanggapi surat aduan terdiri atas enam cara, yaitu menindaklanjuti aduan sesuai keingginan pengadu, menanggapi aduan dengan taksa tanpa terperinci, teradu menyelesaikan masalah terlebih dahulu sebelum mengirim surat tanggapan, teradu mengirim surat tanggapan terlebih dahulu baru masalahnya diselesaikan, tanggapannya teradu melakukan pembelaan diri, dan melakukan pengancaman muka secara langsung.

Penelitian yang penulis lakukan kali ini berbeda dengan penelitian-penelitian di atas. Perbedaan ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya terletak pada sumber data, wujud atau bentuk penelitian, dan kajiannya. Penelitian terdahulu masih berupa makalah-makalah. Penelitian ini merupakan penelitian mengenai

Tindakan Pengancaman Muka dan Strategi Kesopanan dalam Rubrik “Pembaca

Menulis” di Harian Jawa Pos yang berwujud dan berbentuk skripsi.

Dari beberapa tinjauan kajian di atas terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan. Penelitian yang telah dilakukan oleh Nurhayati sebelumnya lebih difokuskan pada strategi pengancaman muka secara umum, dan khususnya yang terdapat dalam rubrik „Redaksi YTH‟, dan tindak tutur melarang dua kelompok etnis Indonesia dengan kajian etnopragmatik yang dilakukan oleh Asim Gunarwan yang lebih difokuskan pada kesopanan berbahasa, sedangkan dalam penelitian ini lebih mefokuskan pada pendeskripsian tindakanpengancamanmuka dan strategi kesopanan secara umum, dan khususnya yang terdapat dalam rubrik „Pembaca Menulis‟ di harian Jawa Pos dengan kajian pragmatik.


(30)

commit to user B. Landasan Teori 1. Definisi Pragmatik

Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang semakin dikenal pada masa sekarang dengan cakupan kajian yang luas. Pragmatik sendiri tidak dipisahkan dari pemikiran-pemikiran para ahli yang salah satunya adalah Brown dan Levinson (1987) dalam bukunya yang berjudul Politeness Some Universals in Language Usage yang membicarakan mengenai konsep tentang muka „face’.

Ahli bahasa seperti Thomas (1995) dalam buku yang berjudul Meaning in Interaction an Introduction to Pragmatics memberikan batasan dalam ilmu pragmatik. Menurut Thomas (1995:22), pragmatik adalah bidang ilmu yang mengkaji makna dalam interaksi atau meaning in interaction. Pengertian tersebut mengandaikan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan negoisasi antara pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik, sosial, dan linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran.

Yule dalam bukunya yang berjudul Pragmatics (edisi terjemahan oleh Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab) menyebutkan beberapa batasan ilmu pragmatik. Menurutnya (2006:3-4) ilmu pragmatik mempunyai empat batasan, yaitu:

a. Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca).

b. Pragmatik adalah studi yang mempelajari tentang makna kontekstual. c. Pragmatik adalah studi yang mempelajari tentang bagaimana agar


(31)

commit to user

d. Pragmatik adalah studi yang mempelajari tentang ungkapan jarak hubungan.

Pragmatik mengungkapkan maksud suatu tuturan di dalam peristiwa komunikasi, oleh karena itu analisis pragmatis berupaya menemukan maksud penutur, baik yang diekspresikan secara tersurat maupun yang diungkapkan secara tersirat di balik tuturan. Maksud tuturan dapat diidentifikasikan dengan mempertimbangkan komponen situasi tutur yang mencakupi penutur, lawan tutur, tujuan, konteks, tuturan sebagai hasil aktivitas, dan tuturan sebagai tindakan verbal (Rustono, 1999:17).

2. Definisi Konteks

Istilah “konteks” didefinisikan oleh Mey (dalam Nadar, F.X., 2009:3-4) sebagai situasi lingkungan dalam arti luas yang memungkinkan peserta pertuturan untuk dapat berinteraksi, dan yang membuat ujaran mereka dapat dipahami. Menurut Rustono (1999:19) konteks adalah sesuatu yang menjadi sarana pemerjelas suatu maksud. Sarana itu meliputi dua macam, yang pertama berupa bagian ekspresi yang dapat mendukung kejelasan maksud dan yang kedua berupa situasi yang berhubungan dengan suatu kejadian.

Hymes dalam Rustono (1999:20) menjelaskan bahwa faktor-faktor peristiwa tutur berjumlah delapan, yaitu: (1) setting atau scene, tempat dan suasana peristiwa tutur; (2) participant, penutur, lawan tutur; (3) end atau tujuan; (4) act, atau tindakan; (5) key, yaitu nada suara dan ragam bahasa yang digunakan di dalam mengekspresi tuturan dan cara mengekspresinya; (6) instrument, yaitu alat atau sarana untuk mengeskpresi tuturan, apakah secara lisan, tulis, melalui


(32)

commit to user

telepon atau bersemuka; (7) norm atau norma, yaitu aturan permainan yang harus ditaati oleh setiap peserta tutur; dan (8) genre, yaitu jenis kegiatan seperti wawancara, diskusi, kampanye, dan sebagainya. Konfigurasi fonem awal nama kedelapan faktor itu membentuk kata speaking.

3. Teori Tindakan Pengancaman Muka (FTA) dan Strategi Kesopanan Brown dan Levinson

a. Konsep tentang Muka dan Tindakan Pengancam Muka (FTA)

Dalam bukunya Brown dan Levinson (1987) yang berjudul Politeness Some Universals in Language Usage menjelaskan tentang konsep muka ‟face’ penting dalam kajian penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi. Brown dan Levinson memberikan batasan tentang konsep muka. Muka adalah ‟face’ atau citra diri yang dimiliki oleh setiap warga masyarakat yang senantiasa dijaga dihormati dan tidak dilanggar dalam proses pertuturan antarpeserta tutur. Tindakan pengancaman muka adalah tindak tutur yang secara alamiah berpotensi untuk melukai citra atau muka ‟face’ lawan tutur dan oleh karena itu dalam pengutaraannya harus digunakan strategi-strategi tertentu.

Face, the public self-image that every member wants to claim for himself, consisting in two relatec aspects:

(a.) Negative face: the basic claim to territories, personal proserves, right to non-distraction – i.e. to freedom of action and freedom from imposition.

(b.) Positive face: the positive consistent self-image or

’personality’ (crucially including the desire that this

self-image be appreciated and approved of) claimed by interactants (Brown and Levinson, 1987:61).

Muka, citra diri yang bersifat umum yang ingin dimiliki oleh setiap warga masyarakat, meliputi dua aspek yang saling berkaitan, (a) muka negatif, yang


(33)

commit to user

merupakan dari gangguan, yaitu kebebasan bertindak dan kebebasan dari kewajiban melakukan sesuatu, dan (b) muka positif, yakni citra diri atau kepribadian positif yang konsisten yang dimiliki oleh warga yang berinteraksi.

Dengan demikian, ada dua tipe muka yaitu muka negatif dan muka positif. Muka negatif, yaitu keinginan individu agar setiap keinginannya tidak dihalangi oleh pihak lain, sedang muka positif yaitu keinginan setiap penutur agar dia dapat diterima atau disenangi oleh pihak lain. Secara alamiah terdapat berbagai tuturan yang cenderung merupakan tindakan yang tidak menyenangkan yang disebut Face Threatening Act (tindakan yang mengancam muka) dan disingkat menjadi FTA. Brown dan Levinson (1987:65-68) membuat kategori FTA berdasarkan dua kriteria, yaitu tindakan yang mengancam muka negatif lawan tutur, dan tindakan yang mengancam muka positif lawan tutur.

FTA yang mengancam muka negatif lawan tutur, menurut Brown dan Levinson (1987:66), antara lain meliputi:

(i) tindakan yang mengakibatkan lawan tutur menyetujui atau menolak melakukan sesuatu, seperti ungkapan mengenai: orders and requests, suggestions, advice, remindings threats, warnings, deres (memerintah, meminta, memberi saran, memberi nasihat, mengingatkan, mengancam, memperingatkan, dan menentang);

(ii) tindakan yang mengungkapkan upaya penutur melakukan sesuatu terhadap lawan tutur dan memaksa lawan tutur untuk menerima atau menolak tindak tersebut, seperti ungkapan mengenai offers, promises (menawarkan dan berjanji);


(34)

commit to user

(iii) tindakan yang mengungkapkan keinginan penutur untuk melakukan sesuatu terhadap lawan tutur atau apa yang dimiliki oleh lawan tutur, seperti ungkapan mengenai compliments, expressions of strong (negative) emotions toward H-e.g. hatred, anger (pujian atau memberi ucapan selamat, mengagumi, membenci, dan marah).

Sementara itu, FTA yang mengancam muka positif lawan tutur, menurut Brown dan Levinson (1987:66-67), antara lain meliputi:

(i) tindakan yang memperlihatkan bahwa penutur memberi penilaian negatif terhadap lawan tutur, seperti ungkapan mengenai disapproval, criticism, contempt or ridicule, complaints and reprimands, accusations, insults (mengungkapkan sikap tidak setuju, mengkritik, tindakan merendahkan atau yang mempermalukan, keluhan, kemarahan, dakwaan, penghinaan); (ii) tindakan yang memperlihatkan sikap tidak peduli penutur terhadap muka

positif lawan tutur, seperti ungkapan mengenai contradictions or disagreements, challenges, emotions, irreverence, mention of taboo topics, including those that are inappropriate in the context (pertentangan, ketidaksetujuan atau tantangan, emosi, ungkapan yang tidak sopan, membicarakan hal yang dianggap tabu atau pun yang tidak selayaknya dalam suatu situasi, yaitu penutur menunjukkan bahwa penutur tidak menghargai nilai-nilai lawan tutur dan juga tidak mau mengindahkan hal-hal yang ditakuti oleh lawan tutur.

Berdasarkan kriteria kedua, FTA dikelompokkan menjadi dua, yaitu FTA yang mengancam muka lawan tutur dan yang mengancam muka penutur. Kelompok pertama pada dasarnya adalah sudah dirinci di atas. Kelompok kedua,


(35)

commit to user

dirinci lagi menjadi menjadi dua subkelompok, yaitu FTA yang mengancam muka negatif penutur dan yang mengancam muka positif penutur.

Brown dan Levinson (1987:67-68) menjelaskan bahwa FTA yang berpotensi mengancam muka negatif penutur antara lain meliputi tindak mengungkapkan dan menerima ucapan terima kasih, melakukan pembelaan, menerima tawaran, merespon perbuatan lawan tutur yang memalukan, dan melakukan janji atau tawaran yang tidak diinginkan penutur.

Sementara itu, tindakan yang mengancam muka positif penutur, menurut Brown dan Levinson (1987:68) antara lain terdiri atas tindakan meminta maaf, menerima ucapan selamat, melakukan tindakan fisik yang memalukan, merendahkan diri, dan mengakui kesalahan.

b. Strategi Kesopanan Berbahasa

Kesopanan berbahasa yaitu kesantunan berbahasa yang diambil penutur untuk mengurangi derajat perasaan tidak senang atau sakit hati sebagai akibat tuturan yang diungkapkan oleh penutur. Strategi kesopanan berbahasa adalah cara atau strategi yang secara sadar maupun tidak sadar dipergunakan oleh seorang penutur dalam rangka mengurangi akibat tidak menyenangkan dari tuturannya terhadap lawan tuturnya (Nadar, F.X., 2009:251).

Kata ”strategi” dalam strategi kesopanan berbahasa tidak selalu mengandung arti usaha sadar untuk berperilaku sopan, melainkan juga merujuk pada ungkapan-ungkapan berbahasa yang bersifat rutin serta mengacu pada upaya berbicara secara sopan. Oleh karena itu, seorang penutur menghadapi sejumlah pilihan sebelum membuat tuturan yang melanggar muka negatif atau pun muka positif lawan tutur.


(36)

commit to user

Peserta tutur berkepentingan untuk saling menjaga muka masing-masing terutama karena sejumlah tindak tutur tertentu secara alamiah mempunyai potensi mengancam muka lawan tutur, sehubungan dengan itu, penutur mempunyai semacam keharusan menggunakan strategi kesopanan tertentu untuk mengurangi risiko atau akibat kurang menyenangkan dari tuturannya. Dengan demikian, pada akhirnya seorang penutur akan dihadapkan pada pilihan untuk menggunakan strategi tertentu yaitu strategi kesopanan positif yang ditujukan pada muka positif lawan tutur, dan strategi kesopanan negatif yang ditujukan pada muka negatif lawan tutur.

Brown dan Levinson (1987:69) menyatakan bahwa dalam melakukan FTA, seorang dapat menggunakan salah satu atau lebih lima strategi yang ditawarkan, yaitu: melakukan FTA secara langsung (on record), melakukan FTA secara tidak langsung (off record), menggunakan strategi kesopanan positif, menggunakan strategi kesopanan negatif, dan tidak melakukan FTA. Strategi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Melakukan tindak tutur secara apa adanya, tanpa basa-basi (on record).

Seorang pelaku dapat dikatakan bertanggung jawab terhadap tindakan A yang dilakukannya, seandainya jelas bagi semua peserta tujuan tuturan apa yang menyebabkan pelaku melakukan tindakan A yaitu hanya ada satu tujuan tuturan yang pada situasi pertuturan tersebut dipahami oleh peserta pertuturan. Misalnya saya mengatakan. ”Saya dengan ini berjanji bahwa saya akan datang besok” dan seandainya para peserta tutur sama -sama memahami bahwa dengan mengatakan itu jelas-jalas saya mengatakan


(37)

commit to user

keinginan saya bertanggung jawab untuk melakukan hal tersebut. Brown dan Levinson dalam Nadar, F.X. (2009:38) menjelaskan bahwa melakukan tindakan secara on record seorang penutur memperoleh berbagai keuntungan sebagai berikut.

a. he can enlist public pressure againt the addresse or in support of himself (yang bersangkutan dapat memperoleh bantuan berupa tekanan terhadap lawan tutur atau pun memperoleh dukungan bagi dirinya dari peserta pertuturan yang lain),

b. he can get credit for honesty, for indicating that he trusts the addressee (yang bersangkutan dapat memperoleh kepercayaan mengenai kejujurannya dengan menunjukkan bahwa dirinya mempercayai lawan tuturnya);

c. he can get credit for outspokenness (yang bersangkutan dapat memperoleh kepercayaan karena keterbukaannya);

d. avoiding the danger of being seen to be a manipulator (menghindari bahaya dianggap sebagai seorang manipulator);

e. he can avoid the danger of being misunderstood (yang bersangkutan dapat menghindari kemungkinan kesalahpahaman);

f. and he can have the opportunity to pay back in face whatever he potentially takes away by FTA (terkait dengan muka, yang bersangkutan dapat memperbaiki kembali apa yang telah dilanggar oleh tindakan yang mengancam muka).

Seandainya penutur memutuskan memilih membuat tuturannya secara on record maka penutur masih harus menentukan apakah penutur


(38)

commit to user

harus membuat tuturan secara lugas tanpa usaha menyelamatkan muka lawan ‟baldly without redress’, ataukah dengan pertimbangan langkah-langkah penyelamatan muka lawan ’redressive action’. Definisi mengenai baldly without redress adalah sebagai berikut:

Doing an act baldly, without redress, involves doing it in the most direct, clear, unambiguous and concise way possible (for example, for doing a request, saying ’Do X!). Normally, an FTA will be done in this way only if the speaker does not fear retribution from the addressee, for example, in circumstances where (a) S and H both tacitly agree that the relevance of face demands may be suspended in the interests of urgency or efficiency; (b) where the danger to H’s face is very small, as in offers, requests, suggestions that are

clearly in H’s interest and do not require great

sacrifices of S (e.g. ’Come in’ or ’Do sitdown’); and (c)

where S is vastly superior in power to H, or can enlist

audience support to destroy H’s face without losing his

own (Brown and Levinson, 1987:69)

Melakukan tindakan secara lugas, tanpa usaha penyelamatan muka berarti melakukan tindakan tersebut dengan cara yang paling langsung, jelas, tegas dan ringkas (misalnya untuk meminta seseorang, cukup mengatakan ‟Kerjakan X‟). Tidakan semacam ini biasanya dilakukan manakala penutur tidak mempedulikan akan adanya sanksi pembalasan dari lawan tutur, misalnya dalam situasi di mana (a) penutur dan lawan tutur sama-sama menyadari bahwa karena hal-hal yang bersifat mendesak maka hal-hal yang terkait dengan muka dapat ditangguhkan terlebih dahulu; (b) bilamana ancaman terhadap muka lawan tutur sangatlah kecil, misalnya untuk tindakan terkait dengan penawaran, permintaan, saran dan lain sebagainya yang jelas-jelas mengacu pada kepentingan lawan tutur dan tidak memerlukan pengorbanan yang besar pada pihak penutur; dan (c) dimana


(39)

commit to user

penutur mempunyai kekuasan yang jauh lebih tinggi dibandingkan lawan tutur, atau penutur memperoleh dukungan luas untuk melakukan tindakan yang mengancam muka lawan tutur tanpa harus kehilangan mukanya sendiri.

Seandainya penutur memutuskan bahwa dirinya menghendaki perlunya mengurangi perasaan kurang senang lawan tuturnya maka penutur tersebut harus melakukan redressive action ‟tindakan penyelamatan muka‟. Tindakan penyelamatan muka lawan tutur ini diperlukan karena penutur biasanya berkeinginan untuk menjaga kelangsungan hubungan yang harmonis dengan lawan tuturnya. Brown dan Levinson mendefinisikan tindakan penyelamatan muka muka ‟redressive action’ sebagai berikut:

By redressive action we mean action that ’gives face’ to

the addressee, that is, that attempts to counteract the potential face damage of the FTA by doing it in such a way, or with such modifications or addition, that indicate clearly that no such face threat in intended or

desired, and that S in general recognizes H’s face

wants and himself wants them to be achieved. Such redressive action takes one of two forms, depending on which aspect of face (negative or positive) is being stressed (Brown and Levinson, 1987:69-70).

Tindakan penyelamatan muka adalah tindakan yang ‟memberikan muka‟ kepada lawan tutur, yang berusaha untuk menangkal rasa kurang senang lawan tutur akibat dari tindakan yang kurang menyenangkan dengan cara melakukan penambahan dan perubahan tuturan sedemikian rupa yang dapat menunjukkan secara jelas kepada lawan tutur bahwa keinginan untuk melakukan tindakan yang kurang menyenangkan tersebut sebenarnya tidak dikehendaki atau tidak dimaksudkan sama sekali oleh penutur, dan bahwa penutur sebenarnya memahami keinginan lawan tutur dan penutur sendiri


(40)

commit to user

menginginkan keinginan lawan tutur tersebut dapat tercapai. Tindakan penyelamatan muka tersebut terwujud dalam dua bentuk tergantung aspek muka (negatif atau positif) yang diberi tekanan S=Penutur, H=Lawan Tutur.

Tindakan penyelamatan muka lawan tutur adalah tindakan kesopanan yang pada prinsipnya ditujukan untuk mengurangi akibat yang tidak menyenangkan terhadap muka lawan tutur baik muka positif maupun muka negatif. Kesopanan yang ditujukan terhadap muka positif lawan tutur disebut kesopanan positif ’positive politeness’, sedangkan kesopanan yang diarahkan untuk muka negatif lawan tutur disebut kesopanan negatif

’negative politeness’. Dengan demikian, redressive actions dapat berbentuk

kesopanan positif atau kesopanan negatif. Brown dan Levinson (1987:70) memberikan batasan kesopanan positif dan kesopanan negatif.

2. Kesopanan positif

Brown dan Levinson (1987) dalam buku yang berjudul Politeness

Some Universals in Language Usage memberikan batasan mengenai

kesopanan positif. Kesopanan positif adalah kesopanan yang diasosiasikan dengan muka positif lawan tutur, yaitu keinginan agar penutur dihargai dan dipahami keinginannya.

Positive politeness is oriented toward the positive face of H, the positive self-image that he claims for himself. Positive politeness is approach-based; it ’anoints’ the face of the addressee by indicating that in some

respects, S wants H’s wants (e.g by treating him as a

member of an in group, a person whose wants and personality traits are known and liked) (Brown and Levinson, 1987:70).

Pada hakikatnya kesopanan positif ditujukan terhadap muka positif lawan tutur, yaitu citra positif yang dianggap dimiliki oleh lawan tutur, yaitu citra


(41)

commit to user

positif yang dianggap dimiliki oleh lawan tutur. Kesopanan positif berupa pendekatan yang menorehkan kesan pada muka lawan tutur bahwa pada hal-hal tertentu penutur juga mempunyai keinginan yang sama dengan lawan tutur (yaitu dengan memperlakukannya sebagai anggota kelompok, sahabat, sebagai seseorang yang keinginannya maupun seleranya dikenal dan disukai).

Kesopanan positif ini biasanya untuk menunjukkan kedekatan, dan hubungan baik antara penutur dan lawan tutur. Untuk mengurangi kekecewaan lawan tutur, Brown dan Levinson (1987:103-129) menawarkan strategi-strategi sebagai berikut:

1. Strategi 1: notice; attend to H (his interests, wants, deeds, goods (memperhatikan minat, keinginan, keperluan, atau segala sesuatu yang menjadi milik lawan tutur).

Contoh: ”Wah, baru saja potong rambut ya... Omong-omong saya datang untuk meminjam sedikit beras.”

2. Strategi 2: exaggerate interest, approval, sympathy with H (membesar-besarkan rasa ketertarikan, persetujuan, dukungan, dan simpati kepada lawan tutur).

Contoh: ”Rumah Anda betul-betul luar biasa bagusnya.”

3. Strategi 3: intensity interest to H (meningkatkan rasa tertarik terhadap lawan tutur).

Contoh: ”Anda mengertikan?”

4. Strategi 4: use in-group identity markers (menggunakan bentuk-bentuk identitas kelompok).


(42)

commit to user

Contoh: ”Bantu saya membawa buku ini ya nak?” 5. Strategi 5: seek agreement (mencari kesepakatan).

Contoh: ”Oke, lah. Nanti kita bicarakan lagi hal ini.”

6. Strategi 6: avoid disagreement (menghindari ketidaksepakatan). Contoh: ”Ideku kan hampir sama dengan idemu.”

7. Strategi 7: presuppose/raise assert common ground (mempresuposisikan atau menimbulkan persepsi persamaan penutur dan lawan tutur).

Contoh: ”Ah, nggak apa-apa. Kita kan sudah seperti saudara.” 8. Strategi 8: joke (berkelakar membuat lelucon).

Contoh: ”Nah, kalau cemberut, makin cakep aja kamu.”

9. Strategi 9: assert or presuppose S’s knowledge of and concern for H’s

wants (mempresuposisikan atau membuat persepsi bahwa penutur

memahami keinginan lawan tuturnya).

Contoh: ”Ya, saya tahu kamu tidak suka pesta, tetapi pesta ini betul -betul baik. Datanglah!”

10.Strategi 10: offer, promise (membuat penawaran dan janji). Contoh: ”Saya akan singgah kapan-kapan minggu depan.” 11.Strategi 11: be optimistic (bersikap optimistik).

Contoh: ”Anda pasti dapat meminjamkan mesin pemotong rumput akhir pekan ini.”

12.Strategi 12: include both S and H in the activity (berusaha melibatkan lawan tutur dan penutur dalam suatu kegiatan).


(43)

commit to user

13.Strategi 13: give (or ask for) reasons (memberikan atau meminta alasan). Contoh: ”Bagaimana kalau saya bantu membawa koper Anda.”

14.Strategi 14: assume or assert reciprocity (menyiratkan atau menyatakan hal yang timbal balik).

Contoh: ”Saya akan meminjamkan buku novel saya kalau Anda meminjami saya artikel Anda.”

15. Strategi 15: give sympathy to H (memberikan rasa simpati kepada lawan tutur).

Contoh: ”Kalau ada yang dapat saya lakukan untuk Anda, mohon saya diberitahu.”

3. Kesopanan negatif

Dalam bukunya Brown dan Levinson (1987) yang berjudul

Politeness Some Universals in Language Usage memberikan batasan

mengenai kesopanan negatif. Kesopanan negatif adalah keinginan yang diasosiasikan dengan muka negatif lawan tutur, yaitu keinginan agar penutur tidak dilanggar hak-haknya oleh lawan tutur.

Negative politeness, on the other hand, is oriented

mainly toward partially satisfying (redressing) H’s

negative face, his basic want to maintain claims of territory and self determination. Negative politeness, thus, is essentially avoidance based, and realizations of negative-politeness strategies consist in assurances that

the speaker recognizes and respects the addressee’s

negative-face wants and will not (or will only minimally) interfere with the addressee’s freedom of action (Brown and Levinson, 1987:70).

Kesopanan negatif pada hakikatnya ditujukan terhadap bagaimana memenuhi atau menyelamatkan sebagian muka negatif lawan tutur, yaitu keinginan dasar lawan tutur untuk mempertahankan apa yang dia anggap


(44)

commit to user

sebagai wilayah dan keyakinan dirinya. Jadi, pada dasarnya, strategi kesopanan negatif mengandung jaminan dari lawan tutur bahwa penutur mengakui, menghormati dan seandainya terpaksa melakukan, akan sedikit mungkin melakukan pelanggaran (keinginan muka negatif lawan tutur dan tidak akan mencampuri atau pun melanggar kebebasan bertindak lawan tutur).

Kesopanan negatif (mengacu ke muka negatif) untuk menunjukkan jarak sosial antara penutur dan lawan tutur. Untuk mengurangi pelanggaran terhadap muka negatif lawan tutur Brown dan Levinson (1987:132-210) menawarkan sepuluh strategi-strategi sebagai berikut:

1. Strategi 1: be conventionally indirect (mengunakan tindak tutur tak langsung, seperti membuat perintah).

Contoh: ”Tolong pintunya ditutup.”

2. Strategi 2: question, hedge (mengunakan pertanyaan, dengan partikel tertentu).

Contoh: ”Saya minta tolong, bisa kan?”

3. Strategi 3: bepessimistic (bersikap pesimistik). Contoh: ”Mungkin Anda dapat membantu saya.”

4. Strategi 4: minimise the imposition (kurangi kekuatan atau daya ancaman terhadap muka lawan tutur).

Contoh: ”Sebentar saja, ya.”

5. Strategi 5: give deference (beri penghormatan).

Contoh: ”Maaf, pak, apakah bapak keberatan kalau saya menutup jendela ?”


(45)

commit to user

6. Strategi 6: apologize (gunakan permohonan maaf). Contoh: ”Maafkan saya, tetapi...”

7. Strategi 7: impersonalize S and H (menghindari penggunaan kata ”saya” atau penutur dan ”anda” atau lawan tutur).

Contoh: ”Mohon kerjakan ini untuk saya.”

8. Strategi 8: state the FTA as a general rule (nyatakan tindakan mengancam muka sebagai ketentuan sosial yang umum berlaku).

Contoh: ”Para penumpang dimohon tidak menyiram toilet dalam kereta ini.”

9. Strategi 9: nominalize (nominalkan pernyataan).

Contoh: Prestasi Anda dalam ujian sangat mengesankan kami.”

10.Strategi 10: go on record as incurring a debt, or as not indebting H (nyatakan secara jelas bahwa penutur telah memberikan kebaikan (hutang) atau tidak kepada lawan tutur).

Contoh: ”Saya selamanya akan berterima kasih seandainya Anda ...” 4. Melakukan tindak tutur secara tidak langsung (off record)

Realisasi linguistik dari tindakan off record antara lain meliputi penggunaan metafora dan ironi, pertanyaan retoris, penyederhanaan masalah, tautologi, dan semua ungkapan yang dikemukakan secara tidak langsung oleh penutur sehingga membuka peluang untuk diinterpretasikan secara berbeda-beda. Tindakan off record seorang penutur memperoleh keuntungan antara lain:


(46)

commit to user

a. he can credit for being tactful, non-coercive (yang bersangkutan dipercayai seorang yang bijaksana dan tidak memaksakan kehendak terhadap lawan tutur);

b. he can run less risk of his act entering the ’gossip biography’ that others keep of him (yang bersangkutan dapat menghindari kemungkinan akan menjadi bahan pergunjingan atau perbincangan orang lain terhadap dirinya),

c. he can avoid responsibility for the potentially face-damaging

interpretation (terkait dengan muka, yang bersangkutan dapat

menghindar dari tanggung jawab sebagai seorang yang diinterpretasikan telah mengancam muka lawan tuturnya),

d. he can give (non-overtly) the addressee an opportunity to be seen to care for S (yang bersangkutan secara tidak langsung memberi kesempatan pada lawan tutur untuk memperhatikan kepentingannya).

Brown dan Levinson (1987:213-227) menawarkan lima belas strategi-strategi secara tidak langsung off record sebagai berikut:

1. Strategi 1: give hints (memberi isyarat).

Contoh: ”Wah, saya haus sekali.” (= Berikan saya minum) 2. Strategi 2: give association clues (memberi petunjuk asosiasi).

Contoh: ”Kamu pulang lewat Pasar Minggu, nggak?” (= Kamu bawa mobil. Aku mau numpang sampai Pasar Minggu)

3. Strategi 3: presuppose (menggunakan prasuposisi).

Contoh: ”Aku nraktir lagi, nih.” (= Sebelumnya sudah mentraktir temannya).


(47)

commit to user

4. Strategi 4: understate (menggunakan ungkapan yang lebih halus). Contoh: ”Dia kurang pandaidi sekolah.” (= Dia bodoh, tidak pandai).

5. Strategi 5: overstate (menggunakan ungkapan yang berlebihan). Contoh: ”Aku telepon ratusan kali, kok nggak jawab!”

6. Strategi 6: use tautologies (mengunakan tautologi). Tautologi adalah pengulangan gagasan, pernyataan, atau kata yang berlebih atau tidak diperlukan (KBBI, 2007:1149)

Contoh: ”Kamu kemarin kok nggak datang, sih. Janji tinggal janji.” 7. Strategi 7: use contradictions (mengunakan kontradiksi). Kontradiksi

adalah pertentangan antara dua hal yang sangat berlawanan atau bertentangan (KBBI, 2007:591)

Contoh: ”Ah, saya nggak apa-apa. Kecewa, tidak. Nggak kecewa, juga tidak.”

8. Strategi 8: use ironic (menggunakan ironi). Menurut Gorys Keraf (2000:143), ironi atau sindiran adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-kata.

Contoh: ”Kamu selalu datang tepat waktu, ya.” (= Kamu selalu datang terlambat).

9. Strategi 9: use metaphors (menggunakan metafora). Menurut Gorys Keraf (2000:139), metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung.


(48)

commit to user

10.Strategi 10: use rhetorical questions (menggunakan pertanyaan retorik). Retorika adalah keterampilan berbahasa secara efektif, studi pemakaian bahasa secara efektif di dalam karang-mengarang (KBBI, 2007:953).

Contoh: ”Aku harus ngomong apa lagi?” (= Sudah aku jelaskan panjang lebar, kamu tetap tidak mengerti)

11.Strategi 11: be ambiguous (menggunakan ungkapan yang ambigu). Ambigu adalah makna lebih dari satu (sehingga kadang-kadang menimbulkan keraguan, pekaburan, ketidakjelasan, dsb), bermakna ganda (KBBI, 2007:36).

Contoh: ”Wah, ada yang baru menang lotere, nih!” (= Tak jelas maknanya, tergantung konteks).

12. Strategi 12: be vague (mengunakan ungkapan yang samar-samar). Contoh: ”Kamu tahu kan, aku pergi ke mana.”

13.Strategi 13: over generalize (menggunakan generalisasi yang berlebihan).

Contoh: ”Kamu itu gampang sekali nangis. Orang dewasa kan nggak

begitu!”

14.Strategi 14: displace H (tidak mengacu ke lawan tutur secara langsung).

Contoh: ”Tito, bawakan koper Ayah,ya.” (= Tito masih balita, Istrinya yang datang, membawakan koper).

15.Strategi 15: be incomplete, use ellipsis (menggunakan ungkapan yang tidak lengkap).


(49)

commit to user

Contoh: ”Aduh panasnya ...” (= Aduh panasnya ruangan ini. Tolong AC dinyalakan).

Pilihan atas strategi tertentu dalam melakukan FTA juga dipengaruhi oleh faktor lain, seperti imbalan yang akan diperoleh (payoff) oleh penutur dan variabel sosiologis yang melatari dilakukannya FTA tersebut. Menurut Brown dan Levinson (1987:74), variabel sosiologis itu meliputi jarak sosial antara penutur dan lawan tutur, siapa yang berkuasa, dan tingkat pengenaan FTA.

4. Definisi kata adu

Pengertian dari kata “adu” (KBBI, 2007:9) sebagai berikut:

adu v, beradu v. (1) berlanggaran, bertumbukan; (2) berlaga, bersabung; (3) bertanding berebut menang (perandingan, perlombaan, dsb).

aduan n. (1) perlombaan, pertandingan; (2) barang yang diadukan; (3) perihal atau perkara yang diadukan, hal yang mengadukan.

pengadun. (1)orang yang suka mengadu; (2) orang yang mengadukan; (3) orang yang membuat pengaduan dengan mengajukan permohonan untuk penuntutan atas diri seseorang melalui prosedur hukum.

teraduv, orang yang diadukan.

pengaduan v. (1) penyabungan; (2) proses, cara, perbuatan mengadu; (3) ungkapan rasa tidak senang atau tidak puas akan hal: hal yang tidak begitu penting, tetapi perlu diperhatikan.


(50)

commit to user

5. Pengertian Rubrik “Pembaca Menulis” pada Harian Jawa Pos

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:965), rubrik adalah kepala atau ruangan karangan dalam surat kabar, majalah, dan sebagainya, misalnya surat kabar membuka untuk menampung pendapat pembaca. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian rubrik “Pembaca Menulis” di harian Jawa Pos adalah suatu kepala atau ruangan karangan dalam harian surat kabar yang memuat mengenai pengaduan dari surat pembaca ke dewan redaksi yang diterbitkan setiap hari Senin sampai Sabtu pada halaman 6 dengan melampirkan alamat lengkap disertai fotokopi identitas diri dan nomor telepon.

6. Struktur Wacana dalam Tindak Komunikasi pada Surat Aduan dan Tanggapan

Definisi wacana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:1266), adalah sebagai berikut: (1) komunikasi verbal (percakapan); (2) keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesatuan; (3) satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh, seperti novel, buku, artikel, pidato, atau khotbah.

Surat aduan merupakan wacana dari tindak komunikasi yang dilakukan oleh penulis (penutur) kepada pembaca (lawan tutur). Secara umum struktur wacana surat aduan terdiri atas dua bagian, yaitu bagian yang berisi tindakan aduan dan bagian yang berisi penceritaan masalah atau peristiwa dan upaya penyelesaian yang telah dilakukan oleh pengadu yang melatari munculnya tindakan aduan tersebut.


(51)

commit to user

Struktur surat aduan dan tanggapannya dapat dilihat dalam contoh berikut: Senin, 4 Januari 2010

Kecewa Pelayanan Apartemen Java Paragon (i) Kami pelanggan Apartemen Java Paragon, Jl Mayjend Sungkono, Surabaya. Pada 3 Minggu lalu, dengan menggunakan promosi Mandiri 2 night, free 1, kami memesan dua kamar apartemen tersebut. Satu malam untuk 3 Desember dan satu lagi untuk 4 Desember. Saat saya memesan, resepsionis mengatakan bahwa tarif per malam adalah Rp. 1.150.000. (ii) Ternyata, saat cheeck out pada 6 Desember

(untuk kamar 3 Desember), resepsionis men-charge Rp. 1.400.000 per malam. (iii) Tentu saja kami komplain. Tetapi,

resepsionis bersikeras Rp. 1.400.000. Setelah berdebat beberapa menit, sangat beruntung, kami teringat waktu kami mencatat persetujuan 2 minggu lalu, yaitu Rp. 1.150.000. Setelah kami tunjukkan catatan tersebut dan setelah tetap bersikeras, resepsionis akhirnya dengan terpaksa menyetujui 1.150.000.

(iv) Tidak sampai di situ, keesokan harinya, pada saat kami check out kamar satunya, kami memerlukan 45 menit untuk check out karena charge yang dikenakan tiga malam, bukan dua malam, gratis satu. Setelah 30 menit, sistem komputer dan resepsionis tetap men-charge kami tiga malam. Setelah berdebat, hal lucu terjadi, resepsionis menggunakan kalkulator manual untuk menghitung bill kami.

(v) Saran kami kepada Java Paragon, jangan menggunakan komputer jika belum siap. Bagi calon pelanggan, catatlah semua kesepakatan agar tidak tidak mengalami seperti kami.

) ADI PRASETYO i) Margorejo, Surabaya

08180310XXXX

Kamis, 7 Januari 2010 Java Paragon Minta Maaf

(i) SEHUBUNGAN dengan keluhan yang disampaikan oleh Bapak Adi Prasetyo melalui surat pembaca yang dimuat Jawa Pos pada 4 Januari 2010 menggenai pelayanan Java Paragon Hotel & Residences. (ii) Kami menyampaikan permohonan

maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi. Kami sudah menghubungi beliau serta menyelesaikan permasalahan tersebut.

(iii) Atas nama manajemen Java Paragon Hotel & Residences, sekali lagi kami mohon maaf atas ketidaknyamanannya. Kami mengucapkan terima kasih atas semua masukan, kepercayaan, dan kesetiaan Bapak Adi Prasetyo terhadap Java Paragon Hotel & Residences. Atas perhatiannya, kami ucapkan banyak terima kasih. SANTI MANURUNG Public Relation Manager Java Paragon Hotel & Residences


(52)

commit to user

Surat aduan di atas diawali dengan penceritaan rangkaian peristiwa secara kronologis, tuturan (i) sampai dengan (v). Penceritaan tersebut dilakukan agar pembaca memperoleh informasi bahwa apa yang telah dilakukan oleh pengadu sudah sesuai prosedur. Tuturan (iii) merupakan tindakan mengeluh yang dilakukan oleh pengadu komplain atas tindakan resepsionis. Di dalam surat tanggapan pihak yang diajak berkomunikasi secara langsung bapak Adi Prasetyo juga pembaca umum dalam tuturan (i), isi surat berupa pengungkapan tindakan penyelesaian masalah atau memenuhi apa yang dikeluhkan pengadu dan tindakan permohonan maaf.

Surat tanggapan dari teradu pada umumnya berisi tanggapan teradu terhadap masalah yang terdapat dalam surat aduan. Tanggapan tersebut antara lain berupa klarifikasi, upaya penyelesaian masalah, pembelaan diri, dan permohonan maaf. Seperti halnya di dalam surat aduan, tanggapan yang dilakukan oleh teradu pada umumnya memiliki struktur yang serupa, yaitu diawali dengan alasan menuliskan surat tanggapan, yaitu menanggapi surat aduan yang ditujukan kepada teradu.

C. Kerangka Pikir

Kerangka pikir adalah sebuah cara kerja yang dilakukan oleh penulis untuk menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti. Dalam penelitian terhadap rubrik “Pembaca menulis” di harian Jawa Pos ini digunakan pendekatan pragmatik. Teori yang digunakan dalam pendekatan pragmatik ini adalah teorinya Brown dan Levinson (1987), yaitu FTA (Face Threatening Act) dan strategi kesopanan. Penulis merasa dengan teori tersebut dapat menyelesaikan


(53)

commit to user

permasalahan yang akan dikaji, yaitu tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan antara pengadu dan teradu yang terdapat dalam rubrik “Pembaca Menulis” sehingga kerangka pikir yang terkait dengan penelitian ini secara garis besar dapat dilukiskan pada bagan di bawah ini.

Rubrik “Pembaca Menulis"

Tindakan Pengancam Muka dan Strategi Kesopanan antara Pengadu dan Teradu

 Strategi pengancaman muka dalam surat aduan  Strategi pengancaman

muka dalam surat tanggapannya

Teori Brown dan Levinson (1987), yaitu FTA (Face Threatening

Act) dan Strategi

Kesopanan

Konteks Peristiwa

Tujuan melakukan strategi pengancaman muka


(54)

commit to user

Sumber data dalam penelitian ini, adalah rubrik “Pembaca Menulis” di harian Jawa Pos lalu dilakukan pemahaman sungguh-sungguh terhadap rubrik tersebut. Dalam proses pemahaman tersebut ditemukan bahwa dalam rubrik ini terkandung banyak tindakan-tindakan yang dapat mengancam muka sehingga diperlukan strategi kesopanan untuk mengurangi ancaman tersebut.

Tahap selanjutnya adalah menentukan teori dan pendekatan yang akan digunakan untuk menganalisis permasalahan-permasalahan tersebut. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan pragmatik dan teori FTA (Face Threatening Act) dan strategi kesopanan Brown dan Levinson (1987). Penelitian ini difokuskan pada tuturan-tuturan yang dilakukan pengadu dan teradu yang mengandung tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan. Tuturan-tuturan yang terdapat dalam rubrik “Pembaca Menulis” dianalisis dengan metode kontekstual, yaitu mendasarkan, memperhitungkan, dan mengaitkannya dengan konteks-konteks yang ada. Tahap terakhir adalah simpulan, yaitu menyimpulkan tindakan-tindakan apa saja yang dapat mengancam muka dan strategi kesopanan yang digunakan untuk mengurangi ancaman serta dengan tujuan-tujuannya.


(1)

commit to user

BAB V

PENUTUP

Dalam Bab V ini dikemukakan simpulan dan saran. Dalam simpulan merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya. Berikut merupakan simpulan dari penelitian ini.

A. Simpulan

Sehubungan dengan perumusan dan pembahasan masalah yang telah disajikan pada bab sebelumnya, maka diperoleh beberapa simpulan. Berikut ini beberapa yang dapat disimpulkan dalam penelitian ini.

1. a. Analisis surat aduan dalam rubrik Pembaca Menulis di harian Jawa Pos

terdapat 8 jenis tindakan yang mengancam muka negatif lawan tutur, yaitu: (a) tindakan memerintah terdapat 20 data. Pengadu menggunakan strategi kesopanan negatif khususnya pada strategi 3, yaitu: pessimistic (bersikap pesimis) tujuannya adalah untuk mengurangi ancaman muka negatif dan dapat menunjukkan bahwa pengadu dapat bersikap sopan dalam berkomunikasi; (b) tindakan meminta terdapat 7 data. Pengadu menggunakan strategi kesopanan negatif khususnya pada strategi 8, yaitu menggunakan tindak tutur yang sudah lazim atau sudah menjadi ketentuan sosial yang umum berlaku. Tujuan pengadu menggunakan strategi ini untuk mengurangi ancaman muka negatif teradu dan mengharapkan apa yang diminta dapat disetujui oleh pihak teradu; (c) tindakan memberi saran terdapat 2 data. Pengadu menggunakan strategi kesopanan negatif


(2)

commit to user

khususnya pada strategi 8, yaitu menggunakan tindak tutur yang sudah lazim atau sudah menjadi ketentuan sosial yang umum. Tujuan pengadu menggunakan strategi ini untuk mengurangi ancaman muka negatif teradu dan.dapat meningkatkan layanannya sesuai saran yang telah diungkapkan oleh pihak pengadu; (d) memberi nasihat terdapat 1 data. Pengadu menggunakan strategi kesopanan negatif khususnya pada strategi 8, yaitu menggunakan tindak tutur yang sudah lazim atau sudah menjadi ketentuan sosial yang umum berlaku. Tujuan pengadu menggunakan strategi ini untuk mengurangi ancaman muka negatif teradu dan apa yang sudah dianjurkan oleh pengadu dapat dilaksanakan dengan baik oleh teradu; (e) tindakan bertanya terdapat 19 data. Dalam data itu, strategi yang digunakan adalah strategi kesopanan negatif terdapat 2 data dan on record terdapat 17 data.

Pengadu menggunakan strategi kesopanan negatif khususnya pada strategi 2, yaitu menggunakan pertanyaan dan partikel tertentu. Tujuannya adalah untuk mengurangi ancaman muka negatif teradu sehingga apa yang ditanyakan segera mendapat jawaban dari teradu sedangkan on record tanpa berupaya menyelamatkan muka teradu karena pengadu menganggap dengan cara ini lebih efisien; (f) tindakan menuntut terdapat 7 data. Pengadu menggunakan strategi on record. Tujuannya tanpa berupaya menyelamatkan muka negatif teradu karena ini dianggap lebih efisien dalam mengungkapkan tuntutannya; (g) tindakan menagih janji terdapat 1 data. Pengadu menggunakan strategi kesopanan negatif khususnya strategi 3, menggunakan pessimistic (bersikap pesimis), yaitu meragukan janji-janji yang sudah dijanjikan tapi sampai saat ini belum dilaksanakan oleh teradu;


(3)

commit to user

(h) tindakan marah terdapat 7 data. Dalam data itu, strategi yang digunakan adalah strategi kesopanan negatif terdapat 1 data dan on record terdapat 6 data. Pengadu menggunakan strategi kesopanan negatif khususnya pada strategi 1, yaitu menggunakan tindak tutur tak langsung Tujuannya adalah untuk mengurangi ancaman muka negatif teradu sehingga apa yang dikesalkan mengaburkan kemarahan teradu sedangkan on record tanpa berupaya menyelamatkan muka teradu karena pengadu menganggap dengan cara ini lebih efisien.

b. Analisis surat aduan dalam rubrik Pembaca Menulis di harian Jawa Pos

terdapat 4 jenis tindakan yang mengancam muka positif lawan tutur, yaitu: (a) tindakan menuduh terdapat 3 data. Dalam data itu, strategi yang digunakan adalah strategi kesopanan positif terdapat 1 data, on record

terdapat 1 data, off record terdapat 1 data. Pengadu menggunakan strategi kesopanan positif khususnya pada strategi 5 yaitu mencari kesepakatan, tujuannya untuk mengurangi ancaman muka positif teradu. Strategi on

record tanpa berupaya menyelamatkan muka teradu karena pengadu

menganggap dengan cara ini lebih efisien sedangkan strategi off record

tepatnya pada strategi 3, yaitu presuposisi tujuannya untuk mengaburkan tuduhan terhadap teradu; (b) tindakan mengeluh terdapat 20 data. Dalam data itu, strategi yang digunakan adalah on record terdapat 18 data dan strategi kesopanan positif terdapat 2 data. Strategi on record tanpa berupaya menyelamatkan muka teradu karena pengadu menganggap dengan cara ini lebih efisien. Pengadu menggunakan strategi kesopanan positif gunanya untuk mengurangi ancaman muka positif teradu khususnya pada strategi 13,


(4)

commit to user

yaitu memberikan atau meminta alasan dan strategi 5, yaitu mencari kesepakatan; c) tindakan mengkritik terdapat 1 data. Pengadu menggunakan strategi on record tanpa berupaya menyelamatkan muka teradu karena dengan cara ini dianggap lebih efisien dalam mengungkapkan kritikan; (d) tindakan menghina terdapat 1 data. Pengadu menggunakan strategi off

record tepatnya pada strategi 3, yaitu presuposisi dengan menggunakan kata

terkesan tujuannya untuk mengaburkan penghinaan terhadap teradu.

2. a. Analisis surat tanggapan dalam rubrik Pembaca Menulis di harian Jawa Pos terdapat 3 jenis tindakan yang mengancam muka negatif penutur, yaitu (a) ucapan terima kasih terdapat 15 data. Teradu menggunakan strategi on

record. Tujuannya tanpa berusaha menyelamatkan muka dirinya sendiri

karena dengan cara ini dianggap lebih efisien dalam mengungkapkan rasa terima kasih kepada teradu atas surat aduaanya; (b) tindakan melakukan pembelaan terdapat 11 data. Strategi yang digunakan teradu adalah strategi

off record terdapat 4 data dan strategi on record terdapat 7 data. Strategi off

record tepatnya pada strategi 12, yaitu be vague (mengaburkan ungkapan

samar-samar) tujuannya untuk mengurangi ancaman muka negatif teradu dalam melakukan pembelaan; (c) tindakan melakukan janji terdapat 2 data. Teradu menggunakan strategi off record terdapat 1 data tepatnya pada strategi 12, yaitu be vague (mengaburkan ungkapan samar-samar) tujuannya untuk mengurangi ancaman muka negatif teradu dan strategi on record

terdapat 1 data tujuannya tanpa menyelamatkan muka teradu sendiri.

b. Analisis surat tanggapan dalam rubrik Pembaca Menulis di harian Jawa Pos terdapat 2 jenis tindakan yang mengancam muka positif penutur, yaitu:


(5)

commit to user

(a) tindakan meminta maaf terdapat 11 data. Teradu menggunakan strategi

on record. Tujuannya tanpa berupaya menyelamatkan muka teradu sendiri

sehingga tindakan minta maaf ini diharapakan dapat menyelamatkan kepercayaan pengadu terhadap teradu; (b) tindakan mengakui kesalahan terdapat 4 data. Teradu menggunakan strategi on record terdapat 3 data tujuannya tanpa menyelamatkan muka teradu sendiri dan strategi off record

terdapat 1 data tepatnya pada strategi 12, yaitu be vague (mengaburkan ungkapan samar-samar) tujuannya untuk mengurangi ancaman muka negatif teradu.

Dari penelitian ini dapat ditarik inferensi mengapa strategi on record banyak dijumpai dalam rubrik ”Pembaca Menulis” di harian Jawa Pos daripada strategi-strategi lain seperti strategi off record, kesopanan negatif, dan kesopanan positif. Hal ini dikarenakan dalam tindakan pengaduan warga Surabaya dan sekitarnya secara umum dalam bertutur cenderung berterus terang (apa adanya tanpa basa-basi) ini dipengaruhi oleh koran harian Jawa Pos terletak di Jawa Timur. Dari temuan-temuan di atas dapat dilihat bahwa hasil-hasil penelitian ini ternyata signifikan, hal ini berarti hipotesis penelitian ini diterima bahwa cara mengungkapkan tindakan pengaduan ini lebih berterus terang tanpa berupaya menyelamatkan muka dan dianggap dengan strategi ini lebih efisien. Perilaku pengaduan ini jika dikaitkan ke perilaku berbahasa, ke tata perilaku, ke kebiasaan, ke struktur sosial, ke kebudayaan, dan ke pandangan hidup terlihat, walaupun tidak terlalu jelas. Hal ini tampaknya menunjukkan bahwa pandangan dunia suatu masyarakat itu secara tidak langsung tercermin pada perilaku berbahasa warganya.


(6)

commit to user

B. Saran

Penelitian ini berusaha menyajikan tentang tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan dalam rubrik “Pembaca Menulis” di harian Jawa Pos.

Penulis sangat menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki dalam melakukan penelitian ini karena keterbatasan waktu, ruang, dan pengetahuan. Maka dari itu kajian pragmatik belum bisa penulis kaji secara mendalam. Penulis mengharapkan yang akan datang dapat dilakukan penelitian lanjutan yang lebih mendalam dan bervariasi mengenai FTA atau tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan Brown dan Levinson.