Pengelolaan Hutan Landasan Teori 1. Konsep Strategi

13 semua pihak baik masyarakat lokal maupun pemerintah, dapat diterima oleh publik, efisien, dan dengan pendekatan moral kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat menerima walaupun diterapkannya sanksi-sanksi sebagai pendekatan penegakkan hukum di dalam menindak segala pelanggaran yang ada. Pendekatan yang mestinya diterapkan oleh pemerintah dalam merumuskan suatu kebijakan pengelolaan kawasan tahura adalah dengan melakukan pendekatan kolaboratif terhadap semua aktor yang berperan pada kawasan tersebut baik pemerintah, masyarakat, LSM, perguruan tinggi dan lain-lain. Sehingga dengan pendekatan kolaboratif tersebut diharapkan dapat memadukan semua aspek yang ada baik aspek ekologi yang lestari, ekonomi yang meningkat, maupun sosial budaya masyarakat setempat yang baik dan dapat dipertahankan, yang disebut dengan konsep ekososiosistem.

2.2.3. Pengelolaan Hutan

Sebagaimana tercantum dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, bahwa pengelolaan hutan merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi : a. Tata guna lahan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan b. Pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan c. Rehabilitasi dan reklamasi hutan d. Perlindungan hutan dan konservasi alam Peran serta masyarakat dalam pengelolaan hutan menurut UU Kehutanan No. 41 tahun 1999 pasal 68 meliputi: 1 masyarakat berhak menikmati kualitas lingkungan hidup yang dihasilkan hutan 2 masyarakat dapat memanfaatkan hutan dan hasil hutan sesuai dengan peraturan yang berlaku, mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan hasil hutan, memberi informasi, saran, serta pertimbangan dalam pembangunan kehutanan dan melakukan pengawasan, 3 berhak memperoleh kompensasi karena hilangnya akses atau hak atas tanah miliknya. Dalam pengelolaan hutan isu pokok yang sering muncul adalah adanya gangguan terhadap hutan terutama pencurian kayu bakar, faktor-faktor yang menyebabkan gangguan terhadap hutan adalah: 14 1. Pendapatan yang diperoleh relatif tinggi dan caranya mudah 2. Rantai pemasaran yang rendah 3. Keterbukaan wilayah yang tinggi 4. Alternatif lapangan pekerjaan yang terbatas. 2.2.4. Konflik Pengelolaan Sumberdaya Suporaharjo 1999 menyatakan bahwa konflik merupakan benturan yang terjadi antara dua pihak atau lebih, yang disebabkan oleh adanya perbedaan nilai, status, kekuasaan, dan kelangkaan sumberdaya. Dengan kata lain bahwa konflik terjadi karena adanya beda kepentingan antar individu yang satu dengan yang lain antar individu antar kelompok individu. Ada lima pemicu konflik, yaitu: Pertama, konflik hubungan relation conflict adalah konflik yang terjadi karena adanya hubungan disharmonis yang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti : salah paham, tidak ada komunikasi, prilaku emosional dan steotypes; Kedua, konflik data data conflict adalah suatu keadaan dimana pihak-pihak yang bersangkutan tidak mempunyai data dan informasi tentang perihal yang dipertentangkan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa; Ketiga, konflik nilai value conflict adalah kondisi dimana pihak-pihak yang berurusan mempunyai nilai-nilai yang berbeda yang melandasi tingkah lakunya masing-masing dan tidak diakui kebenarannya oleh pihak lain; Keempat, konflik kepentingan interest conflict adalah pertentangan mengenai substansi atau pokok permasalahan yang diperkarakan, kepentingan prosedural dan psikologis; dan Kelima, Konflik struktural structural conflict adalah leadaan dimana secara struktural atau keadaan di luar kemampuan kontrolnya pihak-pihak yang berurusan mempunyai perbedaan status kekuatan, otoritas, kelas atau kondisi fisik yang tidak berimbang Moore. 1986 dalam Sahwan. 2002. Ada tiga hal yang merupakan acuan menjadi penyebab suatu konflik, yakni: 1 Ketidakadilan akses kontrol berbagai kelompok sosial terhadap tanahlahan dan kekayaan alam; 2 ketidakadilan pemanfaatan tanah dan kekayaan alam, terutama perihal berbagai usaha dan organisasi serta kehidupan di atas tanahlahan, dan 3 pemusatan pengambilan keputusan berkenaan dengan akses dan kontrol serta pemanfaatan tanah dan kekayaan alam Malik et al. 2003. 15

2.2.5. Proses Hirarki Analitik