sosial dan psikologis, membuka aib seseorang, bahkan bisa menimbulkan perilaku fitnah
Contoh-contoh tayangan program televisi di atas, awalnya terjadi kontroversial dan mengundang berbagai pihak baik ulama, akademisi, birokrat,
aktivis gerakan dan lain sebagainya, untuk memberikan penilaian terhadap tayangan tersebut. Namun lambat laun seiring dengan perjalanan waktu, aksi
erotis goyang inul dan infotainment mengenai gosip rumah tangga orang menjadi sesuatu yang biasa dan semakin menjamur dalam program tayangan pertelevisian
di Indonesia, bahkan dinikmati dan digemari sebagian besar masyarakat terutama kalangan remaja. Dari hal di atas, kita dapat melihat bahwa terjadi dialektika
antara teks suci dan teks budaya, dimana teks suci mengandung pesan dan makna absolutisme etika dan teks-teks budaya dilayar televisi adalah keserbabolehan dan
relativisme etika. Kehidupan masyarakat modern yang serba bebas keserbabolehan,
relativitas nilai menjadi pandangan atau pedomannya. Kebenaran sejati etika dan agama menjadi tergantikan perannya oleh perkembangan sains dan teknologi
modern dalam memandang dan memecahkan realitas kehidupan. Disatu sisi teknologi modern menyimpan potensi menghancurkan derajat manusia
dehumanisasi, manusia telah menjadi budak oleh ciptaannya sendiri, meskipun disisi lainnya produk teknologi modern memberikan kemudahan mencari ilmu
dan menggali informasi berbagai pemikiran manusia untuk membangun peradaban dan kehidupan manusia menuju masyarakat kritis dan inklusif.
Sesungguhnya ada kecenderungan manusia modern merasa kesepian dalam keramaian, merasa terasing dengan kerabatnya sendiri, terpenjara oleh dunia serba
bebas yang sesungguhnya memberikan kenikmatan semu, terbelenggu dan menjadi budak oleh ciptaannya sendiri. Televisi telah membatasi ruang dan waktu
anak-anak sejak usia dini untuk berinteraksi sosial.
B. Relasi Teks Budaya dan Pemirsa
Kecerdasan pemirsa untuk menafsirkan pesan dan makna teks-teks kultural sangat menentukan pilihan sadarnya untuk mengambil sikap dan
perilakunya terhadap realitas kehidupan. Beragam informasi dan hiburan sebagai bentuk produk teks-teks budaya akan tersimpan dalam memori pengetahuan
dalam alam pikir manusia untuk dijadikan bahan refleksi diri untuk menentukan pilihan model budaya yang akan menjadi gaya hidupnya.
Secara behavioral, sebagian besar kecenderungan pemirsa melakukan tindakan imitasi terhadap teks budaya yang diproduksi oleh televisi. Beragam
trend dan gaya hidup ala selebritis menjadi kebiasaan hampir di seluruh level lapisan masyarakat terutama kalangan pemuda atau generasi muda dan pelajar.
Paradigma pemirsa ini merupakan reaksi terhadap kecenderungan tekstual tanpa melakukan proses penciptaan atau penafsiran makna kultural sebelum mengambil
pilihan sikap terhadap gaya hidup yang akan dijalaninya. Akan sangat berbeda dengan karakter pemirsa yang memiliki basis
pengetahuan berdasarkan kompetensi kultural, yang memandang teks budaya memiliki multi makna polisemik. Sehingga ia mengetahui atau memahami pesan
dan pola-pola makna kultural dari teks sebagai pembawa beragam makna. Proses penciptaan makna biasanya dipengaruhi oleh basis pengetahuan, identitas nasional
pemirsa, status kelas sosial dan gender.
Menurut Gadamer dan Iser menyatakan bahwa relasi antara teks dan pembaca adalah merupakan hubungan interaktif dimana pembaca mendekati teks
dengan harapan dan antisipasi-antisipasi tertentu yang mengalami modifikasi dalam perjalanan membaca dan akan digantikan oleh proyeksi-proyeksi baru.
C. Globalisasi Televisi dan Identitas Kultural
Menurut Schiller menyatakan bahwa media bisa masuk kedalam sistem kapitalis dunia dengan cara menyediakan dukungan bagi kapitalisme, khususnya
pada perusahaan transnasional. Perusahaan-perusahaan multimedia merupakan bagian dari proses konglomerasi kapital yang lebih luas dibidang industri jasa dan
komunikasi. Globalisasi televisi merupakan salah satu ikhtiar kapitalisme dalam
mencari komoditas dan pasar-pasar baru untuk melakukan ekspansi penjualan teks budaya sehingga mendekatkan para pemirsa pada budaya konsumtif melalui
program iklan dan mind set hedonis serta berfikir instans melalui program- program televisi berupa kehidupan glamor dan metroseksual dalam tayangan-
tayangan sinetron remaja sehingga dapat berimplikasi terhadap degradasi moral generasi muda.
Televisi bisa dianggap global dalam hal Chris Barker :
a. Beragamnya konfigurasi televisi publik dan komersial, yang diatur, didanai dan ditonton dalam batas-batas negara-bangsa dan atau komunitas-
komunitas bahasa
b. Teknologi, kepemilikan, distribusi program dan pemirsanya, yang beroperasi melintasi batas negara-bangsa dan komunitas bahasa.
c. Diedarkan oleh televisi bentuk-bentuk narasi dan wacana yang mirip ke seluruh dunia.
Indonesia sebagai bangsa dan negara dunia ketiga, tentunya merupakan obyek utama pemasaran produk budaya masyarakat modern. Tak bisa dihindari
atau dibendung pengaruh ideologi dan gaya hidup masyarakat barat telah menghipnotis dan merasuk ruh masyarakat budaya timur. Dan Indonesia adalah
merupakan bangsa dan negara besar yang memiliki keanekaragaman budaya, agama, etnis, suku, ras dan golongan serta mempunyai kekayaan alam yang
melimpah, ribuan pulau yang menyimpan potensi alam dan wisata. Untuk itu diperlukan upaya sadar memelihara, melestarikan, dan menjaga
kearifan budaya local atau daerah, yang merupakan tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat dan bukan berarti tidak mau menerima budaya asing yang
masuk. Namun kita perlu upaya filterisasi produk budaya lainnya untuk memperkaya khazanah kebudayaan dengan tetap memegang teguh prinsip-prinsip
atau nilai-nilai universal yang sesuai dengan falsafah hidup atau cita-cita kebangsaan.
34
34
http:www.ponpeskarangasem.comindex.php?option=com_contentview=articleid =205:pengaruh-televisi-dan-perubahan-perilakucatid=67:artikel-kirimanItemid=93