90 pasien secara lengkap, karena nantinya status tersebut akan dipindahkan ke sistem
aplikasi SIM RS dan hal ini mendukung terciptanya sistem yang bagus. Kemudian, sikap pimpinan sebagai pembuat kebijakan dalam memberikan
pelatihan terlebih dahulu merupakan langkah yang sangat bagus, karena sistem yang mahal sekalipun akan menjadi tidak berguna apabila tidak ada sumberdaya
yang mendukung berjalannya sistem.
6.2 Hubungan Antar Variabel
Pada bagian ini peneliti akan menghubungkan hasil analisis masing- masing variabel implementasi kebijakan pada Sistem Informasi Manajemen
Rumah Sakit SIM RS di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam IBB Medan. Hal ini dilakukan agar dapat mengetahui apakah masing-masing variabel
tersebut berkedudukan sejajar, ada pengaruh antar variabel, atau tidak saling berpengaruh satu sama lain.
Secara umum implementasi SIM RS berdasarkan PERMENKES no.82 tahun 2013 pada Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam IBB Medan sudah
dilaksanakan dengan cukup baik. Dengan adanya komitmen yang kuat dari pimpinan tentu juga harus di dukung dengan kekuatan dari sumberdaya yang ada.
Dalam kaitannya dengan implementasi kebijakan SIM RS di lingkungan Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam IBB Medan, terlihat adanya variabel
disposisi yang dipengaruhi variabel struktur birokrasi. Variabel struktur birokrasi menunjukkan adanya komitmen dan kemauan yang kuat dari Kepala Rumah Sakit
untuk melaksanakan SIM RS, hal ini diwujudkan dengan dibuatnya pedoman penyelenggaraan SIM RS di lingkungan rumah sakit tersebut yakni Keputusan
91 Kepala Rumkit TK.II Putri Hijau No: SKMKI10122014 tentang Kebijakan
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit. Di dalam keputusan tersebut tertuang jelas unsur-unsur penyelenggaraan SIM RS dimulai dari kriteria pengadaan alat
dan sistem hingga struktur organisasi yang mencakupi penangan SIM RS sendiri. Kemudian, melalui pernyataan seorang informan yang menyatakan bahwa SIM
RS juga sudah telah dilaksanakan di rumah sakit tersebut sejak tahun 2012. Hal ini selaras dengan keadaan vendor aplikasi SIM RS yang baru saja berganti dari
yang lama ke yang baru, hal ini merupakan bentuk disposisi dari seorang pimpinann yang menginginkan terselenggaranya SIM RS yang semakin bagus
untuk kedepannya dan bisa mengakomodir segala kebutuhan mereka. Hal ini juga berarti bahwa SIM RS yang ada sekarang adalah upaya untuk meningkatkan
sistem ke arah yang lebih baik lagi. Namun perlu diketahui bahwa melakukan perubahan bukanlah perkara mudah, bisa saja perubahan tersebut mengalami
resistensi atau penolakan. Seperti misalnya pada sikap anggota pelaksana sendiri yang belum siap. Maka, berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa variabel
disposisi tersebut dipengaruhi oleh variabel struktur birokrasi. Kemudian dengan adanya bentuk disposisi dari pimpinan tersebut yakni
yang ada pada variabel disposisi yang akhirnya akan mempengaruhi variabel sumber daya baik itu manusia, fasilitas maupun keuangan atau anggaran. Dimana
dengan adanya sistem aplikasi SIM RS yang baru akan mempengaruhi sumberdaya keuangan, yakni adanya pengeluaran yang lebih besar untuk
pengadaan sistem tersebut, namun hal ini ditepis oleh pernyataan informan yang menyatakan bahwa pambayaran dengan vendor SIM RS dilakukan setelah selesai
masa percobaan dan didapatkan output sesuai dengan yang diinginkan. Selain
92 keuangan, langkah disposisi tersebut juga akan mempengaruhi sumber daya
manusia, dimana juga harus ada orang yang menjalankan sistem tersebut. Sehingga pengadaan sistem tersebut tidak menjadi sia-sia. Namun hal ini juga
tidak menjadi masalah bagi rumah sakit, karena para sumber daya manusia yang akan ditempatkan sebagai operator SIM RS tersebut telah mendapatkan
pendidikan dan pelatihan sebelum sistem tersebut dipasang. Pendidikan dan pelatihan yang dilakukan dengan melibatkan pihak vendor SIM RS sendiri dan
juga pihak akademisi. Kemudian, keadaan sumberdaya fasilitas juga harus dibarengi dengan jumlah sumberdaya manusia yang ada. Apabila jumlah
sumberdaya manusia tidak disertai dengan jumlah sumberdaya fasilitas yang ada maka akan membuat kinerja mereka menjadi tidak efisien. Namun, masalah yang
terjadi pada pelaksanaan SIM RS di rumah sakit tersebut, adalah masih dirasakan adanya kekurangan sumberdaya manusia untuk tenaga charging. Namun hal ini
disertai juga dengan sumberdaya fasilitas sendiri yang belum lengkap yakni belum tersedianya komputer di masing-masing ruangan rawat inap. Berdasarkan
pernyataan informan hal in terjadi dikarenakan sedang masa uji coba sistem SIM RS yang baru selama 3
– 6 bulan kedepan. Karena nantinya apabila sistem sudah berjalan dengan sempurna, para operator SIM RS atau sumberdaya manusia yang
ada saat ini akan menjadi pembimbing bagi perawat diruangan untuk melakukan input charging rawat inap dan juga akan disertai dengan penambahan fasilitas
tersebut. Hal ini kedepannya tentu akan sangat berguna dalam meningkatkan kecepatan pelayanan yang ada. Kemudian, disposisi juga berpengaruh terhadap
pemilihan kriteria sumberdaya manusia itu sendiri seperti pemilihan sumberdaya yang memang sudah mempunyai dasar yang baik, dalam hal ini seperti pemilihan
93 sumebrdaya manusia untuk petugas SIM RS sendiri, dipilih yang berasal dari
kesehatan, yakni Sarjana Keperawatan, Sarjana Farmasi serta D3 Keperawatan. Ketiga variabel yang ada bisa juga memiliki hubungan dengan variabel
komunikasi yakni, seperti variabel disposisi yang dianggap mempengaruhi variabel komunikasi. Yaitu, akibat adanya pemahaman dikalangan impelementor,
mereka dapat melakukan tindakan-tindakan inisiatif lain yang tidak berlainan dengan tugasnya. Dalam hal ini. koordinasi yang dilakukan adalah dengan
melakukan laporan atau sensus harian terhadap masing-masing anggota. Koordinasi harian yang dilakukan sampai saat ini dirumah sakit tersebut setiap
harinya dilakukan oleh anggota SIM RS dengan memberikan laporannya kepada bagian Seksi Pelayanan Medis. Kemudian, variabel disposisi juga dapat
dipengaruhi oleh variabel komunikasi, karena adanya bentuk komunikasi harian tadi melalui masalah-masalah yang kerap dijumpai, bisa saja masalah tersebut
mempengaruhi disposisi sikap dari para pembuat kebijakan, seperti kewenangan pengambilan keputusan-keputusan yang dibuat untuk menyelesaikan masalah
tersebut. Sedangkan variabel struktur birokrasi juga dapat mempengaruhi variabel
komunikasi, yakni dari struktur organisasi yang ada, SIM RS berada dibawah pengawasan Urusan Informasi Kesehatan namun dalam pelaporan dan monitoring
sehari-sehari maupun secara berkala berada pada Seksi Pelayanan Medis. Namun, berdasarkan penuturan informan, selama masa percobaan sistem SIM RS yang
baru ini, untuk sementara sebagian besar kegiatan pengawasan berada di bawah pengawasan bagian Seksi Pelayanan Medis, karena tugas Seksi Pelayanan Medis
adalah melakukan evaluasi dan monitoring terhadap kegiatan dan pelayanan di
94 rumah sakit, dan juga segala macam data tentang pelaksanaan SIM RS ada pada
Seksi Pelayanan Medis. Hal ini menandakan adanya komunikasi diantara masing- masing implementor, sehingga dapat mengetahui tugas masing-masing bagian
yang berhubungan dengan SIM RS. Hal seperti ini dapat berguna bagi tahap evaluasi, karena masing-masing bagian dapat mengetahui kendala atau masalah
yang terjadi pada bagian lain sehingga dapat ditemukan solusi pemecahan masalah tersebut. Apabila masing-masing bagian tersebut bekerja secara sendiri-
sendiri tidak ada koordinasi antar satu bagian dengan yang lain, maka penyelesaian masalah akan menjadi lama, bahkan dapat tidak terselesaikan.
Sedangkan antara variabel sumberdaya dengan variabel komunikasi, peneliti menyimpulkan ada hubungan sejajar diantara variabel tersebut, dimana diantara
variabel tersebut tidak ada pengaruh yang begitu signifikan. Sumberdaya yang ada seharusnya memang dikoordinasikan melalui komunikasi atas disposisi dari
pembuat kebijakan. Komunikasi yang dilakukan terhadap sumberdaya selama ini dapat dikatakan sudah sesuai atau bagus, yakni adanya koordinasi harian hingga
evaluasi bulanan. Hal ini juga berguna untuk mengukur kinerja para petugas SIM RS itu sendiri. Karena pada dasarnya, keberhasilan suatu implementasi SIM RS
akan berhasil apabila ada komitmen yang kuat dari pimpinan melalui kewenangannya untuk menimbulkan adanya dukungan dari sumberdaya yang ada.
95
BAB VII PENUTUP