37
yang berlaku”. sedangkan Daerah Otonom adalah “Kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
33
Adapun maksud dan tujuan otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan, pada hakikatnya ditujukan untuk memenuhi kepentingan
bangsa secara keseluruhan, melaui pemberian, pelimpahan dan penyerahan sebagian tugas atau wewenang oleh pusat ke daerah diharapkan upaya pemerintah
mewujudkan cita-cita masyarakat yang lebih baik, lebih adil dan lebih makmur akan mudah terealisasikan.
Tujuan pemberian otonomi kepada daerah setidak-tidaknya meliputi empat aspek sebagai berikut: aspek politik, aspek manajemen pemerintahan, aspek
kemasyarakatan dan aspek ekonomi pembangunan.
34
2. Sejarah Penerapan Otonomi Daerah di Indonesia
Sejarah penerapan otonomi daerah di Indonesia sesungguhnya telah di mulai sejak zaman Pemerintahan Hindia Belanda. Pemerintahan Hindia Belanda yang
menguasai wilayah jajahan yang demikian luasnya di Indonesia telah membagi-bagi wilayah tersebut sekaligus membentuk Pemerintahan Daerah di masing-masing
wilayah. Pada masa itu dikenal adanya decentralisatie wet STB 1903 sebagai
33
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah, Ketentuan Umum, Pasal 1.
34
Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan...., h. 36
38
undang-undang yang mendasari pengaturan tentang pemerintahan daerah yang disebut sebagai gewest dan pemerintahannya disebut raad.
35
Adapun sejarahnya sejak Indonesia merdeka, dapat di bagi ke dalam beberapa periode sesuai dengan pemberlakuan undang-undang yang mengatur tentang
Pemerintahan Daerah. Dalam tiap undang-undang tersebut terdapat berbagai perbedaan baik yang bersifat psikologis, politis, ataupun praktisnya. Hingga saat
sekarang ini telah ada 6 enam undang-undang yang pernah diberlakukan, yaitu:
a. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948
Undang-undang ini adalah undang-undang yang pertama yang mengatur secara khusus tentang pemerintahan daerah walaupun Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1945 telah juga menyinggung tentang Keberadaan Komite Nasional Daerah yang berkedudukan sebagai Badan Perwakilan Rakyat.
36
Otonomi daerah ditetapkan secara sangat demokratis pada masa pemberlakuan undang-undang ini. Keanekaragaman daerah sangat diperhatikan dan
diberikan peluang besar untuk berkembang. Daerah otonomi di bagi dalam tingkatan, yaitu provinsi, kabupaten dan kota besar. Penyerahan suatu bidang pemerintahan
dilakukan dalam suatu peraturan pemerintah.
Pemerintah daerah didefinisikan terdiri dari DPRD dan Dewan Pemerintah Daerah. Adapun kedudukan Kepala Daerah bukan sebagai pimpinan eksekutif tetapi
35
Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, h. 21.
36
Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah …, h. 30
39
hanya sebagai ketua dewan yang tiap putusannya harus bersifat kolektif berdasarkan suatu permusyawaratan.
37
b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957
Undang-undang ini dikeluarkan sebagai upaya penyesuaian secara yuridis dengan digunakannya Undang-Undang Dasar Sementara 1950 sebagai konstitusi kala
itu. Berkaitan dengan isi, ketentuan produk hukum ini tidak berbeda jauh dengan isi Undang-Undang Nomor 22 tahun 1948 walaupun telah tampak upaya
menyeragamkan pemerintahan di daerah. Daerah otonom di bagi dalam tiga daerah swantara, yaitu tingkat I provinsi,
tingkat II kabupaten, dan tingkat III kecamatan. Kepala daerah hanya menjalankan tugas eksekutif, namun tetap bertanggungjawab secara kolegial atas Dewan
Pemerintahan Daerah.
38
c. Undang-Undang Nomor 18 tahun 1965
Undang-undang ini merupakan produk dari pembekalan kembali Undang- Undang dasar 1945 berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1957, yang perlu diperhatikan
adalah mengenai kedudukan kepala daerah yang hanya sebagai kepala eksekutif semata yang menjalankan penyelenggaraan pemerintahannya. Nuansa sentralisasi
sangat kental terasa karena penentuan kepala daerah di tangan Presiden dan Menteri Dalam Negeri, sedangkan DPRD hanya dapat mengajukan beberapa calon saja.
37
Joe Fernandez dkk, Otonomi Daerah di Indonesia: Antara Ilusi dan Fakta, Jakarta: IPCOS dan The Ford Foundation, 2002, h. 49
38
Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah …, h. 38