35 perkembangan kepribadian anak sangat besar, karena sekolah merupakan
substitusi dari keluarga dan guru-guru substitusi dari orangtua. Pengalaman karakteristik anak dalam perkembangan moralnya berbeda-
beda. Tahap usia 3-6 tahun menurut Singgih D. Gunarsa Yulia Singgih D. Gunarsa 2006: 68, anak sudah memiliki dasar-dasar dari sikap-sikap moralitas
terhadap kelompok sosialnya. Kalau sebelumnya anak selalu diajarkan tentang apa yang salah, maka pada masa ini anak harus lebih ditunjukkan mengenai
bagaimana ia harus bertingkahlaku. Anak harus dapat merasakan akibat yang menyenangkan dari tingkahlakunya yang sesuai dengan harapan kelompok sosial,
demikian pula akibat yang tidak menyenangkan apabila ia tidak berlaku demikian. Lingkungan yang ada di sekitar anak baik lingkungan keluarga, masyarakat
maupun di sekolah memiliki suasana yang berbeda-beda. Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya Sugihartono dkk., 2007: 74. Proses belajar anak usia dini tidak dapat disamakan dengan orang dewasa.
Anak usia dini belajar melalui kegiatan yang mereka senangi yaitu bermain. Hal ini sesuai dengan pendapat Slamet Suyanto 2005: 102 bahwa bermain bukan
bekerja, bermain adalah pura-pura, bermain bukan suatu yang sungguh-sungguh, dan bermain bukan suatu kegiatan yang produktif.
C. Pembelajaran untuk Anak Usia Dini
Setiap anak terlahir dengan potensi yang berbeda-beda, memiliki kelebihan, bakat, dan minat sendiri Slamet Suyanto, 2005: 5. Maka cara belajar anak juga
berbeda-beda. Sofia Hartati 2005: 80 menyatakan bahwa tipe belajar anak usia
36 dini berkaitan dengan pemikiran, konsep, informasi, dan pilihan seseorang yang
diekspresikan melalui cara belajar. Tipe-tipe belajar anak terdiri dari: 1. Pembelajar visual visual learner
Anak yang termasuk tipe pembelajar ini memiliki rasa ingin tahu yang besar. Ia senang dengan hal-hal yang baru dan berbeda serta hal-hal nyata yang dapat
menimbulkan pemikiran baru. 2. Pembelajar auditori auditory learner
Pembelajar auditori pada umumnya dapat dengan mudah menyerap informasi dengan cara mendengarkan. Tipe belajar ini lebih cepat memahami informasi
yang dikomunikasikan secara verbal. 3. Pembelajar taktilkinestetik tactilekineshtetic learner.
Pembelajar taktil biasanya dapat menyerap informasi dengan cara merasakan fenomena melalui sentuhan. Secara alamiah pada umumnya anak usia dini
senang menyentuh benda untuk mengeksplorasi apa yang terkandung di dalamnya.
4. Pembelajar global global learner Anak tipe pebelajar global lebih tertarik untuk melihat hasil akhir. Ia akan
tertari pada bentuk yang sesungguhnya sebelum menyelidiki bagian-bagian yang lebih rinci.
Belajar merupakan proses internal yang kompleks dan melibatkan proses internal seluruh mental seseorang yaitu meliputi ranah-ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik Dimyati dan Mudjiono, 2002: 18. Hal ini selaras dengan Sofia Hartati 2005: 28 bahwa pembelajaran pada anak usia dini merupakan proses
37 interaksi antara anak, orang tua atau orang dewasa lainnya dalam suatu
lingkungan untuk mencapai tugas perkembangan. Pembelajaran menurut Sudjana Sugihartono dkk., 2007: 80 merupakan setiap upaya yang dilakukan dengan
sengaja oleh pendidik yang dapat menyebabkan peserta didik melakukan kegiatan belajar. Melalui kegiatan belajar yang ditata dengan baik akan mendapatkan hasil
yang baik pula untuk perkembangan anak. Pada hakikatnya anak belajar sambil bermain. Oleh karena itu pembelajaran
anak usia dini pada dasarnya adalah bermain Sofia Hartati, 2007: 29. Melalui kegiatan bermain anak dapat mengembangkan segala aspek perkembangan yang
dimiliki anak sesuai dengan apa yang dirasakan oleh anak itu sendiri. Hal ini selaras dengan pernyataan Mayke S. Tedjasaputra 2001: 20 bahwa melalui
bermain anak merasakan berbagai pengalaman emosi, senang, sedih, bergairah, kecewa, bangga, dan marah. Slamet Suyanto 2005: 7 menyatakan bahwa
bermain sambil belajar merupakan esensi bermain yang menjiwai setiap kegiatan pembelajaran bagi PAUD.
Esensi bermain pada anak usia dini yaitu: 1 anak aktif dalam kegiatan bermain baik secara fisik maupun psikis. Anak melakukan eksplorasi, investigasi,
eksperimentasi, dan ingin tahu tentang orang,
benda, ataupun kejadian, 2 kegiatan bermain bertujuan untuk bersenang-senang, 3 kegiatan bermain
memiliki motivasi internal di dalamnya. Anak ikut dalam suatu kegiatan permainan
secara sukarela, 4 permainan untuk anak
memiliki aturan, dan
5 kegiatan permainan bersifat simbolis dan berati. Pada saat bermain anak menghubungkan antara pengalaman lampaunya yang tersimpan dengan kenyataan
38 yang ada. Pada saat bermain anak bisa berpura-pura menjadi orang lain dan
menirukan karakternya. Kegiatan bermain akan dapat dilaksanakan apabila dalam keadaan kelas
menyenangkan. Anak dengan mudah belajar melalui kegiatan bermain yang nyaman bagi anak. Hal ini diperkuat dengan pinsip-prinsip belajar melalui
bermain menurut Bredekamp dan Copple Sofia Hartati, 2005: 77 yang baik bagi anak:
a. Anak belajar melalui keterlibatannya secara langsung dan aktif dalam
pengalaman bermain, b. Dalam perencanaan permaian bagi anak, guru harus mempertimbangkan
umur dan tingkat perkembangan anak, c. Materi-materi permainan adalah materi konkret, nyata, dan relevan dengan
kehidupan anak, d. Lingkungan belajar yang diciptakan guru memungkinkan anak belajar
melalui eksplorasi aktif, e. Guru bertanggung jawab terhadap perencanaan, pengaturan, dan penciptaan
pengalaman-pengalaman yang berubah dan bertambah kompleks membantu, dan mendukung permainan anak, dan
f. Guru
mengikutsertakan anak
dalam permainan
dengan mengajukan
pertanyaan dan dengan membantu anak untuk mengembangkan atau memperluas permainan mereka.
Bermain dalam tatanan sekolah dapat digambarkan sebagai suatu rentang rangkaian kesatuan yang berujung pada bermain bebas, bermain dengan
bimbingan dan berakhir pada bermain dengan diarahkan.Soemiarti Patmonodewo 2000: 102 menyatakan bahwa dalam bermain bebas dapat didefinsikan sebagai
suatu kegiatan bermain di mana anak mendapat kesempatan melakukan berbagai pilihan alat dan mereka dapat memilih bagaimana menggunakan alat-alat tersebut.
Sedangkan kegiatan bermain dengan bimbingan, guru memilih alat permainan dan diharapkan anak-anak dapat memilih guna menemukan suatu konsep pengertian
39 tertentu. Dalam bermain yang diarahkan, guru mengajarkan bagaimana cara
menyelesaikan suatu tugas yang khusus. Dari paparan-paparan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran untuk anak usia dini adalah pembelajaran yang dilakukan tanpa adanya tekanan dan ancaman bagi anak. Anak belajar dari apa yang mereka
lakukan di kehidupan sehari-hari yaitu bermain. Melalui kegiatan bermain anak dapat mengembangkan segala aspek perkembangan yang dimilikinya. Hal ini
selaras dengan pernyataan dari Moeslichatoen R. 2004: 32 bahwa melalui bermain anak akan dapat memuaskan tuntutan dan kebutuhan perkembangan
dimensi motorik, kognitif, kreativitas, bahasa, emosi, sosial, nilai, dan sikap hidup.
Bermain selain berfungsi bagi perkembangan pribadi, juga memiliki fungsi sosio moral. Kaitannya dengan perkembangan moral anak, Slamet Suyanto 2005:
125 berpendapat bahwa setiap permainan memiliki aturan. Aturan akan diperkenalkan oleh teman bermain sedikit demi sedikit, tahap demi tahap sampai
setiap anak memahami aturan mainnya. Oleh karena itu bermain akan melatih anak dalam menyadari akan adanya aturan dan pentingnya mematuhi aturan. Hal
itu merupakan tahap awal dari perkembangan moral.
D. Metode Pembelajaran 1.