103 pohon di luar tanaman budidaya yang memiliki fungsi untuk menjaga kestabilan
tanah. Sedangkan untuk areal lindung yang telah ditanami masyarakat untuk
tanaman budidaya lainnya, dihimbau supaya untuk tidak melakukan lagi kegiatan di areal tersebut dan dicarikan alternatif lain bagi pekerjaan mereka.
5.6. Arahan Pengelolaan Kawasan Tahura
Berdasarkan pada hasil analisis dan sintesis dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapat strategi utama yang diinginkan adalah melakukan strategi
pengelolaan ekowisata. Hal ini diharapkan agar dalam pengelolaan tersebut dapat memenuhi tiga aspek keberlanjutan yaitu pertama, keberlanjutan ekologi,
dimana dalam pengelolaan diharapkan tidak membuat lingkungan tahura menjadi rusak bahkan lestari, kedua, keberlanjutan ekonomi, dimana diharapkan strategi
ekowisata dapat menciptakan alternatif kerja yang baru dan peluang usaha yang lebih luas sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat
setempat, dan ketiga keberlanjutan sosial budaya, dengan harapan bahwa strategi ekowisata mampu mempertahankan kultur masyarakat setempat dan disamping itu
juga mampu mengubah perilaku masyarakat sekitar yang memiliki ketergantungan terhadap hutan dalam mempertahankan hidup.
Namun, walaupun demikian kebijakan tersebut belum tentu menyentuh seluruh masyarakat setempat. Apabila yang berwenang tidak dapat menangkap
permasalahan tersebut dikhawatirkan kebijakan tersebut bukan untuk menyelesaikan masalah bahkan menimbulkan masalah baru dan tidak akan pernah
selesai apabila pemerintah mengabaikannya. Untuk menanggulangi masalah penggarapan perambahan lahan dalam
kawasan tahura, ada baiknya pemerintah menempuh tiga alternatif seperti yang disarankan oleh Keluarga Pecinta Alam Lampung Watala, yaitu : 1 menerapkan
aturan kawasan pelestarian secara ketat, 2 menerapkan aturan kawasan pelestarian alam yang dimodifikasi, dan 3 amandemen kebijakan dan peraturan
perundangan yang lebih memperjelas status dan batasan masyarakat di dalam pengelolaan Kawasan Konservasi, yaitu berupa manajemen kolaborasi antar
masayarakat dengan pemerintah dan para stakeholder lainnya.
104
105
1. Penerapan aturan kawasan pelestarian alam secara ketat
Sebagai kawasan Pelestarian alam yang diamanatkan dalam UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam hayati dan Ekosistemnya
semestinya di kawasan tahura WAR tidak diperkenankan adanya aktivitas penggarapan lahan dan kegiatan ilegal lainnya. Dengan begitu, seluruh
masyarakat atau perorangan maupun kelompok yang berada di kawasan tahura WAR harus dikeluarkan atau dipindahkan dari kawasan tersebut.
Sehingga untuk ini perlu adanya pengkajian yang lebih mendalam dan komprehensif melalui koordinasi antar instansi, agar dapat berjalan efektif dan
tridak menimbulkan masalah lagi.
2. Menerapkan aturan kawasan pelestarian alam yang dimodifikasi
Berarti bahwa masyarakat diperbolehkan untuk menggarap sebagian lahan tahura WAR dengan tidak mengabaikan fungsi sebagai kawasan pelestarian
alam. Namun untuk ini diperlukan kajian yang lebih mendalam, karena akan sangat sulit pelaksanaannya mengingat kurangnya pengawasan pemerintah
terhadap kawasan tahura dan apabila hanya dengan mengandalkan kesadaran dari masyarakat sangat sulit untuk terwujud. Namun apabila proses kontrol
dari pemerintah sebagai pihak yang berwenang telah dapat diandalakan, boleh jadi hal tersebut dapat terwujud.
3. Amandemen Kebijakan dan Peraturan Perundangan yang lebih
memperjelas status dan batasan masayarakat di dalam pengelolaan Kawasan Konservasi.
Di dasarkan pada fakta bahwa di kawasan tahura telah banyak penggarap bahkan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Ditambah lagi dengan
keterbatasan pengurusan wilayah hutan oleh pemerintah baik SDM maupun sumberdaya lainnya sementara kondisi riil yang terjadi di lapangan bahwa
spot-spot biofisik yang masih berfungsi sebagai hutan sudah sangat minim. Untuk itu diperlukan penenetuan zonasi berdasarkan nilai skoring yang
adaptif terhadap kondisi di lapangan dan tentunya diperlukan peran dari berbagai stakeholder. Sehingga dengan peraturan perundangan yang berlaku,