Generalisasi Aktif & Kreatif Berbahasa Indonesia SMA Kelas 12 Adi Abdul Somad Aminudin Yudi Irawan 2008

17 Perekonomian Pemerintah tengah mengkaji kemungkinan mengalihkan anggaran subsidi minyaki tanah ke elpiji. Dengan cara ini, diharapkan harga elpiji akan makin murah sehingga mendorong masyarakat tidak lagi menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar. Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan NasionalKepala Bappenas, Paskah Suzetta, jika proses diversiikasi energi ini berjalan, diperkirakan dana subsidi minyak bisa dihemat hingga Rp30 triliun. Subsidi elpiji diperkirakan berjumlah Rp6 triliun. 1. Bacalah teks berikut secara intensif. Uji Materi Harga Menjelang Puasa Setiap menjelang puasa, harga kebutuhan pokok selalu naik. Kenaikan itu akan mencapai puncaknya saat lebaran tiba. Siklus ekonomi ini bahkan sudah menjadi sebuah hukum ekonomi. Tingkat inflasi bulanan pada bulan puasa biasanya lebih tinggi daripada bulan-bulan yang lain. Bayangan akan naiknya harga-harga kebutuhan pokok menjelang puasa pada tahun ini agak berbeda nuansanya dibandingkan dengan tahun-tahun se- belumnya. Pasalnya, harga-harga kebutuhan pokok telah merambat naik pada kisaran 10 persen hingga 30 persen di dua bulan terakhir ini. Bahkan kalau kita tarik ke belakang, mulai awal tahun 2007 ini sudah terjadi gejolak harga- harga kebutuhan pokok. Padahal, ini jarang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Harga beras telah mengalami kenaikan cukup signiikan pada bulan Januari lalu. Kemudian disusul oleh kenaikan harga minyak goreng hingga 40 persen pada bulan Juni setelah itu, disusul oleh kenaikan harga susu. Ini pun belum cukup menggambarkan betapa sulitnya kehidupan ekonomi masyarakat kelas menengah ke bawah. Selain harus merogoh uang yang lebih banyak, mereka pun harus antre berjam- jam untuk mendapatkan barang kebutuhan pokok. Simak saja kasus minyak goreng dan minyak tanah. Kondisi di tingkat mikro ini sangat kontradiktif jika dilihat dari dataran ekonomi makro seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Gagalnya pe- merintah menstabilkan harga kebutuhan pokok ini menjadikan membaiknya kinerja ekonomi makro, tidak cukup berarti bagi masyarakat. Kondisi ini semakin menyesakkan jika kemudian pemerintah juga gagal menstabilkan harga dan menyediakan barang-barang kebutuhan pokok saat bulan puasa tahun ini. Akankah Idul Fitri harus dirayakan dengan penuh keprihatinan? Kalau kita lihat siklus ekonomi bulanan di Indonesia, bulan puasa adalah sebuah bulan di mana permintaan masyarakat terutama pada barang ke- butuhan pokok mengalami peningkatan cukup signiikan. Hal ini terkait dengan tradisi masyarakat untuk merayakan Idul Fitri. Di sisi lain, sebagian besar barang kebutuhan pokok ini bersifat inelastis dari segi penawaran. Artinya, ketika bulan puasa tiba juga terjadi persoalan terbatasnya barang dari sisi penawaran. Hukum pasar mengatakan bahwa jika per- mintaan mengalami kenaikan dan di sisi lain ter- penuhinya barang dari sisi penawaran, maka harga akan naik. Akan tetapi, jika permintaan naik dan di lain pihak sisi penawaran juga terbatas, maka harga akan naik jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kasus pertama. Contoh: Sumber: www.baliblog.com 18 Aktif dan Kreatif Berbahasa Indonesia untuk Kelas XII Program Bahasa Kenaikan harga barang kebutuhan pokok pada bulan puasa ini juga disebabkan oleh struktur pasar yang bersifat oligopolistik. Dengan struktur pasar ini, para pedagang distributor akan bisa memainkan stok barang karena adanya informasi yang tidak simetris antara pedagang dan pembeli. Oleh sebab itu, kegiatan spekulasi dengan menahan barang dan kemudian dilempar kembali ke pasar ketika harga mahal adalah hal biasa pada bulan puasa. Kenaikan harga kebutuhan pokok pada bulan puasa tahun ini juga akan dipicu rencana pemerintah untuk menaikkan gaji pegawai negeri sebesar 20 persen pada tahun anggaran 2008. Sudah menjadi hukum ekonomi juga bahwa pada setiap pengumuman kenaikan gaji pegawai negeri otomatis harga naik setelah pengumuman itu dilansir, walaupun gaji belum benar-benar naik. Kondisi ini terjadi karena munculnya ekspektasi, baik dari sisi konsumen maupun produsen. Konsumen akan cenderung me- naikkan pengeluarannya, sedangkan produsen mem- prediksi akan terjadi kenaikan permintaan. Jika demikian halnya, stabilitasi harga kebutuhan pokok selama bulan puasa merupakan suatu yang urgen. Ini merupakan test case bagi pemerintah, apakah pemerintah mampu menerjemahkan kisah sukses di tingkat ekonomi makro menjadi sebuah kebijakan ekonomi yang mampu dinikmati langsung oleh masyarakat? Solusi menstabilkan harga-harga pada bulan puasa ini tidak terlalu complicated. Kenaikan harga kebutuhan pokok selama ini ditengarai karena pemerintah meninggalkan perannya dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Mekanisme penyediaan kebutuhan pokok diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Hal ini berbeda pada masa sebelum krisis, di mana peran pemerintah cukup signiikan dalam menyediakan kebutuhan pokok masyarakat dan sekaligus mampu menstabilkan harganya melalui Bulog. Perlunya intervensi pemeritah di sektor riil ini tidak mengada-ada. Buku teks standar ekonomi juga mengajarkan bahwa peran pemerintah dalam ekonomi harus ada, apalagi di negara sedang ber- kembang sebagaimana disuarakan keras oleh ekonom kondang J. Stiglizt. Tetapi, sejak krisis ekonomi, atas saran IMF ekonomi kita mengarah kepada sistem liberalisme. Kegiatan ekonomi sepenuhnya ditentukan oleh mekanisme pasar. Hilangnya peran pemerintah dalam sektor riil ini juga tidak pada kasus ekonomi kita. Kita bisa berkaca dari sektor inansial. Walaupun sistem kurs yang kita anut adalah sistem kurs mengambang bebas sistem pasar, pemerintah melalui BI masih tetap eksis di pasar valuta asing. Setiap terjadi tekanan terhadap rupiah, BI dengan sekuat tenaga akan melakukan intervensi untuk menahan merosotnya rupiah. Bagaimana dengan pasar di sektor riil se- perti barang-barang kebutuhan pokok? Jelas di sini perlu peran pemerintah. Pemerintah harus kembali memposisikan peran Bulog pada khittahnya sebagaimana pada masa Orde Baru. Dengan demikian Bulog harus aktif menyediakan dan menstabilkan harga-harga kebutuhan pokok pada bulan puasa ini. Dalam konteks ini, Bulog memang tidak akan mampu melakukan operasi pasar kepada semua komoditas yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Namun, paling tidak Bulog harus melakukan operasi pasar pada barang-barang yang menjadi cakupan operasi Bulog seperti beras dan bisa diperluas untuk gula maupun minyak goreng. Stabilitasi harga dari Bulog ini tentu perlu dana. Kalau di pasar valuta asing ada dana yang selalu siap untuk stabilitasi kurs maka pemerintah harusnya juga menyediakan dana stabilitasi harga barang-barang kebutuhan pokok melalui anggaran pemerintah. Dana stabilitasi harga kebutuhan pokok ini lebih efektif daripada bantuan tunai langsung BTL di dalam menahan laju kemiskinan. Stabilitasi harga kebutuhan pokok pada bulan puasa mempunyai dua tujuan. Pertama, agar masyarakat bisa merayakan Hari Raya Idul Fitri dengan suasana hati yang itri dari sisi spiritual karena terampuni dosa-dosanya maupun materi ekonomi karena tak dibebani melambungnya harga. Kedua, dari sisi indikator makro, stabilitasi harga di bulan puasa akan meredam inflasi. Jika pemerintah gagal menstabilkan harga-harga kebutuhan pokok selama bulan puasa ini inflasi akan menjadi hantu pada tahun ini. Sebenarnya, tidak ada lagi tekanan cukup berarti terhadap inflasi pasca kenaikan BBM di penghujung tahun 2005 yang lalu. Selama ini berdasarkan data inflasi bulanan, kenaikan kebutuhan pokok dan pakaian selama bulan puasa cukup dominan dalam menyumbang inflasi. Sumber: Republika, 3 September 2007