Studi Sistem Proteksi Pasif Kebakaran pada Bangunan Hotel Danau Toba Internasional Medan

(1)

STUDI SISTEM PROTEKSI PASIF KEBAKARAN PADA

BANGUNAN HOTEL DANAU TOBA INTERNASIONAL

MEDAN

SKRIPSI

OLEH

CHINDY

100406067

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

MEDAN

SKRIPSI

OLEH

CHINDY

100406067

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

STUDI SISTEM PROTEKSI PASIF KEBAKARAN PADA

BANGUNAN HOTEL DANAU TOBA INTERNASIONAL

MEDAN

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

CHINDY

100406067

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(4)

STUDI SISTEM PROTEKSI PASIF KEBAKARAN PADA BANGUNAN HOTEL DANAU TOBA INTERNASIONAL MEDAN

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 10 Juli 2014


(5)

Judul Skripsi : STUDI SISTEM PROTEKSI PASIF KEBAKARAN PADA BANGUNAN HOTEL DANAU TOBA INTERNASIONAL MEDAN

Nama Mahasiswa : CHINDY

Nomor Pokok : 100406067

Program Studi : Arsitektur

Menyetujui Dosen Pembimbing,

(Ir. N. Vinky Rahman, M.T.)

Koordinator Skripsi, Ketua Program Studi,

(Ir. Dwira N. Aulia, MSc., PhD.) (Ir. N. Vinky Rachman, M.T.)


(6)

Panitia Penguji Skripsi

Ketua Komisi Penguji : Ir. N. Vinky Rahman, M.T. Anggota Komisi Penguji : Ir. Novrial, M.Eng


(7)

ABSTRAK

Setiap bangunan gedung diperlukan upaya untuk meminimalisasi terjadinya kebakaran yaitu dengan diterapkannya sistem proteksi kebakaran yang bekerja secara aktif maupun pasif. Penelitian ini hanya membahas sistem proteksi pasif yang lebih berperan dalam desain struktur dan arsitekturnya dibandingkan sistem proteksi aktif yang hanya berperan dalam memadamkan api. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif yaitu dengan menganalisis datanya melalui analisa kualitatif dan kuantitatif. Analisa kualitatif dilakukan berdasarkan hasil fakta dari observasi, sedangkan analisa kuantitatif digunakan untuk menghitung nilai keandalan sistem proteksi pasifnya berdasarkan Pustlibang 2005.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sistem proteksi pasif sesuai dengan standar yang berlaku dan mengetahui tingkat keandalan sistem proteksi pasif bangunan tersebut. Adapun hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sistem proteksi pasif yang terdapat pada bangunan studi masih banyak yang tidak sesuai dengan aturan standar, akan tetapi keandalan sistem proteksi kebakaran pasif yang terdapat pada bangunan tersebut adalah 87,53% dan termasuk dalam klasifikasi baik.

Kata Kunci : bahaya kebakaran, hotel, sistem proteksi pasif, keandalan sistem proteksi kebakaran.


(8)

ABSTRACK

Each building is necessary to minimize the occurrence of fires is with the application of fire protection systems that work actively or passively. This research was discusses only the passive protection system that is more instrumental in the design of the structure and architecture than active protection system which only plays a role in putting out the fire. This descriptive type of research is to analyze the data through qualitative and quantitative analysis. The qualitative analysis is done based on the facts of observation, whereas quantitative analysis is used to calculate the value of the reliability of passive protection system based on the Pustlibang 2005.

The purpose of this research is to identify the passive protection system in accordance with applicable standards and determine the level of reliability of passive protection system of the building. The results of this research it can be concluded that the passive protection system contained in the building studies is many that are not in accordance with the standard rules, but the reliability of passive fire protection systems contained in the building is 87.53% and is included in good classification.

Keywords : fire hazard, the hotel, the passive protection system, fire protection system reliability.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunian-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Studi Sistem Proteksi Pasif Kebakaran Pada Bangunan Hotel Danau Toba Internasional Medan” sebagai salah satu syarat untuk meyelesaikan studi program sarjana Teknik Arsitektur.

Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini hingga selesai, terutama penulis tunjukan kepada :

1. Bapak Ir. N. Vinky Rahman, M.T. selaku Ketua Jurusan Departemen Arsitektur dan dosen pembimbing atas kesediaannya membimbing, motivasi, pengarahan dan waktu beliau kepada penulis sehingga penulis dapat meyelesaikan penyusunan dan penulisan skripsi ini ;

2. Bapak Ir. Novrial, M.Eng dan Bapak Devin Defriza H, S.T., M.T., selaku dosen penguji yang selalu memberikan pengarahan dan masukan yang sangat berharga dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini ;

3. Bapak Ir. Rudolf Sitorus, MLA selaku Sekretaris Jurusan Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara atas bimbingan selama perkuliahan hingga penyelesaiaan studi dan penulisan skripsi ini. 4. Ibu Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc dan bapak Bauni Hamid, selaku dosen

koordinator, serta Bapak/Ibu dosen staff pengajar Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara atas bimbingan selama perkuliahan hingga penyelesaiaan studi dan penulisan skripsi ini.

5. Seluruh pihak hotel Danau Toba Internasional yang telah memberikan izin, waktu dan membagi data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, sehingga penelitian ini dapat terlaksana dan berjalan dengan lancar.


(10)

6. Keluarga besar terutama kedua orangtua dan saudara - saudara penulis yang tercinta, yang selalu mendoakan dan memberikan semangat serta bantuan baik dalam bentuk moral maupun material selama masa perkuliahan dan penyelesaian skripsi ini.

7. Teman-teman stambuk 2010 atas kebersamaan dan perjuangan bersama selama tiga setengah tahun, serta semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis membuka diri terhadap kritikan dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua terutama pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di lingkungan Departemen Arsitektur USU.

Medan, 10 Juli 2014 Penulis,


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL... i

LEMBAR PENGESAHAN... ii

LEMBAR PERNYATAAN... iii

LEMBAR PERSETUJUAN... iv

ABSTRAK………... vi

ABSTRACK………... vii

KATA PENGANTAR……… viii

DAFTAR ISI……….. x

DAFTAR TABEL……….. xiii

DAFTAR GAMBAR………. xv

BAB I PENDAHULUAN………. 1

1.1 Latar Belakang……….. 1

1.2 Perumusan Masalah………... 3

1.3 Tujuan Penelitian………... 3

1.4 Manfaat Penelitian………. 3

1.5 Lingkup / Batasan Permasalahan.………... 4

1.6 Kerangka Berpikir………. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……… 6

2.1 Kebakaran……….. 6

2.1.1 Defenisi Kebakaran………... 6

2.1.2 Klasifikasi Kebakaran………... 6

2.1.3 Bahaya Kebakaran……… 7

2.1.4 Klasifikasi Bahaya Kebakaran……….. 8

2.2 Bangunan Gedung………. 9


(12)

2.2.2 Klasifikasi Bangunan Gedung……….. 10

2.3 Hotel……….. 13

2.3.1 Defenisi Hotel………... 13

2.3.2 Klasifikasi Hotel………... 14

2.4 Sarana Proteksi Kebakaran……… 15

2.4.1 Sarana Sistem Proteksi Aktif……… 15

2.4.2 Sarana Sistem Proteksi Pasif………. 16

2.4.2.1 Kelengkapan Tapak……… 16

A. Sumber Air……… 16

B. Jalan Lingkungan……….. 16

C. Jarak Antar Bangunan…………... 17

D. Hidran Halaman……… 17

2.4.2.2 Sistem Proteksi Pasif……….. 21

A. Konstruksi Tahan Api…………... 22

B. Kompartemenisasi dan Pemisahan 23 2.4.2.3 Sistem Penyelamatan Jiwa………….. 24

A. Tangga Darurat………. 24

B. Pintu Darurat………. 25

C. Tanda Petunjuk Arah / Exit……... 26

D. Sarana Jalan Keluar / Koridor…... 28

E. Pencahayaan Darurat………. 29

F. Pengendalian Asap……… 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………... 33

3.1 Jenis Penelitian……….. 33

3.2 Variabel Penelitian……… 34

3.3 Populasi / Sampel……….. 36

3.4 Metoda Pengumpulan Data………... 36

3.5 Kawasan Penelitian………... 37


(13)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………. 44

4.1 Data Lokasi Penelitian……….. 44

4.2 Analisa Sistem Proteksi Pasif Kebakaran Pada Bangunan Hotel Danau Toba Internasional………….. 45

4.2.1 Tangga Darurat………. 45

4.2.2 Pintu Darurat………. 50

4.2.3 Pengendalian Asap……… 54

4.2.4 Sarana Jalan Keluar / Koridor………... 56

4.2.5 Tanda Petunjuk Arah / Exit……….. 58

4.2.6 Pencahayaan Darurat……… 59

4.3 Analisa Keandalan Sistem Proteksi Pasif Kebakaran Pada Bangunan Hotel Danau Toba Internasional……. 61

4.3.1 Kelengkapan Tapak………. 61

4.3.1.1 Sumber Air………..………… 61

4.3.1.2 Jalan Lingkungan………..…….. 63

4.3.1.3 Jarak Antar Bangunan………... 66

4.3.1.4 Hidran Halaman……….. 68

4.3.2 Sistem Penyelamatan Jiwa………... 69

4.3.2.1 Jalan Keluar………..………….. 69

4.3.2.2 Konstruksi Jalan Keluar……..……… 71

4.3.2.3 Landasan Helikopter………... 74

4.3.3 Sistem Proteksi Pasif………... 75

4.3.3.1 Konstruksi Tahan Api…..…………... 75

4.3.3.2 Kompartemenisasi...…………..……. 79

4.3.3.3 Perlindungan Bukaan………... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAMN……….. 86

5.1 Kesimpulan……… 86

5.2 Saran……….. 88

DAFTAR PUSTAKA………. 89


(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1 Klasifikasi kebakaran………... 7

2.2 Jarak antar bangunan gedung………... 20

2.3 Jumlah pasokan air hidran halaman………... 21

2.4 Tipe minimum konstruksi ketahanan api pada kelas bangunan… 23 2.5 Ukuran maksimum dari kompartemen kebakaran atau atrium... 24

3.1 Kebutuhan data primer dan data sekunder………... 36

3.2 Tingkat penilaian audit kebakaran………... 42

4.1 Analisa tangga darurat………... 49

4.2 Analisa pintu darurat………... 52

4.3 Analisa pengendalian asap………... 55

4.4 Analisa jalan keluar/koridor………... 57

4.5 Analisa tanda petunjuk arah/EXIT………... 59

4.6 Analisa pencahayaan darurat………... 60

4.7 Analisa sumber air hotel Danau Toba Internasional………... 63

4.8 Analisa jalan lingkungan hotel Danau Toba Internasional.. ... 65

4.9 Analisa jarak antar bangunan hotel Danau Toba Internasional…. 67

4.10 Analisa hidran halaman hotel Danau Toba Internasional…... 68

4.11 Analisa jalan keluar hotel Danau Toba Internasional……... 70

4.12 Spesifikasi konstruksi jalan keluar………... 72

4.13 Analisa konstruksi jalan keluar hotel Danau Toba Internasional.. 73

4.14 Spesifikasi struktur bangunan hotel Danau Toba Internasional… 76 4.15 Ketahanan material terhadap api………... 77

4.16 Analisa konstruksi api struktur hotel Danau Toba Internasional... 78

4.17 Analisa kompartemenisasi hotel Danau Toba Internasional... 80


(15)

L.1 Bobot nilai sistem proteksi pasif………... 92

L.2 Bobot nilai sub komponen kelengkapan tapak…...………... 92

L.3 Bobot nilai sub komponen sarana penyelamatan...………... 92

L.4 Bobot nilai sub komponen sistem proteksi pasif…………... 93

L.5 Kebutuhan air untuk beberapa sektor………..…...………... 94

L.6 Standar kebutuhan air untuk beberapa sektor.…...………... 94

L.7 Perhitungan pembobotan komponen kelengkapan tapak…... 94

L.8 Perhitungan pembobotan komponen sarana penyelamatan... 95

L.9 Perhitungan pembobotan komponen sistem proteksi pasif... 95


(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1.1 Kerangka Berpikir….………...………... 5

2.1 Posisi perkerasan pada rumah hunian.,………... 17

2.2 Perkerasan untuk keluar masuknya mobil pemadam kebakaran... 18

2.3 Posisi jack mobil pemadam kebakaran………... 19

2.4 Radius terluar untuk belokaan yang dapat dilalui………... 19

2.5 Ruang penampungan sementara / kompartemen………... 23

2.6 Pintu darurat………... 26

2.7 Standar ukuran tanda arah………... 27

2.8 Tanda arah dan Eksit………... 27

2.9 Lokasi pemasangan tanda EXIT pada pintu dan dinding……... 28

2.10 Lokasi pemasangan tanda arah EXIT pada koridor……... 28

2.11 Standar minimal tinggi ruangan………... 29

2.12 Identifikasi simbol lampu darurat………... 30

2.13 Lokasi pemasangan lampu darurat dalam ruangan……... 30

2.14 Tirai penghalang asap………... 31

2.15 Pengendalian asap pada bangunan tinggi………... 32

3.1 Hubungan antara variabel dependen dan variabel independen yang dipengaruhi variabel mederator……... 35

3.2 Variabel penelitian………... 35

3.3 Peta lokasi penelitian………... 38

3.4 Batasan lokasi penelitian dan tampak bangunan hotel Danau Toba Internasional………... 39

3.5 Kondisi batasan lokasi penelitian………... 39

3.6 Site plan hotel Danau Toba Internasional………... 40


(17)

4.2 Perletakan tangga darurat pada lantai 1 bangunan utama hotel

Danau Toba Internasional dan eksit lantai 1……... 45 4.3 Penggunaan tangga darurat di bagian tengah bangunan... 46 4.4 Penzoningan tangga darurat pada lantai 2 bangunan utama hotel

Danau Toba Internasional dan eksit lantai 2... 47 4.5 Kondisi eksit hotel danau Toba Internasinal………... 48 4.6 Penzoningan tangga darurat pada lantai 3 - 10 bangunan utama

hotel Danau Toba Internasional………... 48 4.7 Ukuran tangga darurat sisi kiri (arah barat laut) dan tengah

bangunan………... 49 4.8 Letak pintu darurat pada ruang tangga darurat sisi kiri bangunan

dan dokumentasi foto pintu darurat…………... 50 4.9 Letak pintu darurat pada tangga darurat bagian tengah bangunan

di lantai 1 dan dokumentasi foto pintu darurat... 51 4.10 Letak pintu darurat pada tangga darurat bagian tengah bangunan

di lantai 3 dan dokumentasi foto pintu darurat………... 52 4.11 Atrium di sisi kiri bangunan dan atrium di sisi kanan bangunan... 55 4.12 Koridor/jalan keluar menuju tangga darurat…………... 57 4.13 Tanda petunjuk arah EXIT yang terdapat pada banguan hotel

Danau Toba Internasional………... 58 4.14 Lampu darurat yang terdapat pada banguan hotel Danau Toba

Internasional………... 60 4.15 Letak sumber air hotel Danau Toba Internasional……... 62 4.16 Skema sirkulasi air hotel Danau Toba Internasional…... 62 4.17 Jalan lingkungan untuk akses kendaraan kebakaran hotel Danau

Toba Internsaional………... 64 4.18 Kondisi jalan lingkungan akses kendaraan kebakaran hotel

Danau Toba Internsaional………...

64 4.19 Jarak bangunan hotel Danau Toba dengan bangunan sekitarnya.. 67 4.20 Diagram bobot penilaian kelengkapan tapak………... 69 4.21 Diagram bobot penilaian sarana penyelamatan………... 75 4.22 Diagram bobot penilaian sistem proteksi pasif…………... 84 4.23 Diagram nilai keandalan sistem proteksi pasif hotel Danau Toba


(18)

ABSTRAK

Setiap bangunan gedung diperlukan upaya untuk meminimalisasi terjadinya kebakaran yaitu dengan diterapkannya sistem proteksi kebakaran yang bekerja secara aktif maupun pasif. Penelitian ini hanya membahas sistem proteksi pasif yang lebih berperan dalam desain struktur dan arsitekturnya dibandingkan sistem proteksi aktif yang hanya berperan dalam memadamkan api. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif yaitu dengan menganalisis datanya melalui analisa kualitatif dan kuantitatif. Analisa kualitatif dilakukan berdasarkan hasil fakta dari observasi, sedangkan analisa kuantitatif digunakan untuk menghitung nilai keandalan sistem proteksi pasifnya berdasarkan Pustlibang 2005.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sistem proteksi pasif sesuai dengan standar yang berlaku dan mengetahui tingkat keandalan sistem proteksi pasif bangunan tersebut. Adapun hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sistem proteksi pasif yang terdapat pada bangunan studi masih banyak yang tidak sesuai dengan aturan standar, akan tetapi keandalan sistem proteksi kebakaran pasif yang terdapat pada bangunan tersebut adalah 87,53% dan termasuk dalam klasifikasi baik.

Kata Kunci : bahaya kebakaran, hotel, sistem proteksi pasif, keandalan sistem proteksi kebakaran.


(19)

ABSTRACK

Each building is necessary to minimize the occurrence of fires is with the application of fire protection systems that work actively or passively. This research was discusses only the passive protection system that is more instrumental in the design of the structure and architecture than active protection system which only plays a role in putting out the fire. This descriptive type of research is to analyze the data through qualitative and quantitative analysis. The qualitative analysis is done based on the facts of observation, whereas quantitative analysis is used to calculate the value of the reliability of passive protection system based on the Pustlibang 2005.

The purpose of this research is to identify the passive protection system in accordance with applicable standards and determine the level of reliability of passive protection system of the building. The results of this research it can be concluded that the passive protection system contained in the building studies is many that are not in accordance with the standard rules, but the reliability of passive fire protection systems contained in the building is 87.53% and is included in good classification.

Keywords : fire hazard, the hotel, the passive protection system, fire protection system reliability.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebakaran merupakan bencana yang dapat disebabkan oleh faktor manusia, faktor teknis maupun faktor alam yang tidak dapat diperkirakan kapan terjadinya. Kebakaran disebabkan oleh api yang sulit dikendalikan sehingga dampak yang ditimbulkan merupakan kerugian terhadap harta benda, jiwa manusia maupun lingkungan sekitarnya.

Menurut SNI 03-3989-2000 menjelaskan bahwa potensi kebakaran pada bangunan perhotelan termasuk dalam bahaya kebakaran ringan yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakarnya rendah. Namun, pemakaian material pada bangunan perhotelan terutama untuk interior bangunan menggunakan bahan yang mudah terbakar dan penyalaraan api yang cepat seperti karpet, kayu, dll. Hal ini menyangkut adanya sumber api, bahan yang mudah terbakar, tingkat kesulitan dalam evakuasi penghuni bangunan dan masih banyak faktor lainnya yang dapat menyebabkan tingginya tingkat resiko bahaya kebakaran.

Fungsi utama bangunan perhotelan adalah sebagai hunian tempat tinggal sementara, dimana penghuni akan tidur untuk sebagian waktunya yang dipergunakan dalam menghuni bangunan tersebut. Oleh karena itu, penghuni mungkin tidak menyadari akan timbulnya api penyebab kebakaran dan mungkin akan terjebak/tertahan sebelum penyelamatan dapat dilakukan. Pada hunian tempat tinggal ini terdapat derajat bahaya tertentu yang diakibatkan oleh aktifitas memasak dan derajat pengenalan terhadap lingkungan sekitar.

Selain itu, umumnya penghuni tidak familier terhadap lingkungannya karena penghuni hanya tinggal untuk sementara waktu. Ketidakfamilieran terhadap kondisi sekitarnya dan kemungkinan dalam keadaan tidur ketika kebakaran terjadi menempatkan tamu hotel dalam bahaya/resiko tertentu. Permasalahan yang lain, konfigurasi tipikal bangunan hotel yang sering


(21)

2

mensyaratkan penyelamatan tamu hotel dengan melintasi koridor panjang yang penuh dengan bahan pengekspos panas dan asap sungguh berbahaya bagi tamu tersebut.

Tidak semua bangunan gedung memperhatikan sistem proteksi kebakarannya, adapun beberapa bangunan hanya memasang alatnya sebagai kesingnya tetapi alat tersebut tidak berfungsi/bekerja sesuai dengan fungsinya. Oleh karena itu, setiap bangunan gedung maupun perhotelan diperlukan upaya untuk menanggulangi/meminimalisasi terjadinya kebakaran dengan diterapkannya sistem proteksi kebakaran yang bekerja secara aktif maupun pasif.

Pada saat terjadi keadaan darurat seperti kebakaran pada bangunan perhotelan, hal yang menjadi prioritas utama untuk diselamatkan adalah nyawa penghuni bangunan, sehingga sistem proteksi kebakaran sangat dibutuhkan terutama sistem proteksi pasifnya. Sistem proteksi kebakaran secara aktif dan pasif bekerja pada saat bersamaan, dimana sitem proteksi aktif bekerja untuk mengetahui titik api dan memadamkan api dengan alat proteksinya sedangkan sistem proteksi pasif lebih mengacu ke desain struktur dan arsitektur dalam merancang struktur secara stabil terhadap ketahanan api dan dapat menghambat penjalaran api/panas serta merancang dalam akses jalan keluar yang digunakan untuk membantu penghuni keluar dari bangunan tersebut dengan selamat. Oleh karena itu, penelitian ini hanya membahas sistem proteksi pasif yang lebih berperan dalam desain struktur dan arsitektur bangunan dibandingkan sistem proteksi aktif yang berkerja secara teknis.


(22)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disebutkan diatas, maka rumusan permasalahan yang menjadi bahan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sistem proteksi pasif yang terdapat pada bangunan hotel Danau Toba Internasional, apakah memenuhi standart atau tidak?

2. Termasuk tingkat klasifikasi apakah keandalan sistem proteksi pasif yang terdapat pada bangunan hotel Danau Toba Internasional ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi sistem proteksi pasif yang terdapat pada bangunan hotel Danau Toba Internasional, apakah memenuhi standart atau tidak.

2. Untuk mengetahui tingkat keandalan sistem proteksi pasif yang terdapat pada bangunan hotel Danau Toba Internasional.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, diantaranya :

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang bagaimana sistem proteksi bahaya kebakaran terhadap bangunan perhotelan yang sesuai dengan aturan standar dan mengetahui bagaimana cara menilai keandalan sistem proteksi pasif yang terdapat pada bangunan penelitian. Selain itu, penelitian ini merupakan salah satu persyaratan dalam mencapai gelar sarjana teknik jurusan arsitektur.

2. Bagi Perhotelan

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan atau pertimbangan pada pihak perhotelan untuk mengetahui keadaan dan permasalahan yang terdapat pada sistem proteksi pasif.


(23)

4

1.5 Lingkup / Batasan Permasalahan

Lingkup yang menjadi batasan permasalahan dalam studi sistem proteksi pasif kebakaran pada bangunan hotel Danau Toba Internasional adalah sebagai berikut :

 Studi kasus bangunan yang diteliti berupa bangunan tinggi yang berlantai 10 lantai (medium rise building).

 Penulis tidak membahas mengenai sistem proteksi aktif yang terdapat pada bangunan studi dan hanya membahas sistem proteksi pasif yang terdiri dari kelengkapan tapak, sarana penyelamatan dan sistem proteksi pasif.

 Bangunan studi hotel Danau Toba Internasional terdiri dari 8 massa bangunan. Dari delapan massa bangunan tersebut penulis hanya meneliti bangunan utamanya yaitu hotel Danau Toba Internasional.

1.6 Kerangka Berpikir

Berikut penggambaran proses penelitian studi sistem proteksi pasif kebakaran pada bangunan hotel Danau Toba Internasional dari tahap awal yaitu latar belakang hingga ditemukannya akhir penelitian yaitu kesimpulan.


(24)

Gambar 1.1 Kerangka berpikir METODE PENELITIAN

 Penelitian kualitatif

(wawancara dan observasi).

 Penelitian kuantitatif

(menghitung keandalan sistem proteksi pasif bangunan)

DATA

 Denah hotel Danau Toba Int.

 Hasil observasi dan wawancara.

 Dokumentasi foto.

LATAR BELAKANG

Ketidakfamiliaran dan aktivitas penghuni hotel menempatkan penghuni dalam resiko/ bahaya kebakaran tertentu. Oleh karena itu, studi sistem proteksi pasif lebih berperan dalam merancang struktur secara stabil terhadap ketahanan api dan dapat menghambat penjalaran api/panas serta merancang dalam akses jalan keluar yang digunakan untuk membantu penghuni keluar dari bangunan dengan selamat.

PERUMUSAN MASALAH

 Bagaimanakah sistem proteksi pasif yang terdapat pada banggunan hotel Danau

Toba Internasional, apakah memenuhi standart atau tidak ?

 Termasuk tingkat klasifikasi apakah keandalan sistem proteksi pasif yang

terdapat pada bangunan hotel Danau Toba Internasional ? TUJUAN PENELITIAN

1. Mengidentifikasi sistem proteksi pasif yang terdapat pada bangunan hotel Danau

Toba Internasional, apakah memenuhi standart atau tidak.

2. Untuk mengetahui tingkat keandalan sistem proteksi pasif yang terdapat pada

bangunan hotel Danau Toba Internasional.

TEORI

 Sistem proteksi pasif

 Standar persyaratan teknis

ANALISA DATA

 Hasil pengolahan data

dibandingkan dengan teori standar.

 Menghitung keandalan sistem

proteksi pasif.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebakaran

2.1.1 Defenisi Kebakaran

Menurut National Fire Protection Association (NFPA), kebakaran sebagai peristiwa oksidasi dimana bertemunya tiga unsur yaitu bahan bakar yang dapat terbakar, oksigen yang terdapat diudara dan panas yang dapat berakibat menimbulkan kerugian harta benda atau cidera bahkan kematian.

Menurut Perda DKI No 3 tahun1992, secara umum kebakaran adalah suatu peristiwa atau kejadian timbulnya api yang tidak terkendali yang dapat membahayakan keselamatan jiwa maupun harta benda.

Dari beberapa pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kebakaran merupakan nyala api yang terjadi karena tiga unsur bertemu pada suatu komposisi / waktu yang tidak dikehendaki dan bersifat merugikan.

2.1.2 Klasifikasi Kebakaran

Klasifikasi kebakaran merupakan penggolongan atau pembagian jenis kebakaran berdasarkan jenis bahan bakar yang terbakar. Pembagian atau penggolongan ini bertujuan agar diperoleh kemudahan dalam menetukan cara pemadamannya.

Klasifikasi kebakaran di Indonesia mengacu kepada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 01/Men/1980 yang terdiri dari 4 kelas yaitu kelas A,B,C, dan D, sedangkan menurut NFPA klasifiksi kebakaran terdapat 5 kelas yaitu A, B, C, D, dan K. adapun beberapa negara lainnya menetapkan klasifikasi kebakaran dengan menambah jenis kelas E. Klasifikasi kebakaran dapat dilihat pada tabel berikut.


(26)

Tabel 2.1 Klasifikasi kebakaran

Kelas Kebakaran Pemadaman

Bahan bakar padat (bukan logam). Contoh : kertas, kayu, plasitik,dll.

Air, uap air, pasir, busa, CO2, serbuk kimia kering, cairan

kimia Bahan bakar gas/cairan.

Contoh : amoniak, solar, dll.

CO2, serbuk kimia kering, busa

Instalasi listrik bertegangan. Contoh : arus pendek, dll

CO2, serbuk kimia kering, uap air

Bahan bakar logam.

Contoh : tembaga, besi, baja, dll.

Serbuk kimia sodium klorida, grafit

Bahan-Bahan Radioaktif <belum diketahui secara spesifik>

Lemak dan minyak masakan Cairan kimia, CO2

(Sumber :Kusdono Pringgodani, 2008)

2.1.3 Bahaya Kebakaran

Bahaya kebakaran menurut Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 26/PRT/M/2008 adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman potensial dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga penjalaran api, asap dan gas yang ditimbulkan. Kebakaran yang terjadi sering mengakibatkan kecelakaan yang berkelanjutan, adapun bahaya yang disebabkan dari peristiwa kebakaran yang dihasilkan yaitu:

1. Bahaya Panas

Pada saat terjadinya kebakaran, panas yang ditimbulkan akan mengalami perpindahan dengan berbagai cara yaitu:

a. Radiasi yaitu perpindahan panas yang memancar ke segala arah.

b. Konduksi yaitu perpindahan panas melalui benda logam (perambatan panas).

c. Konveksi yaitu perpindahan panas yang menyebabkan perbedaan tekanan udara.


(27)

8

d. Loncatan bunga api yaitu suatu reaksi antara energi panas dengan udara (O2).

2. Bahaya Asap

Asap berasal dari proses pembakaran yang tidak sempurna dari bahan-bahan yang mengandung unsur karbon. Ketebalan asap tergantung dari jenis bahan yang terbakar dan temperatur kebakaran tersebut.

3. Bahaya Ledakan

Bahaya ledakan dapat terjadi pada saat kebakaran. Jika di antara bahan-bahan yang terbakar terdapat bahan-bahan yang mudah meledak, misalnya terdapat tabung-tabung gas bertekanan, maka dapat terjadi ledakan.

4. Bahaya Gas

Gas beracun yang biasanya dihasilkan oleh proses kebakaran yaitu HCN, NO2, HCL dan lain-lain. Gas beracun tersebut dapat meracuni paru-paru dan menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan dan mata. Sedangkan gas lain seperti CO2 dan H2S dapat mengurangi kadar oksigen di udara. 2.1.4 Klasifikasi Bahaya Kebakaran

Klasifikasi kebakaran adalah penggelompokan atau pembagian kebakaran atas dasar jenis bahan bakarnya. Pengklasifikasian ini bertujuan untuk memudahkan usaha pencegahan dan pemadaman kebakaran. Menurut SNI 03-3989-2000 menjelaskan bahwa potensi bahaya kebakaran dapat dikelompokan menjadi :

1. Bahaya kebakaran ringan

Merupakan bangunan yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar rendah, dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas rendah sehingga menjalarnya api lambat. Adapun jenis tempat kerja tersebut adalah tempat ibadah, gedung/ruang perkantoran, gedung/ruang pendidkan, gedung/ruang Rumah Sakit, gedung/ruang Perhotelan, gedung/ruang Restoran, dsb.


(28)

2. Bahaya kebakaran sedang I

Merupakan bangunan yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar rendah, penimbunan yang mudah terbakar sedang bahan dengan tinggi tidak lebih dari 2,5 meter dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang. Adapun bangunan tersebut adalah tempat parkir, pabrik elektronik, pabrik roti, pabrik barang bekas, pabrik minuman, dsb.

3. Bahaya kebakaran sedang II

Merupakan bangunan yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang, menimbun bahan dengan tinggi tidak lebih dari 4 meter dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sehingga menjalarnya api sedang. Adapun jenis bangunan tersebut adalah pabrik bahan makanan, percetakan dan penerbitan, bengkel mesin, gedung perpustakan, pabrik barang keramik, pabrik barang kulit, dsb.

4. Bahaya kebakaran sedang III

Merupakan bangunan yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar tinggi, dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas tinggi, sehingga menjalarnya api cepat. Adapun jenis bangunan tersebut adalah bengkel mobil, pabrik lilin, pabrik plastik, pabrik sabun, pabrik ban, dsb. 5. Bahaya kebakaran berat

Merupakan bangunan yang mempunyai jumlah dan kemudian terbakar tinggi, menyimpan bahan cair. Apabila terjadi kebakaran akan melepaskan panas yang tinggi dan penjalaran api yang cepat. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah bangunan komersial dan bangunan industri seperti: Pabrik kimia, Pabrik kembang api, pabrik cat, pabrik karet buatan, dsb. 2.2 Bangunan Gedung

2.2.1 Defenisi Bangunan Gedung

Bangunan Gedung menurut Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 45/PRT/M/2007 merupakan wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat dan kedudukannya, Sebagian atau seluruhnya berada di atas dan atau di dalam tanah dan atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia


(29)

10

melakukan kegiatan, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. Sedangkan menurut UU No.28 Tahun 2002 bangunan gedung didefenisikan sebagai wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebgai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.

2.2.2 Klasifikasi Bangunan Gedung

Klasifikasi Bangunan Gedung adalah klasifikasi dari fungsi bangunan gedung berdasarkan pemenuhan tingkat persyaratan administratif dan persyaratan teknisnya. Berdasarkan Keputusan Meteri Pekerjaan Umum No. 10/KPTS/2000, tentang pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan membagi kelas bangunan menjadi beberapa kelas, yaitu:

1. Kelas 1 : Bangunan gedung hunian biasa

a. Kelas 1a : Bangunan hunian tunggal yang berupa satu rumah tinggal, dan satu atau lebih bangunan hunian gandeng, yang masing-masing bangunannya dipisahkan dengan suatu dinding tahan api, termasuk rumah deret, rumah taman, unit town house,villa.

b. Kelas 1b : rumah asrama/kost, rumah tamu, hotel, atau sejenis-nya dengan luas total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih dari 12 orang secara tetap, dan tidak terletak diatas atau dibawah bangunan hunian lain atau bangunan kelas lain selain tempat garasi pribadi.

2. Kelas 2 : Bangunan gedung hunian yang terdiri dari 2 atau lebih unit hunian yang masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah.

3. Kelas 3 : Bangunan gedung hunian diluar bangunan gedung kelas 1 dan 2, yang umum digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang yang tidak berhubungan, termasuk:

a. Rumah asrama, rumah tamu, losmen


(30)

c. Bagian untuk tempat tinggal dari suatu sekolah d. Panti untuk orang berumur, cacat, atau anak-anak

e. Bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan perawatan kesehatan yang menampung karyawan-karyawannya.

4. Kelas 4 : Bangunan gedung hunian campuran merupakan tempat tinggal yang berada didalam suatu bangunan kelas 5, 6, 7, 8, atau 9 dan merupakan tempat tinggal yang ada dalam bangunan tersebut.

5. Kelas 5 : Bangunan gedung kantor merupakan bangunan gedung yang dipergunakan untuk tujuan-tujuan usaha professional, pengurusan administrasi, atau usaha komersial, diluar bangunan kelas 6, 7, 8, atau 9. 6. Kelas 6 : Bangunan gedung perdagangan merupakan bangunan gedung toko

atau bangunan lain yang dipergunakan untuk tempat penjualan barang-barang secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung kepada masyarakat, termasuk:

a. Ruang makan, kafe, restoran

b. Ruang makan malam, bar, took atau kios sebagai bagian dari suatu hotel c. Tempat potong rambut/salon, tempat cuci umum

d. Pasar, ruang penjualan, ruang pamer, atau bengkel.

7. Kelas 7 : Bangunan gedung penyimpanan/gudang merupakan bangunan gedung yang dipergunakan penyimpanan, termasuk tempat parkir umum dan gudang/tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau cuci gudang. 8. Kelas 8 : Bangunan gedung laboratorium/industri/pabrik merupakan

bangunan gedung laboratorium dan bangunan yang dipergunakan untuk tempat pemrosesan suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan barang-barang produksi dalam rangka perdagangan atau penjualan.

9. Kelas 9 : Bangunan gedung umum merupakan bangunan gedung yang dipergunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu:

a. Kelas 9a : Bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagian-bagian dari bangunan tersebut yang berupa laboratorium.


(31)

12

b. Kelas 9b : Bangunan pertemuan, termasuk bengkel kerja, laboratorium atau sejenisnya di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hall, bangunan peribadatan, bangunan budaya atau sejenis, tetapi tidak termasuk setiap bagian dari bangunan yang merupakan kelas lain.

10. Kelas 10 : Banguan gedung atau struktur yang bukan hunian

a. Kelas 10a : bangunan gedung bukan hunian yang merupakan garasi pribadi, carport atau sejenisnya.

b. Kelas 10b : Struktur yang berupa pagar, tonggak, antena, dinding penyangga atau dinding yang berdiri bebas, kolam renang atau sejenisnya. 11. Bangunan-bangunan yang tidak diklasifikasikan khusus : bangunan gedung

atau bagian dari bangunan gedung yang tidak termasuk dalam klasifikasi bangunan 1 s.d. 10 tersebut, dalam Pedoman Teknis ini dimaksudkan dengan klasifikasi yang mendekati sesuai peruntukannya.

12. Bangunan gedung yang penggunaannya insidentil : bagian bangunan gedung yang penggunaannya insidentil dan sepanjang tidak mengakibatkan gangguan pada bagian bangunan gedung lainnya, dianggap memiliki klasifikasi yang sama dengan bangunan utamanya.

13. Klasifikasi jamak : bangunan gedung dengan klasifikasi jamak adalah bila beberapa bagian dari bangunan harus diklasifikasikan secara terpisah, dan: a. Bila bagian bangunan yang memiliki fungsi berbeda tidak melebihi 10%

dari luas lantai dari suatu tingkat bangunan, dan bukan laboratorium, klasifikasinya disamakan dengan klasifikasi bangunan utamanya.

b. Kelas-kelas 1a, 1b, 9a, 9b, 10a dan 10b adalah klasifikasi yang terpisah. c. Ruang-ruang pengelolah, ruang mesin, ruang boiler atau sejenisnya


(32)

2.3 Hotel

2.3.1 Defenisi Hotel

Pada abad ke-17 kata hotel berasal dari bahasa latin yaitu hospitium yang artinya ruang tamu dan mengalami proses perubahan menjadi hostel yang artinya tempat penampungan untuk pendatang atau bangunan penyedia tempat dan makanan untuk umum. Lambat laun seiring dengan perkembangan zaman, kata hostel tersebut berubah menjadi kata hotel seperti yang kita kenal.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi (SK Menteri Parpostel) No : KM.94/HK.103/MPPT/1987 tentang Ketentuan Usaha dan Penggolongan Hotel, Hotel merupakan suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa pelayanan, penginapan, makan dan minum serta jasa lainnya bagi umum yang dikelola secara komersial.

Menurut Prof. Fred Lawson (1976:27) hotel merupakan sarana tempat tinggal umum untuk wisatawan dengan memberikan pelayanan jasa kamar, penyedia makanan dan minuman serta akomodasi dengan syarat pembayaran. Sedangkan menurut Prof. K. Krapf, hotel merupakan sebuah gedung/bangunan untuk menyediakan penginapan, makanan dan pelayananan lainnya bagi mereka yang mengadakan perjalanan.

Dari beberapa pengertian hotel tersebut dapat disimpulkan bahwa hotel merupakan suatu bangunan yang menyediakan pelayanan penginapan dan pelayanan lainnya bagi masyarakat umum serta dikelola secara komersial. Fungsi utama dari bangunan hotel adalah sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan tamu sebagai tempat tinggal sementara seperti istirahat, tidur, mandi, makan, minum, hiburan dan lain-lain. Namun dengan perkembangan dan kemajuan hotel sekarang ini, fungsi hotel bertambah sebagai tujuan konferensi, seminar, lokal karya, musyawarah nasional dan kegiatan sejenis lainnya yang menyediakan sarana dan prasarana yang lengkap.


(33)

14

2.3.2 Klasifikasi Hotel

Merupakan suatu sistem pengelompokan hotel-hotel ke dalam berbagai kelas atau tingkatan, berdasarkan penilaian tertentu. Klasifikasi hotel dapat dibagi menjadi beberapa faktor antara lain : berdasarkan harga jual, tipe tamu hotel, sistem pengelompokan bintang, lama tamu menginap, lokasi, dan aktifitas tamu. Menurut keputusan direktorat Jendral Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi No 22/U/VI/1978, klasifikasi hotel dibedakan dengan menggunakan simbol bintang yaitu hotel bintang satu sampai hotel bintang lima. Semakin banyak bintang yang dimiliki suatu hotel, semakin berkualitas hotel tersebut.

Klasifikasi hotel berdasarkan lokasi dimana hotel tersebut dibangun adalah sebagai berikut:

1. City Hotel

Hotel yang berlokasi di perkotaan, dimana sebagian besar diperuntukkan bagi tamu yang melakukan kegiatan bisnis.

2. Urban Hotel

Hotel yang berlokasi di daerah pinggiran kota besar yang jauh dari keramaian kota, tetapi mudah mencapai tempat-tempat kegiatan usaha. Disebut juga dengan residential hotel karena berlokasi di daerah-daerah tenang yang di peruntukkan bagi masyarakat yang ingin tinggal dalam jangka waktu lamu.

3. Sub Urban Hotel

Hotel yang berlokasi di pinggiran batas kota yang menghubungan satu kota dengan kota besar lainnya seperti motel (motor hotel). Hotel ini diperuntukkan sebagai tempat istirahat sementara bagi mereka yang melakukan perjalanan dengan menggunakan kendaraan umum atau mobil sendiri.

4. Resort Hotel

Hotel yang berlokasi di daerah wisata dan menyediakan tempat-tempat rekreasi, seperti di pegunungan (mountain hotel), di tepi pantai (beach hotel), di tepi danau, dll. Hotel ini diperuntukkan bagi keluarga yang ingin beristirahat pada hari-hari libur atau bagi mereka yang ingin berekreasi.


(34)

2.4 Sarana Proteksi Kebakaran

Pencegahan kebakaran adalah segala usaha yang dilakukan agar tidak terjadi penyalaan api yang tidak terkendali. Penanggulangan kebakaran ialah segala upaya untuk mencegah timbulnya kebakaran dengan berbagai upaya pengendalian, untuk memberantas kebakaran. Pencegahan dan penanggulangan kebakaran disebut juga dengan proteksi kebakaran yaitu merupakan semua tindakan yang berhubungan dengan pencegahan, pengamatan dan pemadaman kebakaran dan meliputi perlindungan jiwa dan keselamatan manusia serta perlindungan harta kekayaan.

Menurut peraturan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008, setiap bangunan gedung harus mempunyai pengelolaan proteksi kebakaran untuk mencegah terjadinya penyalaran kebakaran ke ruangan ataupun ke bangunan lainnya. Oleh karena itu, bangunan gedung perlu mengaturan zona-zona yang berpotensi menimbulkan kebakaran, serta kesiapan dan kesiagaan sistem proteksi kebakaran. Sistem proteksi kebakaran ini terbagi atas 2 macam yaitu sarana proteksi kebakaran aktif dan sarana proteksi kebakaran pasif.

2.4.1 Sarana Sistem Proteksi Aktif

Sistem proteksi kebakaran aktif merupakan sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam melaksanakan operasi pemadaman, selain itu sistem itu digunakan dalam melaksanakan penanggulangan awal kebakaran (Perda DKI Jakarta, 2008). Salah satu dari pelaksanaan pengamanan ini adalah melengkapi gedung dengan sarana proteksi aktif yang terdiri dari : alarm (audible dan visible), detektor (panas, asap, nyala), alat pemadam api ringan (APAR), hidran dan sprinkler.


(35)

16

2.4.2 Sarana Sistem Proteksi Pasif

Sistem proteksi kebakaran pasif adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilakasanakan dengan melakukan pengaturan terhadap komponen bangunan gedung dari aspek arsitektur dan struktur bangunan sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran.

Sistem proteksi pasif berperan dalam pengaturan pemakaian bahan bangunan dan interior bangunan dalam upaya menguranggi intensitas kebakaran serta menunjang terhadap tersedianya sarana jalan keluar yang aman terhadap kebakaran untuk melakukan proses evakuasi. Sistem proteksi pasif terdiri dari kelengkapan tapak, sistem proteksi pasif dan sarana penyelamatan.

2.4.2.1 Kelengkapan Tapak

Kelengkapan tapak dapat didefenisikan sebagai kelengkapan komponen dan tata letak bangunan terhadap lingkungan sekitar dikaitkan dengan bahaya kebakaran dan upaya pemadaman. Komponen kelengkapan tapak meliputi sumber air, jalan lingkungan, jarak antar bangunan dan hidran halaman (Kepmen PU No.10/KPTS/2000)

A. Sumber air

Sumber air merupakan sumber yang meyediakan pasokan air yang akan dipergunakan sebagai media pemadaman kebakaran pada bangunan gedung. Menurut Kepmen PU No.02/KPTS/1985 bahwa sumber air lingkungan dapat berupa sumur arthesis, reservoir/tangki penampungan air untuk kebakaran. Sumber air dilingkungan memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan dan pemadaman kebakaran.

B. Jalan lingkungan

Untuk melakukan proteksi terhadap meluasnya kebakaran dan memudahkan operasi pemadaman, maka di dalam lingkungan bangunan gedung harus tersedia jalan lingkungan dengan pekerasan agar dapat dilalui oleh kendaraan pemadam kebakaran (peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26/PRT/M/2008).Jalan Akses Pemadam Kebakaran yang dipersyaratkan adalah:


(36)

1. Jalan akses pemadam kebakaran yang telah disetujui harus disediakan pada setiap fasilitas, bangunan gedung, atau bagian bangunan gedung setelah selesai dibangun atau direlokasi.

2. Jalan akses pemadam kebakaran meliputi jalan kendaraan, jalan untuk pemadam kebakaran, jalan ke tempat parkir, atau kombinasi jalan-jalan tersebut.

Di setiap bagian dari bangunan gedung hunian di mana ketinggian lantai hunian tertinggi diukur dari rata-rata tanah tidak melebihi 10 meter, maka tidak dipersyaratkan adanya lapis perkerasan, kecuali diperlukan area operasional dengan lebar 4 meter sepanjang sisi bangunan gedung tempat bukaan akses diletakkan, asalkan ruangan operasional tersebut dapat dicapai pada jarak 45 meter dari jalur masuk mobil pemadam kebakaran.

Gambar 2.1 Posisi perkerasan pada rumah hunian.

(Sumber : SNI 03-1735-2000)

Dalam tiap bagian dari bangunan gedung (selain bangunan gedung kelas 1, 2 dan 3), perkerasan harus ditempatkan sedemikian rupa agar dapat langsung mencapai bukaan akses pemadam kebakaran pada bangunan gedung.

Perkerasan tersebut harus dapat mengakomodasi jalan masuk dan manuver mobil pemadam, snorkel, mobil pompa dan mobil tangga dan platform hidrolik serta mempunyai spesifikasi sebagai berikut :


(37)

18

1. Lebar minimum lapis perkerasan 6 meter dan panjang minimum 15 meter. Bagian-bagian lain dari jalur masuk yang digunakan untuk lewat mobil pemadam kebakaran lebarnya tidak boleh kurang dari 4 meter.

Gambar 2.2 Perkerasan untuk keluar masuknya mobil pemadam kebakaran

(Sumber : SNI 03-1735-2000)

2. Lapis perkerasan harus ditempatkan sedemikian agar tepi terdekat tidak boleh kurang dari 2 meter atau lebih dari 10 meter dari pusat posisi akses pemadam kebakaran diukur secara horizontal.

3. Lapis perkerasan harus dibuat sedatar mungkin dengan kemiringan tidak boleh lebih dari 1 : 8,3.

4. Jalan umum boleh digunakan sebagai lapisan perkerasan asalkan lokasi jalan tersebut sesuai dengan persyaratan jarak dari bukaan akses pemadam kebakaran.

5. Lapis perkerasan harus selalu dalam keadaan bebas rintangan dari bagian lain bangunan gedung, pepohonan, tanaman atau lain tidak boleh menghambat jalur antara perkerasan dengan bukaan akses pemadam kebakaran.

6. Lapis perkerasan harus dibuat dari metal, paving blok, atau lapisan yang diperkuat agar dapat menyangga beban peralatan pemadam kebakaran. Persyaratan perkerasan untuk melayani bangunan gedung yang ketinggian lantai huniannya melebihi 24 meter harus dikonstruksi untuk menahan beban statis mobil pemadam kebakaran seberat 44 ton dengan beban plat kaki (jack).


(38)

Gambar 2.3 Posisi jack mobil pemadam kebakaran

(Sumber : SNI 03-1735-2000)

7. Lapis perkerasan dan jalur akses tidak boleh melebihi 46 m dan bila melebihi 46 m harus diberi fasilitas belokan.

8. Radius terluar dari belokan pada jalur masuk tidak boleh kurang dari 10,5 m dan harus memenuhi persyaratan.

Gambar 2.4 Radius terluar untuk belokaan yang dapat dilalui

(Sumber : SNI 03-1735-2000)

9. Tinggi ruang bebas di atas lapis perkerasan atau jalur masuk mobil pemadam minimum 4,5 meter untuk dapat dilalui peralatan pemadam tersebut.


(39)

20

C. Jarak antar bangunan

Untuk melakukan proteksi terhadap meluasnya kebakaran, maka harus ditentukan jarak minimum antar bangunan gedung. Jarak minimum antar bangunan gedung tersebut tidak dimaksudkan untuk menentukan garis sempadan bangunan gedung. Ketentuan jarak minimum menurut peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26/PRT/M/2008 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.2 Jarak antar bangunan gedung No. Tinggi Bangunan

Gedung (m)

Jarak Minimum Antar Bangunan Gedung (m)

1 < 8 3

2 < 14 <6

3 < 40 < 8

4 >40 > 8

(Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26/PRT/M/2008)

D. Hidran halaman

Hidran halaman adalah hidran yang terletak diluar bangunan/gedung pada lokasi yang aman dari api dan penyaluran pasokan api kedalam bangunan dilakukan melalui katup “Siamese”. Untuk menentukan jumlah dan titik hidran halaman menggunakan acuan SNI 03-1735-2000 yaitu :

a) Tiap bagian dari jalur akses mobil pemadam di lahan bangunan harus dalam jarak bebas hambatan 50 m dari hidran kota. Bila hidran kota yang memenuhi persyaratan tersebut tidak tersedia, maka harus disediakan hidran halaman.

b) Dalam situasi di mana diperlukan lebih dari satu hidran halaman, maka hidran-hidran tersebut harus diletakkan sepanjang jalur akses mobil pemadam sedemikian hingga tiap bagian dari jalur tersebut berada dalam jarak radius 50 m dari hidran.


(40)

c) Pasokan air untuk hidran halaman harus sekurang-kurangnya 2400 liter/menit pada tekanan 3,5 bar, serta mampu mengalirkan air minimal selama 45 menit.

d) Jumlah pasokan air untuk hidran halaman yang dibutuhkan ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 2.3 Jumlah pasokan air hidran halaman

(Sumber : SNI 03-1735-2000)

2.4.2.2 Sistem Proteksi Pasif

Sistem proteksi pasif dapat didefenisikan sebagai sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan melakukan pengaturan tehadap komponen bangunan gedung dari aspek arsitektur dan struktur, sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran (Kepmen PU No. 10/KPTS/2000). Perencanaan struktur berkaitan dengan kemampuan bangunan untuk tetap stabil pada saat terjadi kebakaran, sedangkan perencanaan konstruksi berkaitan dengan jenis material yang digunakan. Material yang mempunyai daya tahan yang lebih baik terhadap api, maka akan lebih baik pula terhadap pencegahan penjalaran api, pengisolasian serta memberi waktu yang cukup untuk pengevakuasian penghuni. Sistem proteksi pasif terdiri dari konstruksi tahan api dan kompartemen.


(41)

22

A. Konstruksi Tahan Api

Bahan bangunan yang digunakan untuk unsur bangunan harus memenuhi persyaratan pengujian sifat bakar dan sifat penjalaran api pada permukaan sesuai ketentuan yang berlaku tentang bahan bangunan. Bahan bangunan yang dibentuk menjadi komponen bangunan (dinding, kolom dan balok) harus memenuhi persyaratan pengujian sifat ketahanan api yang dinyatakan dalam waktu (30, 60, 120, 180, 240) menit. Hal yang harus diperhatikan adalah pemilihan material bangunan yang memperhatikan sifat penjalaran dan penyebaran material, kemampuan terbakarnya suatu material dan sifat penyalaan material bila terbakar. Selain itu, harus memmpunyai kemampuan struktur dari komponen-komponen struktur seperti rangka atap, lantai, kolom dan balok (tulang-tulang kekuatan pada bangunan). Perencanaan yang optimal dari hal tersebut adalah untuk menimalkan kerusakan pada bangunan, mencegah penjalaran kebakaran dan melindungi penghuni yaitu dengan memberikan waktu yang cukup dalam melakukan evakuasi.

Menurut SNI 03-1736-2000, ketahanannya terhadap api, terdapat 3 (tiga) tipe konstruksi, yaitu:

1. Tipe A

Konstruksi yang unsur struktur pembentuknya tahan api dan mampu menahan secara struktural terhadap beban bangunan. Pada konstruksi ini terdapat komponen pemisah pembentuk kompartemen untuk mencegah penjalaran api ke dan dari ruangan bersebelahan dan dinding yang mampu mencegah penjalaran panas pada dinding bangunan yang bersebelahan.

2. Tipe B

Konstruksi yang elemen struktur pembentuk kompartemen penahan api mampu mencegah penjalaran kebakaran ke ruang-ruang bersebelahan di dalam bangunan, dan dinding luar mampu mencegah penjalaran kebakaran dari luar bangunan.


(42)

3. Tipe C

Konstruksi yang komponen struktur bangunannya adalah dari bahan yang dapat terbakar serta tidak dimaksudkan untuk mampu menahan secara struktural terhadap kebakaran.

Minimum tipe konstruksi tahan api dari suatu bangunan harus sesuai dengan jumlah lantai dan tipe konstruksi sesuai dengan tabel berikut: Tabel 2.4 Tipe minimum konstruksi ketahanan api pada kelas bangunan

(Sumber : SNI 03-1736-2000)

B. Kompartemenisasi dan Pemisahan

Kompartemen adalah usaha untuk mencegah penjalaran kebakaran dengan cara membatasi api dengan dinding, lantai, kolom, balok yang tahan terhadap api untuk waktu yang sesuai dengan kelas bangunan gedung (Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 26/PRT/M/2008). Kompartemen merupakan konsep yang penting dalam usaha penyelamatan manusia dalam menghadapi bhaya kebakaran. Gagasan dasarnya adalah menahan dan membatasi penjalaran api agar dapat melindungi penghuni dan barang-barang dalam bangunan untuk tidak langsung bersentuhan dengan sumber api. Pada bangunan tinggi, dimana mengevakuasi seluruh orang dalam gedung dengan cepat adalah suatu hal yang mustahil, kompartemen dapat menyediakan penampungan sementara bagi penghuni atau pengguna bangunan untuk menunggu sampai api dipadamkan atau jalur menuju pintu keluar sudah aman.

Gambar 2.5 Ruang penampungan sementara / kompartemen


(43)

24

Menurut SNI 03-1736-2000, ukuran dari setiap kompartemen kebakaran atau atrium bangunan kelas 5, 6, 7, 8 atau 9 harus tidak melebihi luasan lantai maksimum atau volume maksimum seperti ditunjukkan dalam tabel berikut:

Tabel 2.5 Ukuran maksimum dari kompartemen kebakaran atau atrium

(Sumber : SNI 03-1736-2000)

Bagian dari bangunan yang hanya terdiri dari peralatan pendingin udara, ventilasi, atau peralatan lif, tangki air atau unit-unit utilitas sejenis, tidak diperhitungkan sebagai daerah luasan lantai atau volume dari kompartemen atau atrium, bila sarana itu diletakkan pada puncak bangunan.

2.4.2.3 Sarana Penyelamatan Jiwa

Menurut Peraturan Menteri No.26/PRT/M/2008, setiap bangunan gedung harus dilengkapi dengan sarana evakuasi yang dapat digunakan oleh penghuni bangunan, sehingga memiliki waktu yang cukup untuk meyelamatkan diri dengan aman tanpa terlambat hal-hal yang diakibatkan oleh keadaan darurat. Sarana penyelamatan adalah sarana yang dipersiapkan untuk dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta benda bila terjadi kebakaran pada suatu bangunan gedung dan lingkungan. Adapun tujuan dari sarana penyelamtan adalah untuk mencegah terjadinya kecelakaan atau luka pada waktu melakukan evakuasi pada saat keadaan darurat. Sarana penyelamatan jiwa terdiri dari tangga darurat, pintu darurat, tanda petunjuk arah, saran jalan keluar, penerangan darurat, dan pengendaliaan asap.

A. Tangga Darurat

Merupakan tempat yang paling aman untuk evakuasi penghuni dan harus bebas dari gas panas dan gas beracun. Oleh sebab itu tangga darurat harus direncanakan khusus untuk penyelamtan bila terjadi kebakaran. Berikut ini syarat perencanaan tangga darurat menurut peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 45/PRT/M/2007 dan SNI 03-1746-2000 yaitu :


(44)

a) Setiap bangunan gedung negara yang bertingkat lebih dari 3 lantai, harus mempunyai tangga darurat/penyelamatan minimal 2 buah dengan jarak maksimum 30 m (bila menggunakan sprinkler jarak bisa 1,5 kali yaitu 45m).

b) Tangga darurat/penyelamatan harus dilengkapi dengan pintu tahan api, minimum 2 jam, dengan arah pembukaan ke tangga dan dapat menutup secara otomatis dan dilengkapi kipas penekan/pendorong udara yang dipasang diatas udara pendorong akan keluar melalui grill disetiap lantai yang terdapat di dinding tangga darurat dekat pintu darurat untuk memberi tekanan positif.

c) Tangga darurat/penyelamatan yang terletak di dalam bangunan harus dipisahkan dari ruang-ruang lain dengan pintu tahan api dan bebas asap, pencapaian mudah, serta jarak pencapaian maksimum 45 m dan minimal 9 m.

d) Lebar tangga darurat/penyelamatan minimum adalah 1,20 m.

e) Tangga darurat/penyelamatan tidak boleh berbentuk tangga melingkar vertikal, exit pada lantai dasar langsung kearah luar.

B. Pintu Darurat

Pintu darurat atau pintu kebakaran merupakan pintu yang langsung menuju tangga kebakaran dan hanya digunakan sebagai jalan keluar untuk usaha penyelamatan jiwa manusia apabila terjadi kebakaran. Menurut NFPA 101, pint darurat tidak boleh terhalang dan tidak boleh terkunci serta harus berhubungan langsung dengan jalan penghubung, tangga atau halaman luar. Daun pintu darurat ini harus membuka keluar dan jika tertutup maka tidak bisa dibuka dari luar (self closing door).

Berikut adalah persyaratan yang harus dipenuhi menurut peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 45/PRT/M/2007 dan SNI 03-1746-200 yaitu : a) Setiap bangunan gedung negara yang bertingkat lebih dari 3 lantai harus


(45)

26

b) Lebar pintu darurat minimum 100 cm dan dilengkapi dengan tuas atau tungkai pembuka pintu yang berada diluar ruang tangga (kecuali tangga yang berada di lantai dasar, berada di dalam ruang tangga).

c) Jarak pintu darurat maksimum dalam radius/jarak capai 25 meter dari setiap titik posisi orang dalam satu blok bangunan gedung.

d) Pintu harus tahan terhadap api sekurang-kurangnya dua jam.

e) Pintu harus dilengkapi dengan alat penutup otomatis, tanda peringatan (TANGGA DARURAT–TUTUP KEMBALI), dicat dengan warna merah dan dilengkapi dengan minimal tiga engsel.

f) Pintu dapat dilengkapi dengan kaca tahan api minimal 1m2 dan diletakkan di setengah bagian atas dari daun pintu.

Gambar 2.6 Pintu darurat

(Sumber : Juwana, Jimmy S, 2005)

C. Tanda Penunjuk Arah / EXIT

Tanda keluar atau panah penunjuk arah harus ditempatkan pada persimpangan koridor, jalan ke luar menuju ruang tangga darurat, balkon atau teras dan pintu menuju tangga darurat. Tanda jalan keluar yang jelas akan memudahkan dan mempercepat proses evakuasi karena menghilangkan keraguaan penghuni gedung pada saat terjadinya peristiwa kebakaran (NFPA 101)

Ukuran tanda arah yang bertuliskan “EKSIT’ atau kata lain yang cocok, dengan huruf yang mudah dilihat, tingginya minimal 15 cm, tebal huruf minimal 2 cm. Kata “EKSIT” harus mempunyai lebar huruf minimal 5 cm kecuali huruf “I” dan jarak minimum antar huruf minimum 1 cm. Tanda arah yang lebih besar dibuat dengan lebar, tebal dan jarak huruf yang proportional dengan tingginya.


(46)

Gambar 2.7 Standar ukuran tanda arah.

(Sumber : SNI 03-6574-2001)

Tanda arah yang diterangi dari dalam memiliki kondisi pencahayaan normal (300 Lux) dan darurat (10 Lux) dengan jarak baca minimum 30 m.Tanda arah yang diterangi dari luar tingkat pencahayaannya harus minimal 50 Lux dan perbandingan kontrasnya minimal 0,5.

Indikator arah harus ditempatkan di luar tulisan “EKSIT (EXIT)”,minimal 1 cm dari setiap huruf, dan harus dimungkinkan menyatu atau terpisah dari papan tanda arah. Harus terlihat sebagai tanda arah pada jarak minimum 12 m pada tingkat pencahayaan rata-rata 300 Lux dalam kondisi normal dan 10 Lux dalam kondisi darurat di lantai.

Gambar 2.8 Tanda arah dan Eksit.

(Sumber : SNI 03-6574-2001)

Lokasi Pemasangan tanda petunjuk menurut SNI 03-6574-2001 adalah : 1. Arah menuju tempat yang aman harus diberi tanda arah dengan tanda

arah yang disetujui, di lokasi yang mudah dibaca dari segala arah jalan. 2. Pada setiap pintu menuju tangga yang aman, harus dipasang tanda

“EKSIT (EKSIT)” diatas gagang pintu setinggi 150 cm dari permukaan lantai terhadap garis tengah tanda arah.


(47)

28

Gambar 2.9 Lokasi pemasangan tanda EXIT pada pintu dan dinding.

(Sumber : SNI 03-6574-2001)

3. Jalan masuk ketempat aman harus diberi tanda arah pada lokasi yang mudah dibaca dari semua arah, bila jalan menuju tempat tersebut tidak mudah terlihat oleh penghuninya.

Gambar 2.10 Lokasi pemasangan tanda arah EXIT pada koridor.

(Sumber : SNI 03-6574-2001)

D. Sarana Jalan Keluar / Koridor

Sarana jalan keluar adalah jalan yang tidak terputus atau terhalang menuju jalan umum, termasuk didalamnya pintu penghubung, jalan penghubung, ruangan penghubung, tangga terlindung, tangga kedap asap, pintu jalan keluar dan halaman luar. Sedangkan jalan keluar adalah jalan yang diamankan dari ancaman bahaya kebakaran dengan dinding, lantai, plafon dan pintu jalan keluar yang tahan api.


(48)

Sarana jalan keluar menurut SNI 03-1746-2000 harus dirancang untuk mendapatkan tinggi ruangan minimal 2,3 m (7 ft, 6 inci) dengan bagian tojolan dari langit-langit sedikitnya 2 m (6 ft, 8 inci) tinggi nominal di atas lantai finishing. Tinggi ruangan diatas tangga harus minimal 2 m (6 ft, 8 inci) dan harus diukur vertikal dari ujung anak tangga ke bidang sejajar dengan kemiringan tangga.

Gambar 2.11 Standar minimal tinggi ruangan.

(Sumber : SNI 03-1746-2000)

Menurut peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26 / PRT / M / 2008, sarana jalan keluar harus memiliki persyaratan sebagai berikut:

a) Lebar koridor bersih minimum 1,80 m.

b) Koridor harus dilengkapi dengan tanda-tanda penunjuk yang menunjukan arah ke pintu darurat atau arah keluar.

c) Koridor harus bebas dari barang-barang yang dapat mengganggu kelancaran evakuasi.

d) Jarak setiap titik dalam koridor ke pintu darurat atau arah keluar yang terdekat tidak boleh lebih dari 25 m.

e) Panjang gang buntu maksimal 15 m apabila dilengkapi dengan sprinkler dan 9 m tanpa sprinkler.

E. Pencahayaan Darurat

Pencahayaan darurat pada sarana jalan keluar harus terus menerus menyala selama penghuni membutuhkan sarana jalan keluar. Pencahayaan buatan yang dioperasikan sebagai pencahayaan darurat dipasang pada tempat-tempat tertentu dan dalam jangka waktu tertentu sesuai kebutuhan untuk menjaga pencahayaan sampai ke tingkat minimum yang ditentukan.


(49)

30

Ketentuan teknis menurut SNI 03-6574-2001 adalah setiap lampu darurat harus bekerja secara otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman (minimal 10 Lux di ukur pada lantai). Jika mempunyai sistem terpusat, satu daya cadangan dan kontrol otomatisnya harus dilindungi dari kerusakan karena api dengan konstruksi penutup yang mempunyai Tingkat Ketahanan Api (TKA) tidak kurang dari 1 jam. Lampu darurat yang digunakan harus sesuai dengan standar yang berlaku.

Identifikasi lampu darurat menurut SNI 03-6574-2001 adalah : a) Diameter simbol minimum 10 mm.

b) Simbol harus diletakkan di tempat yang mudah dilihat.

c) Simbol tidak boleh diletakkan pada diffuser lampu darurat atau tutup plafon yang dapat dibuka.

Gambar 2.12 Identifikasi simbol lampu darurat.

(Sumber : SNI 03-6574-2001)

Lokasi pemasangan pencahayaan darurat sesuai dengan standar adalah sebagai berikut:

1. Lampu darurat dipasang pada tangga-tangga, gang, koridor, ram, lif, jalan lorong menuju tempat aman, dan jalur menuju jalan umum.

2. Sepanjang jalan kearah koridor, lobi dan jalan keluar dengan jarak langsung dari titik masuk gang, lobi atau jalan keluar melebihi 13 meter.

Gambar 2.13 Lokasi pemasangan lampu darurat dalam ruangan.


(50)

Jangka waktu uji fungsi peralatan lampu darurat yang menggunakan sistem tenaga batterai harus dilakukan pada setiap 30 hari, selama 30 detik. Uji tahunan harus dilakukan dengan waktu uji selama 1½ jam. Peralatan harus beroperasi penuh selama jangka waktu pengujian.

F. Pengendalian Asap

Perambatan asap disebabkan oleh perbedaan tekanan karena adanya perbedaan suhu ruangan dan dampak timbunan asap yang mencari jalan keluar. Asap dapat tersedot melalui lubang vertikal pada bangunan seperti ruang tangga, shaft, atau atrium dan menjalar secara horizontal. Perambatan asap dapat menyebabkan terjadinya pemanasan lebih awal sebelum api menjalar ke tempat itu sehingga memicu timbulnya titik api baru. Selain itu, asap yang ditimbulkan menghalangi petugas pemadam kebakaran dalam menemukan titik permasalahannya.

Pengendalian asap dapat dilakukan dengan beberapa cara (Depnaker ILO 1987) yaitu:

1. Melemahkan (dilution) yaitu dengan cara memberikan ventilasi untuk memasukan udara segar dari luar dan memberikan saluran asap. Jendela dan pintu yang dapat dibuka sebanding dengan 10% luas lantai.

2. Menghabiskan (exhaust) yaitu memberikan peralatan mekanis untuk mengendorkan/menyedot asap dan terintegrasi dengan sistem tata udara. 3. Membatasi yaitu memasang sarana penghambat asap untuk mencegah

menjalarnya asap ke suatu daerah.

Gambar 2.14 Tirai penghalang asap


(51)

32

4. Tekanan udara yaitu tempat-tempat jalur pelarian seperti koridor dan ruang tangga harus bebas dari asap dan gas dengan cara memberikan tekanan udara.

Gambar 2.15 Pengendalian asap pada bangunan tinggi

(Sumber : Juwana, Jimmy S, 2005)

Persyaratan pengendalian asap pada bangunan tinggi yang mempunyai atrium di dalamnya adalah :

a) Pintu keluar yang berada pada sekeliling atrium harus menggunakan pintu tahan api.

b) Bangunan dengan fungsi hotel, apartemen dan asrama hanya boleh mempunyai atrium maksimal 110 m² dan dilengkapi dengan pintu keluar yang tidak menuju atrium.

c) Adanya pemisahan vertikal, sehingga lubang atrium maksimal terbuka setinggi tiga lantai.

d) Pemisahan vertikal ini berlaku pula bagi ruang pertemuan dengan kapasitas 300 orang atau lebih dan perkantoran yang berada di bawah apartemen, hotel, atau asrama.

e) Mezanin dibuat dengan bahan yang tahan api sekurang-kurangnya 2 jam. f) Ruangan yang bersebelahan dengan mezanin dibuat dengan bahan tahan

api sekurang-kurangnya satu jam.

g) Jarak dari lantai dasar ke lantai mezanin minimal 2,2 meter.

h) Mezanin tidak boleh terdiri dari dua lantai. 10 % dari luas mezanin dapat ditutup (misalnya untuk kamar kecil, ruang utilitas dan kompartemen). i) Ruang mesanin yang tertutup harus mempunyai dua pintu keluar. Jarak


(52)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian menurut Sugiyono (2004) adalah suatu cara-cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan suatu data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan sehingga dapat memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah.

Jenis-jenis penelitian menurut Sugiyono (2007) dapat dibedakan menurut jenis dan analisa data, tingkat eksplanasi, metode dan tujuannya. Berdasarkan jenis dan analisa data penelitian dapat dibedakan menjadi penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Jenis penelitian berdasarkan tingkat eksplanasinya dapat dibedakan menjadi 3 yaitu penelitian deskriptif, penelitian komparatif dan penelitian asosiatif. Berdasarkan metode penelitian dapat dibedakan menjadi 8 yaitu penelitian survey, penelitian expost facto, penelitian eksperimen, penelitian naturalisme, penelitian kebijakan, penelitian tindakan, penelitian evaluasi, dan penelitian sejarah, sedangkan jenis penelitian menurut tujuannya terbagi atas 2 yaitu penelitian dasar dan penelitian terapan.

Pada penelitian ini akan membahas tentang sistem proteksi kebakaran secara pasif pada bangunan hotel Danau Toba Internasional, maka jenis penelitian yang digunakan dalam mencapai tujuan penelitian ini adalah penelitian terapan yaitu dengan memecahkan permasalahan-permasalahan sistem proteksi kebakaran pasif yang terdapat pada bangunan tersebut. Jenis penelitian yang digunakan dalam tingkat eksplanasinya adalah penelitian deskriptif, dimana jenis ini menjelaskan/mendeskripsikan fakta-fakta tentang sistem proteksi pasif yang terdapat pada hotel Danau Toba Internasional dan menggunakan penelitian komparatif yang bersifat membandingkan yaitu membandingkan sistem proteksi pasif yang terdapat pada bangunan hotel Danau Toba dengan standart teori yang sudah ditentukan. Untuk menganalisa datanya, jenis penelitian yang digunakan


(53)

34

adalah penelitian kualitatif dan kuantitatif yang bersifat deskriptif analitik, dimana data yang diperoleh dari kajian teori dan hasil survey/observasi dari bagunan tersebut akan disusun dan dianalisa untuk mendapatkan kesimpulan hasil akhir dari penelitian ini. Adapun hasil akhir dari penelitian ini berupa rekomendasi atau deskripsi perencanaan sistem proteksi kebakaran pasif yang baik.

3.2 Variable Penelitian

Menurut Sugiyono (2009), variabel penelitian merupakan segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut dan ditarik kesimpulannya.

Menurut Sinulingga, Sukaria (2011), variabel penelitian terdiri atas 5 jenis yaitu variabel terikat, variabel bebas, variabel moderator, variabel intervening dan variabel kontrol. Variabel yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 3 variabel , yaitu :

1. Variabel bebas (independent variabel) merupakan variabel yang dapat mempengaruhi faktor-faktor yang akan diukur (variabel terikat). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah standart SNI mengenai sistem proteksi kebakaran secara pasif

2. Variabel terikat (dependent variabel ) merupakan variabel yang dipengaruhi atau ditentukan oleh variabel lainnya (adanya pengaruh variabel bebas). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah sistem proteksi pasif yang terdapat pada bangunan hotel Danau Toba Internasional.

3. Variabel moderator (moderating variable) merupakan variabel yang mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, disebut juga dengan variabel ketiga. Variabel moderator dalam penelitian ini adalah keandalan sistem proteksi pasif.

Hubungan antar variabel dapat dilihat pada gambar 3.1 yaitu bahwa sistem proteksi pasif pada bangunan hotel Danau Toba Internasional dipengaruhi oleh standar SNI mengenai persyaratan sistem proteksi pasif. Jika nilai dari standar SNI berubah maka akan berpengaruh pada nilai sistem proteksi pasif pada bangunan hotel Danau Toba Internasional. Variabel moderator penelitian yaitu


(54)

keandalan sistem keselamatan bangunan terhadap bahaya kebakaran dipengaruhi oleh standart SNI karena sistem peniliaian keandalan mengacu pada standart SNI sehingga akan mempengaruhi juga nilai dari sistem proteksi pasif yang terdapat pada bangunan hotel Danau Toba Internasional. Oleh karena itu, keandalan sistem keselamatan bangunan terhadap bahaya kebakaran turut mempengaruhi hubungan antara standar SNI (independent variabel) dan sistem proteksi pasif pada hotel Danau Toba Internasional (dependent variabel ).

Gambar 3.1 Hubungan antara variabel dependen dan variabel independen yang dipengaruhi variabel mederator

(Sumber : Variabel pribadi, 2014)

Gambar 3.2 Variabel penelitian


(55)

36

3.3 Populasi/Sampel

Populasi merupakan keseluruhan anggota atau kelompok yang membentuk objek yang akan diinvestigasi oleh peneliti (Sinulingga, 2011). Objek pada penelitian ini berupa sistem proteksi pasif yang terdapat pada bangunan bertingkat tinggi (± 10 lantai), maka batasan objek penelitian atau populasi penelitian ini adalah bangunan perhotelan yang terdapat di Medan.

Sedangkan sampel merupakan pengambilan sebagian dari jumlah dan karakterisik populasi yang dianggap mewakili dengan cara tertentu untuk diukur atau diamati (Silaen dan Widiyono, 2013). Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebuah bangunan perhotelan yaitu bangunan hotel Danau Toba Internasional.

3.4 Metoda Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri atas 2 jenis yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya, sedangkan data sekunder merupakan data yang telah tersedia oleh pihak lain sehingga tidak perlu dikumpulkan secara langsung dari sumbernya. Berikut data primer dan sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini.

Tabel 3.1 Kebutuhan data primer dan data sekunder

No. Jenis Data Kebutuhan Data Teknik Pengumpulan Data

1. Primer

Ukuran jarak di lapangan Observasi dan pengukuran Kondisi sistem proteksi

pasif

Observasi, wawancara dan dokumentasi foto

Kondisi Lingkungan perhotelan

Observasi, dan dokumentasi foto

2. Sekunder

Teori-teori sistem proteksi

kebakaran pasif Kajian pustaka

Data fisik bangunan Goggle earth dan

dokumentasi foto bangunan.

Denah bangunan Observasi


(56)

Data-data yang sudah dikumpulkan akan disusun dan dianalisa, berikut metode pengumpulan datanya:

1. Studi Kepustakaan

Melakukan kajian pustaka untuk mendapatkan teori-teori tentang sistem proteksi kebakaran pasif. Adapun pengumpulan datanya dari standart dan peraturan mengenai sistem proteksi pasif, jurnal dan sumber-sumber lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

2. Studi Lapangan

Yaitu dengan mengetahui data-data fisik bangunannya, melakukan pengamatan langsung ke lapangan yaitu hotel Danau Toba Internasional dan mengumpulkan data-data bangunan seperti denah bangunannya, hasil pengamatan dan pengambilan foto pada objek-objek yang diamati.

3. Wawancara

Merupakan percakapan yang dilakukan dengan orang-orang tertentu yang memiliki data atau informasi yang dibutuhkan. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini untuk mendapatkan informasi mengenai pengelolaan sistem proteksi pasif yang terdapat pada bangunan tersebut. 4. Pengukuran

Pengukuran dilakukan untuk memperoleh jarak tangga darurat, koridor, lebar dan tinggi pintu darurat, dll yang membutuhkan ukuran untuk mengetahui jarak atau ukuran yang sesuai dengan standar.

3.5 Kawasan Penelitian

Kawasan yang menjadi tempat penelitian berupa bangunan hotel Danau Toba Internasional yang berlokasi di jalan Imam Bonjol No. 17 Medan Kota dengan luas areanya 37.041 m2. Berikut gambar letak lokasi penelitiannya.


(57)

38

Gambar 3.3 Peta lokasi penelitian

(Sumber : Google earth)

Jalan utama menuju hotel ini dapat diakses melalui jalan Imam Bonjol yang memiliki lebar jalan ± 16 meter dengan satu arah dan jalan Palang Merah yang memiliki lebar jalan ± 10 meter dengan akses dua arah. Kedua jalan tersebut memilki intensitas kendaraan yang sangat tinggi. Jalan tersebut merupakan salah satu batasan dari hotel tersebut. Secara umum letak hotel ini berbatasan dengan : a. Sebelah Utara (Jalan Palang Merah) berbatasan dengan bangunan perkantoran. b. Sebelah Selatan berbatasan dengan rumah penduduk.

c. Sebelah Timur berbatasan dengan sungai Deli.

d. Sebelah Barat (Jalan Imam Bonjol) berbatasan dengan gedung perkantoran (Bank Sumut)


(58)

Gambar 3.4 Batasan lokasi penelitian dan tampak bangunan hotel Danau Toba Internasional

(Sumber : Hasil olah data sekunder dan dokumentasi pribadi, 2014)

(a) Perkantoran (b) Rumah Penduduk

(c) Sungai Deli (d) Bank Sumut

Gambar 3.5 Kondisi batasan lokasi penelitian


(1)

Juwana, Jimmy S. ( 2005 ). Panduan Sistem Bangunan Tinggi. Jakarta : Erlangga. Lestari, L., Panindrus. R.M.Y.A. (2008). “Audit Sarana Prasarana Pencegahan

Penanggulangan Dan Tanggap Darurat Kebakaran Di Gedung Fakultas X Universitas Indonesia Tahun 2006”. Jurnal Makara Teknologi. 12, (1), 55-60.

Keputusan Menteri Pekerjaan Umum RI No. 10/KPTS/2000, Ketentuan Teknis Pengaman Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Gedung Dan Lingkungan, Jakarta.

Lawson, Fred, 1976; Hotels, Motels and Condominiums; Boston; Cahnerss Books Internasional.

National Fire Protection Association 92, Standard of Smoke Control System, One Batterymarch Park, Quincy, Massachusetts, 2003.

National Fire Protection Association 101, Life Safety Codes, One Batterymarch Park, Quincy, Massachusetts, 2003.

National Fire Protection Association, 1998, Standard for Portable Fire Extinguisher, NFPA.

Perda DKI Jakarta No.3 Tahun 1992, Penanggulangan Bahaya Kebakaran dalam Wilayah DKI Jakarta.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26 / PRT / M / 2008, Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan, Badan Penerbit PU, Jakarta.

Pynkyawati, T., Wahadamaputera, S., Adiwibowo, F., Lestari,R.R., Septaningsih, D.P. ( 2009 ). “Kajian Desain Sirkulasi Ruang Dalam Sebagai Evakuasi Kebakaran pada Bangunan Hotel Carrcadin Bandung”. Jurnal Institut Teknologi Nasional. 13, (4), 196-207.

Saptaria, Erry et al. (2005). Pedoman Teknis Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung. Bandung: Pustlitbang Permukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan PU, Departemen Pekerjaan Umum.


(2)

91

Sinulingga, Surkaria. ( 2011 ). Metode Penelitian. USU Press. Medan

Sugiyono, ( 2009 ). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung : Alfabeta.

Suprapto. ( 2007 ).”Sistem Proteksi Kebakaran Pasif Kaitannya Dengan Aspek Keselamatan Jiwa (Passive Fire Protection and Life Safety)”. Jurnal Permukiman. 2, (2), 104-117.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2002, Tentang Bangunan Gedung, Jakarta.


(3)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pembobotan Penilaian Komponen Sistem Proteksi Pasif Tabel L.1 Bobot nilai sistem proteksi pasif

No. Komponen Sistem Proteksi Pasif Bobot (%)

1 Kelengkapan Tapak 25

2 Sarana Penyelamatan 25

3 Sistem Proteksi Pasif 26

(Sumber : Saptaria, Erry et al. 2005)

Lampiran 2 Pembobotan Subkomponen Sistem Proteksi Pasif

Kelengkapan Tapak (25%)

Tabel L.2 Bobot nilai sub komponen kelengkapan tapak

No. Subkomponen Bobot (%)

1 Sumber air 27

2 Jalan lingkungan 25

3 Jarak antar bangunan 23

4 Hidran halaman 23

(Sumber : Saptaria, Erry et al. 2005)

Sarana Penyelamatan (25%)

Tabel L.3 Bobot nilai sub komponen sarana penyelamatan

No. Subkomponen Bobot (%)

1 Jalan keluar 38

2 Konstruksi jalan keluar 35

3 Landasan helikopter 27


(4)

93

Sistem Proteksi Pasif (26%)

Tabel L.4 Bobot nilai sub komponen sistem proteksi pasif

No. Subkomponen Bobot (%)

1 Ketahanan api struktur bangunan 36

2 Kompartemenisasi ruang 32

3 Perlindungan bukaan 32

(Sumber : Saptaria, Erry et al. 2005)

Lampiran 3 Perhitungan Kebutuhan Volume

 Perhitungan volume penampungan.

Volume Penampungan yang disediakan bangunan utama hotel Danau Toba Internasional adalah 94,5 m3.

Volume Penampungan minimum yang harus disediakan adalah = *Standar kebutuhan air X *Jumlah bed

= 150 ltr X 560 bed

= 84.000 ltr = 84 m3  (Ditjen Cipta Karya Dinas PU, 1996) Atau,

Volume Penampungan minimum (domestik) yang harus disediakan adalah = *Standar kebutuhan air X *Jumlah pemakai

= 90 ltr X 840 org

= 75.600 ltr = 75,6 m3  (SNI 19-6728.1–2002)

*Jumlah bed = 280 kamar X 2 bed = 560 bed.


(5)

Tabel L.5 Kebutuhan air untuk beberapa sektor

(Sumber : Ditjen Cipta Karya Dinas PU, 1996) Tabel L.6 Standar kebutuhan air untuk beberapa sektor

(Sumber : SNI 19-6728.1-2002)

Lampiran 4 Perhitungan Pembobotan Kelengkapan Tapak

Tabel L.7 Perhitungan pembobotan komponen kelengkapan tapak No. SUB KBSK Penilaian Standar Bobot

(%)

Nilai Kondisi

KELENGKAPAN TAPAK 25

1 Sumber Air B 100 27 27

2 Jalan Lingkungan B 100 25 25

3 Jarak Antar Bangunan B 100 23 23

4 Hidran Halaman K 60 25 15

Nilai 90 %

Kondisi Baik


(6)

95

Lampiran 5 Perhitungan Pembobotan Sarana Penyelamatan

Tabel L.8 Perhitungan pembobotan komponen sarana penyelamatan No. SUB KBSK Penilaian Standar Bobot

(%)

Nilai Kondisi

SARANA PENYELAMATAN 25

1 Jalan Keluar C 80 38 30,4

2 Konstruksi Jalan Keluar C 80 35 28

3 Landasan Helikopter B 100 27 27

Nilai 85,4 %

Kondisi Baik

(Sumber : Hasil pengolahan data, 2014)

Lampiran 6 Perhitungan Pembobotan Sistem Proteksi Pasif

Tabel L.9 Perhitungan pembobotan komponen sistem proteksi pasif No. SUB KBSK Penilaian Standar Bobot

(%)

Nilai Kondisi

SISTEM PROTEKSI PASIF 26

1 Ketahanan Api Struktur

Bangunan B 100 36 36

2 Kompartemenisasi

Ruang B 100 32 32

3 Perlindungan Bukaan K 60 32 19,2

Nilai 87,2 %

Kondisi Baik

(Sumber : Hasil pengolahan data, 2014)

Lampiran 7 Perhitungan Nilai Keandalan Sistem Proteksi Pasif Tabel L.10 Perhitungan nilai keandalan sistem proteksi pasif

No. Komponen Sistem Proteksi Pasif Bobot (%) Nilai Kondisi

1 Kelengkapan Tapak 25 90 %

2 Sarana Penyelamatan 25 85,4 %

3 Sistem Proteksi Pasif 26 87,2 %

TOTAL 258 % / 3 = 86 %