Plot Aktif & Kreatif Berbahasa Indonesia SMA Kelas 12 Adi Abdul Somad Aminudin Yudi Irawan 2008

257 Mengapresiasi Sastra pengamat di luar cerita, tetapi kita seolah ikut larut dalam peristiwa demi peristiwa, ritual demi ritual yang dilukiskan dalam bahasa yang simbolis. Unsur magis yang sering muncul dalam cerita memperkuat latar yang yang diangkat pengarang yaitu dunia tradisi yang cenderung bersumber pada mythe. Pengalaman batin tokoh aku dan upacara- upacara yang dilewatinya seolah membawa kita pada dunia kosmos mereka, kepercayaan mereka dan dunia gaib mereka. Kesadaran tokoh aku dari tidur panjangnya ternyata membawa aku pada suatu upacara balian ritual pencarian roh. Hal ini tergambar dalam uraian yang panjang tentang usaha seorang dukun yang harus merebut kembali roh yang disekap Tonoy Dewa Tanah karena jika gagal maka aku tak akan bangun lagi dari tidurnya. Hal ini tergambar dalam kutipan berikut. Paman Tunding dengan gemilang telah selamat merebut kunci kopor tembaga dan membawa roh si pasien pulang. Setiap pengunjung menarik nafas lega, karena jiwa si sakit yang dibaliani dapat terserlamati Musik tidak lagi mengeras memekak seperti tadi, iramanya lembut, halus dan tenang. Cerita balian telah sampai lagi ke bumi, sekarang tiba pada upacara mengembalikan roh itu pada pemiliknya. Para balian mendatangiku yang sengaja diba- ringkan agak jauh dikitari para penunggu, ibuku dan beberapa gadis. Gerak mereka gemulai seirama musik yang ditabuh. Kain-kain mereka berkibaran, bau dupa-dupaan menyeruak agak aneh. Asap menyerang mataku, aku terpejam. Balian terus dengan upacaranya Korrie L. R, 1967:70. Upacara merupakan roman pengalaman. Entah pengalaman siapa yang dituangkan dalam cerita ini. Mungkin pengalaman pribadi pengarang, mungkin pula pengalaman orang lain yang dikenal atau diketahui oleh si pengarang. Yang jelas, pengalaman-pengalaman itu telah menimbulkan kesan yang mendalam pada diri pengarang, sehingga ia memikirkannya dan menuliskannya dalam bentuk cerita. Pengalaman apakah yang dikemukakan dalam Upacara? Berbagai upacara adat ditampilkan dalam cerita. Mulai dengan pengembaraan roh si aku ke Lumut Swarga dalam upacara individual bagi kesembuhan si aku, lalu tentang balian perdukunan dalam hubungannya dengan nasuq juus mencari jiwa yang hilang juga untuk si aku. Kemudian tentang kwangkey upacara penguburan tulang manusia, sesudah itu tentang nalin taun pesta tahunan, memberi persembahan pada alam dan dewa-dewa untuk menghindarkan kampung dari malapetaka, dan akhirnya tentang pelulung upacara perkawinan di sini si aku menaiki jenjang perkawinan setelah sekian tahun mengalami petualangan asmara. Berbagai upacara adat itulah yang di- gambarkan oleh pengarangnya. Tentu saja, setelah diolah sedemikian rupa upacara-upacara itu tidak lagi tampil sebagai kejadian nyata, tetapi sudah merupakan rekaan dari pengarangnya. Dengan bahasa yang penuh perambatan, upacara- upacara itu dijalin dan ditampilkan secara tidak teratur. Tidak jelas batasnya, manakah peristiwa yang sesungguhya dialami oleh tokohnya dan mana pula peristiwa yang merupakan hayalan. Jika dikaitkan dengan karya yang lain, kita dapat menarik benang merah pada cerita-cerita yang diangkat oleh Korrie. Sebagian besar cerita yang diangkat oleh pengarang berlatar suku Dayak Banuaq dengan segala budaya dan religi suku tersebut. Seperti dalam karyanya Bunga, Api Awan Asap dan Upacara itu sendiri. Dalam karyanya tak segan-segan Korrie mengkritik kelalaian pemerintah menyangkut kelestarian lingkungan sehingga kerusakan global terjadi di mana- mana seperti dalam kumpulan cerpen Acuh Tak Acuh. Masih dalam karyanya Korrie sering bercerita tentang kisah cinta yang berakhir dengan tragis seperti dalam novel Lingkaran Kabut dan kumpulan cerpen Percintaan Angin. Masih banyak lagi karya Korrie yang lain dengan latar suku lain terutama daerah-daerah yang pernah ia datangi, hal ini didukung oleh profesinya yang pernah menjadi seorang wartawan. Dalam dunia sastra prosa, novel menduduki tempat yang istimewa, karena ragam dan warna yang dibawa oleh novel tersebut. Kehadiran novel Upacara yang mengusung warna lokal merupakan salah satu genre yang akan memperkaya khasanah sastra kita. Hal ini disebabkan karya sastra merupakan bagian dari kebudayaan. Jadi tidaklah berlebihan bila novel Upacara dikatakan sebagai cermin masyarakat Suku Dayak Banuaq. Kehadiran aku dalam cerita yang selalu mempertanyakan tentang upacara-upacara yang dijalaninya dan keyakinan yang selalu dipegang erat oleh masyarakat sekitarnya. Selain itu, tokoh aku pun sering ragu dalam keyakinannya sendiri seolah mewakili kenyataan sosial yang sedang terjadi dalam Suku Dayak Banuaq saat ini. Kenyataan yang diangkat pengarang melalui tokoh-tokohnya mampu menggambarkan nilai upacara yang selalu dilakukan oleh suku-suku pedalaman telah demikian luntur sehingga upacara tersebut hanya sebagai ritual berkala yang harus terus dilakukan sedangkan arti dari upacara itu sendiri terabaikan begitu saja. Sumber: Dari Karya Selebriti hingga Penulis Islami, 2006 Sekarang kerjakanlah latihan berikut ini.