Rancangan Fasilitas Kerja Pengepakan Ampas Ubi Dengan Antropometri Di PT. Sari Tani Jaya Sumatera
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT atas semua berkat, rahmat, lindungan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini.
Tugas Sarjana merupakan salah satu syarat akademis yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa dalam menyelesaiakan studinya di Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Tugas Sarjana ini merupakan laporan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dan dibagi ke dalam tujuh bab dengan judul “RANCANGAN FASILITAS KERJA PENGEPAKAN AMPAS UBI DENGAN ANTROPOMETRI DI PT. SARI TANI JAYA SUMATERA”.
Penulis sangat menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan di dalam Tugas Sarjana ini. Oleh karena itu, diharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi penyempurnaan Tugas Sarjana ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan ini bermanfaat.
Medan, Juni 2012
(7)
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam melaksanakan Tugas Sarjana sampai dengan selesainya laporan ini, banyak pihak yang telah membantu, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Ir. A. Jabbar M. Rambe, M.Eng. Selaku Dosen Pembimbing I atas kesediaannya meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam penulisan laporan.
2. Ibu Ir. Dini Wahyuni, MT. Selaku Dosen Pembimbing II atas kesediaannya meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian.
3. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT, selaku Ketua Departemen Teknik Industri dan yang telah memberi motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Sarjana ini.
4. Bapak Ir. Ukurta Tarigan, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT, Bapak Ir. Mangara M. Tambunan, M.Sc,. Selaku Koordinator Tugas Akhir yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam pengajuan judul Tugas Sarjana.
6. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Administrasi Departemen Teknik Industri, Bang Mijo, Bang Nurmansyah, Kak Dina, Bang Ridho, Buk Ani, Bang Kumis, Kak Rahma yang telah membantu mengurus keperluan administrasi.
(8)
7. Kepada orang tua tersayang (Masriono dan Deliati), dan adinda tercinta (Damayanti) yang telah memberi dukungan dan doa dalam setiap waktu. 8. Bapak M.Sitompul selaku Pembimbing Lapangan PT. Sari Tani Jaya
Sumatera yang memberikan dukungan dan informasi mengenai kondisi pabrik.
9. Para Karyawan di PT. Sari Tani Jaya Sumatera yang telah memberikan informasi dalam hal pengambilan data.
10. Kepada teman-teman stambuk 2009, 2010 dan 2011 ekstensi. Yang telah memberikan semangat, motivasi, suka duka selama kuliah.
11. Teman-teman asisten Laboratorim Ergonomi & PSK yang telah memberikan motivasi kepada penulis.
12. Sahabat-sahabat penulis, Ifan Satri Fauzi dan Andri yang telah membantu penulis memberikan dukungan dan semangat sehingga dapat menyelesaikan laporan Tugas Sarjana ini.
Kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan laporan ini dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, penulis ucapkan terima kasih. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
(9)
ABSTRAK
PT. SARI TANI JAYA SUMATERA merupakan salah industri yang menghasilkan produk tepung tapioka. Proses produksi pada PT. SARI TANI JAYA SUMATERA dilakukan dengan menggunakan mesin dan secara manual dengan posisi tubuh yang tidak ergonomis. Proses pengepakan ampas ubi terdiri dari beberapa elemen diantaranya mengambil karung dari lantai, mengikat karung pada alat bantu pemegang karung ampas ubi, menuangkan ampas ubi ke dalam karung, melepaskan ikatan karung alat bantu pemegang karung ampas ubi, menggancu karung berisi ampas ubi dari alat bantu pemegang karung ampas ubi, menarik karung berisi ampas ubi, menyusun karung ke tempat penyimpanan, serta menjahit karung. Penelitian ini lebih ditujukan pada proses pengepakan ampas ubi. Kondisi aktual yang diamati adalah operator melakukan aktivitasnya dengan posisi kerja berdiri, membungkuk, mengambil karung dari lantai dan dilakukan secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup lama. Sikap kerja yang tidak ergonomis ini akan mengakibatkan rasa sakit pada leher, punggung, pinggang, lengan, siku, tangan, pergelangan tangan, paha, lutut, betis, pergelangan kaki dan kaki. Keluhan musculoskeletal yang dialami operator diidentifikasi dengan menggunakan Standard Nordic Questionnaire (SNQ) dari tingkat kategori sangat sakit, sakit dan agak sakit pada anggota tubuh tertentu. Untuk mengetahui tingkat resiko pada setiap elemen kerja pada proses pengepakan ampas ubi dilakukan dengan menggunakan Rapid Entire Body Assessment (REBA). Setelah di ketahui level resiko paling tinggi dengan Rapid Entire Body Assessment
(REBA), maka dilakukan perancangan fasilitas kerja yang sesuai dengan prinsip ergonomi yaitu suatu fasilitas kerja berupa meja kerja, alat bantu pemegang karung, gancu dan trolley yang dapat meningkatkan kenyamanan dan produktivitas kerja. Perbaikan metode kerja baru dan rancangan fasilitas kerja yang baru akan dapat mengurangi keluhan dan resiko kerja, maka selanjutnya dilakukan pemberian penilaian postur kerja usulan pada setiap elemen kerja yang mengalami perbaikan. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap metode kerja dan fasilitas kerja terjadi penurunan tingkat resiko yang berada pada level tindakan sekarang juga pada kondisi aktual menjadi level diperlukan beberapa waktu ke depan dengan menggunakan fasilitas usulan.
Keyword : Fasilitas Kerja, Ergonomi, Antropometri, Keluhan Musculoskeletal, Standard Nordic Quesionnaire (SNQ) dan Rapid Entire Body Assessment (REBA)
(10)
DAFTAR ISI
BAB HALAMAN
LEMBAR JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
SERTIFIKAT SIDANG ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ... v
ABSTRAK ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan ... I-1 1.2. Rumusan Masalah ... I-2 1.3. Tujuan Penelitian ... I-2 1.4. Manfaat Penelitian ... I-3 1.5. Batasan dan Asumsi Penelitian ... I-4 1.6. Sistematika Penulisan Laporan Tugas Sarjana ... I-4
II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1. Sejarah Perusahaan... II-1 2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-1 2.3. Organisasi dan manajemen ... II-2 2.3.1. Struktur Organisasi Perusahaan ... II-2 2.3.2. Tenaga Kerja dan Jam Kerja ... II-4 2.3.3. Sistem Pengupahan dan Fasilitas ... II-4 2.4. Proses Produksi ... II-4 2.4.1. Bahan Baku ... II-4
(11)
DAFTAR ISI (LANJUTAN)
BAB HALAMAN
2.4.2. Bahan Tambahan ... II-5 2.4.3. Bahan Penolong ... II-5 2.4.4. Standar Mutu Bahan Baku ... II-5 2.4.5. Standar Mutu Produk ... II-6 2.4.6. Uraian Proses Produksi ... II-6 2.4.7. Mesin dan Peralatan Produksi ... II-7
III LANDASAN TEORI
3.1. Tepung Tapioka ... III-1 3.2. Ergonomi ... III-2 3.2.1. Tujuan Ergonomi ... III-3 3.2.2. Aplikasi Ergonomi ... III-3 3.3. Keluhan Musculoskeletal ... III-4 3.4. Perancangan Fasilitas Kerja ... III-7 3.5. Standard Nordic Questionnaire(SNQ) ... III-8 3.6. Kaitan Ergonomi dengan Postur Kerja ... III-10 3.6.1. Postur Kerja ... III-10 3.6.2. Recommended Weight Limit (RWL)... III-12 3.6.2. Rapid Entire Body Assessment (REBA) ... III-16 3.7. Antropometri ... III-20
3.7.1. Aplikasi Data Anthropometri Dalam Perancangan
Produk/Fasilitas Kerja ... III-21 3.8. Pengolahan DataAntropometri ... III-27 3.8.1. Uji Keseragaman Data ... III-27 3.8.2. Uji Kecukupan Data ... III-28 3.8.3. Uji Distribusi Normal dengan Kolmogorov –
(12)
DAFTAR ISI (LANJUTAN)
BAB HALAMAN
IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2. Jenis Penelitian... IV-1 4.3. Objek Penelitian ... IV-1 4.4. Metode Pengumpulan Data ... IV-2 4.5. Instrumen Penelitian ... IV-2 4.6. Pengumpulan Data ... IV-3 4.7. Pengolahan Data ... IV-4
4.7.1. Pengolahan Data Hasil SNQ (Standart Nordic
Questionnaire) ... IV-4 4.7.2. Penilaian Postur Kerja Dengan Rapid Entire Body
Assessment (REBA) ... IV-4 4.7.3. Penentuan Nilai Recommended Weight Limit (RWL)
dan Lifting Index (LI) ... IV-5 4.7.4. Pengolahan Data Anthropometri (Dimensi Tubuh
Pekerja) ... IV-5 4.8. Analisis Pemecahan Masalah ... IV-5 4.9. Kesimpulan dan Saran ... IV-6
V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1. Kondisi Tempat Kerja Operator ... V-1 5.1.2. Peralatan Kerja ... V-2 5.1.3. Metode Kerja Aktual ... V-3 5.1.3.1. Pembagian Tugas Operator ... V-6 5.1.4. Data Keluhan MSDs Berdasarkan Kuesioner SNQ ... V-6 5.1.5. Data Recommended Weigth Limit (RWL) ... V-12 5.1.6. Data Dimensi Fasilitas Kerja Aktual ... V-12
(13)
DAFTAR ISI (LANJUTAN)
BAB HALAMAN
5.2. Pengolahan Data ... V-14 5.2.1. Penilaian Postur Kerja Aktual dengan REBA
(Rapid Entire Body Assessment) ... V-14 5.2.2. Penentuan Nilai Recommended Weight Limit (RWL) .. V-21 5.2.3. Penentuan Nilai Lifting Index (LI) ... V-24 5.3. Data Anthropometri ... V-26 5.3.1. Pengolahan Data Anthropometri ... V-28 5.3.2. Uji Keseragaman Data ... V-31 5.3.3. Uji Kecukupan Data... V-33 5.3.4. Uji Normalitas Data dengan Kolmogorof-Smirnov ... V-35
VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH
6.1. Analisis Postur Kerja dan Fasilitas Kerja ... VI-1 6.2. Analisis Penentuan Nilai Recommended Weight Limit
(RWL) dan Lifting Index (LI) ... VI-3 6.3. Perancangan Fasilitas Kerja Usulan ... VI-3 6.4. Perancangan Metode Kerja Usulan ... VI-10 6.5. Analisis Postur Kerja pada Fasilitas Kerja Usulan ... VI-20 6.6. Analisis Tingkat keluhan Muskuloskeletal ... VI-20
VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-2
DAFTAR PUSTAKA
(14)
DAFTAR TABEL
TABEL HALAMAN
2.1. Mesin dan Peralatan Produksi ... II-8 3.1. Komposisi Ubi Kayu/Singkong (per 100 gram bahan) ... III-16 3.2. Faktor Pengali Frekuensi (FM) ... III-13 3.3. Faktor Pengali Kopling (CM) ... III-14 3.4. Nilai Persentil dan Cara Perhitungannya dalam Distribusi Normal ... III-27 5.1. Peralatan Yang Digunakan Selama Proses Pengepakan Ampas Ubi ... V-3 5.2. Elemen Kegiatan pada Proses Pengepakan Ampas Ubi... V-3 5.3. Tugas-Tugas Operator Pengepakan Ampas Ubi... V-6 5.4. Nilai RWL dan LI ... V-14 5.5. Skor Batang Tubuh REBA (Elemen Kegiatan 1) ... V-16 5.6. Skor Leher REBA (Elemen Kegiatan 1) ... V-16 5.7. Skor Kaki REBA (Elemen Kegiatan 1) ... V-16 5.8. Skor Beban REBA (Elemen Kegiatan 1) ... V-16 5.9. Tabel A REBA (Elemen Kegiatan 1) ... V-17 5.10. Skor Lengan Atas REBA (Elemen Kegiatan 1) ... V-17 5.11. Skor Lengan Bawah REBA (Elemen Kegiatan 1) ... V-18 5.12. Skor Pergelangan Tangan REBA (Elemen Kegiatan 1)... V-18 5.13. Coupling (Elemen Kegiatan 1) ... V-18 5.14. Tabel B REBA (Elemen Kegiatan 1) ... V-18 5.15. Tabel C REBA (Elemen Kegiatan 1) ... V-19 5.16. Skor Aktivitas REBA (Elemen Kegiatan 1) ... V-19 5.17. Nilai Level Tindakan REBA (Elemen Kegiatan 1) ... V-20 5.18. Rekapitulasi Hasil Penilaian Postur Kerja ... V-20 5.19. Hasil Perhitungan Nilai RWL Operator I ... V-24 5.20. Hasil Perhitungan Nilai LI Operator I ... V-25 5.21. Data Dimensi Tubuh Operator ... V-26 5.22. Data Dimensi Tubuh Operator ... V-27
(15)
DAFTAR TABEL
TABEL HALAMAN
5.23. Data Dimensi Karung ... V-28 5.24. Perhitungan Nilai Rata-rata, Standard Deviasi, Nilai Maximun dan
Nilai Minumum Data Antropometri ... V-29 5.25. Uji Keseragaman Data ... V-32 5.26. Uji Kecukupan Data ... V-34 5.27. Uji dengan One-Sample Kolmogorov–Smirnov Test ... V-36 5.28. Uji Normalitas Data ... V-36 6.1. Rekapitulasi Perolehan RWL dan LI ... VI-3 6.2. Dimensi Tubuh dengan Prinsip Eksterim ... VI-5 6.3. Rekapitulasi Hasil Penilaian Postur Kerja Usulan ... VI-21
(16)
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR HALAMAN
2.1. Struktur Organisasi PT. Sari Tani Jaya Sumatera... II-3 3.1. Standard Nordic Questioner (SNQ) ... III-9 3.2. Data Anthropometri yang Diperlukan Untuk Perancangan
Produk/Fasilitas Kerja ... III-24 3.3. Kurva Distribusi Normal dengan Data Anthropometri
Persentil 95-th ... III-26 4.1. Block Diagram Metodologi Penelitian ... IV-7 5.1. Layout Tempat Kerja ... V-2 5.2. Identifikasi Keluhan Musculoskeletal Disorder Operator 1
(Pekerjaan Memasukkan Ampas Ubi ke dalam Karung) ... V-7 5.3. Identifikasi Keluhan Musculoskeletal Disorder Operator 2
(Pekerjaan Memindahkan Karung) ... V-9 5.4. Identifikasi Keluhan Musculoskeletal Disorder Operator 3
(Pekerjaan Menjahit Karung) ... V-10 5.5. Alat Bantu Pemegang Karung Ampas Ubi ... V-13 5.6. Gancu ... V-14 6.1. Meja kerja ... VI-7 6.2. Alat bantu pemegang karung ampas ubi ... VI-8 6.3. Gancu ... VI-9 6.4. Trolley ... VI-10 6.5. Tampak Tiga Dimensi Fasilitas Kerja Usulan Mengambil Karung
di Meja Kerja ... VI-11 6.6. Tampak Atas Operator Mengambil Karung di Meja Kerja Dengan
Fasilitas Usulan ... VI-11 6.7. Tampak Depan Operator Mengambil Karung di Meja Kerja Dengan
Fasilitas Usulan ... VI-12 6.8. Tampak Samping Operator Mengambil Karung di Meja Kerja Dengan
(17)
DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)
GAMBAR HALAMAN
6.9. Tampak Tiga Dimensi Fasilitas Kerja Usulan Melepaskan Ikatan
Karung ... VI-13 6.10.Tampak Atas Operator Melepaskan Ikatan Karung dengan Fasilitas
Usulan... VI-14 6.11.Tampak Depan Operator Melepaskan Ikatan Karung dengan Fasilitas
Usulan ... VI-14 6.12. Tampak Samping Operator Melepaskan Ikatan Karung dengan
Fasilitas Usulan ... VI-15 6.13. Tampak Tiga Dimensi Fasilitas Kerja Usulan Menggancu Karung .... V-16 6.14. Tampak Atas Operator Menggancu Karung Dengan Fasilitas
Usulan... V-16 6.15. Tampak Depan Operator Menggancu Karung Dengan Fasilitas
Usulan... VI-17 6.16. Tampak Samping Operator Menggancu Karung Dengan Fasilitas
Usulan... VI-17 6.17. Tampak Tiga Dimensi Fasilitas Kerja Usulan Mendorong Trolley ... VI-18 6.18. Tampak Atas Operator Mendorong Trolley dengan Fasilitas Usulan .. VI-19 6.19. Tampak Depan Operator Mendorong Trolley dengan Fasilitas
Usulan ... VI-19 6.20. Tampak Samping Operator Mendorong Trolley Dengan Fasilitas
(18)
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN
L.1. Penilaian Postur Kerja Aktual dengan Metode REBA L.2. Penilaian Postur Kerja Usulan dengan Metode REBA
(19)
ABSTRAK
PT. SARI TANI JAYA SUMATERA merupakan salah industri yang menghasilkan produk tepung tapioka. Proses produksi pada PT. SARI TANI JAYA SUMATERA dilakukan dengan menggunakan mesin dan secara manual dengan posisi tubuh yang tidak ergonomis. Proses pengepakan ampas ubi terdiri dari beberapa elemen diantaranya mengambil karung dari lantai, mengikat karung pada alat bantu pemegang karung ampas ubi, menuangkan ampas ubi ke dalam karung, melepaskan ikatan karung alat bantu pemegang karung ampas ubi, menggancu karung berisi ampas ubi dari alat bantu pemegang karung ampas ubi, menarik karung berisi ampas ubi, menyusun karung ke tempat penyimpanan, serta menjahit karung. Penelitian ini lebih ditujukan pada proses pengepakan ampas ubi. Kondisi aktual yang diamati adalah operator melakukan aktivitasnya dengan posisi kerja berdiri, membungkuk, mengambil karung dari lantai dan dilakukan secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup lama. Sikap kerja yang tidak ergonomis ini akan mengakibatkan rasa sakit pada leher, punggung, pinggang, lengan, siku, tangan, pergelangan tangan, paha, lutut, betis, pergelangan kaki dan kaki. Keluhan musculoskeletal yang dialami operator diidentifikasi dengan menggunakan Standard Nordic Questionnaire (SNQ) dari tingkat kategori sangat sakit, sakit dan agak sakit pada anggota tubuh tertentu. Untuk mengetahui tingkat resiko pada setiap elemen kerja pada proses pengepakan ampas ubi dilakukan dengan menggunakan Rapid Entire Body Assessment (REBA). Setelah di ketahui level resiko paling tinggi dengan Rapid Entire Body Assessment
(REBA), maka dilakukan perancangan fasilitas kerja yang sesuai dengan prinsip ergonomi yaitu suatu fasilitas kerja berupa meja kerja, alat bantu pemegang karung, gancu dan trolley yang dapat meningkatkan kenyamanan dan produktivitas kerja. Perbaikan metode kerja baru dan rancangan fasilitas kerja yang baru akan dapat mengurangi keluhan dan resiko kerja, maka selanjutnya dilakukan pemberian penilaian postur kerja usulan pada setiap elemen kerja yang mengalami perbaikan. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap metode kerja dan fasilitas kerja terjadi penurunan tingkat resiko yang berada pada level tindakan sekarang juga pada kondisi aktual menjadi level diperlukan beberapa waktu ke depan dengan menggunakan fasilitas usulan.
Keyword : Fasilitas Kerja, Ergonomi, Antropometri, Keluhan Musculoskeletal, Standard Nordic Quesionnaire (SNQ) dan Rapid Entire Body Assessment (REBA)
(20)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan
Perkembangan dunia industri baik manufaktur maupun jasa semakin meningkat pesat dari waktu ke waktu sehingga setiap pelaku industri harus siap berkompetisi dan selalu meningkatkan kinerja yang dapat meningkatkan produktivitas. PT. Sari Tani Jaya Sumatera merupakan salah satu industri tepung tapioka yang menghasilkan produk berupa tepung tapioka. Dalam pembuatan tepung tapioka terdapat beberapa proses seperti penimbangan, pembongkaran, pencucian, pemarutan, pengepresan, pengeringan dan pengepakan. Pada proses pembuatannya, PT. Sari Tani Jaya Sumatera menggunakan bahan baku berupa ubi kayu.
Berdasarkan pengamatan lapangan diketahui pada saat pengepakan ampas ubi bahwa keadaan tempat kerja kurang nyaman, para pekerja merasa tidak dapat bekerja secara maksimal dan setiap mengambil karung untuk pengepakan ampas ubi, pekerja mengambil karung dari lantai dengan membungkuk, selanjutnya karung diletakkan pada rak penampungan ampas ubi. Pekerja melakukan aktivitas tersebut dengan frekuensi sekitar 600 kali per hari. Kemudian pekerja lain memindahkan karung yang berisi ampas ubi seberat 50 kg dengan cara menariknya sejauh 15 meter dengan gancu, selanjutnya diletakkan pada tempat yang disediakan.
(21)
Dengan memperhatikan keadaan secara langsung, sering terjadi keluhan
musculoskeletal dari operator maka perlu dilakukan perbaikan fasilitas kerja pada proses pengerjaan produk. Fasilitas dan peralatan yang digunakan dalam bekerja harus dapat membuat pekerja merasa aman dan nyaman sehingga akan memberi kepuasan kerja kepada pekerja dan pekerjaan yang dilakukannya akan menjadi lebih efektif. Dengan alasan ini maka perlu merancangan fasilitas kerja yang ergonomis untuk mengurangi resiko terjadinya kelelahan pekerja saat bekerja.
1.2. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan keluhan musculoskeletal yang dialami oleh operator akibat ketidaksesuaian fasilitas kerja pada proses pengepakan ampas ubi, dan beban angkat manual yang besar, maka perlu dilakukan perancangan fasilitas kerja agar operator dapat mengurangi keluhan musculoskeletal dan memperoleh kenyamanan dan keamanan dalam melakukan pekerjaannya.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian yang dilakukan ini adalah melakukan perbaikan fasilitas kerja pada proses pengepakan ampas ubi untuk mengurangi tingkat keluhan pekerja
(22)
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi hal-hal yang menyebabkan timbulnya resiko kerja yang dialami operator pada saat melakukan pekerjaannya dengan menggunakan fasilitas kerja aktual.
2. Penilaian postur kerja operator dengan menggunakan metode REBA 3. Merancang fasilitas kerja sesuai dengan data dimensi anthropometri
operator.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan keterampilan bagi penulis dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan rancangan perbaikan fasilitas kerja.
2. Menjadi bahan masukan bagi PT. Sari Tani Jaya Sumatera dalam mengenal kelemahan metode yang diterapkan sekarang serta metode yang diusulkan serta menjadi pertimbangan dalam perbaikan fasilitas kerja sehingga menghasilkan kenyamanan bagi pekerja dalam melakukan pekerjaannya.
3. Mempererat kerjasama antara perusahaan / industri dengan Departemen Teknik Industri serta memperluas pengenalan akan Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
(23)
1.5. Batasan dan Asumsi Penelitian
Adapun batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Pengamatan dilakukan pada PT. Sari Tani Jaya Sumatera pada proses
pengepakan ampas ubi hingga selesai menjahit ujung karung.
2. Perbaikan rancangan dan prosedur kerja hanya dilakukan pada fasillitas kerja yang digunakan operator yang berada pada level tindakan sekarang juga dan segera.
3. Prosedur kerja tidak mengalami perubahan selama penelitian
4. Faktor lingkungan kerja tidak mempengaruhi hasil dari penelitian yang dilakukan.
5. Metode yang digunakan untuk identifikasi keluhan musculoskeletal adalah
Standard Nordic Questioner (SNQ)
6. Perancangan fasilitas kerja menggunakan pendekatan anthropometri.
Adapun asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Proses produksi dan situasi kerja dalam keadaan normal.
2. Bahan selalu tersedia untuk diproses.
3. Peralatan yang digunakan selama proses produksi kondisinya baik. 4. Pekerja dianggap sudah terampil, serta sehat jasmani dan rohani.
1.6. Sistematika Penulisan Tugas Akhir
Adapun sistematika laporan yang akan dibuat dalam pengerjaan laporan adalah sebagai berikut:
(24)
Bab I, Pendahuluan, menguraikan latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan dan asumsi yang digunakan, serta sistematika penulisan tugas akhir.
Bab II, Gambaran Umum Perusahaan, menjelaskan secara umum atribut perusahaan yang menjadi objek studi diantaranya sejarah perusahaan, ruang lingkup bidang usaha, struktur organisasi, uraian tugas dan tanggung jawab, tenaga kerja perusahaan, sistem pengupahan yang berlaku di perusahaan, proses produksi, bahan yang digunakan, jumlah dan spesifikasi produk, uraian proses produksi dan mesin serta peralatan yang digunakan.
Bab III, Landasan Teori, memaparkan mengenai tinjauan-tinjauan kepustakaan yang berisi teori-teori yang mendukung permasalahan, yaitu teori tentang ergonomi, teori tentang antropometri, teori tentang postur kerja, teori tentang keluhan musculoskeletal, perancangan fasilitas kerja, standard nordic questionnaire, recommended weight limit, dan rapid entire body assessment.
Bab IV, Metodologi Penelitian mengemukakan tentang tempat dan waktu penelitian, jenis penelitian, objek penelitian, metode pengumpulan data, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, metode pengolahan data dan analisis pemecahan masalah.
Bab V, Pengumpulan dan Pengolahan Data, memuat data yang dikumpulkan meliputi kondisi tempat kerja, bahan yang digunakan, fasilitas kerja, uraian proses produksi, data keluhan musculoskeletal, dan penilaian postur kerja. Pengolahaan Data menguraikan tentang pengolahan data anthropometri yaitu uji keseragaman data, uji kecukupan data, dan uji normalitas data.
(25)
Bab VI, Analisa dan Pembahasan, memuat analisis tingkat keluhan
musculoskeletal, postur kerja dan fasilitas kerja aktual, perancangan fasilitas kerja usulan, perkiraan resiko dengan metode kerja usulan.
Bab VII, Kesimpulan dan Saran, berisi kesimpulan hasil penelitian serta saran untuk tindak lanjut hasil penelitian.
(26)
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1. Sejarah Perusahaan
PT. Sari Tani Jaya Sumatera merupakan suatu perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan ubi kayu untuk menghasilkan produk tepung tapioka yang didirikan oleh seorang pengusaha bernama NG TSJIN SOEI. Pengelolaan usaha dialihkan kepada anak pertamanya yang bernama LUKMAN WIJAYA, hingga sampai saat ini. PT. Sari Tani Jaya Sumatera berdiri pada tahun 1980 dan berlokasi di Jalan M.Yamin, Kelurahan Kisaran Naga, Kecamatan Kisaran Timur, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Pemilihan lokasi pabrik pengolahan tepung tapioka ini berdasarkan lokasi sumber bahan baku dimana di daerah tersebut merupakan penghasil ubi kayu paling besar di daerah Asahan.
PT. Sari Tani Jaya Sumatera menggunakan sistem make to stock dimana produk tepung tapioka yang dihasilkan dalam kemasan karung berisi 50 kg dan 25 kg. Hasil produksi sebagian besar dikirim ke kota Medan, Rantau Prapat, Pematang Siantar, Pekan Baru, Tanjung Balai serta memenuhi pesanan lokal seperti kota Kisaran dan sekitaranya.
2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha
Bidang usaha PT. Sari Tani Jaya Sumatera meliputi pembuatan tepung tapioka, dengan kemasan 50 kg dan 25 kg per karungnya.
(27)
2.3.1. Struktur Organisasi Perusahaan
Organisasi adalah sekumpulan orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Struktur organisasi adalah kerangka antar hubungan dari orang-orang atau unit organisasi yang masing-masing memiliki tugas, tanggung jawab dan wewenang tertentu. Struktur organisasi PT. Sari Tani Jaya Sumatera adalah struktur organisasi fungsional. Dimana wewenang dan kebijakan pimpinan atau atasan dilimpahkan pada satuan satuan organisasi dibawahnya menurut fungsinya. Struktur organisai pada PT. Sari Tani Jaya Sumatera dapat dilihat pada Gambar 2.1.
(28)
Gambar 2.1. Struktur Organisasi PT. Sari Tani Jaya Sumatera Produksi
Direktur
Adminitrasi Pemasaran Keuangan
Mekanik Mandor Gudang Seksi Lingkungan Personalia / Urusan Petugas Pembelian Penjualan Kasir Pembukuan Wakil Direktur
(29)
2.3.2. Tenaga Kerja dan Jam Kerja
Tenaga kerja yang dimiliki oleh PT. Sari Tani Jaya Sumatera berjumlah 39 orang. Pekerja bekerja dari hari Senin hingga Sabtu dengan jam kerja mulai pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB. Pekerja istirahat pukul 12.00 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB.
2.3.3. Sistem Pengupahan dan Fasilitas
Pada PT. Sari Tani Jaya Sumatera, upah karyawan dibayar bulanan. Besar upah karyawan ditentukan oleh perusahaan. Operator diberikan fasilitas kesehatan yaitu jamsostek dan perumahan karyawan.
2.4. Proses Produksi
Proses produksi merupakan suatu cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan mengggunakan sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan baku, dan dana) yang Ada.
2.4.1. Bahan Baku
Bahan baku adalah bahan utama (memiliki komposisi terbesar dari semua bahan) dalam proses produksi dimana sifat dan bentuk bahan tersebut akan mengalami perubahan. Bahan baku yang digunakan adalah Ubi Kayu.
(30)
2.4.2. Bahan Tambahan
Bahan tambahan adalah bahan yang ditambahkan pada proses pengolahan untuk melengkapi dan memperbaiki mutu dari produk yang dihasilkan. Pemakaiannya relatif sedikit. Bahan tambahan yang digunakan adalah karung
sebagai wadah tepung tapioka serta benang untuk mengikat.
2.4.3. Bahan Penolong
Bahan penolong adalah bahan yang membantu proses produksi tetapi tidak ikut dalan dalam produk akhir. Adapun bahan penolong yang digunakan antara lain
a. Air
Air digunakan untuk membersihkan ubi kayu dari kotoran-kotoran pada proses pencucian.
b. Kayu bakar
Kayu digunakan sebagai bahan bakar blower, untuk mengeringkan tepung tapioka.
2.4.4. Standar Mutu Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan oleh PT. Sari Tani Jaya Sumatera dalam memproduksi tepug tapioka adalah ubi kayu yang berumur 10 bulan.
(31)
2.4.5. Standar Mutu Produk
PT. Sari Tani Jaya Sumatera menghasilkan tepung tapioka yang baik. Adapun standar tepung tapioka yang dihasilkan pada PT. Sari Tani Jaya Sumatera yaitu:
a. Warna tepung tapioka berwarna putih. b. Tidak berbau.
c. Kandungan air berkisar antara 3-5 %.
2.4.6. Uraian Proses Produksi
Ubi kayu merupakan bahan baku pembuatan tepung tapioka, melewati berbagai tahapan pengolahan (proses produksi) hingga menjadi produk tepung tapioka yang siap dipasarkan.
A. Proses Pembuatan Tepung Tapioka
Uraian proses produksi dari pembuatan Tepung Tapioka adalah sebagai berikut :
1. Ubi kayu sebagai bahan baku dimasukkan ke dalam mesin pengupas kulit, dari tahap ini dihasilkan limbah padat berupa kulit
2. Pencucian dilakukan dengan menyemprotkan air bersih dan dilakukan pembilasan. Dari tahap ini keluar limbah cair
3. Penggilingan dilakukan secara mekanis, alat penggiling digerakkan dengan listrik. Hasil penggilingan adalah bubur ketela dan pada tahap ini ditambahkan air agar penggilingan lebih lancar.
(32)
5. Pemisahan antara pati dan air dilakukan pada separator dan pada tahap ini di keluarkan air buangan.
6. Pati yang didapat kemudian dikeringkan dengan menggunakan udara panas (air heater)
7. Pati dari pengeringan masih kasar, perlu digiling dan dilakukan pengayakan untuk menghasilkan mutu yang bagus.
8. Tapioka yang halus kemudian dikemas pada kantongan / karung plastik dan seterusnya di simpan di gudang siap untuk di pasarkan.
2.4.7. Mesin dan Peralatan Produksi
Mesin dan peralatan yang digunakan di PT. Sari Tani Jaya Sumatera untuk berproduksi dapat dilihat pada Tabel 2.1.
(33)
Tabel 2.1. Mesin dan Peralatan Produksi
No
Nama Mesin / Peralatan
Spesifikasi Teknis Kapasitas Jumlah
1 Belt Conveyor 60 cm x 20 cm x 60 meter / 50 RPM / 2 HP 10 ton/jam 2 Set
2 Parutan 40 cm x 20 cm x 6 meter / 800 RPM / 50 HP 5 ton/jam 4 Set
3 Bak cucian ubi 1,2 meter x 6 meter x 1,5 meter / 50 RPM / 7,5 HP 10 ton/jam 2 Set 4 Extrator 1,42 meter x 1,2 meter x 1,1 meter / 500 RPM / 5 HP 1 ton/jam 10 Set
5 Seperator 4800 RPM / 30 HP 2 ton/jam 2 Set
6 Dryer - 2 ton/jam 1 Set
7 Pompa Air 3 Inchi / 5,5 HP 2000 ltr/jam 3 set
8 Timbangan - 20 ton 1 buah
9 Mesin Diesel genset Nissan / Mercedes Benz 250 KVA 2 Unit
(34)
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1. Tepung Tapioka1
Komponen
Tapioka adalah tepung dengan bahan baku ketela pohon (Manihot esculenta Crantz) yang merupakan tanaman mudah tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia. Produk yang dihasilkan dari tepung ketela pohon ini merupakan salah satu bahan untuk keperluan industri makanan, industri farmasi, industri tekstil, industri perekat, dan lain sebagainya. Dari proses pengolahan singkong menjadi tepung tapioka, dihasilkan limbah sekitar 2/3 bagian atau sekitar 75% dari bahan mentahnya. Sebagai ampas pati singkong yang mengandung banyak karbohidrat, ampas ubi dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk pakan ternak.
Tabel 3.1. Komposisi Ubi Kayu/Singkong (per 100 gram bahan) Kadar
Kalori 146,00 kal
Air 63,00 gr
Phosphor 40,00 mg
Karbohidrat 34,70 gr
Kalsium 33,00 mg
Vitamin C 30,00 mg
1
(35)
Tabel 3.1. Komposisi Ubi Kayu/Singkong (per 100 gram bahan) (lanjutan)
Protein 1,20 gram
Besi 0,70 mg
Lemak 0,30 gram
Vitamin B1 0,06 mg
Berat dapat dimakan 75,00
Sumber: Anna Poedjiadi,1994
3.2. Ergonomi2
Ergonomi merupakan suatu ilmu, seni dan teknologi yang berupaya untuk menyerasikan alat, cara dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan segala keterbatasan manusia, sehingga manusia dapat berkarya secara optimal tanpa pengaruh buruk dari pekerjaannya. Salah satu definisi ergonomi yang menitikberatkan pada penyesuaian desain terhadap manusia adalah dikemukakan oleh Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999). Mereka menyatakan bahwa ergonomi adalah kemampuan untuk menerapkan informasi menurut karakter manusia, kapasitas dan keterbatasannya terhadap desain pekerjaan, mesin dan sistemnya, ruangan kerja dan lingkungan sehingga manusia dapat hidup dan bekerja secara sehat, aman, nyaman dan efisien.
(36)
3.2.1. Tujuan Ergonomi3
1. Penentuan batas beban yang diangkat secara manual oleh manusia, jam istirahat pekerja dan shift kerja.
Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi adalah :
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja. `
2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif.
3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.
3.2.2. Aplikasi Ergonomi
Ergonomi banyak diaplikasikan dalam berbagai proses perancangan produk ataupun operasi kerja sehari-harinya. Contoh aplikasi ergonomi untuk efisiensi, efektivitas dan produktivitas yaitu:
2. Dimensi meja dan kursi kerja. 3. Bentuk meja dan kursi. 4. Pengaturan sikap kerja.
3
(37)
5. Perancangan lingkungan kerja.
6. Semua fasilitas kerja seperti peralatan, material harus diletakkan di depan dan berdekatan (jarak jangkauan normal) dengan posisi pekerja.
7. Perancangan pegangan perkakas berbentuk kurva disesuaikan dengan bentuk genggaman tangan akan memudahkan cara pengoperasian alat tersebut.
3.3. Keluhan Musculoskeletal4
4
Tarwaka, Bakri. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta : UNISBA Press
Pekerja yang melakukan kegiatan berulang-ulang dalam satu siklus sangat rentan mengalami gangguan musculoskeletal. Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian–bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit (Tarwaka; 2004). Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilakan dengan Musculoskeletal Disorsders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal. Apabila pekerjaan berulang tersebut dilakukan dengan cara yang nyaman, sehat dan sesuai dengan standar yang ergonomis, maka tidak akan menyebabkan gangguan muskuloskeletal dan semua pekerjaan akan berlangsung dengan efektif dan efisien. Secara garis besar keluhan otot yang terjadi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:
(38)
1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan hilang apabila pembebanan dihentikan.
2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.
Studi tentang MSDs pada berbagai jenis industri telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah. Diantara keluhan otot skeletal tersebut, yang paling banyak dialami oleh pekerja adalah otot bagian pinggang (low back pain = LBP).
Peter vi (2000) menjelaskan bahwa, terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadi keluhan musculoskeletal sebagai berikut.
1. Peregangan otot yang berlebihan
Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh para pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, menarik, mendorong dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan otot yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya otot skeletal.
(39)
2. Aktivitas berulang
Aktivitas berulang merupakan pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkut dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.
3. Sikap kerja tidak alamiah
Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal.
4. Faktor penyebab sekunder
Faktor penyebab sekunder ini adalah berupa tekanan langsung dari jaringan otot yang lunak atau getaran dengan frekuensi tinggi yang menyebabkan kontraksi otot bertambah.
Ada beberapa cara yang telah diperkenalkan dalam melakukan evaluasi ergonomi untuk mengetahui hubungan antara tekanan fisik dengan resiko keluhan otot skeletal. Pengukuran terhadap tekanan fisik ini cukup sulit karena melibatkan berbagai faktor subjektif seperti kinerja, motivasi, harapan dan toleransi kelelahan. Alat ukur yang digunakan dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai metode yang sederhana sampai menggunakan sistem komputer. Salah satu dari metode tersebut adalah melalui Standard Nordic Questionnaire.
(40)
3.4. Perancangan Fasilitas Kerja5
Spesifikasi rancangan stasiun kerja akan terkait erat dengan karakteristik fisik manusia (data antropometri) yang diukur baik melalui metode pengukuran statik maupun dinamik yang akan berinteraksi dengan sistem kerja yang ada. Menurut Stevenson (1987, 1989) dan Wignjosoebroto (2000, 2001, 2003) antropometri adalah satu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia, ukuran dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain (perancangan). Rancangan suatu
Stasiun kerja merupakan area 3 (tiga) dimensi yang mengelilingi seorang pekerja (operator) yang batas-batas dimensi ruangnya akan ditentukan oleh titik-titik singgung yang dapat dicapai dengan mudah oleh bagian-bagian tubuh (terutama anggota tubuh untuk melakukan gerakan-gerakan kerja, seperti kaki maupun lengan/tangan) dan lokasi untuk penempatan mesin, perkakas kerja, dan fasilitas bantu kerja lainnya yang akan dioperasikan oleh pekerja. Stasiun kerja yang dirancang secara benar akan mampu memberikan keselamatan dan kenyamanan kerja bagi operator yang selanjutnya akan berpengaruh secara signifikan di dalam menentukan tingkat kinerjanya. Dalam hal ini ada hubungan yang erat antara kenyamanan dan produktivitas kerja yang mampu dicapai oleh seorang pekerja; meskipun masih banyak orang yang berasumsi bahwa produktivitas dan kualitas kerja (quality of work life) merupakan fungsi linier dari tingkatan upah maupun insentif yang bisa diberikan pada pekerja (Barnes, 1980; Wignjosoebroto, 2000).
5
W.Soebroto,Arief Rahman dan Elfino Jovianto, jurnal Kajian Ergonomi Perancangan Alat Bantu Penyetelan dan Pengelasan Produk Tangki Travo
(41)
produk atau fasilitas kerja agar nantinya sesuai dengan tubuh manusia yang mengoperasikannya, maka harus diperhatikan prinsip-prinsip dalam aplikasi data anthropometri. Ada 2 (dua) faktor penentu untuk mencapai kondisi tersebut yang harus diperhitungkan dalam proses perancangan sebuah stasiun kerja, yaitu (a) harus selalu diingat bahwa populasi pekerja akan sangat bervariasi dan berbeda-beda baik dalam bentuk maupun ukuran tubuh (antropometri)-nya; dan (b) harus dipahami benar tentang karakteristik dari populasi pemakai produk ataupun fasilitas kerja seperti pendidikan, kultur, skill, attitude, kemampuan fisik maupun mental, dan lain-lain. Kesalahan pokok yang sering dilakukan oleh seorang perancang adalah menempatkan karakteristik dan spesifikasi ukuran yang ada pada dirinya sendiri ke dalam rancangan yang akan dibuatnya.
3.5. Standard Nordic Questionnaire (SNQ) 6
Standard Nordic Questionnaire (SNQ) merupakan alat yang dapat mengetahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari Tidak Sakit (TS), agak sakit (AS), Sakit (S) dan Sangat Sakit (SS). Dengan melihat dan menganalisis peta tubuh seperti pada Gambar 3.1. maka dapat diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh pekerja.
6
Santoso, Gempur. Ergonomi Manusia, Peralatan dan Lingkungan. Cetakan Pertama. Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta. 2004.
(42)
Gambar 3.1. Standard Nordic Questioner (SNQ)
NO JENIS KELUHAN
TINGKAT KELUHAN
Tidak Agak Sakit Sangat
Sakit Sakit Sakit
0 Sakit kaku di leher bagian atas 1 Sakit kaku di leher bagian bawah 2 Sakit di bahu kiri 3 Sakit di bahu kanan 4 Sakit lengan atas kiri 5 Sakit di punggung 6 Sakit lengan atas kanan 7 Sakit pada pinggang 8 Sakit pada bokong 9 Sakit pada pantat 10 Sakit pada siku kiri 11 Sakit pada sikukanan 12 Sakit pada lengan bawah kiri 13 Sakit pada lengan bawah kanan 14 Sakit pada pergelangan tangan kiri 15 Sakit pada pergelangan tangan kanan 16 Sakit pada tangan kiri 17 Sakit pada tangan kanan 18 Sakit pada paha kiri 19 Sakit pada paha kanan 20 Sakit pada lutut kiri 21 Sakit pada lutut kanan 22 Sakit pada betis kiri 23 Sakit pada betis kanan 24 Sakit pada pergelangan kaki kiri 25 Sakit pada pergelangan kaki kanan 26 Sakit pada kaki kiri 27 Sakit pada kaki kanan
(43)
3.6. Kaitan Ergonomi dengan Postur Kerja7
Postur kerja merupakan titik penentu dalam menganalisis keefektifan dari suatu pekerjaan yang dilakukan. Apabila postur kerja yang dilakukan oleh pekerja sudah baik dan ergonomis maka dapat dipastikan hasil yang akan diperoleh oleh pekerja tersebut adalah hasil yang baik. Akan tetapi sebaliknya bila postur kerja pekerja salah atau tidak ergonomis maka pekerja tersebut akan mudah mengalami Ilmu yang mempelajari interaksi antara lingkungan kerja dan manusia atau sebaliknya disebut dengan ergonomi. Dengan menerapkan ergonomi yang baik, diharapkan seorang pekerja dapat bekerja secara efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien, sehingga produktivitas kerjanya dapat meningkat. Dari pengertian ergonomi tersebut dapat dilihat bahwa ergonomi mempelajari manusia dan apabila ada kesalahan tentang gerakan ataupun fasilitas yang digunakan manusia maka akan dapat diperbaiki dengan menggunakan ilmu ergonomi, misalnya : apabila postur kerja seorang pekerja salah atau tidak benar maka dapat dievaluasi dan diperbaiki dengan menggunakan metode OWAS, REBA, RULA maupun QEC yang dipelajari dalam ilmu ergonomi. Pertimbangan ergonomi yang berkaitan dengan postur kerja dapat membantu mendapatkan postur kerja yang nyaman bagi pekerja baik itu postur kerja berdiri, duduk maupun postur kerja lainnya sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan menjamin kesehatan fisik pekerja.
(44)
kelelahan dan dalam jangka panjang akan menimbulkan keluhan–keluhan pada bagian tubuh tertentu. Apabila pekerja mengalami kelelahan jelaslah hasil yang dilakukan pekerja tersebut juga akan mengalami penurunan dan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Performance kerja merupakan fungsi dari postur kerja dan produktifitas kerja. Dengan postur kerja yang ergonomis, maka seorang pekerja akan dapat bekerja dengan EASNE (efektif, aman, sehat, nyaman dan efisien), sebaliknya apabila postur kerjanya tidak benar, maka kinerja orang tersebut akan menurun sehingga tidak dapat bekerja dengan efektif dan efisien. Hal ini disebabkan karena postur kerja dapat menimbulkan rasa sakit dan cepat lelah yang lebih cepat dibandingkan dengan postur kerja yang ergonomis. Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja dan performance kerja adalah posisi dari postur kerja seseorang. Oleh karena itu diperlukan kajian yang lebih mendalam tentang gerakan kerja seseorang yang berinteraksi terhadap lingkungan kerjanya atau sebaliknya. Postur kerja merupakan pengaturan sikap tubuh saat bekerja. Sikap kerja yang berbeda akan menghasilkan kekuatan yang berbeda pula. Pada saat bekerja sebaiknya postur dilakukan secara alamiah sehingga dapat meminimalisasi timbulnya cidera dalam bekerja. Kenyamanan tercipta apabila pekerja telah melakukan postur kerja yang baik dan aman. Postur kerja yang baik sangat ditentukan oleh pergerakan organ tubuh saat bekerja.
(45)
3.6.2. Recommended Weight Limit (RWL) 8
1. Batasan legal (legal limitiations)
Recommended weight limit (RWL) adalah suatu perhitungan yang dilakukan untuk menentukan batas angkatan atau batasan berat yang direkomendasikan atau ditentukan dalam suatu proses kerja terutama untuk pemindahan material atau manual material handling dengan suatu posisi pengangkatan tertentu. Perhitungan itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jarak perpindahan pengangkatan benda, jarak vertikal antara posisi awal material pada saat diangkat, jarak horizontal antara mata kaki dan material yang akan diangkat dan sebagainya. Pendekatan terhadap batasan dari massa beban yang akan diangkat meliputi:
2. Batasan biomekanika (biomechanical limitations) 3. Batasan fisiologis (physiologicallimitations) 4. Batasan psiko-fisik (psycho-physicallimitations)
Sebuah lembaga yang menangani masalah kesehatan dan keselamatan kerja di Amerika Serikat, NIOSH (National Institute of Occupational Safety and Health) melakukan analisis terhadap kekuatan manusia dalam mengangkat atau memindahkan beban, dan merekomendasikan batas beban maksimum yang masih boleh diangkat oleh pekerja yaitu AL (action limit) dan MPL (maximum permissible limit) pada tahun 1981. Kemudian persamaan tersebut direvisi sehingga dapat mengevaluasi dan menyediakan pedoman untuk pembatasan yang lebih luas untuk kegiatan angkat. Revisi tersebut menghasilkan RWL
(46)
(recommended weight limit) pada tahun 1991, yaitu batas beban yang dapat diangkat oleh manusia tanpa menimbulkan cedera meskipun pekerjaan tersebut dilakukan dalam durasi waktu tertentu dan dalam jangka waktu yang cukup lama. Persamaan dari RWL adalah sebagai berikut:
RWL = LC x HM x VM x DM x AM x FM x CM Keterangan :
RWL = Batas beban yang direkomendasikan LC = Konstanta pembebanan = 23 kg
HM = Faktor pengali horizontal = 25/H (H dalam cm)
VM = Faktor pengali vertikal = (1-(0,003[V-75])) (V dalam cm) DM = Faktor pengali perpindahan = 0,82 + 4,5/D (D dalam cm) AM = Faktor pengali asimetrik = 1 – (0,0032 Aº)
FM = Faktor pengali frekuensi (dapat dilihat pada tabel) CM = Faktor pengali kopling (handle) (dapat dilihat pada tabel)
Nilai dari FM dan CM dapat dilihat pada Tabel 3.2 dan 3.3.
Tabel 3.2. Faktor Pengali Frekuensi (FM)
Frekuensi Angkat/Menit
(F)
Durasi Kerja
≤ 1 jam 1 jam ≤ t ≤ 2 jam 2 jam ≤ t ≤ 8 jam V <
30
V ≥ 30 V < 30 V ≥ 30 V < 30 V ≥ 30
≤ 0,2 1 1 0,95 0,95 0,85 0,85
(47)
Tabel 3.2. Faktor Pengali Frekuensi (FM) (lanjutan)
1 0,94 0,94 0,88 0,88 0,75 0,75
2 0,91 0,91 0,84 0,84 0,65 0,65
3 0,88 0,88 0,79 0,79 0,55 0,55
4 0,84 0,84 0,72 0,72 0,45 0,45
5 0,8 0,8 0,6 0,6 0,35 0,35
6 0,75 0,75 0,5 0,5 0,27 0,27
7 0,7 0,7 0,42 0,42 0,22 0,22
8 0,6 0,6 0,35 0,35 0,18 0,18
9 0,52 0,52 0,30 0,30 0,00 0,15
10 0,45 0,45 0,26 0,26 0,00 0,13
11 0,41 0,41 0,00 0,23 0,00 0,00
13 0,00 0,34 0,00 0,00 0,00 0,00
14 0,00 0,31 0,00 0,00 0,00 0,00
15 0,00 0,28 0,00 0,00 0,00 0,00
(48)
Tabel 3.3. Faktor Pengali Kopling (CM) Couling
Type
Coupling Multiplier V < 75 cm V > 75 cm
Good 1,00 1,00
Fair 0,95 1,00
Poor 0,90 0,95
LI (Lifting Index) adalah nilai estimasi yang menyatakan ketahanan manusia, diperoleh dari rasio perbandingan berat beban dengan batas pengangkatan yang direkomendasikan dari suatu kegiatan pengangkatan material secara manual, dan dirumuskan sebagai berikut:
LI = LoadWeight (L) / Recommended Weight Limit (RWL)
Nilai RWL dan LI dapat digunakan sebagai pedoman dalam perancangan kerja secara ergonomis melalui cara:
1. Nilai RWL dapat digunakan sebagai dasar dalam perancangan pekerjaan pengangkatan manual yang sudah ada atau pada perancangan pekerjaan pengangkatan manual yang sama sekali baru terutama mengenai posisi dari beban yang diangkat terhadap posisi manusia.
2. Semakin besar LI, maka semakin sedikit jumlah pekerja yang mampu secara aman bertahan dalam melakukan pekerjaan dalam tingkat tegangan tersebut. Jika LI ≤ 1 maka aktivitas tersebut tidak menyebabkan resiko cedera tulang belakang dan jika LI > 1, maka aktivitas tersebut mengandung resiko cedera
(49)
tulang belakang. Jadi harus dilakukan perancangan kerja yang lebih baik sehingga nilai LI mendekati 1.
3.6.3. Rapid Entire Body Assessment (REBA) 3.6.3.1. Defenisi REBA
Rapid entire body assessment atau yang biasa disebut dengan REBA yaitu Salah satu metode yang digunakan untuk menganalisa pekerjaan berdasarkan posisi tubuh adalah dengan metode Rapid Entire Body Assessment atau REBA. Metode ini didesain untuk mengevaluasi pekerjaan atau aktivitas, dimana pekerjaan tersebut memiliki kecenderungan menimbulkan ketidaknyamanan seperti kelelahan pada leher, tulang punggung, lengan, dan sebagainya. Metode ini mengevaluasi pekerjaan dengan memberikan nilai (score) pada 5 aktivitas level yang berbeda. Hasil nilai ini menunjukkan tingkatan atau level resiko yang dihadapi oleh karyawan dalam melakukan pekerjaannya dan terhadap beban kerja yang ditanggungnya. Resiko dari pekerjaan terkait dengan penyakit otot dan postur tubuh.
Analisa REBA dilakukan dengan membagi postur tubuh kedalam dua kategori, kategori A dan B. Kategori A terdiri dari tubuh, leher dan kaki, sedangkan kategori B terdiri dari lengan atas dan bawah serta pergelangan untuk gerakan ke kiri dan kanan. Masing-masing kategori memiliki skala penilaian postur tubuh lengkap dengan catatan tambahan yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam desain perbaikan. Setelah penilaian postur tubuh, yang dilakukan kemudian adalah pemberian nilai pada beban atau tenaga yang
(50)
digunakan serta faktor terkait dengan kopling (Hignett, S., McAtamney, L. 2000). Nilai untuk masing-masing postur tubuh dapat diperoleh dari tabel penilaian yang telah ada.
Total nilai pada kategori A merupakan nilai yang diperoleh dari penjumlahan nilai postur tubuh yang terdapat pada tabel A dengan nilai beban atau tenaga. Sedang total nilai pada kategori B merupakan nilai yang diperoleh dari penjumlahan nilai postur tubuh yang terdapat pada tabel B dengan nilai kopling untuk kedua tangan. Nilai REBA diperoleh dengan melihat nilai dari kategori A dan B pada tabel C untuk memperoleh nilai C yang kemudian dijumlahkan dengan nilai aktivitas. Sedangkan tingkatan resiko dari pekerjaan diperoleh dari tabel keputusan REBA. Langkah-langkah yang diperlukan dalam menerapkan metode REBA ini antaralain:
1. Mengambil data gambar posisi tubuh ketika bekerja di lantai produksi.
2. Menentukan bagian-bagian tubuh yang akan diamati, antara lain batang tubuh, pergelangan tangan, leher, kaki, lengan atas, dan lengan bawah.
3. Penentuan nilai untuk masing-masing postur tubuh dan penentuan activity score.
4. Penjumlahan nilai dari masing-masing kategori untuk memperoleh nilai REBA.
5. Penentuan level resiko dan pengambilan keputusan untuk perbaikan. 6. Implementasi dan evaluasi desain metode, fasilitas, dan lingkungan kerja. 7. Penilaian ulang dengan menggunakan metode REBA untuk desain baru yang
(51)
8. Evaluasi perbandingan nilai REBA untuk kondisi sebelum dan setelah implementasi desain perbaikan.
Beberapa keuntungan yang didapat dari metode REBA yang di diantaranya: 1. Metode ini dapat menganalisa pekerjaan berdasarkan posisi tubuh dengan
cepat.
2. Menganalisa faktor-faktor resiko yang ada dalam melakukan pekerjaan.
3. Metode ini cukup peka untuk menganalisa pekerjaan dan beban kerja berdasarkan posisi tubuh ketika bekerja
4. Teknik penilaian membagi tubuh kedalam bagian-bagian tertentu yang kemudian diberi kode-kode secara individual berdasarkan bidang-bidang geraknya untuk kemudian diberikan nilai.
5. Membuat desain metode, fasilitas dan lingkungan kerja. Pengembangan REBA terdiri atas 3 (tiga) tahapan, yaitu: 1. Mengidentifikasikan kerja,
2. Sistem pemberian skor,
3. Skala level tindakan yang menyediakan sebuah pedoman pada tingkat yang ada, dibutuhkan untuk mendorong penilaian yang lebih detail berkaitan dengan analisis yang didapat.
Metode ini tidak membutuhkan peralatan spesial dalam penilaian postur punggung, leher, kaki, dan lengan tangan dan pergelangan tangan. Setiap pergerakan diberi dengan skor yang telah ditetapkan. REBA dikembangkan sebagai suatu metode untuk menilai postur kerja yang merupakan faktor resiko (risk factor). Metode ini didesain untuk menilai pekerja dan mengetahui Musculos
(52)
Keletal yang kemungkinan dapat menimbulkan gangguan pada anggota tubuh. Dalam usaha untuk penilaian 4 (empat) faktor beban eksternal, jumlah gerakan, kerja otot statis, tenaga/ kekuatan, dan postur, REBA dikembangkan untuk: 1. Memberikan sebuah metode penyaringan suatu populasi kerja yang beresiko
menyebabkan gangguan pada anggota tubuh,
2. Mengidentifikasi usaha otot yang berhubungan dengan postur kerja, penggunaan tenaga dan kerja yang berulang-ulang yang dapat menimbulkan kelelahan (fatique) otot,
3. Memberikan hasil yang dapat digabungkan dengan sebuah metode penilaian ergonomi, yaitu epidemiologi, fisik, mental, lingkungan dan faktor organisasi
REBA adalah alat yang berguna dalam pengukuran resiko pada pemindahan material secara manual. Dirancang oleh Sue Highnett dan Lynn McAtamney sebagai alat untuk menganalisa sikap kerja pada keseluruhan tubuh, REBA juga dapat digunakan untuk mengukur beban dan aktivitas. REBA dapat digunakan baik untuk pengukuran dimensi struktur tubuh (static anthropometry)
maupun pengukuran dimensi fungsional tubuh (dynamic anthropometry), dan dapat diterapkan pada sebagian besar jenis kegiatan.
Penggunaan REBA memunculkan hasil angka yang menunjukkan total resiko pada sikap kerja dan aktivitas yang diukur. Hal ini merupakan suatu kelebihan dalam melaksanakan pengukuran resiko karena hasil dilengkapi dengan identifikasi dari pergerakan atau sikap kerja yang spesifik yang mungkin menyebabkan masalah atau yang sedang diamati.
(53)
3.7. Antropometri
Istilah antropometri barasal dari anthro yang berarti manusia dan metri
yang berarti ukuran. Secara definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai satu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran, yang berbeda satu dengan yang lainnya. Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam memerlukan interaksi manusia. Data antropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal:
1. Perancangan areal kerja.
2. Perancangan perlatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas.
3. Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi dan meja. 4. Perancangan lingkungan kerja fisik.
Dalam perancangan produk, ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran tubuh manusia, antara lain9:
1. Umur
Secara umum tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar seiring dengan bertambahnya umur.
2. Jenis kelamin
Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya akan lebih besar dibandingkan dengan wanita, terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu seperti pinggul.
(54)
3. Suku bangsa
Setiap suku, bangsa ataupun kelompok etnik akan memiliki karakteristik fisik yang akan berbeda-beda satu dengan yang lainnya.
4. Pekerjaan / Latihan
Pekerjaan yang dilakukan secara berulang dan terus menerus dengan aktivitas yang berbeda maka dimensi tubuh akan berbeda.
5. Musim
Faktor iklim yang berbeda akan memberikan variasi yang berbeda pula dalam bentuk rancangan dan spesifikasi pakaian.
3.7.1 Aplikasi Data Anthropometri Dalam Perancangan Produk/Fasilitas10
1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim. Kerja
Agar rancangan suatu produk dapat sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang akan mengoperasikannya, maka prinsip penggunaan data antropometri harus ditetapkan terlebih dahulu seperti uraian berikut :
Rancangan produk dibuat agar memenuhi dua sasaran produk, yaitu:
a. Bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rata-ratanya.
b. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas dari populasi yang ada).
10
Wignjosoebroto, Sritomo. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu. Edisi Pertama. Cetakan Keempat. Penerbit Guna Widya. Surabaya. 2008.
(55)
Ukuran yang diaplikasikan agar memenuhi sasaran pokok tersebut yaitu : 1. Dimensi minimum yang ditetapkan dari suatu rancangan produk umumnya
didasarkan pada nilai persentil yang terbesar seperti 90-th, 95-th, atau 99-th. Contoh kasus ini dapat dilihat pada penetapan ukuran minimal dari lebar dan tinggi dari pintu darurat, dan lain-lain.
2. Dimensi maksimum yang ditetapkan diambil berdasarkan nilai persentil yang paling rendah (1th, 5th, atau 10th persentil) dari distribusi data antropometri yang ada. Contohnya penetapan jarak jangkau dari suatu mekanisme kontrol yang harus dioperasikan oleh seorang pekerja.
2. Prinsip perancangan produk yang dapat dioperasikan pada rentang ukuran tertentu (adjustable).
Rancangan bisa berubah-ubah ukurannya sehingga cukup fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh. Contoh yang paling umum dijumpai adalah perancangan kursi mobil yang letaknya bisa digeser maju dan mundur, begitu juga dengan sandarannya bisa diubah-ubah sesuai dengan keinginan. Untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel semacam ini umumnya mengaplikasikan data antropometri dalam rentang persentil 5th s/d 95th.
3. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata.
Dalam hal ini rancangan produk didasarkan terhadap rata-rata ukuran manusia. Problem pokok yang dihadapi dalam hal ini adalah justru sedikit sekali mereka yang berada dalam ukuran rata-rata.
(56)
Berkaitan dengan aplikasi data antropometri yang diperlukan dalam proses perancangan produk ataupun fasilitas kerja, maka ada beberapa saran/rekomendasi yang bisa diberikan sesuai dengan langkah-langkah sebagai berikut
a. Tetapkan anggota tubuh yang mana yang akan difungsikan untuk mengoperasikan rancangan tersebut.
b. Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan tersebut, dalam hal ini juga perlu diperhatikan apakah mengunakan data structural body dimension ataupun functional body dimension.
c. Tentukan populasi terbesar yang harus diantisipasi, diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk tersebut.
d. Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti misalnya apakah rancangan tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, adjustable, ataukah ukuran rata-rata.
e. Pilih prosentase populasi yang harus diikuti: 90-th, 95th, 99-th atau nilai persentil yang lain yang dikehendaki.
f. Aplikasikan data tersebut dan tambahkan faktor kelonggaran (allowance) bila diperlukan seperti halnya tambahan ukuran akibat faktor tebalnya pakaian yang harus dikenakan oleh operator, pemakaian sarung tangan, dan sebagainya.
Untuk memperjelas mengenai data anthropometri untuk bisa diaplikasikan dalam berbagai rancangan produk ataupun fasilitas kerja dapat dilihat pada Gambar 3.2 tentang berbagai macam anggota tubuh yang perlu diukur:
(57)
Gambar 3.2. Data Anthropometri yang Diperlukan Untuk Perancangan Produk/Fasilitas Kerja
Keterangan:
1. Dimensi tinggi tubuh posisi berdiri tegak (dari lantai sampai ujung kepala). 2. Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak.
3. Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak.
4. Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus). 5. Tinggi kepalan tangan yang berjulur lepas posisi berdiri tegak.
(58)
6. Tinggi tubuh dalam posisi duduk (diukur dari alas tempat duduk/pantat sampai dengan kepala).
7. Tinggi mata dalam posisi duduk. 8. Tinggi bahu dalam posisi duduk .
9. Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus). 10. Tebal atau lebar paha.
11. Panjang paha diukur dari pantat sampai ujung lutut.
12. Panjang paha diukur dari pantat sampai bagian belakang dari lutut/betis. 13. Tinggi lutut diukur baik dalam posisi berdiri maupun duduk.
14. Tinggi tubuh posisi duduk yang diukur dari lantai sampai paha. 15. Lebar dari bahu.
16. Lebar pinggul/pantat.
17. Lebar dari dada dalam keadaan membusung (tidak tampak dalam gambar). 18. Lebar perut.
19. Panjang siku diukur dari siku sampai dengan ujung jari dalam posisi siku tegak lurus.
20. Lebar kepala.
21. Panjang tangan diukur dari pergelangan sampai ujung jari. 22. Lebar telapak tangan.
23. Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar ke samping kiri-kanan 24. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari lantai sampai
(59)
25. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak (tidak ditunjukkan dalam gambar)
26. Jarak jangkauan tangan yang terjulur ke depan, diukur dari bahu sampai ujung jari tangan. 11)
Permasalahan yang terdapat karena adanya variasi ukuran sebenarnya akan lebih mudah dipecahkan jika dapat merancang produk yang memiliki fleksibilitas dan adjustable dengan suatu rentang ukuran tertentu. Gambar 3.2 menjelaskan dalam anthropometi, angka 95-th akan menggambarkan ukuran tubuh manusia yang terbesar dan 5-th menggambarkan ukuran tubuh manusia yang terkecil (Sritomo 1995)12
Gambar 3.3. Kurva Distribusi Normal dengan Data Anthropometri Persentil 95-th
Pada penetapan data antropometri ini, pemakaian distribusi normal akan umum diterapkan. Dalam statistik, distribusi normal dapat diformulasikan berdasarkan harga rata-rata (mean) dan simpangan standardnya (standard
11)
Wignjosoebroto, Sritomo. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu. Edisi Pertama. Cetakan Keempat. Penerbit Guna Widya. Surabaya. 2008. hal. 67-71.
(60)
deviation, σx) dari data yang ada. Dari nilai yang ada tersebut, maka persentil dapat ditetapkan sesuai dengan tabel probabilitas distribusi normal.
Pemakaian nilai-nilai persentil yang umum diaplikasikan dalam perhitungan data antropometri dapat dijelaskan dalam Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Nilai Persentil dan Cara Perhitungannya dalam Distribusi Normal
Persentil 1-st
2,5-th
5-th 10-th 50-th 90-th 95-th 97,5-th 99-th
Perhitungan X
-2,325 σx X -1,96 σx X -1,645 σx X -1,28 σx X X + 1,28 σx X + 1,645 σx
X +
1,96
σx
X +
2,325
σx
Sumber: Sritomo Wignjosoebroto, ergonomi Studi Gerak dan Waktu
3.8. Pengolahan Data Anthropometri
Data hasil pengukuran diuji terlebih dahulu dengan menggunakan metode statistik yaitu uji keseragaman data, uji kecukupan data, dan uji normalitas data. Hal tersebut dilakukan agar data dapat mewakili populasi yang diharapkan.
3.8.1. Uji Keseragaman Data
Kegunaan uji keseragaman data adalah untuk mengetahui homogenitas data. Dari uji keseragaman data dapat diketahui apakah data berasal dari satu populasi yang sama. Uji keseragaman data dilakukan melalui tahap-tahap perhitungan yaitu:
(61)
a. Membagi data ke dalam suatu sub grup (kelas)
Penentuan jumlah sub grup dapat ditentukan dengan menggunakan rumus: k = 1 + 3 , 3 log N dimana N = jumlah data.
b. Menghitung harga rata-rata dari harga rata-rata sub grup dengan :
Dimana k = jumlah subgrup yang terbentuk X i = harga rata-rata dari subgrup ke-i c. Menghitung standar deviasi (SD), dengan:
dimana:
N = jumlah data amatan pendahuluan yang telah dilakukan Xi = data amatan yang didapat dari hasil pengukuran ke-i
d. Menentukan Batas Kontrol Atas (BKA) dan Batas Kontrol Bawah (BKB) dengan rumus:
Nilai Z bergantung dari besarnya keyakinan pengukuran.
3.8.2. Uji Kecukupan Data
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data anthropometri yang telah diperoleh dari pengukuran sudah mencukupi atau belum. Uji ini dipengaruhi oleh:
(62)
a. Tingkat Ketelitian (dalam persen), yaitu penyimpangan maksimum dari hasil pengukuran terhadap nilai yang sebenarnya.
b. Tingkat Keyakinan (dalam persen), yaitu besarnya keyakinan/besarnya probabilitas bahwa data yang didapatkan terletak dalam tingkat ketelitian yang telah ditentukan.
Rumus uji kecukupan data:
Keterangan:
z = diperoleh pada table normal untuk luasan sebesar tingkat keyakinan s = tingkat keyakinan
N’ = jumlah pengukuran yang seharusnya dilakukan N = jumlah pengukuran yang sudah dilakukan Jika N’ < N, maka data pengamatan cukup
Jika N’ > N, maka data pengamatan kurang, dan perlu tambahan data.
3.8.3. Uji Distribusi Normal dengan Kolmogorov - Smirnov Test.13
Uji Kolmogorov Smirnov merupakan pengujian normalitas yang banyak digunakan. Kelebihan dari uji ini adalah sederhana dan tidak menimbulkan perbedaan persepsi di antara satu pengamat dengan pengamat yang lain, yang
)
13)
Andi, Supangat. Statistika dalam Kajian Deskriptif, Inferensi dan Nonparametrik. Jakarta. Kencana. 2008, hal. 307-311.
(63)
sering terjadi pada uji normalitas dengan menggunakan grafik. Data yang mempunyai distribusi yang normal merupakan salah satu syarat dilakukannya
parametric-test. Untuk data yang tidak mempunyai distribusi normal tentu saja analisisnya menggunakan non parametric-test. Untuk mengatasi subjektivitas yang tinggi tersebut maka diciptakan model analisis untuk mengetahui normal tidaknya distribusi serangkaian data. Model analisis yang digunakan adalah tes
Kolmogorov-Smirnov. Konsep dasar dari uji normalitas Kolmogorov Smirnov adalah dengan membandingkan distribusi data (yang akan diuji normalitasnya) dengan distribusi normal baku. Distribusi normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk Z-Score dan diasumsikan normal.
Jadi sebenarnya uji Kolmogorov Smirnov adalah uji beda antara data yang diuji normalitasnya dengan data normal baku. Seperti pada uji beda biasa, jika signifikansi di bawah 0,05 berarti terdapat perbedaan yang signifikan, dan jika signifikansi di atas 0,05 maka tidak terjadi perbedaan yang signifikan. Penerapan pada uji Kolmogorov Smirnov adalah bahwa jika signifikansi di bawah 0,05 berarti data yang akan diuji mempunyai perbedaan yang signifikan dengan data normal baku, berarti data tersebut tidak normal. Jika signifikansi di atas 0,05 maka berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara data yang akan di uji dengan data normal baku artinya data yang diuji normal tidak berbeda dengan normal baku.
Yang diperbandingkan dalam suatu uji Kolmogorov-Smirnov adalah distribusi frekuensi kumulatif hasil pengamatan dengan distribusi frekuensi
(64)
kumulatif yang diharapkan (actual observed cumulative frequency dengan
expected cumulative frequency).
Langkah- langkah yang diperlukan dalam pengujian ini adalah:
1. Susun data dari hasil pengamatan mulai dari nilai pengamatan terkecil sampai nilai pengamatan terbesar.
2. Kemudian susunlah distribusi frekuensi kumulatif relatif dari nilai pengamatan tersebut, dan notasikanlah dengan Fa (X).
3. Hitunglah nilai Z dengan rumus: Dimana :
Z = satuan baku pada distribusi normal Xi = nilai data
= mean
σ = standar deviasi
4. Hitung distribusi frekuensi kumulatif teoritis (berdasarkan area kurva normal) dan notasikan dengan Fe (X).
5. Hitung selisih antara Fa (X) dengan Fe (X).
6. Ambil angka selisih maksimum dan notasikan dengan deviasi maksimum D. D = Fs(xi)−Ft(xi) maks i = 1,2,….N.
Bandingkan nilai D yang diperoleh dengan Dα, maka kriteria pengambilan
keputusannya adalah: Ho diterima apabila D ≥ Dα ; Ho ditolak apabila D ≤
(65)
(66)
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di industri tepung tapioka yang terletak di Jl.M.Yamin Kelurahan Kisaran Naga, Kecamatan Kisaran Timur, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Penelitian dilakukan dalam rentang waktu 5 bulan hingga selesai.
4.2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang menggambarkan/melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya pada kegiatan pengepakan ampas ubi. Penelitian ini mencoba memberikan gambaran kondisi eksisting pada proses pembuatan tepung tapioka. Gambaran kondisi eksisting yang diperoleh dianalisis dan dievaluasi sehingga dapat menghasilkan rancangan fasilitas kerja yang ergonomis dan dapat meningkat produktivitas kerja operator. Peningkatan produktivitas dapat dilihat dari penurunan level (tingkatan) keluhan
musculoskeletal pada operator.
4.3. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah pekerja pada bagian pengepakan ampas ubi, mulai dari pengepakan ampas ubi sampai menjahit karung.
(67)
4.4. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut: 1. Metode wawancara
Metode wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab dan diskusi tentang hal yang berhubungan dengan penelitian. Wawancara dilakukan dengan pimpinan dan operator.
2. Kuesioner
Menyebarkan Standard Nordic Questionnaire (SNQ) yang berisi daftar pertanyaan kepada operator pengepakan ampas ubi yaitu sebanyak 3 (tiga) operator untuk mengidentifikasi keluhan muskuloskeletal.
3. Observasi
Melakukan pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan yaitu melakukan pengamatan terhadap metode kerja yang diterapkan dan fasilitas yang digunakan, pengukuran dimensi tubuh operator, pengamatan serta pengambilan foto postur kerja aktual operator.
4.5. Instrumen Penelitian
Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Pedoman wawancara tentang hal yang berhubungan dengan penelitian.
2. Form Standard Nordic Questionnaire (SNQ), digunakan untuk identifikasi bagian tubuh yang terasa sakit saat bekerja.
3. Metode REBA (Rapid Entire Body Assessment) untuk menganalisa metode kerja.
(68)
4. Kamera Digital.
5. Software SPSS 12 for Windows, Software REBA, dan Software Autocad 2007 Digunakan untuk membantu uji kenormalan data antropometri, penilaian postur kerja operator dan untuk menggambarkan postur kerja operator saat bekerja menggunakan fasilitas kerja usulan.
6. Human Body Martin untuk mengukur dimensi tubuh tiap operator.
7. Meteran, digunakan untuk mengukur panjang, lebar, dan tinggi fasilitas kerja aktual operator
4.6. Pengumpulan Data
Adapun beberapa jenis data yang dikumpulkan dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dari pengamatan dan penelitian langsung terhadap objek penelitian di lapangan dengan menggunakan alat ukur.
Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Prosedur kerja aktual
2. Data hasil keluhan bagian tubuh pekerja yang sakit saat bekerja berdasarkan SNQ
3. Penilaian Postur kerja pekerja aktivitas aktual 4. Data dimensi tubuh pekerja
(69)
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang dikumpulkan dengan mencatat data dan informasi dari perusahaan yaitu :
a. Gambaran umum dan sejarah perusahaan. b. Organisasi dan manajemen perusahaan.
4.7. Pengolahan Data
Pada tahap ini, dilakukan pengolahan data yang diperoleh berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran yang dilakukan secara parametrik. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pengolahan data adalah :
4.7.1. Pengolahan Data Hasil SNQ (Standard Nordic Questionnaire)
Dari data pengisian kuesioner nordic yang dilakukan pada semua pekerja bagian pengepakan ampas ubi dapat diketahui jenis keluhan pada bagian-bagian tubuh setiap pekerja. Dari keluhan yang ada maka diberikan usulan untuk memperbaiki metode kerja yang ada saat ini.
4.7.2. Penilaian Postur Kerja Dengan Rapid Entire Body Assessment (REBA) Untuk memperoleh gambaran tentang postur kerja eksisting. Penilaian postur kerja ini dilakukan dengan menggunakan Software REBA.
(70)
4.7.3. Penentuan Nilai Recommended Weight Limit (RWL) dan Lifting Index (LI)
Untuk memperoleh gambaran tentang batas angkatan atau batasan berat yang direkomendasikan atau ditentukan dalam suatu proses kerja terutama untuk pemindahan material. Dimana pekerja memindahkan karung yang berisi ampas ubi dari alat bantu pemengang karung ke lantai selanjutnya di pindahkan ketempat penyimpaman sementara ampas ubi tersebut.
4.7.4. Pengolahan Data Anthropometri (Dimensi Tubuh Pekerja)
Perbaikan tempat kerja dilakukan dengan perancangan ulang fasilitas kerja. Metode perancangannya menggunakan data anthropometri dan penyesuaian dengan keadaan tempat kerja yang ada. Penentuan dimensi tubuh berdasarkan fasilitas yang akan dirancang untuk menghilangkan kegiatan yang menyebabkan keluhan MSDs dari hasil kuesioner SNQ dan penilaian postur kerja dengan REBA dengan melakukan uji keseragaman, uji kecukupan, dan uji normalitas data dengan menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov Test pada data dimensi tubuh yang diperoleh.
4.8. Analisis Pemecahan Masalah
Analisis dilakukan terhadap kekurangan-kekurangan fasilitas kerja yang menyebabkan ketidaknyamanan operator dan metode kerja aktual sehingga dapat menghasilkan perbaikan fasilitas kerja untuk mengurangi resiko kerja pada operator.
(71)
4.9. Kesimpulan dan Saran
Dari hasil analisis yang diperoleh maka dapat ditarik kesimpulan dengan membandingkan kondisi awal dengan kondisi usulan sesudah adanya perbaikan, yang menghasilkan penurunan resiko kerja. Saran diberikan kepada pihak perusahaan untuk memperbaiki fasilitas kerja sehingga menghasilkan kenyamanan operator dalam bekerja. Blok diagram metodologi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1.
(72)
Gambar 4.1. Block Diagram Metodologi Penelitian
Studi Literatur
- Jurnal Internet
Studi Pendahuluan
- Observasi Langsung
Perumusan Masalah
Keluhan musculoskeletal yang di alami operator di sebabkan oleh postur kerja yang tidak ergonomis dan beban angkat manual operator yang besar.
Penetapan Tujuan
1. Mengetahui bagian tubuh yang memiliki keluhan muskulokoletal. 2. Mengetahui batasan beban yang direkomendasikan.
3. Mengetahui penilaian postur tubuh yang perlu dilakukan perbaikan. 4. Rancang fasilitas kerja yang ergonomis
Pengumpulan Data
1. Informasi mengenai Perusahaan (wawancara) 2. Prosedur kerja ( Pengamatan dan Wawancara)
3. Keluhan rasa sakit yang dialami pekerja (Penilaian Form SNQ) 4. Postur kerja operator
5. Data Recommended Weight Limit (RWL) 6. Data pengukuran fasilitas kerja
7. Dimensi tubuh pekerja (Pengukuran Antropometri)
Pengolahan Data
1. Pengolahan SNQ
2. Penentuan skor dan level resiko postur kerja actual
3. Penentuan nilai Recommended Weight Limit (RWL) dan lifting index(LI) 4. Perolehan dimensi yang dibutuhkan untuk rancang fasilitas, serta 5. pengujian keseragaman, kecukupan dan kenormalan data
Analisis dan Perancangan
1. Analisis Keluhan Operator Berdasarkan Kuisioner SNQ
2. Rancangan fasilitas kerja yang sesuai dengan sikap kerja yang aman 3. Rancangan metode kerja usulan berdasarkan fasilitas kerja usulan
4. Perancangan Metode Kerja usulan dengan Metode Kerja aktual berdasarkan sikap kerja
(73)
(74)
BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
5.1. Pengumpulan Data
Data primer yang merupakan data pengamatan pendahuluan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kondisi tempat kerja operator.
2. Peralatan yang digunakan selama proses produksi. 3. Metode kerja aktual.
4. Data keluhan MSDs berdasarkan kuesioner SNQ. 5. Data perhitungan RWL
6. Data dimensi fasilitas kerja aktual
5.1.1. Kondisi Tempat Kerja Operator
Area pengepakan ampas ubi memiliki luas 15 x 25 m dimana bangunan ini berdiri dengan dinding yang terbuat dari batu bata. Daerah kerja operator bisa dikategorikan basah dan lembab dikarenakan di daerah kerja operator terdapat genangan air dari karung yang berisi ampas ubi. Untuk area kerja pengepakan ampas ubi ke dalam karung masih kelihatan kurang rapi karena karung yang akan dipakai diletakkan di sekitar tempat kerja.
(75)
Gambar 5.1. Layout Tempat Kerja
Keterangan:
1. Alat Bantu Pemegang Penampungan Ampas Ubi 2. Tumpukan Karung
3. Operator Mengisi Karung
4. Operator Menarik Karung dan Menyusun Karung 5. Operator Menjahit karung
6. Karung yang berisi ampas ubi
5.1.2. Peralatan Kerja
Adapun mesin dan peralatan yang digunakan selama proses pengepakan ampas ubi adalah sebagai berikut:
(76)
Tabel 5.1. Peralatan Yang Digunakan Selama Proses Pengepakan Ampas Ubi.
Nama Fungsi Spesifikasi Jumlah
Gancu Menarik karung berisi Ampas Ubi - 4 unit
Jarum Karung Menggergaji Kayu - 2 unit
Alat Bantu
Pemegang Karung Ampas Ubi
Menampung Ampas Ubi yang
akan dimasukkan kedalam karung - 1unit
Sumber : Hasil Pengamatan
5.1.3. Metode Kerja Aktual
Gambar elemen kegiatan pada kondisi aktual untuk tiap-tiap elemen pada proses pengepakan ampas ubi dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Elemen Kegiatan pada Proses Pengepakan Ampas Ubi
No. Elemen Kegiatan Uraian Kegiatan
1 Mengambil karung dari lantai. Karung
yang digunakan sebagai tempat ampas ubi diambil oleh operator dari lantai dengan cara membungkuk kemudian menempatkan pada alat bantu pemegang karung ampas ubi dengan frekuensi 600 kali selama ± 8 jam/hari.
2 Mengikat karung pada alat bantu
pemegang karung ampas ubi. Setelah karung ditempatkan pada alat bantu pemegang karung, karung di ikat dengan jarum pada alat bantu pemegang karung yang bertujuan agar pada saat ampas ubi dituangkan kedalam karung, karung tidak jatuh ke lantai.
(77)
Tabel 5.2. Elemen Kegiatan pada Proses Pengepakan Ampas Ubi (lanjutan)
3 Menuangkan ampas ubi kedalam karung.
Proses ini dilakukan setelah karung ditempatkan pada alat bantu pemegang karung kemudian operator membuka pintu aliran ampas ubi, setelah karung penuh oleh ampas ubi, maka pintu aliran ampas ubi ditutup kembali.
4
Melepaskan ikatan karung pada alat bantu pemegang karung ampas ubi. Setelah karung terisi penuh oleh ampas ubi, karung diturunkan dari alat bantu pemegang karung dengan mencabut jarum yang digunakan untuk mengikat karung pada alat bantu pemegang karung.
5 Menggancu karung berisi ampas ubi dari
alat bantu pemegang karung ampas ubi. Setelah karung diturunkan dari alat bantu pemegang karung operator lain bersiap menarik karung tersebut dari alat bantu pemegang karung kemudian di pindahkan ke tempat penyimpana dengan menggunakan gancu.
(78)
Tabel 5.2. Elemen Kegiatan pada Proses Pengepakan Ampas Ubi (lanjutan)
6 Menarik karung berisi ampas ubi. Berat
dari karung tersebut ± 50 kg, jarak alat bantu pemegang karung ke tempat penyimpan sejauh 15 meter, pemindahan karung dilakukan dengan cara menarik karung tersebut dengan gancu.
7
Menyusun Karung ke Tempat Penyimpanan. Proses ini dilakukan setelah karung dipindahkan ketempat penyimpanan kemudian karung disusun dengan rapi.
8 Menjahit Karung. Karung yang sudah
disusun rapi dijahit ujung nya dengan menggunakan jarum khusus dengan tali plastik sebagai benangnya. Selesai Menjahit Karung, operator memastikan bahwa karung yang dijahitnya sudah rapi, agar ampas ubi tidak keluar pada saat di perjalanan.
(79)
5.1.3.1. Pembagian Tugas Operator
Adapun tugas-tugas operator pada pengepakan ampas ubi ini adalah :
Tabel 5.3. Tugas-Tugas Operator Pengepakan Ampas Ubi
No Nama Operator Tugas
1 Operator 1 - Mengambil karung dari lantai, hingga memasukkan ampas ubi kedalam karung
2
Operator 2 - Memindahkan karung ketempat penyimpanan dan menyusun karung
3
Operator 3 - Menjahit ujung karung
5.1.4. Data Keluhan MSDs Berdasarkan Kuesioner SNQ
Adapun data keluhan MSDs pada PT. Sari Tani Jaya Sumatera ini adalah hanya pada bagian pengepakan ampas ubi. Data keluhan MSDS dapat dilihat sebagai berikut :
(80)
1. Operator 1
Gambar 5.2. Identifikasi Keluhan Musculoskeletal Disorder Operator 1 (Pekerjaan Memasukkan Ampas Ubi ke dalam Karung)
27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 0
2 3
6 11 4 10 12 14 15 Keterangan: Tidak Sakit Agak Sakit Sakit Sangat sakit 5 7 1 13 8 9 17 16
(81)
Keterangan : Tidak sakit
Agak Sakit Sakit Sangat Sakit
Kategori rasa sakit yang dirasakan saat bekerja adalah sebagai berikut: Tidak sakit : Bagian tubuh operator tidak terasa nyeri sedikitpun karena
kontraksi otot yang terjadi berjalan normal, biasanya hal ini terjadi jika bagian tubuh tidak langsung bersentuhan dengan benda kerja. Agak sakit : Bagian tubuh operator mulai terasa nyeri, namun rasa nyeri yang
timbul tidak membuat operator jenuh atau cepat lelah.
Sakit : Bagian tubuh operator merasakan nyeri yang cukup hebat dan keadaan ini membuat operator mulai jenuh dan cepat lelah.
Sangat sakit : Bagian tubuh operator merasakan nyeri yang sangat luar biasa disertai dengan ketegangan (kontraksi otot yang sangat hebat) sehingga membuat operator merasakan jenuh dan kelelahan yang cukup besar.
(82)
2. Operator 2
Gambar 5.3. Identifikasi Keluhan Musculoskeletal Disorder Operator 2 (Pekerjaan Memindahkan Karung)
27 26 25 21 20 19 18 17 10 15 13 12 11 9 6 5 3 1 0 Keterangan: Tidak Sakit Agak Sakit Sakit Sangat sakit 3 2 4 7 14 16 22 23 24 8
(83)
3. Operator 3
Gambar 5.4. Identifikasi Keluhan Musculoskeletal Disorder Operator 3 (Pekerjaan Menjahit Karung)
27 26 23 22 21 20 17 16 10 15 14 13 12 11 9 5 4 1 0 Keterangan: Tidak Sakit Agak Sakit Sakit Sangat sakit 7 8 18 19 6 3 2 24 25
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)