14 harga
mati. Pelaksanaan
pembangunan untuk
kepentingan umum
yang memerlukan tanah yang luasnya tidak lebih dari 1 hektar, dapat dilakukan
langsung oleh instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan para pemegang hak atas tanah, dengan cara jual beli atau tukar menukar atau cara lain yang
disepakati kedua belah pihak.
2.4 Peran Pemerintah dalam Perencanaan dan Pengambilalihan Tanah
Suatu perencanaan dapat bermakna sebagai panduan, petunjuk atau sekedar peta mengenai apa yang sebaiknya dilakukan. Sebagai petunjuk,
perencanaan adalah
dokumen kaku,
yang tidak
bisa elastis
terhadap perkembangan dan kebutuhan aktual. Pemerintah contohnya biasanya memiliki
perencanaan yang relatif kaku. Hal ini mungkin dapat dipahami karena administrasi dan pengalokasian sumberdaya. Kekakuan tesebut, dapat pula terbaca
sebagai standardisasi dan penyeragaman. Kondisi yang demikian akan segera menjadi masalah manakala rumusan perencanaan tersebut bukan sebagai akibat
dari keterlibatan unsur-unsur komunitas, dan akan segera menjadi masalah ketika bertabrakan dengan kepentingan komunitas.
Suatu perencanaan daerah dengan demikian merupakan proses penyusun langkah-langkah yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah,
dalam hal ini terdapat 2 model perencanaan : 1. Perencanaan yang ditentukan langsung dari pusat, sehingga pemerintah daerah
hanya sebagai pelaksana atau pelengkap rencana yang telah ada. 2. Perencanaan merupakan hasil dari pergulatan masyarakat setempat, dengan
menggunakan mekanisme formal dan non formal yang ada.
PDF Creator - PDF4Free v2.0 http:www.pdf4free.com
15 Sebagai sebuah kebijakan perencanaan
dan realisasinya, akan mempengaruhi bidang, sektor dan daerah, termasuk juga mempengaruhi
masyarakat luas. Oleh sebab itu, perencanaan tidak sekedar bermakna sebagai hasil rumusan keinginan dan jawaban, melainkan bagian dari dinamika sosial dan
negosiasi politik.
2.5 Standardisasi Perolehan Tanah
Cara perolehan tanah yang yang baik untuk kepentingan umum, usaha maupun pribadi yang tergantung pada hal-hal di bawah ini:
1. Status tanah yang diperlukan; 2. Status hukum pihak yang memerlukan, peruntukkan penggunaan tanah yang
dibutuhkan; 3. Ada atau tidaknya kesediaan pemilik tanah untuk menyerahkan tanahnya.
Tanah yang tersedia dapat berstatus: 1. Tanah negara yaitu tanah yang masih langsung dikuasai negara;
2. Tanah ulayat masyarakat hukum adat; 3. Tanah hak yaitu tanah yang sudah dihaki dengan salah satu hak yaitu hak
milik, hak guna usaha, hak pakai atau hak pengelolaan. Status hukum dari pihak yang memerlukan tanah akan menentukan
cara yang akan digunakan, oleh karena terkait dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai subyek atas tanah.
1. Bagi instansi pemerintah yang oleh UUPA hanya dimungkinkan mempunyai hak pakai atau hak pengelolaan, perolehan tanahnya hanya dapat dilakukan
dengan pelepasan hak.
PDF Creator - PDF4Free v2.0 http:www.pdf4free.com
16 2. Bagi perusahaan, baik Badan Usaha milik Negara BUMN atau Milik Daerah
BUMD, maupun perusahaan swasta dapat mempunyai tanah dengan Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atau dalam hal tanah digunakan untuk usaha
perkebunan dan sejenisnya dapat dipunyai dengan Hak Guna Usaha. Selanjutnya uraian status hukumnya yaitu:
1. Apabila tanah yang diperlukan masih berstatus tanah negara, perolehan haknya melalui proses permohonan dan pemberian hak atas tanah oleh
pemerintah. 2. Apabila tanah yang diperlukan berstatus tanah ulayat, maka caranya adalah
meminta kesediaan penguasa masyarakat hukum adat yang bersangkutan untuk melepaskan hak ulayatnya, dengan memberikan ganti rugi terhadap
tanaman rakyat yang ada di atasnya. Tanah tersebut dimohonkan hak atas tanah yang sesuai dengan status pihak yang akan menggunakan dan
peruntukkannya, melalui cara pemberian hak atas tanah oleh pemerintah. 3. Apabila tanah yang bersangkutan berstatus tanah hak, maka cara yang
digunakan tergantung pada ada atau tidak adanya kesediaan yang empunya tanah untuk menyerahkan kepada yang memerlukan dengan kemungkinan:
a. Apabila ada kesediaan untuk memberikannya dengan sukarela maka ditempuh melalui:
• Acara pemindahan hak, misalnya jual beli, tukar-menukar atau hibah,
yaitu jika yang memerlukan tanah memenuhi syarat sebagai subyek hak tanah yang dipindahkan itu,
PDF Creator - PDF4Free v2.0 http:www.pdf4free.com
17 •
Acara pembebasan tanah, diikuti dengan permohonan hak baru yang sesuai, yaitu jika pihak yang memerlukan tanah tidak memenuhi syarat
sebagai obyek hak atas tanah yang bersangkutan. b. Jika tidak ada kesediaan untuk menyerahkannya dengan sukarela, apabila
syarat-syaratnya dipenuhi maka dapat ditempuh melalui pencabutan hak untuk kepentingan umum sebagai cara pengambilalihan tanah secara
paksa. Proses pencabutan hak menurut ketentuan Undang-Undang No. 20 tahun 1961 sekarang yang terbaru adalah Perpres No. 36 Tahun 2005 dan
No. 65 Tahun 2006 tentang Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda- benda yang ada di atasnya, dilakukan secara paksa demi kepentingan
umum oleh PemerintahPenguasa. Pelaksanaan hak dengan keputusan presiden dan dalam keadaan darurat oleh Menteri Negara AgrariaKepala
Badan Pertanahan Nasional, yang oleh UU No. 20 tahun 1961 diberi kewenangan untuk mengambil keputusan pencabutan hak atas tanah. Tata
cara pencabutan hak diatur dalam pasal 18 UUPA jo. UU No. 20 Tahun 1961, dan petunjuk pelaksanaannya diatur dalam Instruksi Presiden No. 9
Tahun 1973, tentang acara penetapan ganti rugi oleh Pengadilan Tinggi sehubungan dengan Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-benda
yang ada di atasnya. Selanjutnya ditambahkan bahwa dalam pengadaan kebutuhan tanah
untuk pembangunan, semula dikenal adanya pembebasan tanah untuk keperluan pemerintah dan swasta, yang pada dasarnya sama-sama harus didasarkan pada
ketentuan musyawarah, dan pengawasan pelaksanaannya dilakukan oleh bupati atau walikota. Sehubungan dengan hal ini maka, dikenal 2 jenis pengadaan tanah:
PDF Creator - PDF4Free v2.0 http:www.pdf4free.com
18 1. Pengadaan Tanah untuk Keperluan Pemerintah
Pembebasan tanah untuk keperluan pemerintah semula sebelum adanya Perpres No. 36 Tahun 2005 dan No. 65 Tahun 2006
menggunakan ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun
1975 merupakan
ketentuan intern
pemerintah dalam
pengamanan kekayaan negara, baik yang berhubungan dengan penentuan bentuk dan besarnya ganti rugi, maupun mengenai
pertanggungjawaban keuangan negara. 2. Pengadaan Tanah untuk Keperluan Swasta
Sebelum adanya Perpres No. 36 Tahun 2005 dan No. 65 Tahun 2006 semula ada 2 cara untuk pembebasan tanah untuk keperluan swasta,
yaitu dengan secara langsung dan melalui Panitia Pembebasan Tanah yaitu Peraturan menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 1975, kemudian
berlakunya Keppres No. 55 Tahun 1993, hanya ada satu cara yang dapat dilakukan oleh swasta, yaitu dengan secara langsung atas dasar
musyawarah dimana bantuan dari pemerintah berupa pengawasan dan pengendalian.
2.6 Teori-teori Konflik