161
dipandang sangat tepat, terutama kalau dikaitkan dengan kondisi petani dan pertanian dewasa ini, yang intinya adalah untuk memperkuat sistem tatanan
pembangunan pedesaan yang tangguh. Hal ini didasari dari hampir sebagian besar penduduk Kabupaten Buru yaitu 36.037 jiwa 80,37 adalah bekerja pada
sektor pertanian. Keberadaan sektor pertanian diharapkan dapat menjadi motor penggerak
pembangunan ekonomi di wilayah ini, karena selain merupakan mata pencaharian sebagian penduduk, diharapkan pula dapat mendukung prospek
pengembangan wilayah sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kondisi ini didukung oleh ketersediaan lahan yang memiliki potensi
cukup besar untuk sektor pertanian baik pada sub sektor utama tanaman pangan dan perkebunan, maupun sub sektor pendukung kehutanan,
peternakan dan perikanan. Di kaitkan dengan pengembangan wilayah secara keseluruhan
pembangunan sektor pertanian memiliki nilai yang strategis, karena relevansinya dengan upaya swasembada pangan dan mengurangi ketergantungan kebutuhan
dengan wilayah lain sekaligus membuka peluang ekspor non migas, terutama komoditi perkebunan dan perikanan. Di Kabupaten Buru sub sektor pertanian
tanaman pangan dan perkebunan merupakan sub sektor yang paling dominan dalam menopang pengembangan dan pertumbuhan wilayah, karena memberikan
impilikasi yang cukup besar terhadap pembangunan ekonomi wilayah baik internal maupn eksternal.
5.5. Karakteristik Usahatani Kakao Rakyat
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem usaha pertanian yang mengintegrasikan faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal dan
teknologimanajemen sangat dipengaruhi oleh kondisi spesifik wilayah, yang meliputi bio-fisik, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Sektor pertanian
162
hingga saat ini masih diartikan sebagai sistem usaha pertanian usahatani yang sangat berkaitan erat dengan sistem lainnya seperti industri hulu, industri hilir,
pemasaranperdagangan dan permintaan dari konsumen. Kondisi seperti ini yang sering berpengaruh terhadap kebijakan petani, baik dalam meningkatkan luas
lahan pertanian maupun produktivitas lahan dan tanamannya. Namun demikian sangat tergantung pula pada ketersedian sumberdaya petani, kelembagaan
petani dan kebijakan pembangunan pertanian. Tabel 12. Karakteristik Usahatani Kakao Rakyat di Kabupaten Buru, 2004
No. Kegiatan Usahatani
Jumlah Min.
Max. 1.
Luas Lahan Kakao ha 0,25
3,0 a. 0,25 – 0,99
27 33,75
0,25 0,99
b. 1,0 – 1,99 42
52,50 1,0
1,75 c. 1,99
11 13,75
2,0 3,0
2. Letak Lokasi Tanaman Kakao
a. Dalam Desa 77
96,25 -
- b. Luar Desa
1 01,25
- -
c. Kombinasi 2
02,50 -
- 3.
Status Usahatani Kakao a. Usaha Utama
66 82,50
- -
b. Bukan Usaha Utama 14
17, 50 -
- 4.
Status Kepemilikan Lahan a. Milik Sendiri
78 97,50
- -
b. Lainnya 2
02,50 -
- 5.
Varietas Kakao Yang Ditanam a. Varietas Lokal
72 90,00
- -
b. Varietas Hybrida 3
03,75 -
- c. Kombinasi
5 06,25
- -
6. Pola Tanam Yang Digunakan
a. Monokultur 43
53,75 -
- b. Tumpangsari
37 46,25
- -
7. Penggunaan Tenaga Kerja
a. Tenaga Kerja Keluarga 40
50,00 -
- b. Tenaga Kerja dari Luar
12 15,00
- -
c. Tenaga Kerja Kombinasi 28
35,00 -
- Sumber : Data Primer Diolah.
Pada Tabel 12 menunjukan bahwa luas kepemilikan lahan kakao oleh petani di wilayah penelitian berkisar antara 0,25-3 ha. Dari seluruh responden
hampir sebagian besar petani 52,50 memiliki luas lahan usahatani kakao antara 1-1,75 ha, sementara luas kepemilikan lahan yang lebih besar yang
diusahakan petani yaitu antara 2-3 ha 13,75. Sedangkan sekitar 33,75 persen
163
petani yang memiliki luas lahan dibawah 1 ha. Kondisi ini menggambarkan bahwa faktor untuk memperoleh lahan bukan menjadi suatu kendala dalam
perluasan lahan oleh petani, namun lebih disebabkan oleh faktor permodalan dan kondisi pasar yang jaraknya cukup jauh dari lokasi serta harga yang sering
berfluktuatif. Bila harga dan kondisi pasar membaik dan stabil, dibarengi dengan tambahan modal, maka akan direspon dengan baik oleh petani untuk
meningkatkan luas areal dan produktivitas tanamannya. Permasalahan yang sering dialami petani adalah serangan hama PBK
Penggerek Buah Kakao, intensitas serangan hama ini cukup merepotkan petani karena sangat sulit bagi petani dalam pengendaliannya. Selain karena
keterbatasan pengetahuan dan skill petani dalam pemberantasan hama tersebut, juga dipengaruhi oleh hampir sebagian besar petani di wilayah penelitian yang
belum menggunakan varietas unggul, karena cukup sulit untuk memperolehnya. Sehingga sekitar 90 persen responden yang masih menggunakan varietas lokal
dalam usahatani kakao, hal inilah yang berimplikasi pada menurunnya produksi tanaman dan pendapatan petani. Sedangkan hanya sekitar 10 persen responden
dalam usahatani ini yang menggunakan varietas unggul, yang diperoleh dari keterlibatannya dalam proyek bantuan bibit dari pemerintah.
Kendala lainnya seperti cara fermentasi dan penjemuran maupun peralatan yang digunakan masih sangat sederhana, sehingga berpengaruh pada
kualitas hasil biji kakao. Namun bila intensitas serangan hama PBK dapat teratasi dan diintensifkan program penyuluhan secara baik dan merata keseluruh
petani kakao, serta jika ada kemudahan dalam memperoleh varietas unggul, maka diyakini dapat memberikan kontribusi perubahan dalam meningkatkan
produksi kakao baik secara kuantitas maupun kualitas hasil. Gambaran letak lokasi lahan tanaman, memperlihatkan bahwa hampir
sebagian besar petani di wilayah penelitian yang mengusahakan tanamannya di
164
dalam desa 96,25, sementara 1,25 persen petani yang mengusahakan di luar desa dan sekitar 2,50 persen yang merupakan kombinasi dari kedua lokasi
penanaman yaitu di luar desa dan di desanya sendiri. Kondisi ini mengindikasikan bahwa dalam pengembangan usahatani kakao di wilayah
penelitian, petani lebih cenderung untuk memilih lahan yang ada dalam desa, sebab dapat memberikan kemudahan dalam pengelolaan maupun
perawatannya. Usahatani yang dikembangkan petani di wilayah penelitian sebagian besar
82,50 menjadikan tanaman kakao sebagai usaha utama dalam pembudidayaan dan merupakan pilihan utama petani, yang dijadikan sebagai
sumber pendapatan keluarganya. Selain itu dari seluruh responden petani yaitu sekitar 97,50 persen mengemukakan bahwa status kepemilikan lahan yang
digunakan dalam pengembangan usahatani kakao tersebut merupakan lahan milik sendiri, dan hanya 2,50 persen yang merupakan milik keluarga lahan
warisan orang tua dan sistem bagi hasil, dengan penerapan pola tanam yang lebih banyak mengarah pada sistem monokultur 53,73, serta sekitar 46,25
yang menggunakan sistem tumpangsari dengan tanaman perkebunan lainnya seperti kelapa dan tanaman buah-buahan. Hal ini menunjukkan bahwa animo
petani cukup besar dalam pengembangan usahatani kakao dan menggambarkan pula potensi pengembangan komoditi ini sebagai sektor unggulan di Kabupaten
Buru di masa datang. Untuk itu, perlu adanya terobosan kebijakan pemerintah daerah melalu
program pembangunan perkebunan yang sustaenable, dengan visi
pengembangan komoditi yang memiliki dayasaing di pasar. Serta berupaya untuk mengefektifkan program diversifikasi dan intensifikasi tanaman yaitu melalui
program bantuan bibit unggul dan penyuluhan yang sistimatis dan berkelanjutan,
165
yang diharapkan dapat menjawab segala permasalahan yang selama ini sering dialami oleh petani.
Dengan peranan pemerintah dalam pengembangan perkebunan dapat memberikan kontribusi yang berarti terhadap perkembangan tanaman dan
peningkatan produksi, yang pada akhirnya akan memberikan peluang terhadap peningkatan pendapatan petani. Perkembangan luas tanam dan produksi
komoditi perkebunan dapat diamati pada Tabel 13. Tabel 13. Perkembangan Luas Tanam dan Produksi Beberapa Komoditi
Perkebunan Penting di Kabupaten Buru Tahun 2001 sd 2003.
2001 2002
2003 No.
Jenis Komoditi
Luas Tanam
ha Produksi
ton Luas
Tanam ha
Produksi ton
Luas Tanam
ha Produksi
ton 1.
Kelapa 8.354,6
5.996,4 9.140,9
8.718,8 9.194,2
8.769,5 2.
Kakao 6.937,4
1.820,5 5.553,5
4.157,2 5.764,4
4.893,2 3.
Cengkeh 4.890,8
3.562,9 4.482,1
4.336,9 4.747,6
4.559,2 4.
Jambu Mete 1.413,7
897,0 1.143,9
902,9 1.187,3
1.049,4 5.
Pala 363,9
132,1 299,6
266,0 452,3
281,1 6.
Kopi 48,3
24,1 95,1
67,9 148,6
69,7 Sumber : Dinas Perkebunan dan Hortikultura Kab. Buru, 200 4
Dari Tabel 13 memperlihatkan bahwa sektor perkebunan yang paling dominan yang diusahakan oleh petani di Kabupaten Buru adalah komoditi
Kelapa, kakao dan cengkeh. Ketiga komoditi perkebunan ini memiliki peranan yang cukup strategis dan penting bagi perbaikan pendapatan petani, dan
sekaligus merupakan komoditi andalan yang diusahakan oleh sebagian petani di wilayah penelitian. Disamping ketiga komoditi perkebunan tersebut, tampak pula
beberapak komoditi perkebunan lainnya yang sedang dikembangkan oleh petani seperti jambu mete, pala dan kopi, yang memperlihatkan pengembangan laju
pertumbuhan. Dari sisi pengembangan luas tanam maupun produksi menunjukkan bahwa
komoditi kelapa yang memiliki pertumbuhan luas tanam dan produksi yang cukup miningkat, sedangkan komoditi kakao sedikit mengalami penurunan luas tanam
166
pada tahun berikutnya yaitu pada tahun 2002 sampai 2003. Namun penurunan pada luas tanam tidak berpengaruh pada produksi, malah terjadi peningkatan
yang cukup signifikan yaitu dari tahun 2001 1.820,5 tonha menjadi 4.893,2 tonha pada tahun 2003
.
Sedangkan untuk melihat perkembangan luas panen dan produksi serta keterlibatan rumah tangga petani dapat disajikan pada
Tabel 14. Tabel 14. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Keterlibatan Rumah Tangga
Usahatani Perkebunan Kakao Menurut Kecamatan di Kabupaten Buru.
2001 2002
2003 Kecamatan
KK Luas
Panen Ha
Produksi Ton
KK Luas
Panen Ha
Produksi Ton
KK Luas
Panen Ha
Produksi Ton
Buru Selatan
305 59,8
50,9 1.582
384,2 391,6
2.211 1.041,3
1.110,3
Buru Selt. Timur
1.031 129,6
103,7 1.802
236,6 190,0
2.242 667,8
642,9
Buru Utara Timur
484 66,9
46,8 544
483,6 347,9
582 128,1
92,6
Buru Utara Selatan
4.040 926,8
880,4 2.201
1.421,7 1.924,8
2.952 1.263,0
1.416,1
Buru Utara Barat
1.759 829,6
738,7 2.255
1.862,0 1.303,0
1.907 1.254,9
1.631,4 Jumlah
7.619 2.012,7
1.820,5 8.384
4.388,1 4.157,3
9.894 4.355,0
4.893,2
Sumber : Dinas Perkebunan dan Hortikultura Kab. Buru, 200 4
Keterlibatan rumah tangga tani dalam pengembangan perkebunan kakao di Kabupaten Buru, tertinggi pada kecamatan Buru Utara Selatan kemudian
disusul oleh kecamatan Buru Utara Barat dan Buru Selatan Timur. Selain itu perkembangan luas panen maupun produksi di setiap kecamatan mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Walaupun demikian, pada kecamatan Buru Utara Selatan dan Buru Utara Barat terjadi penurunan baik dalam keterlibatan rumah
tangga tani KK, luas panen maupun produksi. Sementara dibeberapa kecamatan lainnya, mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan, hal ini
167
kemungkinan diindikasikan oleh adanya degradasi lahan akibat ekploitasi hutan oleh beberapa pengusaha kayu, dan semakin sulit memperoleh lahan yang dekat
dengan tempat tinggal. Disamping itu untuk pengembangan perkebunan kakao pada kedua wilayah ini sudah cukup lama, sehingga kemungkinan bisa saja
terjadi akibat usia produktif tanaman kakao yang banyak tergolong dalam tanaman tua renta yang di miliki petani, yang berakibat banyak tanaman yang
mati atau rusak, sementara untuk mengembangkannya pada lahan yang baru, petani mengalami keterbatasan modal dan jarak lahan yang baru cukup jauh.
168
5.6. Karakteristik Petani Perkebunan Kakao