24 serta koordinasi antar instansi-instansi yang terkait dalam proses implementasi
dan bentuk koordinasi yang dilakukan, apakah koordinasi horizontal atau vertikal.
b. Sumberdaya
Sumberdaya merupakan faktor utama dalam melaksanakan dan merealisasikan jalannya suatu kebijakan. Sumber daya manusia, sumber daya
dana, dan fasilitas, Informasi dan Kewenangan yang akan digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan implementasi kebijakan tersebut.
c. Disposisi
Disposisi atau sikap para pelaksana merupakan sikap penerima atau penolakan dari agen pelaksana merupakan sikap penerima atau penolakan dari
agen pelaksana kebijakan yang sangat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan kebijakan publik.
d. Struktur Birokrasi
Struktur organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Dalam struktur birokrasi harus ada prosedur tetap bagi
pelaku kebijakan dalam melaksankan kebijakannya dan adanya tanggung jawab dalam menjalankan sebuah kebijakan demi mencapai tujuan yang ingin dicapai.
2.3 Penelitian Terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan atas isu yang ada dalam penelitian ini akan dicantumkan beberapa hasil penelitian terdahulu mengenai Implementasi Sistem
25 Informasi Manajemen Rumah Sakit SIM RS yang ada di beberapa kota di
Indonesia dan dilakukan oleh beberapa peneliti yang pernah penulis baca diantaranya ditemukan masih adanya masalah dalam pelaksanaan SIM RS
tersebut yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh Julia Megawarni 2013 dalam skirpsinya yang berjudul pelaksanaan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
SIMRS di Rumah Sakit Martha Friska Multatuli Medan, mengemukakan bahwa hambatan dalam pelaksanaan SIMRS adalah sebagai berikut :
a. Kekurangan pada SDM adalah masih kurangnya keahlian operator SIMRS terutama di instalasi pendaftaranpenerimaan dan rekam medis. Hal ini
mungkin disebabkan staf masih kurang mampu untuk menggunakan SIMRS secara langsung dikarenakan kurangnya pelatihan yang diikuti. Upaya yang
dilakukan untuk menangani kekurangan ini adalah melakukan pelatihan kepada staf baru.
b. Kekurangan pada hardware adalah lambatnya cara kerja dari komputer yang digunakan dikarenakan kemampuan memori yang kurang dan terlalu banyak
data yang akan di entri. c. Kekurangan pada software adalah dalam melakukan pembaharuan program
secara berkala perlu pemanggilan seorang staf dari penyedia software yang pada kenyataannya tidak melakukannya secara berkala.
d. Keterbatasan teknis lainnya juga terjadi dalam pelaksanaannya seperti kurangnya kestabilan voltase listrik dan sering adanya pemadaman aliran
listrik. Hal ini mengakibatkan sering terjadi arus hubungan pendekkorsleting, terganggunya kinerja komputer, dan dapat langsung merusak komponen
komputer serta sistem akan langsung mati sehingga tidak dapat dipergunakan
26 untuk melayani dan mengolah data pasien. Hal tersebut berdampak pada masa
operasional lifetime software dan hardware dari komputer yang digunakan. Upaya yang dilakukan untuk menangani masalah teknis ini adalah dengan
menggunakan alat stabilisator, memasang alat yang bernama Uninterruptible Power Supply UPS merupakan sistem penyedia daya listrik, alat ini dapat
memberikan daya lebih kurang selama 3-6 jam setelah listrik mati, dan juga alat otomatisasi genset yang berfungsi untuk mengaktifkan secara otomatis
jika ada pemadaman listrik. Mengenai hambatan pada sumberdaya manusia, hal ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Roslenni Sitepu 2004 di SIMRS di RSUP Haji Adam Malik Medan yakni unsur yang paling rendah hasilnya adalah unsur
sumberdaya manusia, sesuai dengan masih banyak sumberdaya mnusia yang belum mengikuti pelatihan dalam hal ini berhubungan dengan pelatihan
komputerisasi. Masalah lain yang sama juga ditemukan yaitu kurangnya stabil voltase listrik dan sering adanya pemadaman aliran listrik.
Selain rumah sakit di kota Medan yang memiliki masalah diatas, ternyata tidak jauh beda dengan pelaksanaan SIM RS yang ada di luar kota Medan seperti
di pulau Jawa yang juga memiliki masalah yang hampir sama, penelitian yang Indra Gunawan 2013 mengatakan adanya kendala pada sumberdaya manusia
yang ada pada RSUD Brebes yakni belum semua sumberdaya manusia melakukan input data pada SIM RS dan belum memahami pelaporan SIRS Online Kemenkes
RI. Kemudian adapun langkah yang harus ditemputh pihak rumah sakit adalah melakukan perbaikan dari sisi sumberdaya manusia, dengan melakukan
pendidikan pelatihan SIM RS, penambahan dan perbaikan sarana prasarana,
27 serta dibuatkannya SOP dan kebijakan tertulis dari pimpinan rumah sakit terkait
dengan pelaksanaan SIM RS di RSUD Brebes. Penelitian yang dilakukan pada rumah sakit di Depok oleh Titania 2012
dalam skripsinya yang berjudul evaluasi sistem informasi manajemen di bagian rawat jalan rumah sakit Bhakti Yudha Depok, permasalahan yang
diungkapkannya selain masalah umum seperti diatas adalah apabila terjadi kendala yang tidak umum pada berjalannya sistem aplikasi, pihak operator SIM
RS tidak dapat melakukan perbaikan karena tidak menemukan sumber kode source code sistem pada aplikasi tersebut hal ini dikarenakan pihak vendor tidak
memberikan source code tersebut. Akibatnya, pihak operator SIM RS di rumah sakit tersebut tidak dapat mengubah bahasa pemrograman.
Dari beberapa penelitian tersebut terungkap bahwa pelaksanaan SIM RS yang ada di Indonesia memang belum semuanya berjalan dengan baik, masih
terdapat hambatan yang umum terjadi disetiap rumah sakit yang ada di Indonesia. Dikemukakan dalam jurnal Etty Ernawati 2012 yaitu permasalahan yang
menghambat dan menjadi kendala bagi pengembangan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit SIM RS di Indonesia bukan menjadi penghalang
bahwa teknologi ini tidak digunakan dan dikembangkan. Setiap Rumah Sakit yang memiliki hambatan dan kendala dalam pengembangan SIM RS harus dengan
cepat mengatasi dan menyelesaikannya dengan memberikan pemahaman, pelatihan dan insentif kepada setiap pegawai yang memanfaatkan SIM RS dengan
lebih optimal. Pemanfaatan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit SIM RS yang optimal, maka akan memberikan banyak manfaat bagi rumah sakit tersebut.
28 Penelitian yang dilakukan oleh Rara Syafara 2009 dalam Skripsinya yang
berjudul hambatan dalam pelaksanaan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit SIMRS di RSU Dr. Pirngadi Medan, mengemukakan adapun manfaat yang
dapat dirasakan sejauh ini setelah diterapkannya SIMRS di rumah sakit tersebut yaitu memberikan data-data yg akurat dan segera, memberikan kepastian harga
pada pasien, mempercepat pelayanan pada pasien dan mengatur sistem keuangan yang jelas dan transparan.
Menurut Kuhn dalam skripsi Titania 2012, kesuksesan sebuah proyek 80 bergantung pada pengembangan keterampilan sosial dan politik dari
pengembang dan 20 bergantung dari implementasi teknologi hardware dan software. Sehingga dapat dikatakan bahwa kebijakan dari rumah sakit sebagai
salah satu pemeran dalam pengembangan rumah sakit memiliki andil yang besar dalam menentuka kesuksesan SIMRS.
Kemudian didalam Titania 2012 dikutip lagi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi SIM RS menurut Amin, Hussein dan Isa, yaitu
sebagai berikut :
1. Pada tujuan jangka panjang
Tujuan jangka panjang merupakan area strategik, dimana implementasi membutuhkan perencanaan yang baik dari pihak manajemen. Selanjutnya,
kontribusi manajemen yang efektif terhadap proses implementasi bergantung pada asupan infromasi yang berkelanjutan mengenai kinerja
sistem. Jika manajemen pada proses implementasi tidak dapat mensuplai
29 proses implementasi dengan tambahan sumberdaya dan kompetensi yang
dibutuhkan, dapat dikatakan proses tersebut gagal. Diperlukan pengembangan yang berkelanjutan tidak hanya pada saat
awal implementasi SIM RS, namun setelah sistem telah berjalan. Hal ini disebabkan oleh kondisi rumah sakit yang senantiasa berubah, sehingga
seringkali membutuhkan penyesuaian secara teknis untuk dapat mempertahankan kinerja sistem yang optimal. Jika manajemen kurang
memperhatikan kompleksitas dari rutinitas klinis dan pentingnya pengguna untuk diikutsertakan pada proses implementasi SIMRS, hasil yang akan
diperoleh adalah inefisiensi dan pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja rumah sakit.
2. Pada tujuan jangka menengah
Jangka menengah merupakan area taktis, dimana sistem perlu untuk fit dengan alur kerja klinis yang sering kali berbeda antara pengembang sistem
dan manajer, dan tim yang ada pada pelayanan. Kelebihan dan kekurangan implementasi sistem bergantung pada nilai yang dapat mereka berikan pada
pengguna akhir dan penyesuaian hubungan antara tugas pekerjaan dari pengguna yang berbeda harus menjadi perhatian.
3. Pada tujuan jangka pendek
Tujuan jangka pendek merupakan area operasional harian. Hal ini diobservasi pada kasus dimana implementasi SIM RS tidak bertujuan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan pasien karena praktisi cenderung untuk
30 tidak mau menggunakan sistem. Kecenderungan ini juga berkaitan dengan
apakah klinisi dilibatkan dalam desain dan implementasi atau tidak. Harmonisasi antara tujuan organisasi dan tujuan klinis individu pada tingkat
penggunaan harian merupakan hal yang penting, terutama karena interpretasi kemudahan penggunaan sebuah sistem dapat berbeda antara
stakholder dan praktisi pelayanan. Pada berbagai penelitian, partisipasi dan koalborasi lintas grup pengguna berkaitan kritis dengan implementasi sistem
klinis yang sukses. Profesional dari kedokteran, keperawatan dan disiplin laboratorium perlu untuk belaajr berkolaborasi dalam pengembangan
SIMRS yang membutuhkan pengalaman personal mereka mengenai fungsi sistem.
2.4 Pelayanan Kesehatan