Tujuan Penelitian Tujuan dan Manfaat Penelitian
9
Daerah dan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan UU baru tentang Pemerintahan Daerah, merupakan respon pemerintah terhadap
tuntutan demokratisasi pada era reformasi, dengan memberikan kebijakan desentralisasi yang lebih luas kepada daerah. Implikasi dari kebijakan desentralisasi
itu telah berdampak pada beberapa daerah di Indonesia yang berbasis Islam kuat, mulai
menuntut diberlakukannya
syariat Islam
secara formal
untuk diimplementasikan di masing-masing daerah itu. Lahirlah kemudian beberapa Perda
yang mengatur beberapa aspek dari ajaran Islam sehingga perda-perda tersebut lazim dipersepsikan sebag
ai “Perda-perda Bernuansa Syariah”. Buku kedua berjudul Syariah Islam dan HAM; Dampak Perda Syariah
Terhadap Kebebasan Sipil, Hak-Hak Perempuan dan Non-Muslim Jakarta:2007. Buku ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Centre for Study of
Religion and Culture CSRC UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Daerah yang menjadi tempat penelitian dalam buku ini yaitu Kabupaten Bireun, Nanggroe Aceh Darusslam
NAD; Kabupaten Bulukumba; Kabupaten Tasikmlaya; Kabupaten Bima; Kabupaten Indramayu; dan Kabupaten Tangerang. Nilai lebih dari riset ini adalah
penggunaan dua metodologi sekaligus, kuantitatif dan kualitatif. Namun demikian, data kualitatif yang disajikan dalam riset ini lebih cenderung sebagai pendukung
temuan-temuan data kuantitatif. Akibatnya, riset ini hanya memberi gambaran umum tentang perda syariat dan belum melihat dampak yang sosial yang lebih riil dari
perda-perda itu. Kalau toh riset ini melihat dampak, maka dampak itu juga diukur secara kuantitatif. Oleh karena itu, meskipun riset ini memberi gambaran tentang
10
persepsi masyarakat, namun ia belum bisa memberi informasi lebih detail mengenai dampak sosial politiknya.
Ada beberapa kesimpulan penting dari riset ini: 1 Dukungan masyarakat terhadap perda sangat kuat; 2 Manfaat yang paling meyakinkan dari perda-perda
yang diriset adalah meningkatnya keamanan dan ketertiban sosial; 3 perda-perda itu dirumuskan melalui prosedur yang kurang demokratis. Hal ini dibuktikan dengan
rendahnya partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan perda. Perda cenderung dibuat secara tertutup, tanpa proses dialog partisipatif dengan melibatkan sebanyak
mungkin elemen masyarakat; 4 Perda syariah lebih sebagai agenda elit yang tidak mempunyai korelasi dengan kebutuhan masyarakat.
Penelitian yang sama juga dilakukan Syamsurijal Ad’han dan Zubair Umam di Bulukumba, “Perdaisasi Syariat Islam di Bulukumba” Jurnal Taswirul Afkar,
edisi 202006. Kesimpulan penting dari riset ini nyaris sama dengan riset sebelumnya, bahwa perdaisasi syariat Islam menjadi alat untuk menggapai
kepentingan politik. Perda-perda itu juga dinilai tidak toleran terhadap tradisi lokal yang telah dipraktikkan masyarakat secara turun temurun.
Berbeda dengan dua buku dan penelitian diatas, pada penelitian ini penulis lebih fokus pada perda-perda keagamaan yang ada di Kota Solok, karna nyaris belum
ada penelitian yang melihat perkembangan Perda keagamaan di Kota Solok. Dan penulis juga membahas wewenang pemerintah Kota Solok dalam penerapan Perda
keagamaan yang ada di Kota Solok serta partisipasi dan dampak sosialnya.