63 Secara umum faktor penyebab terjadinya penggarapan lahan dalam
kawasan Tahura WAR terdiri atas dorongan dari luar dan daya tarik dari kawasan Tahura WAR.
1.2.1. Dorongan dari Luar Tahura WAR
Dorongan dari luar terdiri atas motif sosial-ekonomi dan aspek kesejarahan. Dorongan sosial ekonomi yang menyebabkan terpilihnya Tahura
WAR sebagai sumberdaya bagi pemenuhan kebutuhan hidup dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain pemilikan lahan, pendapatan, pendidikan dan
keterampilan, ketersediaan lapangan kerja lain di luar sektor pertanian, dan aksesibilitas. Faktor-faktor tersebut satu sama lain saling terkait yang
menghasilkan resultante berupa ketidakberdayaan masyarakat untuk mendapatkan sumberdaya lahan atau dorongan untuk mendapatkan
sumberdaya yang secara finansial dapat dijangkau. Dorongan tersebut, didukung oleh berbagai faktor yang menjadi daya tarik Tahura WAR
menyebabkan terjadinya pembukaan dan penggarapan lahan dalam Kawasan Tahura WAR semakin meningkat.
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Watala mengenai studi karakteristik permasalahan di register 19 Tahura Wan Abdul Rachman, dari 118
responden yang diwawancarai 116 98,30 menyatakan bekerja sebagai petani, hanya 2 orang 1,70 yang bekerja sebagai buruh. Akan tetapi, dari 118
responden tersebut hanya 17 orang 14,41 yang memiliki lahan garapan ladang di luar Tahura WAR dengan rata-rata luas pemilikan lahan 5.646 m
2
Oleh karenanya, selain pekerjaan pokok sebagai petani mereka mencari pekerjaan sampingan. Akan tetapi, karena keterampilan dalam bidang
lain tidak mereka miliki, pendidikan formal mereka rendah, dan kesempatan kerja di sektor lain sangat terbatas, maka pekerjaan sampingan mereka pun hanya
sebagai buruh atau buruh tani Gambar 15.
64
Gambar 15. Distribusi jumlah responden berdasarkan pekerjaan sampingan Pada Gambar 15 dapat dilihat bahwa sebagian besar pekerjaan sampingan
yang tersedia atau dimiliki petani di sekitar Tahura WAR adalah buruh dan buruh tani. Jenis pekerjaan tersebut dan pekerjaan lainnya merupakan pekerjaan yang
tidak memerlukan keahlian atau keterampilan khusus dan tidak memerlukan pendidikan formal ijazah. Untuk mencari pekerjaan lain di luar sektor pertanian
di daerah lain di kota mereka tidak memiliki daya saing karena tidak memiliki tingkat pendidikan atau keterampilan yang memadai. Bahkan kalau di lihat dari
asal-usul keberadaan mereka di desa sekitar Tahura, disamping tidak memiliki lahan, mereka nampaknya orang-orang yang tidak mampu bersaing dalam
mendapatkan pekerjaan di daerahnya perkotaan. Dari 118 responden yang diwawancarai 78,81 menyatakan bukan penduduk asli desa tersebut, melainkan
pindahan dari daerah lain. Sedangkan mereka yang menyatakan penduduk asli pun sebenarnya bukan penduduk asli Lampung tetapi pindahan dari daerah lain,
umunya dari Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa tengah, Banten, dan Sumatera Selatan. Bahkan ditemui peladang yang berasal dari Sumatera Utara.
Pendapatan bulanan rata-rata mereka bervariasi di bawah Rp 1.000.000 dan sebagian besar berkisar antara Rp 100.000 s.d. Rp 400.000 Gambar 16.
13 6
6 3
3 2
2 2
2 2
2 29
28
5 10
15 20
25 30
35 Dagang
Kuli bangunan Ngojek
Garap sawah TNI AL Upahan
Garap Sawah Keagamaan
Nyadap aren Penggilingan
Ternak kambing tidak tentu
buruh tani Buruh
65
29 9
1 2
2 2
4 5
19 27
5 10
15 20
25 30
35 100Pendapatan 200
100 900 pendapatan 1000
800 Pendapatan 900 700 Pendapatan 800
600 Pendapatan 700 500 Pendapatan 600
400 Pendapatan 500 300 Pendapatan 400
200 Pendapatan 300
Gambar 16. Distribusi pendapatan masyarakat sekitar Tahura WAR Rp per
bulan. Pendapatan tersebut merupakan pendapatan bersih dihitung berdasarkan hasil panen dalam satu tahun terakhir
ditambah dengan pendapatan dari pekerjaan sampingan. Tidak termasuk pedapatan yang langsung dikonsumsi.
Data distribusi pendapatan seperti disajikan pada Gambar 16 tersebut menggambarkan bahwa secara ekonomi finansial mereka sangat lemah. Mereka
tidak memiliki dana untuk ditabung sehingga mereka tidak dapat mencari pekerjaan lain, apalagi di daerah lain. Untuk mencari pekerjaan lain, selain
diperlukan keterampilan juga diperlukan modal untuk transpor dan bekal selama menunggu mendapatkan pekerjaan.
Lemahnya kemampuan finansial menyebabkan mereka juga lemah dari segi pendidikan. Lama pendidikan rata-rata masyarakat di sekitar Tahura WAR
adalah 6 tahun dengan kisaran 0-12. Hal ini berarti pendidikan rata-rata yang dicapai hanya sampai SD 34 di antaranya tidak tamat SD dan yang tertinggi
sampai SLTA. Sekolah yang ada di desa sekitar Tahura WAR umumnya hanya sampai tingkat SD. Sekolah dengan jenjang yang lebih tinggi umumnya terdapat
di ibukota kecamatan atau di desa-desa yang mudah dijangkau dari pusat permukiman. Untuk mencapai sekolahan tersebut dari permukiman di sekitar
Tahura WAR, selain jarak tempuhnya jauh juga tidak ada kendaraan umum yang murah. Kendaraan yang tersedia adalah ojek, tetapi biayanya mahal sehingga
tidak terjangkau. Di satu sisi pendapatan mereka rendah, di sisi yang lain untuk
66 mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi mereka harus mengeluarkan biaya
yang relatif lebih tinggi. Oleh karena itu, mereka umumnya tidak menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi.
Masih berkaitan dengan ekonomi, alasan penduduk di sekitar Tahura WAR tidak menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi adalah karena tenaga
mereka diperlukan untuk membantu. Pembukaan dan penggarapan lahan memerlukan banyak tenaga. Musim tanam di suatu desa biasanya serempak
karena ditentukan oleh ketersediaan air hujan. Apabila tertinggal menanam, maka tidak dapat tumbuh dengan baik. Oleh karena itu, sulit mencari tenaga
buruh pada musim tanam. Untuk mendatangkan buruh dari luar daerah memerlukan biaya yang relatif tinggi. Oleh karena itu, keluarga yang memiliki
anak remaja, terutama lelaki biasanya diikutkan untuk bekerja di ladang. Akhirnya mereka melakukan usaha perladangan sendiri dengan cara membeli,
meneruskan orang tua, atau membuka sendiri. Data pada Gambar 17 memperlihatkan distribusi responden yang pindah ke daerah tersebut ikut orang
tua relatif tinggi 24. Oleh karena itu, lingkaran permasalahan —karena pendapatan rendah
mereka tidak mampu medapatkan pendidikan yang tinggi, selanjutnya tidak mampu bersaing mendapatkan pekerjaan yang dapat memberikan pendapatan
sehingga pendapatannya rendah—akan terus turun temurun dari generasi ke generasi.
22 9
16 24
29
5 10
15 20
25 30
35 lain-lain
Merantau Tidak ada lahan
Ikut Orang tua Us aha
Gambar 17. Distribusi responden menurut alasan keberadaannya di tempat tinggal sekarang di sekitar Tahura WAR
67 Pada Gambar 17 dapat dilihat bahwa prosentase alasan keberadaan di
tempat tinggal sekarang untuk usaha, tidak ada lahan dan merantau relatif tinggi yaitu 54. Pada dasarnya ketiga alasan tersebut adalah sama yaitu didorong
oleh ketidak mampuan bersaing dalam memperoleh pekerjaan atau lahan di daerah asalnya. Pada akhirnya, lapangan pekerjaan yang diperoleh di tempat
tinggal sekarang adalah lama, yaitu bidang pertanian dengan menggarap lahan di dalam kawasan Tahura WAR. Ketergantungan mereka terhadap lahan pertanian
sangat tinggi karena, seperti telah dijelaskan, tingkat pendidikan dan penguasaan keterampilan dalam bidang non-pertanian rendah. Akan tetapi, ini tidak berarti
bahwa keterampilan bertani mereka tinggi. Pertanian mereka pada umumnya belum mempraktekkan sistem pertanian berkelanjutan, yaitu yang menerapkan
teknik-teknik konservasi tanah dan air. Karena didukung oleh kondisi tanah yang relatif subur baru dibuka, dalam tahun-tahun pertama mereka masih dapat
memanen hasil yang cukup banyak. Dalam lima tahun, bahkan kurang, setelah pembukaan diperkirakan lahan tersebut umumnya subur lagi, sehingga diperlukan
input pupuk yang banyak.
1.2.2. Daya Tarik dari Dalam Tahura WAR