Strategi Perda keagamaan dalam pelaksanaan otonomi daerah di kota Solok Sumatera Barat
77
berhak diikutsertakan dalam proses pembuatan kebijkan tersebut secara partisipatif. Ini penting guna meningkatkan penerimaan publik terhadap kebijakan yang dibuat.
Lebih dari itu, partisipasi juga mencerminkan kebijakan yang dibuat pemerintah benar-benar untuk kepentingan masyarakat luas atau bukan.
Kebanyakan masyarakat Kota Solok tampaknya banyak yang tidak mengetahui adanya Perda bernuansa Syariah Islam ini. Proses sosialisasi tentang
perda bernuansa syariah ini tidak maksimal, sehingga hanya sebagian kecil masyarakat saja yang mengetahui dua jenis perda bernuansa syariah yang diterbitkan
pemerintah. Proses sosialisasi terhadap perda bernuansa syariah yang ada di Kota Solok yang tidak maksimal terkait dengan anggaran yang minim.
16
Berbeda dengan perda Syariah Islam di Aceh dan beberapa tempat lainnya, di Solok perda tersebut baru menjadi bagian dari aturan kebijakan pemerintah daerah
tanpa tujuan untuk memberlakukan hukum pidana Islam. Hal lain yang membedakan perda tersebut dari daerah lain adalah tidak ada satu landasan syariah yang dijadikan
pijakan bagi semua perda yang telah dikeluarkan. Dengan demikian, di Solok sendiri terminologi perda syariah Islam juga belum disepakati. Sebagian bahkan mengatakan
bahwa perda yang dikeluarkan oleh Walikota Solok tidak dapat dinyatakan sebagai perda syariah Islam. Perda itu lebih tepat disebut sebagai peraturan daerah yang
memiliki nuansa Islam karena seluruh landasan perda yang ada adalah Undang-
16
Wawancara pribadi dengan Asfiyeni, Kabag Hukum dan Persidangan.
78
Undang Dasar 1945 dan Pancasila. Tidak ada satu katapun tersurat keinginan untuk memberlakukan syariah Islam.
17
Perda bernuansa syariah yang ada di Kota Solok sama sekali tidak mencerminkan Syariah Islam. Bentuk hukuman atau sanksi dalam perda tersebut
misalnya, tidak sesuai dengan bentuk hukuman seperti yang diatur Syariah Islam. Sebagaiman dikatakan Prof. Dr. Jan Michiel Otto, Direktur van Vollernance Institute
for Law, Governance, and Development, Universitas Leiden, Belanda, sepanjang perda-perda yang ada mengandung larangan perjudian, pelacuran, dan minuman
keras, sebetulnya tidak ada bedanya dengan KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, karena hal-hal tersebut sudah diatur KUHP sejak Pemerintahan Orde Baru.
Jadi ketiga perda tersebut bisa saja disebut perda penerapan KUHP. Apa yang terjadi sesungguhnya adalah suatu upaya menjadikan living norm sebagai living law. Hal ini
karen nilai-nilai lokal adat di masyarakat juga menganggap bahwa perbuatan perjudian, meminum minuman keras dan prostitusi adalah perbuatan tercela secar
moral. Jadi, perda yang mengatur tiga hal di atas hanya berfungsi mempertegas hal- hal yang telah menjadi bagian dari budaya lokal.
18
Adapun alasan utama mengapa masyarakat Muslim setuju dengan adanya perda syariah Islam adalah karena bagi mereka, syariah Islam merupakan perintah
17
Wawancara Pribadi dengan Jon Hendra, A.Md
18
Sukron Kamil, dkk, Syariah Islam dan HAM; Dampak Perda Syariah terhadap Kebebasan Sipil, Hak-Hak Perempuan dan Non-Muslim, Jakarta: CSRC UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007,
hal, 130-131.
79
agama. Selain itu, perda syariah juga diharapkan dapat menjadi jalan keluar berbagai masalah yang membelit bangsa ini, sebagaimana yang biasa diklaim oleh kelompok-
kelompok Islam seperti MMI, HTI atau pendukung perda syariah semisal KH. Jalaluddin Amien dan KH. Sanusi baco, LC. Mantan Ketua PW Muhammadiyah dan
NU Sulawesi Selatan.
19
Sebagian masyarakat juga berpendapat bahwa perda syariah merupakan hukum yang hidup dalam masyarakat, sekaligus dapat menjadi ciri khas
suatu daerah. Menurut
Jon Hendra, A.Md, selaku wakil ketua DPRD Kota Solok, a
turan-aturan yang mendasarkan pada syariat Islam akan muncul seiring dengan dinamika yang
terjadi di masyarakat. Dan ini tidak menutup kemungkinan penerapan syariah Islam akan benar-benar diterapkan di Kota Solok seperti di Aceh dan daerah lainnya.
20
Dalam mewujudkan suatu program tidak terlepas dari adanya hambatan ataupun pro dan kontra. Begitu pula dengan perda bernuansa syariah Islam di Kota
Solok lazimnya sebuah wacana baru, maka reaksi pro dan kontra menjadi keniscayaan membuka kubangan perdebatan, dalam pemberlakuan syariah Islam.
Harus dipahami bahwa kemunculan peraturan-peraturan daerah khususnya di lingkungan Kota Solok memang tidak lepas dari dua hal. Pertama, semangat otonomi
daerah yang memungkinkan diterapkannya perda-perda yang sesuai dengan konteks daerah terseut. Hal tersbut sah-sah saja untuk diterapakan selagi tidak bertentangan
19
Nashir, Gerakan Islam Syariah, h. 390
20
Wawancara Pribadi dengan Jon Hendra, A.Md
80
dengan peraturan atau Undang-Undang yang lebih tinggi. Kedua, kota Solok tidak bisa lepas dari sisi sejarah yang panjang umat Islam. Dua hal itu paling tidak yang
mendasari munculnya perda bernuansa keagamaan di Kota Solok. Lebih jauh perda- perda bernuansa keagamaan itu merupakan aspirasi dari masyarakat Kota Solok.
21