Tepung Tapioka Keluhan LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

3.1. Tepung Tapioka

1 Komponen Tapioka adalah tepung dengan bahan baku ketela pohon Manihot esculenta Crantz yang merupakan tanaman mudah tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia. Produk yang dihasilkan dari tepung ketela pohon ini merupakan salah satu bahan untuk keperluan industri makanan, industri farmasi, industri tekstil, industri perekat, dan lain sebagainya. Dari proses pengolahan singkong menjadi tepung tapioka, dihasilkan limbah sekitar 23 bagian atau sekitar 75 dari bahan mentahnya. Sebagai ampas pati singkong yang mengandung banyak karbohidrat, ampas ubi dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk pakan ternak. Tabel 3.1. Komposisi Ubi KayuSingkong per 100 gram bahan Kadar Kalori 146,00 kal Air 63,00 gr Phosphor 40,00 mg Karbohidrat 34,70 gr Kalsium 33,00 mg Vitamin C 30,00 mg 1 www.wikipedia.com Universitas Sumatera Utara Tabel 3.1. Komposisi Ubi KayuSingkong per 100 gram bahan lanjutan Protein 1,20 gram Besi 0,70 mg Lemak 0,30 gram Vitamin B1 0,06 mg Berat dapat dimakan 75,00 Sumber: Anna Poedjiadi,1994

3.2. Ergonomi

2 Ergonomi merupakan suatu ilmu, seni dan teknologi yang berupaya untuk menyerasikan alat, cara dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan segala keterbatasan manusia, sehingga manusia dapat berkarya secara optimal tanpa pengaruh buruk dari pekerjaannya. Salah satu definisi ergonomi yang menitikberatkan pada penyesuaian desain terhadap manusia adalah dikemukakan oleh Annis McConville 1996 dan Manuaba 1999. Mereka menyatakan bahwa ergonomi adalah kemampuan untuk menerapkan informasi menurut karakter manusia, kapasitas dan keterbatasannya terhadap desain pekerjaan, mesin dan sistemnya, ruangan kerja dan lingkungan sehingga manusia dapat hidup dan bekerja secara sehat, aman, nyaman dan efisien. 2 Santoso, Gempur. 2004. Ergonomi Manusia, Peralatan dan Lingkungan. Surabaya : Guna Widya Universitas Sumatera Utara

3.2.1. Tujuan Ergonomi

3 1. Penentuan batas beban yang diangkat secara manual oleh manusia, jam istirahat pekerja dan shift kerja. Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi adalah : 1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja. ` 2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif. 3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.

3.2.2. Aplikasi Ergonomi

Ergonomi banyak diaplikasikan dalam berbagai proses perancangan produk ataupun operasi kerja sehari-harinya. Contoh aplikasi ergonomi untuk efisiensi, efektivitas dan produktivitas yaitu: 2. Dimensi meja dan kursi kerja. 3. Bentuk meja dan kursi. 4. Pengaturan sikap kerja. 3 Tarwaka, Bakri. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta : UNISBA Press Universitas Sumatera Utara 5. Perancangan lingkungan kerja. 6. Semua fasilitas kerja seperti peralatan, material harus diletakkan di depan dan berdekatan jarak jangkauan normal dengan posisi pekerja. 7. Perancangan pegangan perkakas berbentuk kurva disesuaikan dengan bentuk genggaman tangan akan memudahkan cara pengoperasian alat tersebut.

3.3. Keluhan

Musculoskeletal 4 4 Tarwaka, Bakri. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta : UNISBA Press Pekerja yang melakukan kegiatan berulang-ulang dalam satu siklus sangat rentan mengalami gangguan musculoskeletal. Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian–bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit Tarwaka; 2004. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilakan dengan Musculoskeletal Disorsders MSDs atau cedera pada sistem muskuloskeletal. Apabila pekerjaan berulang tersebut dilakukan dengan cara yang nyaman, sehat dan sesuai dengan standar yang ergonomis, maka tidak akan menyebabkan gangguan muskuloskeletal dan semua pekerjaan akan berlangsung dengan efektif dan efisien. Secara garis besar keluhan otot yang terjadi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: Universitas Sumatera Utara 1. Keluhan sementara reversible, yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan hilang apabila pembebanan dihentikan. 2. Keluhan menetap persistent, yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut. Studi tentang MSDs pada berbagai jenis industri telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka skeletal yang meliputi leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah. Diantara keluhan otot skeletal tersebut, yang paling banyak dialami oleh pekerja adalah otot bagian pinggang low back pain = LBP. Peter vi 2000 menjelaskan bahwa, terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadi keluhan musculoskeletal sebagai berikut. 1. Peregangan otot yang berlebihan Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh para pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, menarik, mendorong dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan otot yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya otot skeletal. Universitas Sumatera Utara 2. Aktivitas berulang Aktivitas berulang merupakan pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkut dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi. 3. Sikap kerja tidak alamiah Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. 4. Faktor penyebab sekunder Faktor penyebab sekunder ini adalah berupa tekanan langsung dari jaringan otot yang lunak atau getaran dengan frekuensi tinggi yang menyebabkan kontraksi otot bertambah. Ada beberapa cara yang telah diperkenalkan dalam melakukan evaluasi ergonomi untuk mengetahui hubungan antara tekanan fisik dengan resiko keluhan otot skeletal. Pengukuran terhadap tekanan fisik ini cukup sulit karena melibatkan berbagai faktor subjektif seperti kinerja, motivasi, harapan dan toleransi kelelahan. Alat ukur yang digunakan dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai metode yang sederhana sampai menggunakan sistem komputer. Salah satu dari metode tersebut adalah melalui Standard Nordic Questionnaire. Universitas Sumatera Utara

3.4. Perancangan Fasilitas Kerja