27 tanpa pilih kasih. Sedangkan rasa hormat kepada Tuhan yaitu menghargai dan
menikmati karuniaNya dengan bersyukur. Kemudian rasa tanggungjawab yang dimaksud adalah anak dapat bertanggungjawab ketika atau setelah makan. Anak
membuang sampah di tempatnya dan membantu teman yang membutuhkan.
5. Metode-metode untuk Mengembangkan Moral
Metode pembelajaran untuk mengembangkan moral dapat diterapkan pada pembelajaran untuk anak usia dini. Karena penelitian ini difokuskan dalam
mengembangkan moral anak, maka penataan kegiatan pembelajaran pun dibuat dengan suasana
yang dapat mengembangkan moral anak. T.N. Turner menemukan lima kategori utama metode
yang dapat digunakan untuk
mengembangkan moral anak dalam artikelnya How do We Develop Values? 2010 sebagai berikut:
a. Teaching values through pronouncement, rules, and warning.
Pembelajaran dengan pengumuman, penyampaian aturan dan peringatan. Sebagai contoh di sekolah, anak diberikan aturan untuk dipatuhi anak. Aturan ini
memberikan pemahaman kepada anak apa yang benar, apa yang salah, apa yang membuat pujian. Memberikan pengumumann atau informasi kepada anak untuk
tidak melakukan perbuatan yang menyimpang dari nilai moral, misalnya anak dijelaskan untuk berbagi kepada temannya. Memberikan aturan kepada anak
misalnya, anak perlu diberikan aturan bahwa anak perlu berbagi kepada temannya saat memiliki makanansnack. Apabila tidak mau berbagi maka anak tidak boleh
membawa makanan ke sekolah. Diberikan peringatan berati anak diberikan peringatan apabila anak sudah melanggar aturan yang berlaku.
28 b. Teaching values through examples and models.
Pembelajaran moral dengan contoh dan model. Anak-anak menirukan tokoh yang disukainya seperti pahlawan atau bintang idola di TV. Pahlawan yang
dimaksud adalah pahlawan yang anak kenal, seseorang yang mereka lihat dari film atau TV, atau seseorang yang pernah anak lihat dan dengar. Hanya saja
pahlawan yang dikenal anak cenderung fiktif dan tidak nyata. Sehingga pembelajaran yang diberikan perlu adanya kombinasi antara pahlawan sejarah
jaman dulu dan pahlawan fiktif yang dikenal anak, mengajarkan anak untuk memberikan pujian secara positif dari pahlawan mereka bahwa mereka lemah dan
hanya sebentar atau tidak bertahan lama. c. Teaching values through stories with morals or lesson.
Pembelajaran moral menggunakan cerita atau mata pelajaran. Cara untuk mengembangkan moral lainnya dapat menggunakan kisah ceritadongeng yang
mengandung nilai-nilai moral. Anak dapat belajar dari kisah cerita yang dibacakan, melihat motivasi tokoh dalam cerita, dan poin penting yang ada di
dalam cerita. d. Teaching values through examining personal actions of self and others.
Pembelajaran moral menggunakan pengujian terhadap aksitindakan- tindakan diri sendiri dan orang lain. Salah satu cara bahwa guru dapat membantu
anak dalam mengembangkan moralnya yaitu memberikan pengalaman di mana mereka dapat menjadi lebih menerima dan menganalisa apa yang mereka sendiri
lakukan dan apa yang mereka lihat.
29 e. Teaching values through problem solving.
Pembelajaran moral menggunakan pemecahan masalah. Pembelajaran yang dilakukan yaitu anak ditemui suatu konflik untuk diselesaikan atau mencari solusi.
Yusuf Yudha M. Saputra dan Rudyanto, 2005: 180 menyatakan bahwa pembelajaran yang dilakukan untuk perkembangan nilai dan moral pada anak
dapat berlangsung melalui beberapa cara, sebagai berikut: 1. Pendidikan Langsung
Pendidikan langsung dilakukan melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar dan salah, atau baik dan buruk oleh orang tua, guru atau
orang dewasa lainnya. Penanaman nilai dan moral akan berdampak efektif manakala orangtua di rumah dan guru sekolah memberi keteladanan kepada anak
baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. 2. Identifikasi
Mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku moral seseorang yang lebih dewasa sering menjadikan anak lebih cepat tumbuh dan berkembang
dewasa dalam hal perilakunya. 3.
Proses coba-coba trial and error Dengan cara mengembangkan tingkah laku moral secara coba-coba.
Tingkah laku yang mendatangkan pujian
atau penghargaan akan terus dikembangkan, sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan
akan dihentikannya. Dari paparan di atas dapat dilihat bahwa metode pembelajaran ditujukan
dalam interaksi yang dilakukan oleh anak dan orang lain. Interaksi yang dibangun
30 tersebut merupakan faktor yang mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran.
Hal ini disebabkan interaksi tersebut mencerminkan suatu hubungan di mana akan memperoleh pengalaman yang bermakna, sehingga proses belajar dapat
berlangsung dengan lancar. Hal ini didukung oleh pernyataan dari Gulo yang mendefinisikan pembelajaran sebagai usaha untuk menciptakan sistem lingkungan
yang mengoptimalkan kegiatan belajar Sugihartono dkk., 2007: 80. Pada prinsipnya anak dapat belajar apa saja, yang penting adalah bagaimana cara
mengajarkannya dan kesiapan anak Slamet Suyanto, 2005: 8. Implikasi pembelajaran moral pada penelitian ini adalah pembelajaran yang
menggunakan pengujian aksitindakan-tindakan diri sendiri dan orang lain. Pembelajaran moral yang dapat digunakan yaitu dengan pendidikan secara
langsung. Guru memberikan pengalaman kepada anak melalui kegiatan yang nyata yaitu seperti keadaan yang pernah anak alami atau anak lihat. Kemudian
menata suasana kelas untuk membangun dan mengembangkan moralnya. Misalnya anak membuang sampah tidak pada tempatnya, maka guru memberikan
pertanyaan pada anak “Perilaku membuang sampah sembarangan itu baik atau tidak?”. Guru juga tidak lupa menjelaskan secara rinci mengapa anak perlu
membuang sampah pada tempatnya dan nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya. Ketika anak-anak menjadi sadar akan sudut pandang orang lain, dan
pengaruh mereka sendiri yang kuat dalam berbagai situasi, mereka akan memiliki kesempatan lebih banyak untuk menjadi semakin sadar akan hukum dan adat
tentang apa yang dikehendaki masyarakat dalam interaksi mereka dengan orang lain RitaEka Izzaty dkk., 2008: 97. Kesadaran ini digambarkan sebagai basis
31 bagi perkembangan moral. Anak belajar menjadi orang yang sudah bermasyarakat
di lingkungannya. Melalui metode kegiatan bermain peran anak dapat menjadi tokoh masyarakat atau tokoh lainnya memerankan suatu kegiatan yang
berlangsung di lingkungan sekitarnya.
B. Karakteristik Anak Usia Dini
NAEYC National
Assosiation Education
For Young
Children mengemukakan bahwa anak usia dini adalah sekelompok individu yang berada
pada rentang usia antara 0-8 tahun Sofia Hartati, 2005: 7. Menurut definisi ini anak usia dini merupakan kelompok manusia yang berada dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan. Usia dini 0-8 tahun juga disebut usia emas atau the golden age Slamet Suyanto, 2005: 6. Ernawulan Syaodih 2005: 10
menyatakan bahwa bila dilihat dari jenjang pendidikan yang berlaku di Indonesia, maka yang termasuk dalam kelompok anak usia dini adalah anak usia Sekolah
Dasar SD kelas rendah kelas 1-3, Taman Kanak-kanak kindergarten, kelompok bermain play group dan anak masa sebelumnya masa bayi. Pada
usia-usia inilah anak masih membutuhkan bimbingan dan pendidikan untuk bekal masa depannya kelak.
Berdasarkan paparan para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa anak usia dini merupakan sekelompok individu yang dilihat dari anak sejak lahir sampai
anak awal sekolah dasar yaitu pada rentang usia 0-8 tahun. Pada masa ini anak memerlukan bimbingan dan simulus yang baik sehingga anak dapat menjadi
pribadi yang baik pula. Pada masa ini juga merupakan masa di aman anak dapat mengembangkan berbagai aspek yang dimiliki. Hal ini selaras dengan pendapat