Kelayakan Pemasaran Kakao Analisis pengembangan perkebunan kakao rakyat di kabupaten Buru provinsi Maluku

100 pasar referensi eksportir, di mana perubahan harga pada tingkat eksportir tidak kuat mempengaruhi perubahan harga pada tingkat petani. Hal ini dipengaruhi oleh faktor jarak yang relatif berjauhan antara kedudukan tempat eksportir dengan sentra produksi. Penelitian yang dilakukan oleh Siregar 1991 tentang teknologi produksi pada tanaman lahan kering dengan menggunakan pendekatan multi-input multi- output. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa elastisitas harga penawaran terhadap harga sendiri dan harga tanaman lain dan harga output adalah inelastis. Elastisitas permintaan pupuk terhadap harga jagung dan harga kacang tanah adalah elastis, yaitu masing-masing 1.165 dan 1.795. Berdasarkan perhitungan return to scale dalam jangka pendek diperoleh hasil yang menurun. Hal tersebut memperlihatkan bahwa peningkatan keuntungan tidak dapat dilakukan tanpa peningkatan areal.

2.3. Kelayakan Pemasaran Kakao

Pengusahaan tanaman perkebunan pada umumnya diorientasikan ke pasar, bukan untuk dikonsumsi sendiri, oleh karena itu sistem pemasaran merupakan hal yang harus mendapatkan perhatian dalam memproduksi suatu komoditas. Aspek yang paling menonjol dalam meningkatkan sektor basis dalam perekonomian wilayah adalah aktivitas pemasaran komoditas Esmara, 1984. Dengan demikian kegiatan pemasaran komoditas secara tidak langsung akan meningkatkan permintaan barang dan jasa baik dari dalam wilayah maupun dari luar wilayah bersangkutan, sehingga dapat mendorong motivasi petani untuk lebih meningkatkan produktivitas usahanya. Sedangkan pemasaran sering didefenisikan sebagai suatu sisitem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan 101 kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial Stanton dalam Swastha dan Handoko, 1982. Sementara itu kegiatan pemasaran adalah proses yang meliputi pengumpulan dari tingkat petani atau sentra-sentra produksi di mana komoditas itu dihasilkan. Kemudian disalurkan ke pasar lokal, ke pasar yang lebih luas dan selanjutnya ke tingkat konsumen. Umumnya rantai pemasarn komoditas pertanian mengikuti rantai pemasaran yang demikian, namun biasanya ada juga perbedaan rantai pemasaran komoditas yang diekspor dengan yang tidak diekspor. Tingkat efisiensi sistem tataniaga dapat diukur antara lain dengan pendekatan indikator marjin tataniaga, harga yang diterima petani dan keterpaduan pasar secara vertikal Nancy, 1988. Indikator marjin tataniaga didasarkan pada konsep efisiensi operasional yang menekankan pada kemampuan meminimu mkan biaya-biaya yang digunakan untuk mengerakkan komoditi dari produsen ke konsumen atau meminimumkan biaya untuk melakukan fungsi-fungsi tataniaga. Sementara marjin tataniaga marjin distribusi merupakan perbedaan antara harga yang diterima petani dengan harga barang bentuk akhir yang dibayar konsumen akhir atau kumpulan balas jasa yang diterima oleh pelaku tataniaga. Fluktuasi harga komoditi yang diterima oleh produsen akan ditentukan oleh perkembangan harga di tingkat konsumen, maka untuk mengukur efisiensi tataniaga menurut Azzaino 1981, digunakan elastisitas transmisi harga, yaitu semakin besar nilai elastisitas transmisi harga maka semakin efisien sistem tataniaga tersebut. Secara matematis persamaan elastisitas transmisi harga E t adalah sebagai berikut: Pf Pf Et Pr Pr ∂ ∂ = ……………………………………………………….. 1 102 Parameter tersebut dapat diduga dengan menggunakan model regresi linier sederhana sebagai berikut: dimana : P f = Harga di tingkat petani kakao RpKg P r = Harga di tingkat tengkulakeksportir kakao RpKg b = Konstanta; b 1 = Koefisien regresi; e i = galat. Jika E t sama dengan satu berarti laju perubahan harga di tingkat petani sama dengan laju perubahan harga di tingkat tengkulakekportir kakao. Jika E t lebih kecil dari satu berarti laju perubahan harga di tingkat petani lebih kecil dari laju perubahan harga di tingkat tengkulakeksportir kakao. Hal ini menunjukan adanya kekuatan monopsoni atau oligopsoni pada lembaga tataniaga, sehingga biasanya kenaikan harga yang terjadi hanya dinikmati oleh lembaga tataniaga. Jika E t lebih besar dari satu berarti laju perubahan harga di tingkat petani lebih besar dari laju perubahan harga di tingkat pedagang pengumpuleksportir kakao. Sedangkan indikator lain yang dapat digunakan untuk mengukur efisiensi suatu kelembagaan tataniaga yaitu dengan integrasi pasar secara vertikal vertical market intergration. Indikator ini menunjukkan sejauh mana harga di tingkat petani dipengaruhi harga pada tingkat ekportir, secara dinamis dengan menggunakan Lag operator indikator tersebut dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut : Pf t -Pf t- 1 = d o + d1Pf t- 1 - Pr t-1 + d 2 Pr t - Pr t-1 + d 3 Pr t- 1 + e i …..………..………. 3 dimana : Pf t = harga kakao di tingkat petani pada tahun t Pr t = harga kakao di tingkat pedagang pengumpuleksportir pada tahun t d ,d 1 ,d 2 ,d 3 = Koefisiesn regresi e i = Kesalahan acak ei b bo Pf + + = Pr 1 ……………………………………………………. 2 103 Setelah diperoleh koefisien regresi dari persamaan tersebut, persamaan tadi disusun kembali untuk memperjelas interpretasi dari koefisien regresi yang diperoleh menjadi persamaan berikut: Pf = d o + 1+d1Pf t-1 + d 2 Pr-Pr t- 1 + d 3 Pr t- 1 + e i ………………………………… 4 Sehingga jelas terlihat bahwa koefisien 1+d 1 dan d 3 -d 1 masing-masing merefleksikan kontribusi dari pergerakan harga di pedagang pengumpul dan harga di ekportir terhadap pembentukan harga tingkat petani. Selanjutnya informasi ini dapat digunakan untuk menghitung Index of Market Integration yang menggambarkan perbandingan dari koefisien pasar di tingkat petani dengan koefisien pasar pada tingkat ekportir kakao melalui persamaan berikut : ……………………………………………………………………. 5 Jika IMC 1 menunjukkan adanya intergrasi pasar yang tinggi dalam arti bahwa harga di petani memiliki pengaruh dominan terhdap pembentukan harga di pasar eksportir. Dalam kondisi ekstrim bila nilai d 1 = -1 sehingga diperoleh nilai IMC = 0, maka faktor-fakor lokal sama sekali tidak memiliki pengaruh terhadap pembentukan harga pada tingkat petani. Sebaliknya jika diperoleh nilai IMC 1 maka kondisi lokal memiliki pengaruh yang do minan terhadap pembentukan harga di pasaran lokal.

2.4. Kelembagaan Usaha Perkebunan Kakao