Perda Kota Solok No. 6 Tahun 2005 tentang Pencegahan dan

71 Perda No 6 Tahun 2005 tentang pemberantasan dan pencegahan maksiat. Perda ini menurut beberapa pengamat nyaris tidak terealisasi akibat minimnya sosialisasi ke masyarakat, selain itu masyarakat kurang dilibatkan dalam merancang Perda itu. Padahal landasan membuat sebuah aturan hukum mesti bermula dari kebutuhan masyarakat. Jika masyarakat tidak butuh pastilah peraturan itu tak akan berjalan. Aturan yang telah dibuat dengan uang rakyat ini terkesan hanya menjadi dokumen semata tanpa didukung implementasi yang berkejelasan. 9 Di Kota Solok tidak ada perda khusus yang mengatur tentang berpakaian muslim dan muslimah, tetapi dalam masalah ini Walikota Solok menghimbau agar penyelenggara pemerintahan daerah dan warga masyarkat agar berpakaian muslim dan muslimah. Himbauan ini sudah diberlakukan sejak tahun 2008 dengan memakai Perda No. 1 Tahun 2008 tentang Etika Pemerintahan Daerah Kota Solok. Himbauan menggunakan jilbab walaupun itu bukan kewajiban, tetapi hal ini telah dilaksanakan di kantor-kantor pemerintahan daerah, sekolah, sudah banyak memakai jilbab dan memakai celana panjang untuk menutup aurat. Karena bagaimanapun juga, jika hal ini terlaksana Insya Allah lambat laun perbuatan- perbuatan maksiat dan kejahatan akan sedikit berkurang. Apalagi ditambah dengan 9 Nelti Anggraini, Membaca partisipasi publik dalam mendorong lahirnya produk undang – undang berdimensi agama di sumatra barat, diambil dari sumber http:neltianggraini.blogspot.com 72 kesiapan semua aparat selalu siap siaga, dalam memberantas segala kemaksiatan dan kejahatan yang mengganggu kenyamanan dan ketentraman masyarakat. 10 Partisipasi masyarakat Kota Solok dalam merumuskan Perda dirasakan sangat kurang, hal dalam temuan di lapangan disebabkan karena masyarakat acuh terhadap sebuah Perda dan merasakan Perda sebagai sebuah peraturan yang mengekang bagi kelompok tetentu. Dan ada masyarakat yang sama sekati tidak peduli dengan peran mereka dalam merumuskan kebijakan publik perda, ini dikelompokan menjadi kendala intenal masyarakat. Masyarakat terlalu disibukan dengan urusan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Walaupun bagi pemerintah Kota Solok partispasi masyarakat dirasakan kurang, namun pemerintah sendiri menyadari pentingnya partispasi masyarakat dalam perumusan sebuah Perda. 11 Dalam proses membahas rancangan Perda, jika pun ada masyarakat yang terlibat tapi lebih mengesankan hanya formalitas demi melegitimasi bahwa peraturan yang dibuat merupakan aspirasi rakyat. Padahal, dalam realitasnya masyarakat tak pernah sungguh-sungguh terlibat. Biasanya yang diundang dialog oleh DPRD adalah sekelompok masyarakat yang setuju dengan kebijakan atau Perda yang dibahas, misalnya MUI Sumbar menjadi promotor yang diamanatkan ke MUI KotaKabupaten, sebab setiap ada sosialisasi yang diikuti tim, MUI selalu 10 Wawancara pribadi dengan Asfiyeni, Kabag Hukum dan Persidangan. 11 Rozidateno Putri Hanida, Penguatan Peran Masyarakat Dalam Proses Perumusan Kebijakanpublikkasus Perumusan Perda Kabupaten Kota Di Sumatera Barat, diambil dari sumber: http:ozidateno.wordpress.com20090127penguatan-peran-masyarakat-dalam-proses-perumusan- kebijakan-publik 73 menyatakan, “Daerah lain sudah punya Perda ini, itu kita kok belum.” Ormas-ormas Islam Muhammadiyah, HTI, KPSI, Forum Tokoh Penegak Syari’at dan sejenisnya ketika mencoba mengkritisi kebijakan itu, siap-siap saja berhadapan denga ormas ormas itu terutama yang garis keras dialami sendiri oleh Lembaga PUSAKA Padang bahkan wakil ketua DPRD Sumbar, Masful, menyatakan kalau mereka yang menolak Perda berdimensi agama adalah orang sakit. 12 Mulai Desember 2011, di Kota Solok ada kegiatan yang dinamakan “Safari Fajar”. Program “Safari Fajar” merupakan sebuah program rutin Pemerintah Kota Solok dibawah kepemimpinan Walikota Solok H. Irzal Ilyas Datuk Lawi Basa, MM., dan Wakil Walikota H. Zul Elfian, SH, M.Si., setiap hari jum’at setelah melakasanakan sholat subuh berjamaah di Masjid. Pada kegiatan ini, Wakil Walikota Solok H. Zul Elfian, SH, M.Si., memberikan bantuan untuk masjid yang diterima langsung oleh pengurus masjid tersebut dan disaksikan langsung oleh Walikota Solok H. Irzal Ilyas Datok Lai Basa, MM., serta seluruh jajaran Pemerintah Daerah Kota Solok. Masyarakat menyambut dengan sangat baik dan berterima kasih sekali dengan adanya program “Safari Fajar” ini. Selain bisa membantu masjid yang ada di kota solok yang digilir setiap minggunya, masyarakat juga merasa lebih dekat dengan pemerintah karena selama ini belum ada program yang baik dan sangat religius 12 Nelti Anggraini, Membaca partisipasi publik dalam mendorong lahirnya produk undang – undang berdimensi agama di sumatra barat, diambil dari sumber http:neltianggraini.blogspot.com 74 seperti “safari fajar” ini. “Safari Fajar” merupakan program bekerja sambil beribadah. 13 Perda syariah adalah merupakan aspirasi masyarakat. Sebab tidak ada satu pun daerah yang homogen masyarakatnya. Selalu ada kelompok-kelompok yang menjadi minoritas di luar kelompok mayoritas, atau kelompok yang tidak setuju dalam tubuh kelompok mayoritas itu sendiri. Apalagi perda memuat sistem nilai dianut dan dipahami oleh kelompok tertentu, sehingga tentu saja berbeda dengan yang dianut dan dipahami kelompok lainnya. Jika merujuk pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, ada dua asas penting yang harus dipenuhi dalam pembuatan perda, yaitu antara lain: Pertama, perda harus dibentuk berdasarkan Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan seperti diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 dan pasal 137 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah kejelasan tujuan; kelembagaan atau organisasi pembentuk yang tepat; kesesuaian antara jenis dan materi muatan; dapat dilaksanakan; kedayagunaan dan kehasilgunaan; kejelasan rumusan; dan keterbukaan. Kedua, perda harus dibentuk dengan mengacu pada Asas-Asas Materi Muatan Perda sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 138 pengayoman; kemanusiaan; kebangsaan; kekeluargaan; kenusantaraan; bhineka 13 Berita Kota Solok, dari sumber: www.kotasolok.go.id 75 tunggal ika; keadilan; kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; ketertiban dan kepastian hukum; dan atau keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Berkenaan dengan materi muatannya, sesuai dengan Pasal 12 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, materi muatan perda merupakan seluruh muatan materi dalam rangka pengelenggaraan otonomi daerah, tugas pembantuan dan menampung kondisi khusus daerah, dan penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

B. Strategi

dan Kebijakan Pemerintah Kota Solok dalam Mengimplementasikan Perda-Perda Keagamaan Sejarah umat Islam dalam beberapa abad terakhir ini merupakan realitas sejarah yang jauh dari cita-cita Islam. Sejarah kehidupan umat Islam saat ini tidak lebih dari sejarah keterbelakangan dan ketertinggalan. Hal ini disebabkan adanya kesenjangan antara Islam pada tataran identitas dengan Islam pada tataran aqidah, juga kesenjangan antara Islam pada tataran refleksi dengan Islam pada tataran amaliyah. Secara singkat dapat dikatakan bahwa umat Islam pada saat ini telah mengalami keterpurukan dalam berbagai hal baik aqidah, akhlah maupun moral. Tidak terelakkan pula apa yanga ada di Kota Solok perlu adanya sebuah perbaikan moral akhlak dalam tatanan prilaku masyarakat yang mengalami krisis multidimensi. 76 Munculnya penerapan perda bernuansa syariah Islam di Kota Solok selalu dikaitkan faktor sosial budaya masyarakat Minang yang identik dengan Islam yang tercermin dalam filosofi adat Minangkabau yakni ABS-SBK adat basandi syarak- syarak basandi Kitabullah. Postulat adat ini sangat tegas menggariskan bahwa yang menjadi sendi dasar adat istiadat masyarakat Minang adalah sara’ syariat Islam yang bersumber dari Kitabullah al-Qur`an dan as-Sunnah. 14 Dilihat dari sisi biografi kependudukan, di Kota Solok lebih banyak umat Islam dibandingkan dengan non- muslim sebagai kelompok minoritas. Dan secara historis masyarakat Sumatera Barat yang biasa disebut dengan Orang Minang pada umumnya dan Kota Solok pada khususnya adalah masyarakat yang agamis. Dan ini merupakan stempel kebanyakan orang luar Sumatera Barat terhadap masyarakat Minang. Jon Hendra, A.Md Wakil Ketua DPRD Kota Solok mengatakan hal ini senada bahwa penerapan perda bernuansa syariah Islam itu dimunculkan karena melihat pada saat itu di Kota Solok notabene penduduknya hampir 100 Islam dan disana ada beberapa tingkah laku yang dipandang keluar dari jalur syariah Islam. Seperti perbuatan maksiat, minum minuman keras dan lain sebagainya, dan digeneralisir oleh adanya Peraturan Daerah. 15 Dalam negara demokratis, setiap kebijakan publik lumrahnya melibatkan partisipasi publik secara luas. Publik tidak saja berhak mengetahuinya, tetapi juga 14 Irfianda Abidin Datuk Penghulu: Basa Kejayaan Islam akan Kembali Terwujud di Minang, dari sumber: www.majalahsuarahidayatullah.com 15 Wawancara Pribadi dengan Jon Hendra, A.Md 77 berhak diikutsertakan dalam proses pembuatan kebijkan tersebut secara partisipatif. Ini penting guna meningkatkan penerimaan publik terhadap kebijakan yang dibuat. Lebih dari itu, partisipasi juga mencerminkan kebijakan yang dibuat pemerintah benar-benar untuk kepentingan masyarakat luas atau bukan. Kebanyakan masyarakat Kota Solok tampaknya banyak yang tidak mengetahui adanya Perda bernuansa Syariah Islam ini. Proses sosialisasi tentang perda bernuansa syariah ini tidak maksimal, sehingga hanya sebagian kecil masyarakat saja yang mengetahui dua jenis perda bernuansa syariah yang diterbitkan pemerintah. Proses sosialisasi terhadap perda bernuansa syariah yang ada di Kota Solok yang tidak maksimal terkait dengan anggaran yang minim. 16 Berbeda dengan perda Syariah Islam di Aceh dan beberapa tempat lainnya, di Solok perda tersebut baru menjadi bagian dari aturan kebijakan pemerintah daerah tanpa tujuan untuk memberlakukan hukum pidana Islam. Hal lain yang membedakan perda tersebut dari daerah lain adalah tidak ada satu landasan syariah yang dijadikan pijakan bagi semua perda yang telah dikeluarkan. Dengan demikian, di Solok sendiri terminologi perda syariah Islam juga belum disepakati. Sebagian bahkan mengatakan bahwa perda yang dikeluarkan oleh Walikota Solok tidak dapat dinyatakan sebagai perda syariah Islam. Perda itu lebih tepat disebut sebagai peraturan daerah yang memiliki nuansa Islam karena seluruh landasan perda yang ada adalah Undang- 16 Wawancara pribadi dengan Asfiyeni, Kabag Hukum dan Persidangan.