Proses dan Dampak Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Pembangunan Jalan Tol Cinere-Jagorawi (Studi Kasus Perumahan Harapan Baru Taman Bunga dan Kampung Kalimanggis, Kelurahan Harjamukti, Kecamatan Cimanggis, Depok)

(1)

PROSES DAN DAMPAK PENGADAAN TANAH UNTUK

KEPENTINGAN PEMBANGUNAN JALAN TOL

CINERE-JAGORAWI

(Studi Kasus Perumahan Harapan Baru Taman Bunga dan Kampung Kalimanggis, Kelurahan Harjamukti, Kecamatan Cimanggis, Depok)

Oleh :

NURHANIFAH RAMADHANI A14203037

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(2)

PROSES DAN DAMPAK PENGADAAN TANAH UNTUK

KEPENTINGAN PEMBANGUNAN JALAN TOL

CINERE-JAGORAWI

(Studi Kasus Perumahan Harapan Baru Taman Bunga dan Kampung Kalimanggis, Kelurahan Harjamukti, Kecamatan Cimanggis, Depok)

Oleh :

NURHANIFAH RAMADHANI A14203037

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(3)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

PROSES DAN DAMPAK PENGADAAN TANAH UNTUK

KEPENTINGAN PEMBANGUNAN JALAN TOL CINERE-JAGORAWI”

BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK

MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU

DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN

RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, 25 Agustus 2008

Nurhanifah Ramadhani A14203037


(4)

RINGKASAN

NURHANIFAH RAMADHANI. Proses dan Dampak Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Pembangunan Jalan Tol Cinere-Jagorawi (Studi Kasus Perumahan Harapan Baru Taman Bunga dan Kampung Kalimanggis, Kelurahan Harjamukti, Kecamatan Cimanggis, Depok). Di bawah bimbingan SOERYO ADIWIBOWO.

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan suatu keniscayaan, karena “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial” (UUPA No. 5/1960, pasal 6). Pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang terkait masalah pembebasan lahan sering kali berdampak munculnya konflik. Hal ini dikarenakan salah satu pihak baik pihak penyedia yaitu masyarakat dan pihak yang membutuhkan yaitu pemerintah, tidak mencapai kesepakatan dalam musyawarah yang dilaksanakan. Posisi Pemerintah sebagai regulator menjadikan kedua belah pihak tidak setara dan rentan terjadi intimidasi. Isu pengadaan tanah untuk kepentingan umum terkait dengan Perpres No. 36 Tahun 2005 dan Perpres No. 65 Tahun 2006 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Prosesnya terbagi dalam 3 tahapan besar yaitu Sosialisasi, inventarisasi dan musyawarah, yang ketiganya membutuhkan kerjasama dengan warga yang terkena pengadaan tanah. Jika dalam prosesnya terjadi penyimpangan maka, konflik tidak bisa dihindarkan.

Penelitian ini merupakan studi komparasi atau perbandingan di 2 lokasi yang berbeda latar belakang. Penelitian ini mengambil studi kasus pembangunan Jalan Tol Cinere-Jagorawi yang direncanakan melewati kawasan pemukiman padat penduduk, yaitu Komplek Harapan Baru Taman Bunga (HBTB) dan Kampung Kalimanggis yang letaknya bersebrangan. Penelitian ini mengkaji dampak yang terjadi pada masyarakat melalui respon yang diberikan dan konflik yang timbul pada dua lokasi kajian. Selain itu, penelitian ini juga mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan proses tersebut berjalan dengan cepat atau juga lambat seperti harga tanah, tingkat kesejahteraan, jaringan sosial, ikatan sosial dan konflik yang terjadi. Penelitian dengan menggunakan dua daerah kajian yang berbeda latar belakang yaitu daerah komplek perumahan dan juga perkampungan dimaksudkan untuk membandingkan agar terlihat jelas pengaruh faktor-faktor tersebut.


(5)

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh :

Nama : Nurhanifah Ramadhani

NRP : A14203037

Program Studi : Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Judul : Proses dan Dampak Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Pembangunan Jalan Tol Cinere-Jagorawi

(Studi Kasus Perumahan Harapan Baru Taman Bunga dan Kampung Kalimanggis, Kelurahan Harjamukti, Kecamatan Cimanggis, Depok)

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 130 434 005

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dalam segala hal.

Proses untuk merangkai kata, kebenaran dan kisah adalah proses belajar. Atas proses belajar yang demikian tak terhingga nilainya, izinkan saya untuk berterima kasih kepada mereka yang telah memberikan kontribusinya yang begitu luar biasa.

1. Keluarga tercinta, Umi dan Almarhum Papa tersayang atas bantuan doa, keikhlasan dan kesabarannya, serta materi yang telah diberikan. Juga buat saudara-saudaraku yang senantiasa membantu dan memberi dorongan semangat; Ni Titi, Dini (you all always become my precious), Ka Ebah, Ka Eni, Ka Ilah, Ka Anti, Bang Darma, Ka Enah, Bang Iyan. Tante-tante yang luar biasa T’lie, T’pie, T’Ade, T’er, Bu As, Ma’Epis tentu saja Om Coky (I’m nothing without you all).

2. Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS sebagai dosen pembimbing Studi Pustaka dan pembimbing skripsi yang penuh kesabaran memberikan dorongan, bimbingan, arahan dan masukan sejak awal hingga akhir penulisan ini.

3. Martua Sihaloho, SP, Msi sebagai dosen penguji utama.

4. Heru Purwandari, SP, Msi sebagai dosen penguji wakil departemen.

5. Seluruh Dosen yang telah mengajar selama penulis menyelesaikan studi serta Mba Maria dan Mba Nisa yang membuat semuanya jadi mudah. Tak lupa pula kepada Pak Piat.

6. Special thanks for Cimanggu Crew:Mba Evi dan keluarga Ka Ari, If, Jo, Mba Enen, Mba Ana, Mba Eka, Mba Nuki, Mba Mimin, Epi, Eti, Za, Rika... juga Mba Runi-ku yang selalu memotivasiit’s really mean to me, Mba Shinta, Mba Eti juga spesial Kartika, Wicha, Diah Setyorini.

7. Bagian Pemerintahan Kelurahan Harjamukti Ibu Fatimah, Ketua RT di HBTB Bapak Darmawan dan Keluarga, Ketua RT di Kampung Kalimanggis Bapak Enjen dan keluarga, Tim P2T Tingkat Kota Bapak Rahmat, Ketua Forkot Bapak Manahan, Sekretaris Forkot Bapak Zawawi dan keluarga, Bapak Muhidin dan keluarga yang telah bersedia memberikan informasinya terkait penelitian.

8. Keluarga Besar SDIT AT Taufiq Ustad Ari, Ustazah Irma, Ustad Eka, Mba Ning, Mba Juwita dan semuanya.

9. Sahabat-sahabatku yang luar biasa, I’m proud with you all gals, you always there to help Veni, Cindo yang menjadi saksi kesengsaraanku menyelesaikan skripsi.

10. Teman-teman KPM 40 yang senantiasa memberi warna dalam perjalanan ini dalam suka dan duka, Reza, Widi, Rizky, Djasman, Ja’far, Bang Dipa, Joko, Yudi, Hendra, Devi, Budew, Tika, Uthie, Tiwi, Irma, Naida, Sasti, Yoyo, Jija, Octa, Tata, Lina, Utari, Cindo, Rika, Rossa, Veni, Yeni, Acil, Eka, Yuni,


(7)

Karin, Puput, Dwi, Dian, Chen2, Ema, Kania, Grace, Upa, Sushane, Derin, Tintan, Sa’ied, Deni dan tak lupa Mas Anton dan Mba Hana dan Mba Niken. 11. Ade-ade binaanku tercinta, Ndes, Nci, Beti, Rina, Mega dan Riva.

12. Petugas Perpustakaan Sosek, Faperta dan LSI, yang telah membantu dalam pencarian buku, juga Mba Hana. Mba Inge yang telah bersedia meminjamkan contoh Studi Pustaka dan skripsinya.

13. Ade-ade FKRD Rangga, Dini, Titin, Oci, Uut, Retno, Nia, Wahyu....

14. Seluruh personilQuantum GenerationKa Krisma, Ka Eval, Ka Cep, Ka Putra, Wisnu, Marta, Mba Suci, Selvispecial thanks To My lost brother Wahid Ari Anggara Purnama jazakumullah Khoiron Katsiir atas semua bantuannya. 15. Mba Ikha Yulaikha dan keluarga baruku.

16. Tidak lupa penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.


(8)

KATA PENGANTAR

Tiada Kata yang terucap selain rasa syukur kepada Allah (Alhamdulillah), karena penulis yakin hanya dengan izin dari Allah penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Proses dan Dampak Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Pembangunan Jalan Tol Cinere-Jagorawi (Studi Kasus Perumahan Harapan Baru Taman Bunga dan Kampung Kalimanggis, Kelurahan Harjamukti, Kecamatan Cimanggis, Depok)”. Skripsi ini merupakan syarat kelulusan Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan serta terhadap ilmu dan penerapan pembelajaran, khususnya bagi Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat.

Bogor, Agustus 2008


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1 Subyek Agraria : Pemanfaatan Sumber-sumber Agraria ... 7

2.2 Hak-hak atas Tanah, Pengertiandan jenisnya ... 8

2.3 Perpres No. 36/2005 dan No. 65/2006... 9

2.3.1 Pendahuluan ... 9

2.3.2 Musyawarah. ... 9

2.3.3 Tim Pengadaan Tanah... 11

2.3.4 Atas Nama Kepentingan Umum ... 12

2.4 Peran Pemerintah dalam Perencanaan dan Pengambilalihan tanah... 14

2.5 Standardisasi Perolehan Tanah ... 15

2.6 Teori-teori Konflik ... 18

2.7 Kerangka Pemikiran... 23

2.7 Definisi Operasional ... 25

2.8 Hipotesis Pengarah... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

3.2 Metode Penelitian... 27

3.3 Subyek Penelitian... 28

3.4 Teknik Pengumpulan Data... 29

3.4.1 Wawancara Mendalam ... 30

3.4.2 Penelusuran dan Dokumen ... 31

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data... 31

BAB IV PROFIL LOKASI KAJIAN... 32

4.1 Profil Kelurahan Harjamukti ... 32

4.1.1 Komplek Perumahan Harapan Baru Taman Bunga... 35


(10)

BAB V PROSES PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN

JALAN TOL CINERE-JAGORAWI ... 40

5.1 Prosedur Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum ... 40

5.1.1 Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah (P2T)... 42

5.1.2 Sosialisasi... 43

5.1.3 Inventarisasi ... 43

5.1.4 Musyawarah ... 45

5.2 Prosedur Pencabutan Hak Atas Tanah ... 47

BAB VI REALISASI PROSES PENGADAAN TANAH ... 51

6.1 Proses Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum di Komplek HBTB ... 51

6.1.1 Sosialisasi... 51

6.1.2 Inventarisasi ... 51

6.1.3 Musyawarah ... 53

6.2 Proses Pengadaan Tanah di Kampung Kalimanggis ... 55

6.2.1 Sosialisasi... 55

6.2.2 Inventarisasi ... 55

6.2.3 Musyawarah ... 56

6.3 Waktu Pelaksanaan Proses Pengadaan Tanah Proyek Tol Cijago (Cinere-Jaorawi) ... 58

6.4 Kesenjangan-kesenjangan antara Prosedur dan Realisasi ... 61

6.4.1 Kesenjangan dalam Sosialisasi... 61

6.4.2 Kesenjangan dalam Inventarisasi ... 62

6.4.3 Kesenjangan dalam Musyawarah... 63

6.5 Ikhtisar... 65

BAB VII RESPON WARGA DAN KONFLIK YANG TIMBUL... 66

7.1 Kondisi dan Dinamika Dua Lokasi Kajian ... 66

7.1.1 Harga Tanah ... 66

7.1.2 Tingkat Kesejahteraan ... 67

7.1.3 Jaringan Sosial ... 67

7.1.4 Ikatan Sosial ... 68

7.2 Respon Warga di Komplek HBTB terhadap Pengadaan Tanah 69 7.3 Respon Warga di Kampung Kalimanggis Terhadap Pengadaan Tanah... 76

7.4 Konflik yang Timbul... 79

7.5 Ikhtisar... 79

BAB VIII PENUTP ... 81

8.1. Kesimpulan ... 81

8.2. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA... 85


(11)

PROSES DAN DAMPAK PENGADAAN TANAH UNTUK

KEPENTINGAN PEMBANGUNAN JALAN TOL

CINERE-JAGORAWI

(Studi Kasus Perumahan Harapan Baru Taman Bunga dan Kampung Kalimanggis, Kelurahan Harjamukti, Kecamatan Cimanggis, Depok)

Oleh :

NURHANIFAH RAMADHANI A14203037

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(12)

PROSES DAN DAMPAK PENGADAAN TANAH UNTUK

KEPENTINGAN PEMBANGUNAN JALAN TOL

CINERE-JAGORAWI

(Studi Kasus Perumahan Harapan Baru Taman Bunga dan Kampung Kalimanggis, Kelurahan Harjamukti, Kecamatan Cimanggis, Depok)

Oleh :

NURHANIFAH RAMADHANI A14203037

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(13)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

PROSES DAN DAMPAK PENGADAAN TANAH UNTUK

KEPENTINGAN PEMBANGUNAN JALAN TOL CINERE-JAGORAWI”

BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK

MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU

DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN

RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, 25 Agustus 2008

Nurhanifah Ramadhani A14203037


(14)

RINGKASAN

NURHANIFAH RAMADHANI. Proses dan Dampak Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Pembangunan Jalan Tol Cinere-Jagorawi (Studi Kasus Perumahan Harapan Baru Taman Bunga dan Kampung Kalimanggis, Kelurahan Harjamukti, Kecamatan Cimanggis, Depok). Di bawah bimbingan SOERYO ADIWIBOWO.

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan suatu keniscayaan, karena “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial” (UUPA No. 5/1960, pasal 6). Pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang terkait masalah pembebasan lahan sering kali berdampak munculnya konflik. Hal ini dikarenakan salah satu pihak baik pihak penyedia yaitu masyarakat dan pihak yang membutuhkan yaitu pemerintah, tidak mencapai kesepakatan dalam musyawarah yang dilaksanakan. Posisi Pemerintah sebagai regulator menjadikan kedua belah pihak tidak setara dan rentan terjadi intimidasi. Isu pengadaan tanah untuk kepentingan umum terkait dengan Perpres No. 36 Tahun 2005 dan Perpres No. 65 Tahun 2006 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Prosesnya terbagi dalam 3 tahapan besar yaitu Sosialisasi, inventarisasi dan musyawarah, yang ketiganya membutuhkan kerjasama dengan warga yang terkena pengadaan tanah. Jika dalam prosesnya terjadi penyimpangan maka, konflik tidak bisa dihindarkan.

Penelitian ini merupakan studi komparasi atau perbandingan di 2 lokasi yang berbeda latar belakang. Penelitian ini mengambil studi kasus pembangunan Jalan Tol Cinere-Jagorawi yang direncanakan melewati kawasan pemukiman padat penduduk, yaitu Komplek Harapan Baru Taman Bunga (HBTB) dan Kampung Kalimanggis yang letaknya bersebrangan. Penelitian ini mengkaji dampak yang terjadi pada masyarakat melalui respon yang diberikan dan konflik yang timbul pada dua lokasi kajian. Selain itu, penelitian ini juga mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan proses tersebut berjalan dengan cepat atau juga lambat seperti harga tanah, tingkat kesejahteraan, jaringan sosial, ikatan sosial dan konflik yang terjadi. Penelitian dengan menggunakan dua daerah kajian yang berbeda latar belakang yaitu daerah komplek perumahan dan juga perkampungan dimaksudkan untuk membandingkan agar terlihat jelas pengaruh faktor-faktor tersebut.


(15)

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh :

Nama : Nurhanifah Ramadhani

NRP : A14203037

Program Studi : Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Judul : Proses dan Dampak Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Pembangunan Jalan Tol Cinere-Jagorawi

(Studi Kasus Perumahan Harapan Baru Taman Bunga dan Kampung Kalimanggis, Kelurahan Harjamukti, Kecamatan Cimanggis, Depok)

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 130 434 005

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019


(16)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dalam segala hal.

Proses untuk merangkai kata, kebenaran dan kisah adalah proses belajar. Atas proses belajar yang demikian tak terhingga nilainya, izinkan saya untuk berterima kasih kepada mereka yang telah memberikan kontribusinya yang begitu luar biasa.

1. Keluarga tercinta, Umi dan Almarhum Papa tersayang atas bantuan doa, keikhlasan dan kesabarannya, serta materi yang telah diberikan. Juga buat saudara-saudaraku yang senantiasa membantu dan memberi dorongan semangat; Ni Titi, Dini (you all always become my precious), Ka Ebah, Ka Eni, Ka Ilah, Ka Anti, Bang Darma, Ka Enah, Bang Iyan. Tante-tante yang luar biasa T’lie, T’pie, T’Ade, T’er, Bu As, Ma’Epis tentu saja Om Coky (I’m nothing without you all).

2. Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS sebagai dosen pembimbing Studi Pustaka dan pembimbing skripsi yang penuh kesabaran memberikan dorongan, bimbingan, arahan dan masukan sejak awal hingga akhir penulisan ini.

3. Martua Sihaloho, SP, Msi sebagai dosen penguji utama.

4. Heru Purwandari, SP, Msi sebagai dosen penguji wakil departemen.

5. Seluruh Dosen yang telah mengajar selama penulis menyelesaikan studi serta Mba Maria dan Mba Nisa yang membuat semuanya jadi mudah. Tak lupa pula kepada Pak Piat.

6. Special thanks for Cimanggu Crew:Mba Evi dan keluarga Ka Ari, If, Jo, Mba Enen, Mba Ana, Mba Eka, Mba Nuki, Mba Mimin, Epi, Eti, Za, Rika... juga Mba Runi-ku yang selalu memotivasiit’s really mean to me, Mba Shinta, Mba Eti juga spesial Kartika, Wicha, Diah Setyorini.

7. Bagian Pemerintahan Kelurahan Harjamukti Ibu Fatimah, Ketua RT di HBTB Bapak Darmawan dan Keluarga, Ketua RT di Kampung Kalimanggis Bapak Enjen dan keluarga, Tim P2T Tingkat Kota Bapak Rahmat, Ketua Forkot Bapak Manahan, Sekretaris Forkot Bapak Zawawi dan keluarga, Bapak Muhidin dan keluarga yang telah bersedia memberikan informasinya terkait penelitian.

8. Keluarga Besar SDIT AT Taufiq Ustad Ari, Ustazah Irma, Ustad Eka, Mba Ning, Mba Juwita dan semuanya.

9. Sahabat-sahabatku yang luar biasa, I’m proud with you all gals, you always there to help Veni, Cindo yang menjadi saksi kesengsaraanku menyelesaikan skripsi.

10. Teman-teman KPM 40 yang senantiasa memberi warna dalam perjalanan ini dalam suka dan duka, Reza, Widi, Rizky, Djasman, Ja’far, Bang Dipa, Joko, Yudi, Hendra, Devi, Budew, Tika, Uthie, Tiwi, Irma, Naida, Sasti, Yoyo, Jija, Octa, Tata, Lina, Utari, Cindo, Rika, Rossa, Veni, Yeni, Acil, Eka, Yuni,


(17)

Karin, Puput, Dwi, Dian, Chen2, Ema, Kania, Grace, Upa, Sushane, Derin, Tintan, Sa’ied, Deni dan tak lupa Mas Anton dan Mba Hana dan Mba Niken. 11. Ade-ade binaanku tercinta, Ndes, Nci, Beti, Rina, Mega dan Riva.

12. Petugas Perpustakaan Sosek, Faperta dan LSI, yang telah membantu dalam pencarian buku, juga Mba Hana. Mba Inge yang telah bersedia meminjamkan contoh Studi Pustaka dan skripsinya.

13. Ade-ade FKRD Rangga, Dini, Titin, Oci, Uut, Retno, Nia, Wahyu....

14. Seluruh personilQuantum GenerationKa Krisma, Ka Eval, Ka Cep, Ka Putra, Wisnu, Marta, Mba Suci, Selvispecial thanks To My lost brother Wahid Ari Anggara Purnama jazakumullah Khoiron Katsiir atas semua bantuannya. 15. Mba Ikha Yulaikha dan keluarga baruku.

16. Tidak lupa penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.


(18)

KATA PENGANTAR

Tiada Kata yang terucap selain rasa syukur kepada Allah (Alhamdulillah), karena penulis yakin hanya dengan izin dari Allah penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Proses dan Dampak Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Pembangunan Jalan Tol Cinere-Jagorawi (Studi Kasus Perumahan Harapan Baru Taman Bunga dan Kampung Kalimanggis, Kelurahan Harjamukti, Kecamatan Cimanggis, Depok)”. Skripsi ini merupakan syarat kelulusan Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan serta terhadap ilmu dan penerapan pembelajaran, khususnya bagi Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat.

Bogor, Agustus 2008


(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1 Subyek Agraria : Pemanfaatan Sumber-sumber Agraria ... 7

2.2 Hak-hak atas Tanah, Pengertiandan jenisnya ... 8

2.3 Perpres No. 36/2005 dan No. 65/2006... 9

2.3.1 Pendahuluan ... 9

2.3.2 Musyawarah. ... 9

2.3.3 Tim Pengadaan Tanah... 11

2.3.4 Atas Nama Kepentingan Umum ... 12

2.4 Peran Pemerintah dalam Perencanaan dan Pengambilalihan tanah... 14

2.5 Standardisasi Perolehan Tanah ... 15

2.6 Teori-teori Konflik ... 18

2.7 Kerangka Pemikiran... 23

2.7 Definisi Operasional ... 25

2.8 Hipotesis Pengarah... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

3.2 Metode Penelitian... 27

3.3 Subyek Penelitian... 28

3.4 Teknik Pengumpulan Data... 29

3.4.1 Wawancara Mendalam ... 30

3.4.2 Penelusuran dan Dokumen ... 31

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data... 31

BAB IV PROFIL LOKASI KAJIAN... 32

4.1 Profil Kelurahan Harjamukti ... 32

4.1.1 Komplek Perumahan Harapan Baru Taman Bunga... 35


(20)

BAB V PROSES PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN

JALAN TOL CINERE-JAGORAWI ... 40

5.1 Prosedur Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum ... 40

5.1.1 Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah (P2T)... 42

5.1.2 Sosialisasi... 43

5.1.3 Inventarisasi ... 43

5.1.4 Musyawarah ... 45

5.2 Prosedur Pencabutan Hak Atas Tanah ... 47

BAB VI REALISASI PROSES PENGADAAN TANAH ... 51

6.1 Proses Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum di Komplek HBTB ... 51

6.1.1 Sosialisasi... 51

6.1.2 Inventarisasi ... 51

6.1.3 Musyawarah ... 53

6.2 Proses Pengadaan Tanah di Kampung Kalimanggis ... 55

6.2.1 Sosialisasi... 55

6.2.2 Inventarisasi ... 55

6.2.3 Musyawarah ... 56

6.3 Waktu Pelaksanaan Proses Pengadaan Tanah Proyek Tol Cijago (Cinere-Jaorawi) ... 58

6.4 Kesenjangan-kesenjangan antara Prosedur dan Realisasi ... 61

6.4.1 Kesenjangan dalam Sosialisasi... 61

6.4.2 Kesenjangan dalam Inventarisasi ... 62

6.4.3 Kesenjangan dalam Musyawarah... 63

6.5 Ikhtisar... 65

BAB VII RESPON WARGA DAN KONFLIK YANG TIMBUL... 66

7.1 Kondisi dan Dinamika Dua Lokasi Kajian ... 66

7.1.1 Harga Tanah ... 66

7.1.2 Tingkat Kesejahteraan ... 67

7.1.3 Jaringan Sosial ... 67

7.1.4 Ikatan Sosial ... 68

7.2 Respon Warga di Komplek HBTB terhadap Pengadaan Tanah 69 7.3 Respon Warga di Kampung Kalimanggis Terhadap Pengadaan Tanah... 76

7.4 Konflik yang Timbul... 79

7.5 Ikhtisar... 79

BAB VIII PENUTP ... 81

8.1. Kesimpulan ... 81

8.2. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA... 85


(21)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

Tabel 1 Informan dan Informasi yang Dibutuhkan ... 30

Tabel 2 Penggunaan Tanah Di Kelurahan Harjamukti... 34

Tabel 3 Struktur Masyarakat Di Kelurahan Harjamukti ... 34

Tabel 4 Waktu Pelaksanaan Proyek Pengadaan Tanah Proyek Tol Cijago.... 60

Tabel 5 Kompensasi Penggusuran Perumahan HBTB ... 71

Tabel 6 Perbandingan 2 Wilayah Kajian yaitu HBTB dan Kalimanggis Berdasarkan Faktor yang Mempengaruhi ... 83


(22)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

Gambar 1 Lingkup Hubungan Agraria... 7

Gambar 2 Kerangka pemikiran ... 24

Gambar 3 Peta Rencana Pembangunan Jalan Tol Cijago dan Tosari Di Wilayah Kotamadya Depok ...33

Gambar 4 Peta Rencana Pembangunan Jalan Tol Cinere-Jagorawi Di Dua Lokasi Kajian ... 35

Gambar 5 Suasana Di Komplek HBTB ...36

Gambar 6 Salah Satu Fasilitas Kelembagaan Di Komplek HBTB ... 37

Gambar 7 Spanduk yang Dipasang Di Depan Salah Satu Jalan Di Komplek HBTB... 38

Gambar 8 Kondisi Jalan masuk di Kampung Kalimanggis... 38

Gambar 9 Kondisi Rumah-rumah Di Kampung Kalimanggis ... 39

Gambar 10Prosedur Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum... 42

Gambar 11Prosedur Pencabutan Hak untuk Kepentingan Umum ... 50


(23)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tidak ada negara tanpa tanah dan tanah merupakan benda netral yang akan mempunyai makna, ketika benda tersebut dihuni oleh manusia dengan cara hidup tertentu (Matta, 2006). Tanah memiliki arti yang sangat penting bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Tanah juga menjadi sumberdaya yang sangat vital mengingat kedudukannya sebagai faktor produksi yang sifatnya tetap dan terbatas. Hal tersebut menyebabkan nilainya semakin meningkat. Kondisi tersebut membuat tanah yang menyangkut hajat hidup orang banyak dipercayakan pengelolaan dan pengaturannya kepada pemerintah sebagai representasi dari negara.

Prinsip dasar untuk pengelolaan sumberdaya alam (PSDA) di Indonesia adalah UUD 1945 khususnya pasal 33 yang isinya: “Bumi dan kekayaan alam lainnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat“ ini dikenal dengan konsep Hak Menguasai Negara (HMN). Dengan demikian politik PSDA di Indonesia diwakili oleh pasal 33 UUD 1945 yang berpusat pada kekuasaan yang besar dari negara terhadap penguasaan, pemilikan dan pemanfaatan sumberdaya alam (Saptariani, 2000).

Pemerintah sebagai pengelola secara tidak langsung memiliki kewenangan untuk mengatur agraria yang dikenal dengan HMN. Hak ini membawa pemerintah kepada peraturan-peraturan yang ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Salah satunya adalah dalam bentuk perencanaan pembangunan infrastruktur yang mengatasnamakan kepentingan umum. Pada


(24)

perkembangannya, perencanaan pemerintah tersebut sering harus berhadapan dengan hak rakyat yang menjadi pemilik tanah. Hal tersebut menyebabkan adanya peraturan sepihak yang sifatnya memaksa karena proyek untuk kepentingan umum yang akan dilakukan tidak dapat dipindahkan ke tempat lain atau yang lebih dikenal sebagai penggusuran untuk kepentingan umum. Salah satu contoh dari peraturan yang sifatnya memaksa tersebut adalah Perpres No. 36/2005 dan No. 56/2006 yang mengatur tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Perpres No. 36/2005 dan No. 65/2006 adalah peraturan penganti dari Keppres No. 55/1993 yang mengatur masalah pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Perpres No. 36/2005 ini menimbulkan kontroversi karena mengatur masalah pencabutan hak atas tanah. Adanya kontroversi membuat pemerintah harus merevisi Perpres tersebut dengan Perpres No. 65/2006.

Masalah pengadaan tanah untuk kepentingan umum atau dengan bahasa lain dikenal dengan penggusuran selalu menjadi hal yang ditakutkan oleh masyarakat karena hak masyarakat menjadi terancam. “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial” (UUPA No. 5/1960, pasal 6). Pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang terkait masalah pembebasan lahan sering kali menimbulkan banyak konflik. Hal ini dikarenakan salah satu pihak baik pihak penyedia yaitu masyarakat dan pihak yang membutuhkan yaitu pemerintah, tidak mencapai kesepakatan dalam musyawarah yang dilaksanakan. Posisi yang terjadi adalah masyarakat sebenarnya tidak mau menjual tetapi harus menjual, sedangkan pemerintah yang sebenarnya tidak mau membeli harus membeli karena kebutuhan terhadap infrastruktur yang tidak dapat dihindari.


(25)

Salah satu pemicu dari pertumbuhan pembangunan infrastruktur di Indonesia adalah diadakan Indonesia Infrastructure Summit 2005 17-18 Januari

2005, pertemuan ini diakhiri dengan penandatanganan Declaration of Action on Developing Infrastructure and Public Private Partnerships, The Jakarta Infrastructure Summit 2005. Saat itu pemerintah Indonesia menyatakan membutuhkan dana untuk pembangunan dan peningkatan infrastruktur sebesar Rp1.305 triliun. Akibat besarnya dana yang dibutuhkan tersebut, pemerintah mengundang investor domestik dan luar negeri untuk mencari sumber pembiayaan. Sementara itu, pada tahap pertama, Pemerintah Indonesia telah menawarkan 91 proyek senilai Rp 205,5 triliun kepada para investor, sekaligus berjanji akan mengeluarkan 14 peraturan serta ketentuan untuk mendukung kelancaran investasi yang ditanamkan.1

Kasus pembangunan jalan tol adalah salah satu kasus pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang paling jelas membutuhkan tanah sebagai dasar pembangunannya, salah satunya adalah pembangunan Tol Cinere-Jagorawi yang akan dibangun sepanjang 14,7 km dan diperkirakan membutuhkan dana sebanyak 2 triliun rupiah. Proyek yang dianggap sebagai “Mega proyek” ini merupakan implementasi dari Perpres No. 36/2005 dan No. 65/2006 dalam proses pengadaan tanahnya. Proyek ini merupakan hasil kerjasama pemerintah dan sektor swasta dalam bentuk hak pengelolaan.

Fakta di atas mendorong penulis mengambil kasus pembebasan tanah ini untuk melihat proses dan dampak yang terjadi pada pengadaan tanah untuk kepentingan umum pada proyek infrastruktur ini. Pada kasus ini mayoritas tanah


(26)

yang akan dibebaskan adalah pemukiman penduduk, sehingga perlu adanya telaah proses yang ada dalam pandangan masyarakat yang terlibat. Lokasi yang akan diambil dalam penelitian ini adalah ruas tol yang melalui Kota Depok Kecamatan Cimanggis Kelurahan Harjamukti.

1.2 Rumusan Masalah

Pokok permasalahan yang ingin dikaji adalah bagaimana proses yang terjadi pada kasus pengadaan tanah dalam hal ini pembebasan lahan yang ada di wilayah komplek perumahan (tempat tinggal) yang terkena pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Tahapan pada proses ini merupakan hasil implementasi Perpres No. 36/2005 dan No. 65/2006 yang akan diketahui alur dan waktu di setiap proses yang ada dalam pembebasan lahan ini. Selain itu, juga ingin diketahui siapa saja yang terlibat dalam proses pembebasan tanah berikut peran dan kepentingannya karena seringkali kepentingan sangat mempengaruhi lambat atau cepatnya proses ini terjadi. Salah satu kasus terberat yang dihadapi para investor adalah kebijakan pemerintah pusat tak selalu direalisasikan di daerah.2

Hal tersebut dianggap karena Pemerintah Daerah tidak merasa memiliki proyek dari pusat. Bahkan, Panitia Pengadaan Tanah dari Pemerintah Daerah seringkali dituding sebagai penyebab mundurnya waktu pembebasan tanah karena posisinya yang hanya sebagai fasilitator.3

Bagian yang paling penting dari kasus ini adalah keberadaan masyarakat sebagai pemilik hak yang terkena pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Maka, penting untuk diketahui bagaimana masyarakat yang terkena

2Kompas

, 15 Juni 2006. “Mendesak, Juklak Pengadaan Tanah”.

3


(27)

pengadaan tanah untuk kepentingan umum tersebut menanggapi masalah yang menimpa mereka serta reaksi apa saja yang terjadi dan aktivitas yang akan mengarah pada konflik. Selanjutnya, ingin diketahui strategi yang dilakukan masyarakat untuk menghadapi pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

Salah satu contoh akhir dari kasus pembangunan jalan tol adalah pada kasus pembebasan tanah untuk pembangunan Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta atau JORR yaitu belum tuntasnya ganti rugi pembayaran lahan termasuk bangunan dan tanaman yang membuat masyarakat tidak puas dengan kondisi tersebut4 dan

tentunya akan banyak menimbulkan keresahan bagi masyarakat yang sekarang ini sedang dalam proses pembebasan lahan.

Kemudian, sejauhmana keterlibatan pemerintah dan masyarakat dalam menghasilkan kesepakatan-kesepakatan. Mengingat kedua belah pihak memiliki kedudukan yang berbeda. Pemerintah sebagai pemegang kendali hukum sekaligus pembeli yang mewakili investor (sektor swasta) dan masyarakat sebagai subyek yang taat hukum sebagai penjual. Sehingga, secara garis besar perumusan masalahnya adalah:

1. Bagaimana terjadinya proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum, pada proyek pembangunan Jalan Tol Cinere-Jagorawi? 2. Bagaimana dampak pengadaan tanah untuk kepentingan umum

pada masyarakat di wilayah kajian?

3. Apa yang menyebabkan proses pengadaan tanah di suatu komunitas dapat berlangsung relatif lebih cepat dibanding komunitas lain?

4


(28)

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui bagaimana terjadinya proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum, pada proyek pembangunan Jalan Tol Cinere-Jagorawi.

2. Mengetahui dampak yang yang terjadi pada masyarakat di lokasi di dua lokasi kajian.

3. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan proses pengadaan tanah di suatu komunitas dapat berlangsung relatif lebih cepat dibanding komunitas lain.

1.4 Kegunaan Penelitian

Bagi peneliti penelitian ini berguna untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapat di bangku kuliah. Bagi akademisi, penelitian ini bisa menambah referensi. Bagi masyarakat, diharapkan bisa membantu mereka menemukan permasalahan di lingkungan mereka sendiri yang terkait permasalahan agraria. Sedangkan, bagi pemerintah tentunya diharapkan bisa menjadi pertimbangan penentu kebijakan.


(29)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Subyek Agraria: Pemanfaatan Sumber-sumber Agraria

Sitorus (1998) menjelaskan bahwa secara kategoris, subyek agraria dapat dibedakan menjadi tiga yaitu komunitas (sebagai kesatuan dari unit-unit rumah tangga), pemerintah (sebagai representasi negara) dan swasta (private sector). Ketiga kategori sosial tersebut adalah pemanfaat sumber-sumber agraria,

yang memiliki ikatan dengan sumber-sumber agraria tersebut melalui penguasaan/pemilikan (tenure institutions).

Hubungan pemanfaatan tersebut menunjuk pada dimensi teknis, atau lebih spesifik dimensi kerja dalam hubungan-hubungan agraria. Dimensi kerja menunjuk pada artikulasi pada kepentingan-kepentingan sosial ekonomi masing-masing subyek, berkenaan dengan penguasaan/pemilikan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria tersebut. Hubungan penguasaan/pemilikan/pemanfaatan sumber-sumber agraria menunjuk pada dimensi-dimensi sosial dalam hubungan-hubungan agraria, sedangkan untuk hubungan-hubungan teknis dapat digambarkan sebagai hubungan segitiga sedangkan struktur agraria sendiri mengacu pada penguasaan/pemilikan/pemanfaatan sumber-sumber agraria.

Komunitas

Sumber-sumber Agraria

Swasta Pemerintah

Gambar 1 Lingkup Hubungan-hubungan Agraria


(30)

2.2 Hak-hak atas Tanah, Pengertian dan Jenisnya

Pada masa penjajahan Belanda, dikenal banyak macam hak yang menjadi cikal bakal hak-hak yang dipakai di Indonesia, Tauchid (1952) menerangkan ada beberapa macam hak yang dimiliki rakyat yang ada pada masa kolonial yang tidak disertai kekuasaan negara, hak-hak tersebut adalah:

1. Hak eigendom adalah hak untuk memperoleh kenikmatan yang sepenuh-penuhnya dari suatu benda, dengan syarat penggunaannya tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang dikeluarkan oleh alat Negara dan luasnya tidak boleh lebih dari 10 bau. Dalam hak ini masih terdapat campur tangan negara karena walaupun hak eigendom termasuk hak yang paling kuat ia masih dapat disita oleh negara untuk kepentingan umum dengan ganti rugi yang cukup menurut peraturan dan undang-undang. Namun, hak ini hanya bisa didapatkan dengan cara membeli tanah hak milik rakyat sehingga, merupakan hak perseorangan yang kuat dan dilindungi undang-undang tetapi, rakyat tidak diperbolehkan menjual tanah tersebut. Hak eigendom hanya bisa dimiliki oleh orang asing dengan cara membeli tanah dari pemerintah yang menyita dari rakyat. Hak eigendom saat sekarang ini lebih dikenal dengan hak milik.

2. Hak opstal adalah hak untuk mendirikan bangunan diatas tanah orang lain luas tanah tidak boleh lebih dari 10 bau dan lamanya 30 tahun sedang untuk badan hukum lamanya 75 tahun. Pemindahan hak opstal harus dengan seizin Gubernur Jendral yang bertugas.

3. Hak erfpact adalah hak benda untuk mendapatkan kenikmatan yang sepenuh-penuhnya dari suatu benda yang tidak bergerak milik orang lain dengan kewajiban memberi upeti atau sewa. Untuk pemodal kecil hak erfpact berlaku


(31)

selama 20 tahun sedangkan, untuk pemodal besar selama 75 tahun dan masih memiliki turunan hukum yang lebih spesifik.

4. Hak pakai adalah hak atas suatu benda kepunyaan orang lain dipegang oleh orang tertentu untuk dipakai sendiri dan keluarganya.

2.3 Perpres No. 36/2005 dan No. 65/2006 2.3.1 Pendahuluan

Perpres No. 36/2005 dan revisinya No. 65/2006 menjelaskan mengenai kedudukan presiden sebagai pemerintah pusat dan gubernur, bupati/walikota merupakan pemerintah daerah. Pada perpres ini pengadaan tanah diartikan sebagai setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah.

Pengertian pelepasan atau penyerahan hak atas tanah yaitu berupa kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah, yang pihaknya adalah perseorangan atau badan hukum dan lembaga. Pada pendahuluan ini dibahas pula mengenai Panitia Pengadaan Tanah yaitu merupakan panitia yang dibentuk untuk membantu pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.

2.3.2 Musyawarah

Mengenai musyawarah sendiri, perpres ini mengartikannya sebagai kegiatan yang mengandung proses saling mendengar, saling memberi dan saling


(32)

menerima pendapat, serta keinginan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan masalah lain yang berkaitan dengan kegiatan pengadaan tanah atas dasar kesukarelaan dan kesetaraan antara pihak yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah dengan pihak yang memerlukan tanah. Musyarawah ini dilakukan dengan Panitia Pengadaan Tanah atau (P2T) yang dibentuk untuk membantu pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.

Musyawarah yang dilakukan tersebut akan menghasilkan kesepakatan mengenai ganti rugi yang berupa penggantian berupa fisik dan non fisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah. Ganti rugi yang diberikan diharapkan dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah. Penilaian harga tanah melibatkan lembaga/tim penilai profesional dan independen. Hal-hal yang dibahas adalah seputar pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum di lokasi tersebut dan bentuk serta besarnya ganti rugi. Pada perpres ini idealnya musyawarah dilakukan langsung dengan para pemegang hak, instansi pemerintah atau pemda yang membutuhkan dan tim P2T namun, jika hal tersebut tidak dapat dilakukan maka, boleh melalui perwakilan pemegang hak, dengan melalui surat kuasa. Peraturan ini ditujukan untuk menghindari tindak kriminal dan percaloan.

Pengadaan tanah hanya diperoleh melalui pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Pengadaan tanah tersebut diperoleh melalui cara jual-beli, tukar menukar, dan cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak yang bersangkutan dengan tetap berdasarkan prinsip penghormatan terhadap hak atas


(33)

tanah dengan mengacu pada ketentuan UU No. 20/1961 tentang pencabutan hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya. Penetapan rencana pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilakukan dengan didasarkan pada perencanaan tata ruang wilayah. Apabila telah ada penetapan lokasi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum melalui surat ketetapan yang dikeluarkan oleh gubernur, bupati/walikota maka, pembelian atas tanah tersebut harus berdasarkan atas persetujuan tertulis dari gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Pengadaan tanah ini dimaksudkan untuk membangun fasilitas untuk kepentingan umum yang dibatasi hanya pada jalan umum, jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi; waduk, bendungan, bendung, irigasi, dan bangunan pengairan lainnya; fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan banjir, lahar, dan lain-lain bencana tempat pembuangan sampah serta cagar alam dan cagar budaya; pembangkit, taransmisi, distribusi tenaga listrik. Namun, disini tidak dijelaskan dasar dari penetapan tersebut padahal sebelum adanya revisi ini ada sekitar 21 macam fasilitas umum yang ditetapkan.

2.3.3 Tim Pengadaan Tanah (P2T)

Tim P2T memiliki struktur kepanitiaan yang dibentuk dan langsung diketuai oleh gubernur, bupati/walikota yang bersangkutan. Tim ini memiliki tugas antara lain mengadakan penelitian dan inventarisasi, kemudian penelitian mengenai status hukum atas tanah bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah yang haknya dilepaskan atau diserahkan. Selain itu, tim ini juga memilki tanggung jawab dalam memberikan penjelasan, penyuluhan


(34)

kepada masyarakat yang terkena pengadaan tanah untuk kepentingan umum terkait masalah rencana dan tujuan dalam bentuk konsultasi publik baik berupa tatap muka, media cetak maupun media elektronik, hingga musyawarah untuk mencapai kesepakatan, sampai dengan menyaksikan penyerahan ganti rugi dan membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Tim ini juga bertanggung jawab mengadministrasi dan mendokumentasi berkas pengadaan tanah.

2.3.4 Atas Nama Kepentingan Umum

Apabila yang berhak atas tanah atau benda-benda yang berada di atasnya yang haknya dicabut tidak bersedia menerima ganti rugi sebagaimana yang ditetapkan dalam keputusan presiden, karena jumlahnya yang dianggap kurang layak, maka yang bersangkutan dapat meminta banding kepada Pengadilan Tinggi. Banding ke Pengadilan Tingi dimaksudkan agar menetapkan ganti rugi sesuai Undang-Undang No. 20/1961 tentang pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya dan Peraturan Pemerintah No. 39/1973 tentang acara penetapan ganti rugi oleh pemerintah sehubungan dengan pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya. Pada UU No. 20/1961 sendiri hal ini diatur dalam pasal 8 yaitu, “Jika yang berhak atas tanah dan/atau benda-benda yang haknya dicabut itu tidak bersedia menerima ganti-kerugian sebagai yang ditetapkan dalam surat-keputusan presiden karena dianggapnya jumlahnya kurang layak, maka ia dapat minta banding kepada Pengadilan Tinggi, yang daerah kekuasaannya meliputi tempat letak tanah dan/ benda tersebut,


(35)

kemudian pengadilan itulah yang menetapkan jumlah ganti-kerugiannya. Pengadilan Tinggi memutus soal tersebut dalam tingkat pertama dan terakhir.

Acara tentang penetapan ganti-kerugian oleh Pengadilan Tinggi diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sengketa tersebut pada pasal ini dan sengketa-sengketa lainnya mengenai tanah dan/atau benda-benda yang bersangkutan tidak menunda jalannya pencabutan hak dan penguasannya, yang berarti selama masa persidangan di PT proses pengambilalihan tetap berjalan, dalam penjelasannya pasal ini menyatakan bahwa presidenlah (setelah mendengar pertimbangan instansi-instansi daerah, Menteri Agraria, Menteri Kehakiman dan menteri yang bersangkutan) yang mempertimbangkan dan menetapkan apakah benar kepentingan umum mengharuskan dilakukannya pencabutan hak. Presidenlah yang memutuskan dilakukannya pencabutan hak itu dan menetapkan besarnya ganti-kerugian yang harus dibayar kepada yang berhak. Hanya jika yang berhak itu tidak bersedia menerima ganti kerugian yang ditetapkan oleh presiden, karena dianggapnya kurang layak, maka ia dapat minta bantuan kepada Pengadilan Tinggi, agar pengadilan itulah yang menetapkan jumlah ganti kerugian tersebut. Tetapi bagaimanapun juga pencabutan hak itu sendiri tidak dapat diganggu gugat di muka pengadilan ataupun dihalang-halangi pelaksanaannya. Mempertimbangkan dan memutuskan hal tersebut adalah semata-mata wewenang presiden. Hal ini berarti pengadan tanah tetap tidak dapat dibatalkan, Pengadilan Tinggi hanya membantu masalah ganti rugi dan tidak mempunyai wewenang untuk menghentikan pembangunan bahkan untuk sementara sampai proses peradilan selesai. Ini memperlihatkan betapa rendahnya posisi tawar dari masyarakat, karena apa yang telah diputuskan oleh pemerintah menjadi sebuah


(36)

harga mati. Pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan tanah yang luasnya tidak lebih dari 1 hektar, dapat dilakukan langsung oleh instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan para pemegang hak atas tanah, dengan cara jual beli atau tukar menukar atau cara lain yang disepakati kedua belah pihak.

2.4 Peran Pemerintah dalam Perencanaan dan Pengambilalihan Tanah

Suatu perencanaan dapat bermakna sebagai panduan, petunjuk atau sekedar peta mengenai apa yang sebaiknya dilakukan. Sebagai petunjuk, perencanaan adalah dokumen kaku, yang tidak bisa elastis terhadap perkembangan dan kebutuhan aktual. Pemerintah contohnya biasanya memiliki perencanaan yang relatif kaku. Hal ini mungkin dapat dipahami karena administrasi dan pengalokasian sumberdaya. Kekakuan tesebut, dapat pula terbaca sebagai standardisasi dan penyeragaman. Kondisi yang demikian akan segera menjadi masalah manakala rumusan perencanaan tersebut bukan sebagai akibat dari keterlibatan unsur-unsur komunitas, dan akan segera menjadi masalah ketika bertabrakan dengan kepentingan komunitas.

Suatu perencanaan daerah dengan demikian merupakan proses penyusun langkah-langkah yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah, dalam hal ini terdapat 2 model perencanaan :

1. Perencanaan yang ditentukan langsung dari pusat, sehingga pemerintah daerah hanya sebagai pelaksana atau pelengkap rencana yang telah ada.

2. Perencanaan merupakan hasil dari pergulatan masyarakat setempat, dengan menggunakan mekanisme formal (dan non formal) yang ada.


(37)

Sebagai sebuah kebijakan perencanaan dan realisasinya, akan mempengaruhi bidang, sektor dan daerah, termasuk juga mempengaruhi masyarakat luas. Oleh sebab itu, perencanaan tidak sekedar bermakna sebagai hasil rumusan keinginan dan jawaban, melainkan bagian dari dinamika sosial dan negosiasi politik.

2.5 Standardisasi Perolehan Tanah

Cara perolehan tanah yang yang baik untuk kepentingan umum, usaha maupun pribadi yang tergantung pada hal-hal di bawah ini:

1. Status tanah yang diperlukan;

2. Status hukum pihak yang memerlukan, peruntukkan penggunaan tanah yang dibutuhkan;

3. Ada atau tidaknya kesediaan pemilik tanah untuk menyerahkan tanahnya. Tanah yang tersedia dapat berstatus:

1. Tanah negara yaitu tanah yang masih langsung dikuasai negara; 2. Tanah ulayat masyarakat hukum adat;

3. Tanah hak yaitu tanah yang sudah dihaki dengan salah satu hak yaitu hak milik, hak guna usaha, hak pakai atau hak pengelolaan.

Status hukum dari pihak yang memerlukan tanah akan menentukan cara yang akan digunakan, oleh karena terkait dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai subyek atas tanah.

1. Bagi instansi pemerintah yang oleh UUPA hanya dimungkinkan mempunyai hak pakai atau hak pengelolaan, perolehan tanahnya hanya dapat dilakukan dengan pelepasan hak.


(38)

2. Bagi perusahaan, baik Badan Usaha milik Negara (BUMN) atau Milik Daerah (BUMD), maupun perusahaan swasta dapat mempunyai tanah dengan Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atau dalam hal tanah digunakan untuk usaha perkebunan dan sejenisnya dapat dipunyai dengan Hak Guna Usaha.

Selanjutnya uraian status hukumnya yaitu:

1. Apabila tanah yang diperlukan masih berstatus tanah negara, perolehan haknya melalui proses permohonan dan pemberian hak atas tanah oleh pemerintah.

2. Apabila tanah yang diperlukan berstatus tanah ulayat, maka caranya adalah meminta kesediaan penguasa masyarakat hukum adat yang bersangkutan untuk melepaskan hak ulayatnya, dengan memberikan ganti rugi terhadap tanaman rakyat yang ada di atasnya. Tanah tersebut dimohonkan hak atas tanah yang sesuai dengan status pihak yang akan menggunakan dan peruntukkannya, melalui cara pemberian hak atas tanah oleh pemerintah. 3. Apabila tanah yang bersangkutan berstatus tanah hak, maka cara yang

digunakan tergantung pada ada atau tidak adanya kesediaan yang empunya tanah untuk menyerahkan kepada yang memerlukan dengan kemungkinan: a. Apabila ada kesediaan untuk memberikannya dengan sukarela maka

ditempuh melalui:

• Acara pemindahan hak, misalnya jual beli, tukar-menukar atau hibah, yaitu jika yang memerlukan tanah memenuhi syarat sebagai subyek hak tanah yang dipindahkan itu,


(39)

• Acara pembebasan tanah, diikuti dengan permohonan hak baru yang sesuai, yaitu jika pihak yang memerlukan tanah tidak memenuhi syarat sebagai obyek hak atas tanah yang bersangkutan.

b. Jika tidak ada kesediaan untuk menyerahkannya dengan sukarela, apabila syarat-syaratnya dipenuhi maka dapat ditempuh melalui pencabutan hak untuk kepentingan umum sebagai cara pengambilalihan tanah secara paksa. Proses pencabutan hak menurut ketentuan Undang-Undang No. 20 tahun 1961 (sekarang yang terbaru adalah Perpres No. 36 Tahun 2005 dan No. 65 Tahun 2006) tentang Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-benda yang ada di atasnya, dilakukan secara paksa demi kepentingan umum oleh Pemerintah/Penguasa. Pelaksanaan hak dengan keputusan presiden dan dalam keadaan darurat oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional, yang oleh UU No. 20 tahun 1961 diberi kewenangan untuk mengambil keputusan pencabutan hak atas tanah. Tata cara pencabutan hak diatur dalam pasal 18 UUPA jo. UU No. 20 Tahun 1961, dan petunjuk pelaksanaannya diatur dalam Instruksi Presiden No. 9 Tahun 1973, tentang acara penetapan ganti rugi oleh Pengadilan Tinggi sehubungan dengan Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-benda yang ada di atasnya.

Selanjutnya ditambahkan bahwa dalam pengadaan kebutuhan tanah untuk pembangunan, semula dikenal adanya pembebasan tanah untuk keperluan pemerintah dan swasta, yang pada dasarnya sama-sama harus didasarkan pada ketentuan musyawarah, dan pengawasan pelaksanaannya dilakukan oleh bupati atau walikota. Sehubungan dengan hal ini maka, dikenal 2 jenis pengadaan tanah:


(40)

1. Pengadaan Tanah untuk Keperluan Pemerintah

Pembebasan tanah untuk keperluan pemerintah semula (sebelum adanya Perpres No. 36 Tahun 2005 dan No. 65 Tahun 2006) menggunakan ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 1975 merupakan ketentuan intern pemerintah dalam pengamanan kekayaan negara, baik yang berhubungan dengan penentuan bentuk dan besarnya ganti rugi, maupun mengenai pertanggungjawaban keuangan negara.

2. Pengadaan Tanah untuk Keperluan Swasta

Sebelum adanya Perpres No. 36 Tahun 2005 dan No. 65 Tahun 2006 semula ada 2 cara untuk pembebasan tanah untuk keperluan swasta, yaitu dengan secara langsung dan melalui Panitia Pembebasan Tanah yaitu Peraturan menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 1975, kemudian berlakunya Keppres No. 55 Tahun 1993, hanya ada satu cara yang dapat dilakukan oleh swasta, yaitu dengan secara langsung atas dasar musyawarah dimana bantuan dari pemerintah berupa pengawasan dan pengendalian.

2.6 Teori-teori Konflik5

Konflik dapat diartikan sebagai setiap pertentangan atau perbedaan pendapat antara paling tidak 2 orang atau kelompok, dapat dikatakan sebagai konflik lisan atau non fisik yang akan berakibat kepada konflik fisik. Ada dua

5

Rauf, Maswardi.2001.Konsensus dan Konflik Politik.Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.Jakarta.


(41)

hubungan sosial; yang pertama adalah yang bersifat positif yaitu berupa hubungan saling ketergantungan dalam masyarakat, sedangkan untuk yang negatif adalah hubungan sosial yang menghasilkan konflik karena adanya pandangan bahwa satu pihak dalam hubungan sosial tersebut menggangap pihak lain mendapatkan lebih banyak manfaat dari hubungan sosial itu yang menimbulkan kerugian besar dalam dirinya. Hubungan sosial yang negatif ini menimbulkan kerugian bagi diri pihak yang terlibat di dalamnya sehingga terbentuk perbedaan mengenai manfaat dari hubungan sosial tersebut. Perbedaan pendapat antara pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan sosial terjadi karena adanya kecenderungan manusia menarik keuntungan bagi dirinya sendiri, meskipun itu merugikan bagi pihak lain.

Persyaratan konflik sosial, ciri konflik sosial dari Ted Robert Gurr yang menyebutkan 4 ciri konflik:

1. Ada 2 atau lebih pihak yang terlibat

2. Mereka terlibat tindakan yang saling memusuhi

3. Mereka menggunakan tindakan-tindakan kekerasan yang bertujuan untuk menghancurkan, melukai dan menghalang-halangi lawannya

4. Interaksi yang bertentangan ini bersifat terbuka dan dapat dideteksi dengan mudah oleh pengamat yang independen.

Persyaratan bahwa peserta konflik haruslah lebih dari satu orang berarti konflik sosial harus bersifat sosial yakni melibatkan orang atau pihak lain.

Penyelesaian konflik atauconflict resolution adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk menyelesaikan atau menghilangkan konflik dengan cara mencari kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik. Konflik berhasil


(42)

diselesaikan bila dapat dicapai konsensus antara pihak yang bertikai dan bersepakat untuk tidak meneruskan perbedaan pendapat karena berhasil menemukan titik temu dari pendapat atau pandangan yang tadinya bertentangan.

Penyelesaikan konflik mutlak diperlukan untuk mencegah pertama

semakin mendalamnya konflik yang berarti semakin tajam perbedaan, kedua

semakin meluasnya konflik yang berarti semakin banyaknya jumlah peserta masing-masing pihak yang berkonflik. Ada 2 cara penyelesaian konflik :

1. Persuasif yaitu: penyelesaian konflik melalui perundingan dan musyawarah untuk mencari titik temu antar pihak-pihak yang terkait bisa dalam bentuk melibatkan pihak ketiga, yang dikedepankan adalah nalar atau rasio memberikan penjelasan dan argumentasi yang lebih rasional dan masuk akal sehingga dianggap lebih baik.

2. Koersif yaitu: penyelesaian konflik menggunakan kekerasan fisik atau ancaman kekerasan fisik untuk menghilangkan perbedaan pendapat antara pihak-pihak yang terlibat konflik. Penggunaan kekerasan fisik atau ancaman penggunaannya menimbulkan rasa takut di pihak lain yang akan dikenai, yang berpengaruh terhadap tingkah lakunya walaupun penyelesaian yang dihasilkan berkualitas rendah dan tidak tuntas namun cara ini dinilai efektif dan cepat.

Pengertian konflik (conflict), konflik adalah benturan yang terjadi antara 2 pihak atau lebih yang disebakan adanya perbedaan nilai, status, kekuasaan, dan kelangkaan sumberdaya. Sengketa (dispute), sebagian ahli menganggap bahwa konflik dan sengketa mengandung dasar pemikiran yang


(43)

sama, namun konflik memiliki fokus studi sosiologi sedangkan sengketa memiliki fokus antropologi. Konflik memiliki beberapa tahapan:

1. Tahap pra konflik atau tahap keluhan adalah kondisi yang oleh seseorang atau kelompok dipersepsikan sebagai hal-hal yang tidak adil dan alasan-alasan atau dasar-dasar dari adanya perasaan itu.

2. Tahap konflik adalah suatu keadaan dimana para pihak menyadari atau mengetahui adanya perasaan tidak puas tersebut. Pihak yang merasa haknya dilanggar mengambil jalan konfrontasi, melemparkan tuduhan kepada pihak yang melanggar haknya, atau memberitahukan

keluhannya kepada pihak lawan, maka, tahap konflik telah dimulai. 3. Sengketa adalah keadaan dimana konflik tersebut terlalu dinyatakan di

muka umum sehingga diketahui oleh umum atau telah melibatkan pihak ketiga.

Perspektif ekonomi politik memandang bahwa konflik merupakan bagian dari pola hubungan antar manusia, kelompok, golongan, masyarakat, bangsa dan negara yang seharusnya dipahami sebagai kenyataan. Penyebab utama konflik dapat ditelusuri dari akar ekonomi politik dan oleh karena itu, upaya penyelesaiannya harus mempertimbangkan faktor ekonomi politik. Konflik tertutup atau laten dicirikan dengan adanya tekanan-tekanan yang tidak tampak, tidak sepenuhnya berkembang dan belum terangkat ke puncak kutub-kutub konflik. Seringkali kedua belah pihak belum menyadari adanya konflik bahkan yang paling potensial sekalipun. Konflik mencuat (emerging) adalah peselisihan dimana pihak-pihak yang berselisih telah teridentifikasi, diakui adanya


(44)

perselisihan, kebanyakan permasalahan jelas, tetapi, proses penyelesaian masalahnya sendiri belum berkembang.

Terdapat pula penggolongan konflik berdasarkan yang perlu terjadi dan tidak perlu terjadi. Konflik yang sebenarnya tidak perlu terjadi meliputi konflik yang berkaitan dengan data atau informasi (kurang, keliru, disengaja), serta konflik karena perbedaan pandangan atau interpretasi.

Konflik yang sebenar-benarnya konflik adalah yang meliputi konflik struktural (situasi, definisi peran, kendala waktu, ketimpangan kekuasaan dan wewenang, dam ketimpangan kontrol terhadap sumberdaya), konflik kepentingan (baik substantif, prosedural maupun psikologis, serta konflik nilai (jati diri).

Hal-hal yang perlu diketahui dari sebuah konflik : 1. Konflik selalu ada.

2. Konflik memiliki 2 sisi bahaya dan peluang.

3. Konflik menciptakan energi baik itu destruktif maupun produktif. 4. Konflik dapat produktif maupun non produktif.

5. Konflik dipengaruhi pola-pola biologi, kepribadian dan budaya.

6. Konflik mengandung makna kaleodoskop yang dapat dianalisa dengan memahami siapa, dimana, kapan, dan mengapa.

7. Konflik memiliki daur hidup dan sifat bawaan : konflik dapat bertransformasi, bertambah cepat, perlahan menghilang atau berubah bentuk.


(45)

2.7 Kerangka Pemikiran

Kasus pembangunan Jalan Tol Cinere Jagorawi yang merupakan proyek dari pemerintah pusat bekerja sama dengan pihak swasta sebagai investor. Proyek ini melibatkan tanah seluas 135 hektar di wilayah Depok. Dengan jumlah tanah yang besar tersebut, Pemerintah pusat membutuhkan Pemerintah Daerah sebagai perpanjangan tangan dalam hal pengadaan tanah. Maka, sesuai dengan Perpres No. 35/05 dan No.65/06 dibentuklah Panitia Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum yang melibatkan unsur Pemerintah Pusat dan juga Pemerintah Daerah. Kepanitiaan inilah yang akan berhadapan dengan warga sebagai pemilik tanah. Selain menetapkan kepanitian pengadaan tanah untuk kepentingan umum, dalam Perpres tersebut juga telah ditetapkan prosedur pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

Pada prosesnya, proyek pengadaan tanah untuk kepentingan umum ini akan menimbulkan respon dari warga yang terkena pengadaan tanah. Respon tersebut yang akan mempengaruhi cepat/lambatnya proyek ini berlangsung.


(46)

Gambar 2 Kerangka Pemikiran

Masyarakat Perumahan HBTB dan Kampung Kalimanggis (penjual) Proyek Pengadaan Tanah untuk

Kepentingan Umum Kasus Pembangunan Tol Cinere-Jagorawi

Pemerintah Pusat dan

Investor/Swasta (Pembeli)

Sumber Agraria Tanah yang akan Dibebaskan untuk Proyek

Pemda Depok P2T

Proses Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum

Dampak bagi Warga yang Terkena Pengadaan Tanah

Faktor-faktor yang Diduga Mempengaruhi Proses-proses Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum:

1. Harga Tanah 2. Tingkat

Kesejahteraan 3. Ikatan Sosial 4. Jaringan Sosial


(47)

2.8 Definisi Konseptual

Agar menghindari perbedaan atau kesalahan pemahaman, maka peneliti membuat definisi operasional. Definisi operasional ini menjelaskan kerangka pemikiran yang akan menjadi acuan selama penelitian berlangsung.

Harga Tanah: Harga tanah adalah jumlah nominal uang sebagai ganti rugi untuk tanah. Harga tanah didapatkan dari hasil inventarisasi namun, harga tanah yang diakui adalah harga tanah yang diproses lebih lanjut dalam musyawarah.

Tingkat Kesejahteraan: Tingkat kesejahteraan dilihat dari kondisi fisik bangunan yang dimiliki warga serta fasilitasnya juga tingkat pendidikan warga.

Ikatan Sosial : Ikatan sosial adalah hubungan antara warga yang didasari oleh kesamaan tertentu, atau alasan tertentu, dalam hal ini berdasarkan kesamaan wilayah.

Jaringan Sosial : Jaringan sosial adalah kumpulan ikatan sosial yang memiliki banyak cabang.

Bentuk Konflik : Bentuk konflik adalah macam konflik yang ada atau bisa berupa tahapan konflik yang terjadi di lokasi kajian.


(48)

2.8 Hipotesis

Adapun hipotesis pengarah yang membantu peneliti dalam mengarahkan dan memudahkan pencarian data serta proses pengujian adalah: H1: Cepat atau lambatnya proses pengadaan tanah yang terjadi di wilayah

komplek HBTB dan Kampung Kalimanggis dipengaruhi oleh harga tanah yang disepakati kedua belah pihak dan latar belakang tingkat kesejahteraan, ikatan sosial, jaring sosial yang dimiliki warga juga bentuk konflik yang terjadi di masing-masing wilayah.


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dua lokasi yang sengaja dipilih untuk keperluan studi perbandingan yaitu:

a. Perumahan Harapan Baru Taman Bunga dan b. Kampung Kalimanggis

keduanya terletak di Kelurahan Harjamukti Kecamatan Cimanggis Kota Depok. Pemilihan lokasi dilakukan, setelah peneliti melakukan penelusuran lewat internet dan informasi dari narasumber yang berasal dari Pemerintah Kota Depok, Kecamatan dan Kelurahan. Lokasi tersebut juga dipilih karena latar belakang wilayahnya yang berbeda, yaitu komplek perumahan dan perkampungan. Waktu penelitian dimulai dari Bulan September 2007 dengan sebelumnya telah ada penjajagan awal atau observasi lapangan. Pengumpulan data selesai pada bulan Mei 2008.

3.2 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dipilih oleh peneliti karena pendekatan ini mampu memberikan pemahaman yang mendalam dan rinci tentang suatu peristiwa atau gejala sosial, serta mampu menggali berbagai realitas dan proses sosial yang didasarkan pada pemahaman yang berkembang dari orang-orang yang menjadi subyek penelitian dengan menggunakan metode kualitatif jumlah responden tidak menjadi


(50)

pertimbangan pokok namun, lebih menekankan pada kecukupan dan kedalaman informasi.

Melalui metode studi kasus yang bersifat instrinsik, penelitian ini bermaksud memberikan penjelasan pemaparan peristiwa sosial yang sedang terjadi. Strategi studi kasus yang dipilih juga adalah studi kasus instrumental, yaitu studi kasus yang dilakukan karena peneliti ingin mengkaji suatu kasus untuk memperoleh wawasan dan sebagai instrumen pendukung bagi peneliti dalam memahami proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Hal ini dikarenakan perpres yang digunakan dalam proyek ini adalah perpres baru dan masih mengundang pro kontra di masyarakat, sehubungan dengan adanya penitipan ganti rugi di pengadilan.

Peneliti berusaha melihat proses pengadaan tanah dan juga berusaha menggambarkan tahapan dari proses pengadaan tanah yang terjadi. Pada pembangunan jalan tol ini juga akan dilihat reaksi yang timbul dari berbagai kalangan masyarakat yang terkena pengadaan tanah tersebut. Hasil penggalian informasi tersebut akan memberikan pemahaman yang rinci tentang bagaimana tahapan tersebut terjadi dan apa saja reaksi dari masyarakat sehubungan dengan pencabutan hak dalam pengadaan tanah tersebut.

3.3 Subyek Penelitian

Subyek tineliti dalam penelitian ini adalah informan. Informan merupakan pihak yang akan memberikan informasi tentang pihak lain dan lingkungannya. Dalam penelitian ini subyek tineliti adalah pihak Pemerintah dan masyarakat. Informan diperoleh dengan teknik snowballing karena berasal dari


(51)

informan sebelumnya. Seperti informasi tentang wilayah penelitian, Informan pertama adalah staf Tata Kota Pemerintah Kota Depok yang kemudian memberikan informasi tentang anggota tim P2T tingkat kelurahan. Dari informan tersebut diperoleh informasi yang lebih rinci tentang keadaan wilayah penelitian, juga Ketua RT di Komplek Harapan Baru Taman Bunga (HBTB).

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Peneliti menggunakan beberapa metode dalam mengumpulkan informasi dan data. Metode pengumpulan data yang digambarkan sebagai metode triangulasi, yaitu metode pengumpulan data kualitatif berupa wawancara mendalam, pengamatan berperan serta, dan penelusuran dokumen. Data yang ingin diperoleh adalah data primer dan data sekunder yang nantinya berguna untuk menjawab pertanyaan penelitian.

Data primer diperoleh dari subyek tineliti melalui proses wawancara mendalam, pengamatan berperan serta dan diskusi kelompok terarah (FGD). Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen yang terkait dengan proses pengadaan tanah yang dilakukan oleh Panitia Pengadaan Tanah (P2T) yang telah dibentuk oleh Pemda Depok. Langkah awal dari penelitian melakukan penelusuran dokumen dan pustaka yang relevan dengan kajian penelitian. Kedua, wawancara mendalam dan FGD dengan masyarakat yang terkena pengadaan tanah. Ketiga, pengamatan sepanjang penelitian.


(52)

3.4.1 Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam merupakan sebuah teknik pengambilan data dengan cara melakukan percakapan dua arah yang menerapkan prinsip kesetaraan dalam sebuah suasana yang akrab dan informal. Wawancara mendalam dilakukan dengan temu muka secara berulang antara peneliti dengan tineliti baik informan maupun responden, dalam rangka memahami pandangan, pengalamannya, ataupun situasi sosial yang dihadapinya dalam kaitannya dengan kajian penelitian. Berikut tabel informan dan Informasi yang dibutuhkan :

Tabel 1 Informan dan Informasi yang Dibutuhkan.

No. Jenis Informasi

Informan Spesifikasi Informan 1. Profil dan data

wilayah HBTB dan Kampung Kalimanggis

Aparat Pemerintah

• Bagian Pemerintahan Kelurahan Harjamukti Ibu Ft • Ketua RT di HBTB Bapak Drm

• Tokoh masyarakat HBTB Bapak Al

• Ketua RT di Kampung Kalimanggis Bapak Enj 2. Proses

Pengadaan Tanah yang dilakukan P2T

Tim P2T • Tim P2T Tingkat Kota Bapak Rhm • Tingkat Kecamatan Bapak Aj • Tingkat Kelurahan Ibu Ft • Ketua Forkot Bapak Mnh • Sekretaris Forkot Bapak Zww

• Warga Kalimanggis Bapak Mhd, Bapak Wdy, Ibu Bn 3. Respon

Masyarakat

Aparat Pemerintah dan warga

• Bagian Pemerintahan Kelurahan Harjamukti Ibu Ft • Ketua RT di HBTB Bapak Drm

• Ketua RT di Kampung Kalimanggis Bapak Es • Warga HBTB Bapak Al

• Warga Kalimanggis Bapak Mhd. • Ketua Forkot Bapak Mnh • Sekretaris Forkot Bapak Zww

• Warga Kalimanggis Bapak Wdy, Ibu Bn Sumber : Catatan Peneliti

Peneliti juga melakukan pengamatan antara lain mengenai profil wilayah pengamatan kondisi fisik wilayah penelitian.


(53)

3.4.2 Penelusuran Dokumen

Dokumen ataupun literatur yang digunakan meliputi semua dokumen yang berkaitan langsung dengan pengadaan tanah dalam kasus pembangunan Tol Cijago yang berhubungan dengan Kelurahan Harjamukti. Data Monografi Kelurahan Harjamukti juga berita perkembangan kasus tersebut di berbagai media massa yaitu situs internet Walhi, Departemen Pekerjaan Umum, Kompas Cyber

Media, Media Indonesia Online, Tempo Online, Republika Online, Monitor Depok Onlinedan Surat kabar harianKompasdanTempo(terlampir).

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang, dan terus-menerus sehingga dalam waktu yang bersamaan dengan proses pengumpulan data di lapangan, penulis juga menganalisis data tersebut. Penelitian bergerak diantara empat sumbu yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan atau verifikasi kesimpulan (Miles dan Haberman sebagaimana dikutip Sitorus, 2000). Reduksi data bertujuan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data sehingga kesimpulan akhir dapat diperoleh.

Data tersebut kemudian digolongkan berdasarkan aspek-aspek tertentu dan disajikan dalam bentuk bab-bab dan teks naratif yang berisi kutipan-kutipan langsung maupun tidak langsung. Membandingkan kedua wilayah menurut bentuk konflik yang ditimbulkan sebagai akibat proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan faktor-faktor yang diduga mempengaruhinya.


(54)

BAB IV

PROFIL LOKASI KAJIAN

4.1 Profil Kelurahan Harjamukti

Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum di wilayah Kota Depok dengan luas wilayah 135 hektar membutuhkan sekitar 3 tahun pada proses pembebasannya. Proses pembebasan ini telah dimulai sejak akhir tahun 2006. Secara resmi, proses ini ditandai dengan dibentuknya Panitia Pengadaan Tanah (P2T) Kota Depok pada Bulan Juli. Saat itu, P2T masih diketuai oleh Walikota Depok Nurmahmudi Ismail yang kemudian digantikan oleh Sekretaris Daerah Winwin Winantika sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 tahun 2007. Pembebasan tanah tersebut diperuntukan bagi proyek pembangunan jalan tol Cijago (Cinere-Jagorawi). Jalan tol ini rencananya akan menghubungkan Cinere, Depok, dan jalan tol Jakarta-Bogor-Ciawi yang diperkirakan menelan biaya sekitar Rp. 2 triliyun. Proyek ini akan dikelola oleh PT. Translingkar Kita dengan konsesi selama 35 tahun. Pembebasan tanah yang berlangsung secara bertahap di wilayah Depok dimulai dari Kecamatan Cimanggis, terdiri dari6:

• Kelurahan Cisalak Pasar

• Kelurahan Curug

• Kelurahan Sukatani

• Kelurahan Harjamukti

6


(55)

Sumber:Kompas, 11 September 2006

Gambar 3 Peta Rencana Pembangunan Jalan Tol Cijago dan Tosari Di Wilayah Kotamadya Depok7

Sedangkan, perumahan yang terkena pengadaan tanah di Kecamatan Cimanggis adalah Komplek Pertamina dan Komplek Harapan Baru Taman Bunga.

Sesi I dimulai dari Kecamatan Cimanggis dengan Harjamukti sebagai kelurahan yang paling banyak terkena pembebasan tanah. Letak Kelurahan Harjamukti ada di antara jalur pipa gas alam milik Pertamina. Terdapat 8 RW yang masuk dalam daftar pembebasan tanah yaitu, RW 01/04/05/07/08/10/11. Luas wilayah kelurahan 495,80 H dengan batas wilayah :

a. Utara : Cibubur b. Selatan : Sukatani

c. Barat : Curug

d. Timur : Kabupaten Bekasi

Tabel 2 Penggunaan Tanah di Kelurahan Harjamukti

7


(56)

Jenis Penggunan Tanah Luas

1. Sertifikat hak milik 250 buah

2. HGU

-3. Hak pakai

-4. Tanah kosong 250 Ha

5. Sawah ladang 78,80 Ha

6. Bangunan umum 13 Ha

7. Empang 5 Ha

8. Perumahan 301 Ha

9. Jalur hijau 13 Ha

10.Perkuburan 6 Ha

11.Lain-lain 33 Ha

Sumber: Data Monografi Kelurahan Harjamukti

Tabel 3 Profesi masyarakat Kelurahan Harjamukti

Jenis Profesi Jumlah

1. PNS dan ABRI 570 orang

2. Swasta 1.047 orang

3. Wiraswasta 786 orang

4. Pensiun 786 orang

5. Buruh tani 124 orang

6. Pensiun 239 orang

7. Jasa 1.519 orang

Sumber: Data Monografi Kelurahan Harjamukti

Dari data monografi di atas dapat dilihat bahwa tanah yang sudah memiliki sertifikat hak milik sebanyak 250 buah dan sebagian besar tanah digunakan bagi perumahan. Namun, masih banyak wilayahnya yang merupakan tanah kosong. Tanah yang berasal dari hasil pewarisan turun temurun disebut juga tanah adat oleh pemerintah setempat. Komposisi masyarakatnya adalah mayoritas di bidang jasa sebanyak 1.519 orang dan pegawai swasta sebanyak 1.047 orang dibanding PNS dan ABRI yang berjumlah 570 orang dan buruh tani 124 orang. Sehingga diperkirakan kebutuhan tanah terbesar digunakan sebagai tempat tinggal.


(57)

Gambar 4 Peta Rencana Pembangunan Jalan Tol Cinere-Jagorawi Di Dua Lokasi Kajian8

4.1.1 Komplek Perumahan Harapan Baru Taman Bunga

Lokasi pertama penelitian adalah Perumahan Harapan Baru Taman Bunga (HBTB) yang terletak dekat dengan stasiun gas alam milik Pertamina. Sebagian wilayahnya yaitu RW 10 dan 11 telah ditetapkan sebagai wilayah yang akan dilewati pembangunan jalan tol Cinere-Jagorawi. Perumahan ini telah ada sejak tahun 1989 dengansiteplanyang menjanjikan bebas dari perencanaan untuk kepentingan umum pemerintah setempat. Rata-rata penghuni perumahan tersebut adalah pendatang yang bekerja di wilayah Jakarta dan sekitarnya dengan etnis yang heterogen. Dari segi Pendidikan, mayoritas berpendidikan tinggi dan seluruh anak-anak di sana bersekolah. Mereka terdiri dari kalangan profesional yang kebanyakan bekerja di sektor swasta.

8


(58)

Akses perumahan ke jalan utama yaitu jalur Jalan Raya Bogor cukup terjangkau, akan tetapi jalan aspal yang menuju lokasi kajian sudah tidak memadai. Kondisi jalan terdapat banyak lubang yang mengganggu perjalanan, padahal di wilayah tersebut terdapat banyak perumahan serta padat penduduk. Jalan menuju lokasi kajian searah dengan jalur pipa gas Pertamina. Komplek HBTB termasuk wilayah komplek yang cukup padat. Jalan teratur dengan rapi. Rumah-rumahnya sebagian besar terlihat memadai dan memiliki kendaraan pribadi baik berupa motor atau pun mobil. Di daerah tersebut juga terdapat angkutan kota dan ojek sebagai trasportasi menuju ke sana. Ada 10 jalan dengan tiap jalan terdiri dari 1 sampai 2 RW, satu RW kurang lebih dihuni oleh 30 Kepala Keluarga.

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 5Suasana Di Komplek HBTB

Terdapat masjid di tengah-tengah komplek yang bernama Baitul Hikmah. Bangunan masjid besebelahan dengan bangunan Taman Kanak-kanak yang dikelola oleh DKM Masjid Baitul Hikmah.


(59)

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 6 Salah Satu Fasilitas Kelembagaan Di Komplek HBTB

Di depan komplek terdapat sebuah lembaga bimbingan belajar dan juga sarana seperti jasa binatu dan minimarket. Komplek perumahan bersebelahan dengan komplek Departemen Penerangan, kedua komplek ini lebih dikenal sebagai komplek Deppen.

Menurut warga HBTB, yang menguatkan daya tawar mereka untuk harga bangunan dan tanah adalah dari segi fisik yakni luas bangunan, kualitas bangunan, luas tanah, akses jalan dan transportasi mudah, dekat dengan tempat ibadah, dekat dengan TK/TPA, dekat dengan pasar, ada taman, infrastruktur tertata baik, sudah terencana sebagai tempat tinggal, berasal dari tanah darat, ada fasilitas pemakaman dan ada sumber air bersih. Sedangkan dari segi non fisik atau yang lebih bersifat immateril menurut warga adalah lingkungan yang asri dan nyaman, tidak ada kasus narkoba, belum pernah banjir, udara yang sejuk, serta memiliki sejarah bagi warga dan tidak sumpek.

Hubungan antar personal warga cukup dekat. Mereka sering mengadakan kegiatan bersama seperti pada hari besar perayaaan dan acara jalan-jalan RT. Sebagian warga juga cukup aktif menghadiri sholat berjama’ah di mesjid.


(60)

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 7 Spanduk yang dipasang di depan salah satu jalan di Komplek HBTB

4.1.2 Kampung Kalimanggis

Kampung Kalimanggis berjarak sekitar 300 m atau sekitar 20 menit jika berjalan kaki dari komplek HBTB. Letaknya tak jauh dari stasiun gas alam Pertamina. Dari segi fisik kondisi jalan masih cukup sulit dilalui karena jalanan masih sedikit yang diaspal. Untuk menuju ke sana lebih mudah dengan menggunakan sepeda motor, karena jalan masuk ke dalam cukup jauh.

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 8 Kondisi jalan masuk ke kampung Kalimanggis

Jarak antara satu rumah dengan rumah yang lain berjauhan. Disana masih banyak terlihat tanah kosong. Letak Kampung Kalimanggis bersebelahan dengan Komplek HBTB dan Tol Cibubur. Wilayah yang menjadi tempat kajian kedua adalah RT 02/Rw 04. Akses jalan dari jalan utama yaitu jalur Jalan Raya Bogor ke lokasi terjangkau, terdapat angkutan kota dan ojek sebagai trasportasi. Jalan yang


(61)

dibuat sebagai penghubung antara rumah yang satu dan rumah yang lain belum permanen. Tingkat pendidikan bervariasi namun mayoritas sampai tingkat SLTP dan SLTA. Terdapat Sekolah Dasar Negeri yang letaknya tak jauh dari wilayah Kampung. Tata letak rumah tidak teratur, ada yang berkelompok dengan jarak rumah berjauhan dengan kelompok rumah yang lain. Atap rumah dari genteng dengan kondisi lingkungan yang masih asri dan banyak terdapat tanaman dan pepohonan. Kondisi rumah permanen dan semi permanen, dengan tanah yang berbukit. Ketika sore hari warga terlihat sering berada di beranda rumah sambil bersantai dengan keluarga.

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 9 Kondisi rumah-rumah di Kampung Kalimanggis

Warga Kalimanggis kebanyakan adalah warga asli, yang sudah turun temurun tinggal di sana. Ada pula yang merupakan pindahan dari seberang Tol Cibubur yang terpaksa pindah karena pengadaan tanah Jalan Tol Cibubur. Tanah kosong yang ada di Kampung Kalimanggis adalah tanah investasi milik warga Jakarta, terdapat pula gudang buku milik perusahaan percetakan buku Yudhistira.


(62)

BAB V

PROSEDUR PENGADAAN TANAH UNTUK

PEMBANGUNAN JALAN TOL CINERE-JAGORAWI

5.1 Prosedur Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

Terjadinya pengadaan tanah untuk kepentingan umum tidak dapat dihindari oleh pemerintah dan masyarakat. Dalam pelaksanaannya terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh oleh pemerintah. Dalam kasus pengadaan tanah untuk kepentingan umum pada proyek pembangunan Tol Cinere-Jagorawi, perencanaan yang dipakai adalah perencanaan yang berasal dari pemerintah pusat. Menurut Abe (2001) jika model perencanaan ditentukan langsung dari pusat, maka pemerintah daerah hanya sebagai pelaksana atau pelengkap rencana yang telah ada. Pada kasus ini, pemerintah pusat melalui Perpres No. 36 Tahun 2005 dan No.65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaaan Pembangunan untuk Kepentingan umum yang dikeluarkan oleh presiden sebagai pemegang kekuasaan Pemerintah Negara Republik Indonesia. Langkah konkrit yang harus ditempuh sebuah instansi pemerintah untuk mendapatkan tanah diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Agraria No. 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden No. 36/05 dan No. 65/06.

Untuk memperoleh tanah bagi pelaksanaan kepentingan umum instansi pemerintah harus menyusun proposal rencana pembangunan paling lambat 1 tahun sebelum pelaksanaan dengan menguraikan maksud dan tujuan, letak lokasi pembangunan, luasan daerah yang diperlukan, sumber pendanaan juga analisis kelayakan lingkungan, perencanaan pembangunan, termasuk dampak


(63)

pembangunan berikut upaya pencegahan dan pengendaliannya. Kemudian diadakan pengajuan permohonan penetapan lokasi kepada Kepala Daerah.

Kepala Daerah akan mengkaji kesesuaian rencana pembangunan dari aspek tata ruang, penatagunaan tanah, sosial ekonomi dan lingkungan juga penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah. Pelaksana pengkajian adalah instansi terkait dan kantor pertanahan tingkat kabupaten atau kota. Berdasarkan rekomendasi hasil kajian maka Kepala Daerah menerbitkan keputusan penetapan lokasi yang kemudian disampaikan pada instansi terkait dan kantor pertanahan tingkat kabupaten atau kota dengan syarat sesuai dengan rencana tata ruang wilayah yang telah ada.

Keputusan tersebut juga berlaku sebagai izin perolehan tanah. Keputusan penetapan lokasi tersebut diberikan dalam jangka waktu 1 tahun untuk tanah yang luasnya di bawah 25 hektar. Kemudian, 2 tahun untuk tanah yang luasnya antara 25 sampai 50 hektar dan 3 tahun untuk tanah yanga luasnya di atas 50 hektar. Setelah keputusan diterima instansi tersebut dalam waktu 14 hari wajib mempublikasikan rencana pengadaan tanah kepada masyarakat dengan cara langsung atau tidak langsung (menggunakan media cetak, elektronik dan lainnya). Kemudian untuk selanjutnya segala kepentingan untuk memperoleh tanah di wilayah tersebut harus memiliki izin tertulis dari Kepala Daerah, kecuali yang berasal dari pewarisan dan keputusan hakim yang memiliki keputusan hukum atau perintah dari Undang-undang. Dibawah ini adalah Prosedur pengadaan tanah untuk kepentingan umum.


(64)

Gambar 10 Prosedur Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum

5.1.1 Pembentukkan Panitia Pengadaan Tanah (P2T)

Pelaksanakan pengadaan tanah membutuhkan kepanitiaan untuk mengurus pengadaan tanah, setelah penentuan lokasi. Pada Kepres No. 36/05 dan No. 65/06 diatur mengenai Susunan Panitia Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dengan Kepala Daerah sebagai ketua. Akan tetapi, pada Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 tahun 2007 hal ini mengalami perubahan, yaitu mengatur Sekretaris Daerah sebagai ketua. Pada peraturan tersebut juga diatur mengenai tugas-tugas Panitia Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Secara garis besar inti dari proses pengadaan tanah ada pada tugas-tugas Panitia Pengadaan Tanah (P2T). Kedudukan P2T adalah pemerintahan daerah yang menjadi penghubung antara masyarakat dan pemerintah pusat. Dengan

Instansi yang

membutuhkan Instansi terkait dan

BPN

Tim Penilai harga tanah Panitia

Pengadaan tanah

Terbit keputusan izin penetapan lokasi

Kepala Daerah

Proses pengadaan tanah


(65)

menguraikan tugas-tugas P2T maka, akan dapat dilihat proses yang terjadi secara keseluruhan pada pengadaan tanah yang terjadi.

5.1.2 Sosialisasi

Memberikan penjelasan dan penyuluhan kepada masyarakat adalah tahapan pertama yang harus dilakukan oleh P2T. Hal tersebut untuk mensosialisasikan kepada masyarakat yang terkena pengadaan tanah. Setelah adanya penetapan lokasi, instansi pemerintah yang memerlukan tanah wajib segera melaksanakan sosialisasi tentang rencana tersebut dalam waktu paling lambat 14 hari baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan media cetak atau media elektronika. P2T bersama instansi pemerintah yang membutuhkan tanah, mengadakan penyuluhan untuk menjelaskan manfaat, maksud, dan tujuan pembangunan kepada masyarakat serta dalam rangka memperoleh persetujuan dari pemilik. Tahapan selanjutnya dapat dilakukan, jika sosialisasi maksud dan tujuan pelaksanaan pengadaan tanah sudah diterima oleh masyarakat.

5.1.3 Inventarisasi

Panitia pengadaan tanah mengadakan penelitian dan inventarisasi atas bidang tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah, yang haknya akan diserahkan atau dilepaskan. Identifikasi dan Inventarisasi meliputi kegiatan penunjukkan batas wilayah pengukuran bidang tanah dan/atau bangunan, pemetaan bidang tanah dan/atau bangunan dan keliling batas bidang


(1)

BAB VIII

PENUTUP

8.1 Kesimpulan

Dari hasil kajian di lapangan terdapat 3 proses utama yang menjadi fokus kajian pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan berhubungan dengan waktu yaitu :

• Proses Sosialisasi

• Proses inventarisasi

• Proses musyawarah

Pada ketiga proses utama tersebut terdapat kesamaan dan perbedaan proses yang terjadi di kedua wilayah yang memiliki latar belakang berbeda. Pada proses sosialisasi kedua wilayah sama-sama merasa kurang mendapatkan informasi yang cukup serta sama-sama tidak mendapatkan penyuluhan. Pada proses inventarisasi kedua wilayah sama-sama mengaku tidak puas dan kecewa dengan cara-cara yang dilakukan TPT. Pada proses musyawarah warga komplek HBTB merasa digantung dan hanya ada 1 kali pertemuan musyawarah untuk menyepakati harga, sedangkan pada warga Kampung Kalimanggis musyawarah berlangsung 3 kali.

Terdapat perbedaan antara prosedur dan realisasi di lapangan yang menyebabkan kesenjangan diantaranya pada proses sosialisasi yaitu tidak adanya penyuluhan. Pada proses inventarisasi belum dirumuskannya ganti rugi untuk


(2)

diperlihatkan warga. Pada awalnya respon warga positif dan pengadaan tanah berlangsung dengan lancar, semakin berjalannya proses pengadaan tanah respon menjadi negatif dan berujung konflik. Maka, semakin kooperatif warga proses pengadaan untuk kepentingan umum semakin lancar.

Faktor yang mempengaruhi cepat lambatnya proses pengadaan tanah antara lain :

• Harga Tanah : harga tanah yang dinilai oleh warga sangat rendah membuat warga tidak mau melepaskan tanahnya. Harga tanah juga menjadi isu utama pada pada setiap perjuangan warga serta menjadi penyebab utama konflik. Semakin tinggi harga tanah semakin cepat warga melepaskan tanah mereka.

• Tingkat Kesejahteraan : tingkat kesejahteraan berpengaruh pada akses informasi dan jalur perjuangan warga. Tingkat kesejahteraan yang tinggi membuat warga berani menempuh jalur hukum untuk meningkatkan posisi tawar mereka. Seperti pada Komplek HBTB menempuh jalur hukum bersama Forkot juga Ibu En warga Jakarta yang memiliki tanah di Kampung Kalimanggis.

• Ikatan Sosial : Semakin tinggi ikatan sosial maka, warga akan cenderung satu suara, seperti kondisi warga HBTB yang berjuang secara kolektif di awal proses pengadaan tanah. Sedangkan warga Kalimanggis yang berjuang secara individual lebih cepat menyerahkan tanahnya, kemudian warga Kalimanggis yang masih memiliki hubungan kekerabatan memilih untuk tetap memperjuangkan kenaikan harga.


(3)

• Jaringan Sosial : Jaringan sosial sangat berpengaruh pada akses informasi dan resistensi perjuangan. Semakin tinggi jaringan sosial, maka semakin resisten perjuangannya, seperti yang terjadi pada Forkot dan Ibu En.

• Bentuk Konflik : Konflik yang terjadi di kedua wilayah telah menjadi konflik yang mencuat. Walaupun konflik yang terjadi sebenarnya merupakan hasil dari kesenjangan, tetapi konflik ternyata dapat dijadikan sebagai strategi peningkatan daya tawar oleh warga. Semakin tinggi konflik, maka pemerintah semakin memperhatikan warga. Konflik juga diduga menjadi penyebab belum dikeluarkannya surat ketetapan harga tanah. Jika disajikan dalam bentuk tabel maka:

Tabel 6 Perbandingan 2 Wilayah Kajian yaitu HBTB dan Kalimanggis Berdasarkan Faktor yang Mempengaruhi

Faktor yang mempengaruhi HBTB Kalimanggis

Harga Tanah tinggi rendah

Tingkat Kesejahteraan tinggi rendah

Jaringan Sosial tinggi tinggi

Ikatan Sosial lemah kuat

Bentuk Konflik mencuat mencuat

Konflik yang terjadi di kedua wilayah telah menjadi konflik yang mencuat. Walaupun konflik yang terjadi sebenarnya merupakan hasil dari kesenjangan, tetapi konflik ternyata dapat dijadikan sebagai strategi peningkatan


(4)

memperhatikan warga. Konflik juga diduga menjadi penyebab belum dikeluarkannya surat ketetapan harga tanah.

8.2 Saran

1. Perhatian kepada proses sosialisasi dan penyuluhan sangat penting, mengingat proses ini merupakan awal dari tahapan selanjutnya.

2. Proses yang transparan, terbuka dan kooperatif dari pemerintah sangat dibutuhkan warga dalam mengambil keputusan.

3. Pemerintah memperhatikan keterlibatan warga dalam setiap proses yang dilakukan, karena warga memiliki hak untuk terlibat terutama dalam proses musyawarah.

4. Pendekatan yang baik sangat membantu proses pengadaan tanah agar warga yakin bahwa proses yang terjadi sesuai dengan peraturan yang berlaku dan mengurangi kendala di lapangan saat berhadapan dengan warga.

5. Pemerintah jelas dan konsisten dengan waktu yang ditetapkan. Penguluran waktu yang tidak jelas membuat konflik laten dan akhirnya menjadi mencuat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku Kepustakaan

Abe, Alexander. 2001.Perencanaan daerah pertisipatif.Pondok Edukasi. Solo

Aliadi, A, B. C Kismadi, D.W. Munggoro. 2000.Berbagi Pengalaman berbagi Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat. Pustaka Latin. Bogor

Hutagalung, Arie. 1998.Condominium dan permasalahannya. Fakultas Hukum. UI. Depok.

Matta, Anis. 2006.Dari Gerakan ke Negara. Fitrah Robbani. Jakarta Rauf, Maswardi.2001.Konsensus dan Konflik Politik.Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi. Jakarta.

Sitorus, M. T. Felix. 1998.Penelitian Kualitatif Suatu Perkenalan. Kelompok Dokumentasi Ilmu Sosial. Institut Pertanian Bogor.

Tauchid, Muhammad. 1952.Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia. Tjakrawala. Jakarta.

B. Artikel

Kompas, 15 Juni 2006. “Mendesak, Juklak Pengadaan Tanah”. Kompas,15 September 2006.“P2T Hambat proyek Jalan Tol”. Kompas,22 Mei 2006.“Tanah Sisa Penghambat JORR”. Koran Tempo. 11 September 2006

Koran Tempo. 29 September 2006

C. Internet


(6)

D. Peraturan Perundang - Undangan

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden No. 36/05 Tentang Pelaksanaan Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Perpres No. 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Perpres No. 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Undang-undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.


Dokumen yang terkait

Pelaksanaan Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tol Kertosono-Mojokerto (Studi di Kecamatan Tembelang Kabupaten Jombang)

0 6 33

KAJIAN YURIDIS PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM (Studi Kasus Pembangunan Jalan Tembus Menuju Jalan Panjaitan, Kelurahan Citrodiwangsan, Kecamatan Lumajang, Kabupaten Lumajang)

0 5 17

KAJIAN YURIDIS PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM (Studi Kasus Pembangunan Jalan Tembus Menuju Jalan Panjaitan, Kelurahan Citrodiwangsan, Kecamatan Lumajang, Kabupaten Lumajang)

0 5 17

PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM (Studi Analisis Pada Pembangunan Jalan Tol Trans Jawa Di Kabupaten Brebes)

0 8 257

PROSES PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DAN KEPENTINGAN UMUM DI KOTA SURAKARTA (Studi Kasus Pembangunan Jalan dan Jembatan Mipidan Jebres Surakarta).

0 0 15

PENDAHULUAN Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum Setelah Berlakunya Peraturan Presiden Nomor. 65 Tahun 2006 (Studi Kasus Pengadaan Tanah Untuk Jalan Tol Di Wilayah Kabupaten Boyolali ).

0 1 41

DAFTAR PUSTAKA Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum Setelah Berlakunya Peraturan Presiden Nomor. 65 Tahun 2006 (Studi Kasus Pengadaan Tanah Untuk Jalan Tol Di Wilayah Kabupaten Boyolali ).

0 0 6

Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum (Studi Kasus Jalan Alai-By Pass Kelurahan Ampang, Kecamatan Kuranji, Kota Padang).

0 0 6

PROSES GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN JALAN TOL SERPONG-CINERE DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM.

0 1 1

PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM (Studi Analisis Pada Pembangunan Jalan Tol Trans Jawa Di Kabupaten Brebes).

1 2 32